Anda di halaman 1dari 3

POLA HUNIAN

Pola Hunian Masyarakat Praaksara


Song Keplek terletak di Desa Pagersari, Punung, Pacitan dan merupakan salah satu gua terpenting dari sekitar
70 gua di daerah Gunung Sewu. Nama Song Keplek berasal dari bahasa setempat, 'song' berarti ceruk atau gua
yang memiliki dua pintu tembus yang umumnya di bagian depan atau belakang, sedangkan 'keplek' merupakan
jenis permainan judi yang menggunakan kartu. Menurut penuturan masyarakat setempat, dahulu gua ini sering
digunakan untuk bermain judi karena letaknya yang ideal dan tersembunyi di pinggir desa.
Song Keplek merupakan goa hunian manusia ras Australomelanesid yang hidup pada 8.000-4.500 tahun lalu.
Hasil budaya mereka sama, seperti alat serpih batu, alat tulang, dan alat cangkang kerang. Lima manusia telah
ditemukan di goa ini. ”Ada rangka manusia dewasa dan anak-anak yang ditemukan di Song Keplek.

Pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu,
(1) kedekatan dengan sumber air
(2) kehidupan di alam terbuka.
Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang
menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran,
Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contohcontoh dari adanya kecenderungan manusia
purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air
memberikan beragam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh
tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang
untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman.
Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
BERBURU - MERAMU SAMPAI BERCOCOK TANAM

Berburu dan meramu atau sering di sebut dengan masa food gathering manusia masih mengumpulkan makanan
dengan cara berburu hewan liar yang ada di alam lepas dan manusia juga masih hidup secara nomaden atau
berpindah tempat sesuai dengan ketersediaan bahan makanan yang ada di tempat tersebut. Manusia juga bisa
berburu dalam jumlah banyak dan kemudian dikumpulkan.Berburu dan meramu tingkat lanjut: manusia sudah
mulai menggunakan peralatan yang terbuat dari batu dan tulang untuk memudahkan kegiatan berburu. Pada
masa ini, manusia juga sudah mulai membuat karya seni seperti gerabah dan tempat tinggal sudah mulai
menetap secara kelompok kecil. Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan adanya revolusi
kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengan homo Sapiens sebagai pendukungnya. tidak
hanya mengumpulkan makanan tetapi manusia purba mencoba
Bercocok tanam: saat itu manusia sudah mulai menetap di suatu tempat dan juga sudah mulai menanam bahan
makanan mereka, seperti dengan cara bercocok tanam dan juga memelihara hewan ternak. Manusia sudah mulai
bekerja secara bersama-sama sebagai satu kesatuan.

SISTEM KEPERCAYAAN
manusia zaman praaksara ini mulai menyadari bahwa ada suatu kekuatan yang dapat menggerakkan sesuatu
yang lainnya, hal itu disebut jiwa.masyarakat pra-aksara juga mempercayai kalau pohon-pohon yang besar, mata
air, batu dan lainnya itu ada yang menghuninya
sistem kepercayaan manusia purba pada zaman praaksara di bagi menjadi beberapa tahap yaitu :
1. Roh Nenek Moyang
muncul pada saat masyarakat zaman pra-aksara masih mengandalkan kehidupan berburu, mengumpulkan, serta
meramu makanan.
Mereka percaya bahwa tubuh yang berada di tempat lain itu adalah jiwa.

2. Animisme
Animisme adalah tahap kelanjutan dari kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Mereka mulai memahami
sebab-sebab gejala alam yang terjadi. Setelah mengetahui fenomena sebab gejala alam yang terjadi, mereka
kemudian mencari pemecahan masalah atas fenomena tersebut. atas dasar perkembangan berfikirnya itu,
manusia purba menganggap penyebab terjadinya fenomena-fenomena tersebut adalah roh, sebagai penentu dan
pengatur alam semesta. Agar manusia purba itu dapat beraktifitas dengan tenang dan aman, mereka melakukan
ritual pembacaan doa, pemberian sesaji, bahkan korban.

3. Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat
memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya
terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-
benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut,
mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.
4. Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan
supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.

5. Monoisme
Monoisme atau monoteisme adalah tingkat akhir dalam evolusi kepercayaan manusia. Monoisme merupakan
sebuah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada tingkat ini, manusia mulai berpikir atas apa yang
selama ini dialaminya. Mulai dari pertanyaan siapa yang menghidupkan dan mematikan manusia, siapa yang
menghidupkan tumbuhan, siapa yang menciptakan binatang, juga bulan dan matahari. Berdasarkan pertanyaan
itu, manusia membuat kesimpulan bahwa ada kekuatan yang maha besar dan tidak tertandingi oleh kekuatan
manusia.

Nah di sini kita punya contoh tempat untuk menyimpan jenazah/kuburan. di sebut dengan sarkofagus kata
"sarkofaus" berasal dari bahasa yunani (sarx, "daging") dan (pagein, "memakan") dengan demikian sarkofagus
bermakana "memakan daging". Sarkofagus merupakan kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang
umumnya terdapat tonjolan pada ujungnya. sarkofagus kerap dianggap sebagai "perahu roh", yang akan
membawa roh berlayar ke dunia roh.

Anda mungkin juga menyukai