Anda di halaman 1dari 8

Zaman Megalitikum

Secara etimologi, megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang
artinya batu.
Oleh karena itu, zaman megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, di mana
masyarakatnya menggunakan peralatan dari batu yang berukuran besar. Disebut zaman batu
besar karena pada zaman itu manusia sudah dapat membuat kebudayaan yang terbuat dari
batu-batu besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu.

Pada periode ini, setiap bangunan yang didirikan oleh masyarakat sudah mempunyai fungsi
yang jelas.
Budaya megalitikum sendiri lebih mengarah pada sebuah pemujaan terhadap roh leluhur.

1. Corak Hidup Masyarakat


 Pola Hunian
Pola Hunian yang terdapat pada Masa Mesolitikum adalah Sedenter.
Dalam masa Megalitikum, manusia purba sudah menetap pada suatu tempat tinggal dan
tak berpindah-pindah lagi. Melalui hidup sedenter (menetap), manusia memiliki banyak
waktu luang untuk menyalurkan ide-ide nya sembari menunggu masa panen tanaman.
Salah satu ide-ide tersebut menyangkut bagaimana cara menghormati orang yang telah
meninggal dan memuja “roh-roh” di sekitar tempat tinggal mereka saat itu.

 Kepercayaan

Pada zaman Megalitikum, masyarakat telah mengenal kepercayaan, meskipun masih


dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Masyarakatnya
percaya bahwa arwah nenek moyang yang telah meninggal masih terus hidup di dunia
arwah.

Sistem kepercayaan yang dianut pada zaman tersebut secara garis besar terbagi
menjadi dua, yaitu animism dan dinamisme.

Pengertian Animisme

Kata animisme berasal dari bahasa Latin, yaitu anima yang berarti ‘roh’. Kepercayaan
animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Paham animisme mempercayai
bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat
tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu
manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.
 
Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat Nusantara. Contohnya
adalah kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk
rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau,
keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk ke dalam jasad binatang lain,
seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap
orang yang pernah menyakitinya ketika hidup. 

Pengertian Dinamisme

 
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa
Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan,
daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap
benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.
 
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai definisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan
primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme
disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau
makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan
yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau
marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau
bahkan manusia sendiri.

Keterkaitan Sistem Kepercayaan Dengan Tradisi Bangunan Batu Besar


 
Adanya sistem kepercayaan yang diyakini oleh manusia pada saat itu telah melahirkan
adanya tradisi megalitikum yaitu membuat bangunan-bangunan besar. Berdasarkan
penemuan-penemuan arkeologis diketahui bahwa peradaban megalitikum lebih banyak
berkaitan dengan tradisi memuja roh dan arwah nenek moyang. Bangunan-bangunan tersebut
seperti menhir, dolmen, sarkofagus, dan lain-lain adalah salah satu bentuk fisik kepercayaan
animisme dan dinamisme pada zaman prasejarah.
 
Untuk mengungkapkan rasa bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh alam, mereka
melakukan upacara ritual yang dipersembahkan untuk alam. Untuk itu, mereka percaya
bahwa alam beserta isinya mempunyai kekuatan yang tak bisa dicapai oleh akal dan pikiran
mereka. Untuk melaksanakan ritual atau upacara keagaman, masyarakat pra aksara
berkumpul di komplek megalithik seperti punden berundak-undak, menhir, dolmen,
sarkofagus, dan lain-lain. Bangunan batu besar ini banyak sekali ditemukan di sepanjang
wilayah Jawa Barat.
 
 
Pemujaan terhadap arwah nenek moyang dari tradisi megalithik yang dilatarbelakangi oleh
pendapat bahwa nenek moyang yang meninggal dari zaman megalitikum itu masih hidup
tetapi di dunia arwah, dan arwah tersebut pun diyakini masyarakat setempat telah
bersemayam di tempat-tempat tertentu yang dianggap suci seperti di gunung-gunung yang
tinggi. Dan hampir semua benda-benda di zaman megalitikum ini digunakan sebagai alat
untuk mendekatkan diri kepada arwah nenek moyang, baik dalam tradisi megalithik pra
aksara maupun tradisi megalithik yang masih berlanjut.
 

 
megalitikum muncul untuk digunakan masyarakat yang hidup pada masa tersebut sebagai alat
peribadatan atau penguburan. Dan dari hasil penelusuran, telah diketahui bahwa peninggalan
zaman megalitikum ini tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
sakral, banyak sekali peninggalan yang ada hubungannya dengan kebutuhan sehari-hari pun
juga disebut sebagai peninggalam zaman megalitikum, contohnya ada batu tegak yang
berfungsi sebagai batas perkampungan, lalu ada susunan batu-batu besar untuk persawahan,
ada juga lumpang batu yang dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian, dan lain-lain.
 
Kepercayaan terhadap animisme telah berlangsung terus sampai sekarang dan mengalami
proses evolusi yang sangat panjang. Di beberapa suku bangsa di Indonesia kepercayaan
tersebut masih ada walaupun dengan bentuk yang berbeda-beda. Aktivitas masyarakat di
zaman sekarang pun masih ada yang terkait dengan kepercayaan masyarakat megalitikum,
contohnya:

 Upacara tertentu yang biasanya dilakukan oleh sesorang yang memiliki keahlian
khusus yang bisa menghubungkan dunia nyata dengan roh halus. Biasanya orang
yang memiliki keahlian tersebut adalah seorang yang berprofesi sebagai dukun
atau kuncen
 Banyak anggota masyarakat modern yang masih percaya dengan benda yang
dimiliki oleh masing-masing personal seperti batu akik (cincin) yang diduga bisa
membawa berkah dan zaman dulu mayoritas masyarakat setempat memiliki batu
cincin tersebut.

 
 Mata Pencaharian

Pada zaman megalitikum mata pencaharian masyarakat sekitar untuk memenuhi


kebutuhan hidupnya adalah dengan cara berburu dan meramu, setelah memasuki masa orde
baru sekarang masyarakat tersebut sudah mulai memiliki mata pencaharian yaitu bercocok
tanam.
 
Jika dulu manusia di zaman ini disebut food gathering yang artinya mengumpulkan makanan
sendiri tetapi sekarang mereka sudah memasuki taraf food producing yang artinya sudah
bisa menghasilkan makanan sendiri dengan cara bercocok tanam. Pada masa ini manusia
mulai mengenal sumber alam dan mulai menguasainya, mereka mulai menanam tanaman dan
juga berternak. Demi mendapatkan lahan untuk menanaman tanaman tersebut mereka harus
membakar pepohonan yang ada di hutan, tanaman yang biasa mereka tanam adalah umbi-
umbian. Jika lahan yang mereka tanami kondisinya kurang baik untuk digarap, maka mereka
segera mencari lahan lain yang setidaknya dapat mereka garap dengan baik. Masyarakat
megalitikum ini juga berternak hewan seperti kerbau, sapi, dan kuda.
Hidup yang serba ketergantungan kepada alam ini membuat cara hidup mereka bergotong-
royong, dalam melakukan persembahan/penyembahan kepada arwah leluhur maupun
kekuatan alam, masyarakat ini melakukannya secara bersama-sama. Biasanya yang
memimpin upacara ini adalah masyarakat yang usianya paling tua atau dituakan oleh
masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang mempunyai hak untuk menentukan
kapan acara “sedekah bumi” dan upacara-upacara religius lainnya dilaksanakan. Pemimpin
inilah yang juga dipercayai oleh masyarakat setempat dalam hal mengusir roh jahat,
mengobati orang sakit, dan memberikan hukuman kepada warganya yang melanggar nilai
atau hukum yang diberlakukan. Masyarakat di zaman batu ini percaya kepada nenek moyang
yang pertama kali mendirikan kampung tempat tinggal mereka. Untuk menghormati arwah
para nenek moyang tersebut maka masyarakat mendirikan menhir yang berupa tiang atau
tugu dan mereka juga memberikan sesajen untuk arwah nenek moyang mereka dengan cara
membuat dolmen.
 

2. Manusia Pendukung Pemilik Budaya

Ada sebagian jenis manusia pendukung yang hidup di era megalitikum, antara lain bagaikan
berikut:

 Homo Sapiens ini antara lain berasal dari bangsa Proto Melayu, ialah dekat 2000
tahun saat sebelum masehi, yang pula didominasi oleh Suku Nias, Dayak, Sasak,
Toraja.

Homo sapiens (homosapien) atau "manusia cerdas" merupakan fosil manusia purba
yang paling mirip dengan manusia modern. Sejarah persebarannya berawal dari
Afrika sebelum meluas ke belahan dunia lainnya, termasuk Kepulauan Nusantara atau
Indonesia. Berdasarkan catatan Hasnawati dalam buku Sejarah (2020:11), fosil tertua
Homo sapiens paling banyak ditemukan di Afrika. Perihal pendapat ini, peneliti
memanfaatkan teori Out of Afrika (Stringer dan Brauer) dan beberapa bukti
pendukung seperti genetika, linguistik, serta arkeologi.

Penemu dan Lokasi

Teori Multiregional Evolution Model menyatakan bahwa Homo sapiens melahirkan ras-ras
baru. Begitulah yang terjadi di Indonesia karena ternyata ada dua subjenis Homo sapiens,
yakni Homo wajakensis dan Homo floresiensis. Dalam buku Sejarah Indonesia (2014:26),
Amurwani Dwi dan kawan-kawan menjelaskan, Homo wajakensis adalah jenis Homo sapiens
yang ditemukan tahun 1889 oleh B.D. van Rietschoten di Tulungagung, Jawa Timur. Pada
1890, Eugene Dubois menemukan lagi fosil tersebut di lokasi yang sama. Diduga, manusia
cerdas dari Jawa Timur ini mengalami evolusi hingga menjadi sub-ras Melayu Indonesia dan
Austromelanesoid. Penemuan ini memberi pernyataan bahwa Indonesia sejak 40.000 tahun
lalu telah dihuni oleh Homo sapiens.

Jenis ini memiliki ukuran volume otak jauh lebih kecil dari Homo sapiens pada umumnya,
yakni hanya 380 cc. R.P Soejono dan Mike J. Morwood menemukan fosil ini sebanyak 6
individu. Manusia purba tersebut ternyata sudah mengenal alat-alat perlengkapan sederhana
dari bahan batu. Bukan hanya itu, Yuval Noah Harari dalam Sapiens (2011:21) menjabarkan,
Homo sapiens sudah menggunakan bahasa yang akhirnya menyokong penciptaan teknologi
serta penaklukkan dunia.

Ciri-ciri Fisik Homo Sapiens


Memiliki volume otak sekitar 1350-1450 cc. Mempunyai tinggi badan mulai130-210 cm.
Berat badan berkisar 30-150 kg.

Ciri-ciri Non Fisik Homo Sapiens

Hidup kisaran 25.000 sampai 40.000 tahun silam. Sudah memiliki bahasa komunikasi.
Mampu membuat alat-alat sederhana dari bahan batu. Sudah membuat lukisan-lukisan yang
menggambarkan kehidupan.

 Meganthropus paleojavanicus( manusia berdimensi besar)


 Pithecanthropus( manusia kera), serta dibagi jadi 3 bagian, ialah:
o Pithecanthropus erectus( manusia kera yang jelannya tegak ataupun tegap)
o Pithecanthropus mojokertensis( manusia kera yang berasal dari Mojokerto)
o Pithecanthropus soloensis( manusia kera yang berasal dari Solo)

3. Alat alat kebudayaan

Peninggalan Zaman Megalitikum


Benda-benda peninggalan zaman ini meliputi:
1. Dolmen
Dolmen merupakan meja sesaji untuk menyembah nenek moyang yang terbuat dari batu.
Dolmen memiliki bentuk pipih dan horizontal. Selain digunakan sebagai tempat menaruh
sesaji, dolmen juga digunakan untuk menutup sarkofagus.
2. Kubur batu
Sesuai namanya, benda ini digunakan untuk menyimpan jenazah. Umumnya kubur batu
digunakan untuk menguburkan jenazah ketua atau pemimpin daerah setempat. Kubur batu
sendiri banyak ditemukan di Bali, Wonosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan
Bondowoso (Jawa Timur).
3. Sarkofagus
Sarkofagus atau yang pada zaman sekarang dikenal dengan peti jenazah yang bentuknya
menyerupai lesung dan umumnya memiliki penutup. Pada dinding muka sarkofagus terdapat
ukiran manusia dan bintang yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Sarkofagus banyak
ditemukan di Bali dan Bondowoso.
4. Punden Berundak
Punden berundak merupakan banguan yang disusun secara bertingkat. Hal tersebut kemudian
menjadi konsep dasar pembangunan candi-candi pada zaman kerajaan. Punden berundak
digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
5. Menhir
Menhir merupakan sebuah tugu batu tegak yang biasanya ditaruh di tempat tertentu untuk
memeringati orang-orang yang telah meninggal. Hal ini berhubungan dengan konsep
kepercayaan dinamisme.
Konsep dinamisme ini mengatakan bahwa arwah kakek dan nenek moyang atau orang telah
meninggal, menetap di tempat-tempat tertentu dan orang yang masih hidup harus
memberikan penghormatan.
6. Arca Batu
Arca batu merupakan patung dengan bentuk menyerupai binatang atau manusia. Di Pasemah,
Sumatera Selatan terdapat arca yang dinamakan batu gajah. Batu gajah merupakan
bongkahan batu besar yang terdapat ukiran wajah manusia di atasnya. Ukiran tersebut
dipercaya merupakan wujud dari nenek moyang.
7. Waruga
Di Bali, waruga merupakan kubur batu yang tidak memiliki tutup. Sementara di Minahasa,
waruga yang ada merupakan waruga yang dikenal banyak orang. Waruga yang ada di
Minahasa terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga layaknya atap rumah,
sedangkan bagian bawah berbentuk kotak vertikal dengan rongga di tengahnya.

4. Ciri-ciri Alat Budaya Yang Dihasilkan

Ciri-ciri Zaman Megalitikum


Berikut ciri-ciri kehidupan zaman batu besar:

1. Telah mengetahui sistem pembagian kerja.

2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.

3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.

4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.

5. Sudah terdapat norma-norma yang berlaku.

6. Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yakni memilih yang terkuat
dari yang terkuat.
Perbesar

Anda mungkin juga menyukai