Anda di halaman 1dari 5

Makalah Sejarah Indonesia

Pola Hunian Manusia Purba


Mengenal Api dari Berburu,
Meramu dan Bercocok Tanam
Sistem Kepercayaan

SMAN 01 BUKIT KEMUNING


LAMPUNG UTARA 2022
Makalah Sejarah Indonesia

Disusun oleh

Ketua : Aldi Kurniawan (Penulis)


Anggota :
1. Raihan Adib Pratama (Materi)
2. Zhillan Zhalillan (Materi)

PEMBAHASAN CORAK HIDUP MASYARAKAT PRAAKSARA

1. POLA HUNIAN
Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (Batu
Tengah). (Soekmono, 1996 : 46) atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut
(Poesponegoro, 1993 : 125). Sebelumnya manusia belum mengenal tempat tinggal dan
hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal, manusia mulai
bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang
binatang ataupun kayu (Poesponegoro, 1993 : 135).

Tempat tinggal yang pertama dihuni adalah gua-gua atau ceruk peneduh (rock shelter) yang
suatu saat akan ditinggalkan apabila sumber makanan di sekitarnya habis. Selain di gua-
gua, ada juga yang bertempat tinggal di tepi pantai, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
penemuan kulit kerang dan siput dalam jumlah banyak di samping tulang-tulang manusia
dan alatnya di Sumatera Timur (Poesponegoro, 1993 : 125).

Sebelum bertempat tinggal manusia sudah mempunyai kemampuan untuk membuat alatalat
yang berasal dari batu dan tulang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya temuan alat-alat
batu yang sudah ada sejak jaman paleolithikum (batu tua). Tidak menutup kemungkinan
alat yang berasal dari kayu sudah dibuat, namun dikarenakan sifat dari kayu yang tidak
tahan lama, sehingga alat kayu tersebut hancur dimakan usia.

Alat-alat dari masa ini bercirikan masih sangat sederhana, belum diasah dan menggunakan
teknik droping system. Teknik droping system, yaitu memukulkan batuan yang satu dengan
yang lain sehingga diperoleh bentuk yang diinginkan. Jadi alat dari masa paleolithikum ini
tidak sengaja dibuat permanen, tapi dibuat berdasarkan kebutuhan pada saat itu. Seiring
perkembangan pola pikir manusia, alat-alat yang digunakan manusia juga mengalami
perkembangan, dari yang semula sangat sederhana tidak diasah menjadi diasah, bahkan
dibuat dari bahan yang indah dan bagus.

Alat-alat yang indah ini sebagian besar merupakan benda pusaka dan kemungkinan juga
digunakan alat pertukaran. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya bekas pemakaian pada
alat-alat tersebut. Sampai sekarang dalam kepercayaan masyarakat kita masih mengenal
kepercayaan akan kekuatan batu yang indah, seperti batu permata dan lain sebagainya
(Poesponegoro, 1993 : 178 – 180).
Maluku Utara merupakan pintu masuk manusia purba sejak jaman Pleistosen Akhir. Dari
Maluku Utara baru kemudian menyebar ke selatan sampai NTT, ke barat sampai Sulawesi
dan ke Timur sampai Kepulaun Pasifik (Bellwood, 1996 : 278 -279). Bukti peninggalan
manusia purba di Maluku Utara adalah adanya gua-gua hunian masa prasejarah (rock
shelter) yang tersebar di Morotai, Halmahera Selatan dan Pulau Gebe.

Penelitian oleh Bellwood membuktikan bahwa gua-gua di daerah Morotai Selatan (Tanjung
Pinang dan Daeo) sudah dihuni manusia purba sejak 14.000 tahun yang lalu (Bellwood,
1996 : 280). Pada gua Tanjung Pinang bahkan ditemukan adanya temuan rangka manusia
purba. Pada situs pulau Gebe dan gua Siti Nafisah di Halmahera Selatan ditemukan bekas-
bekas kegiatan manusia sejak masa pra tembikar. Beberapa temuan dari situs-situs di atas
menunjukkan adanya kegiatan manusia dan aktifitas mereka pada masa itu.

2. BERBURU, MERAMU, BERCOCOK TANAM


Dalam masa prasejarah Indonesia, corak kehidupan dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan (food gathering) dibagi menjadi dua masa, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan atau meramu makanan tingkat sederhana serta masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Pada masa tingkat sederhana manusia hidup secara
berkelompok. Kelompok laki-laki melakukan perburuan, sedangkan kelompok perempuan
mengumpulkan dan meramu makanan. Perburuan dilakukan dengan alat-alat yang sangat
sederhana.

3. MENGENAL API
Dari proses trial and error, yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi
perkembangan dan penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia
menemukan bahan dasar pembuatan alat yang baik dan kuat serta hasilnya pun menjadi
lebih baik. Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how
itulah penemuan-penemuan tersebut diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan
menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuhnya, ketergantungan manusia akan


iklim menjadi berkurang. Api kemudian juga di gunakan untuk memasak dan perlengkapan
dalam berburu. Di zaman yang lebih maju nantinya, arti api menjadi lebih penting.
Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada pembuatan alat
dari tembaga, perunggu dan besi. Peralatan besi di gunakan pertama kali di Irak Abad Ke-
15 SM.
4. SISTEM KEPERCAYAAN
Kepercayaan dalam masyarakat purba sudah tumbuh dan berkembang sejak dahulu. Salah
satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kepercayaan adalah berupa peninggalan-
peninggalan megalitik. Kepercayaan pada masyarakat purba dibedakan menjadi Animisme,
Dinamisme, Totemisme dan Monoisme.

• Animisme merupakan kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah
meninggal dunia. Menurut mereka, arwah nenek moyang selalu memperhatikan mereka dan
melindungi, tetapi akan menghukum mereka juga kalau melakukan hal-hal yang melanggar
adat. Dengan demikian, orang tua yang mengetahui dan menguasai adat nenek moyang
akan menjadi pemimpin
masyarakat. Penghormatan kepada nenek moyang dilakukan dengan pimpinan orang tua
tersebut, yang diterima oleh masyarakat sebagai ketua adat.

• Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib,


seperti gunung batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia
diyakini juga mempunyai kekuatan gaib seperti patung, keris, tombak, dan jimat.
Sesungguhnya proses pembuatan benda-benda megalitik, seperti menhir, arca, dolmen,
punden berundak, kubur peti batu,dolmen semu atau pandhusa, dan sarkofagus dilandasi
dengan keyakinan bahwa di luar diri manusia ada kekuatan lain. Dilandasi anggapan bahwa
menhir atau arca,sebagai lambang persemayaman roh leluhur, kedua jenis peninggalan itu
di gunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen dan punden
berundak digunakan untuk tempat upacara. Pendirian punden berundak juga berdasarkan
atas arah mata angin yang
diyakini memiliki kekuatan gaib atau tempat-tempat yang dianggap sebagai
tempat bersemayamnya roh nenek moyang.

• Totemisme merupakan Kepercayaan atas dasar keyakinan bahwa binatang-binatang


tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang-orang tertentu.
Binatang-binatang yang dianggap sebagai nenek moyang antara orang yang satu dengan
orang atau masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang-
binatang yang dianggap nenek moyang itu, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk
keperluan upacara tertentu.

• Monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat.
PENUTUP
Kesimpulan :
Setelah disusunnya Makalah ini dapat disimpulkan bahwa Zaman Praaksara di Indonesia
berdasarkan ciri kehidupan masyarakat, dibagi dalam empat babak, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian perubahan dari masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam, memakan waktu yang
sangat panjang.

Demikian makalah yang telah kami buat, kami ucapkan terimakasih untuk yang sudah
membaca makalah ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua, Amin.
Kami akhiri, Wassalamualaikum wr.wb

~ Penulis, 2022

Anda mungkin juga menyukai