Anda di halaman 1dari 10

Sistem Kepercayaan Masyarakat Awal

Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, maka masyarakat Indonesia sebelum adanya pengaruh Hindu-Buddha juga telah mempercayai adanya kekuatan di luar diri mereka. Hal ini juga tidak terlepas dari kehidupan mereka. Mereka hidup dari berladang dan bersawah. Dalam mengolah/mengerjakan ladang atau terutama sawah harus ada kerjasama diantara mereka, seperti gotong royong membuat parit, membuat pintu air, bahkan mendirikan rumah. Kehidupan ini hanya dapat berjalan dalam masyarakat yang sudah teratur, yang telah mengetahui hak dan kewajibannya. Ini berarti telah ada organisasi dan yang menjadi pusat organisasi ialah desa dan ada aturan-aturan yang harus dipatuhi bersama. Kepentingan desa berarti kepentingan bersama. Dalam suasana untuk saling memahami, saling menghargai, tolong menolong dan bertanggung jawab, maka muncullah faktor baru, yakni pemimpin (ketua desa/datuk). Yang memegang pimpinan adalah ketua adat, yang dianggap memiliki kelebihan dari yang lain. Ia harus melindungi anggotanya dari serangan kelompok lain, atau ancaman binatang buas sehingga tercipta kemakmuran, kesejahteraan dan ketentraman. Pemimpin bekerja untuk kepentingan seluruh desa, maka masyarakat berhutang budi kepada pemimpinnya. Sifat kerja sama antara rakyat dan pemimpinnya membentuk persatuan yang kuat, memunculkan kepercayaan, yakni memuja roh nenek moyang, memuja roh jahat dan roh baik bahkan mereka percaya bahwa tiaptiap benda memiliki roh. Dengan demikian muncullah Animisme, Dinamisme, dan Totemisme.

a. Kepercayaan terhadap Nenek Moyang Sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia sudah ada sejak masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu sudah mengenal adanya penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal dengan cara menguburkan orang yang sudah meniggal di goa-goa. Adanya pandangan,hidup tidak akan berhenti setelah orang meninggal. Orang yang meninggal akan pergi ke suara tempat yang lebih baik. Orang yang sudah meninggal masih dapat dihubungi oleh orang yang masih hidup di dunia ini demikian pula sebaliknya. Jika yang meninggal orang yang berpengaruh maka diusahakan akan selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat/ perlindungan bila ada kesulitan dalam kehidupan di dunia. Pada masa bercocok tanam ini ditemukan pula bangunan-bangunan megalitikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan/ penghormatan kepada roh nenek moyang. Mereka telah menghormati orang yang sudah meninggal. Ditemukan pula bekal kubur, sebab sebagai bekal untuk menuju ke alam lain. Masyarakat Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang.

b. Animisme

Kepercayaan animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan manusia primitif. Kepercayaan animisme mempercayai bahawa setiap benda di Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pokok atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka.

Diperkirakan bahwa di provinsi Kalimantan Barat masih terdapat 7,5 juta orang Dayak yang tergolong pemeluk animisme. Selain daripada jiwa dan roh yang mendiami di tempat-tempat yang dinyatakan di atas, kepercayaan animisme juga mempercayai bahawa roh orang yang telah mati bisa masuk ke dalam tubuh hewan, misalnya suku Nias mempercayai bahwa seekor tikus yang keluar masuk dari rumah merupakan roh daripada wanita yang telah mati beranak. Roh-roh orang yang telah mati juga bisa memasuki tubuh babi atau harimau dan dipercayai akan membalas dendam orang yang menjadi musuh bebuyutan pada masa hidupnya. Kepercayaan ini berbeda dengan kepercayaan reinkarnasi seperti yang terdapat pada agama Hindu dan Buddha, di mana dalam reinkarnasi, jiwa tidak pindah langsung ke tubuh hewan lain yang hidup, melainkan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Pada agama Hindu dan Buddha juga terdapat konsep karma yang berbeda dengan kepercayaan animisme ini.

Animisme adalah kepercayaan yang meliputi : 1. Di-mana2 ada roh2 halus bermukim atau berkeliaran. 2. Roh2 halus dianggap lebih berkuasa dari pada manusia dan mengatur se-gala2nya. 3. Nasib manusia ditentukan oleh roh2. 4. Roh2 dibagi atas berbagai kelas yang ada hubungan dengan kekuasaan mereka. 5. Roh2 bisa mengganggu ketenangan manusia dalam berbagai hal dengan berbagai corak. 6. Manusia dapat bermohon pada roh2 apa yang diinginkan.
7. Untuk bermohon perlu adanya upacara2 dan atau sesajen atau mantra tertentu.

Diantara masyarakat ada orang2/ individu2 yang dianggap mahir berkomunikasi dengan roh2.

Permohonan yang dapat diajukan oleh manusia kepada roh2 antara lain : a. Penyembuhan penyakit b. Keselamatan seseorang, keluarga, marga, suku, bangsa. c. Bercocok tanam d. Terhindar dari gangguan hama tanaman e. Kerukunan f. Berburu supaya berhasil dan selamat g. Selamat dalam perjalanan jauh, berperang.
h. Terhindar dari gangguan bencana alam. misalnya : banjir, gunung meletus,

gempa bumi
i.

Selamat melahirkan

j. Masuk sorga setelah melahirkan k. Mencapai kedudukan (jabatan/ fungsi/ kekayaan) l. Dan masih banyak hal2 yang dapat dimohon oleh manusia dari roh2.

Setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh itu mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh atau jiwa itu pada manusia disebut nyawa. Nyawa itu dapat berpindah-pindah dan mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, nyawa dapat hidup di luar badan manusia. Nyawa dapat meninggalkan badan manusia pada waktu tidur dan dapat berjalan kemana-mana (itulah merupakan mimpi). Akan tetapi apabila manusia itu mati, maka roh tersebut meninggalkan badan untuk selamalamanya. Roh yang meninggalkan badan manusia untuk selama-lamanya itu disebut arwah. Menurut kepercayaan, arwah tersebut hidup terus di negeri arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula dapat berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orang-orang ter- kemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu di- anggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek moyang kita. Dengan demikian timbullah kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang yang disebut Animisme. Karena arwah itu tinggal di dunia arwah (kahyangan) yang letaknya di atas gunung, maka tempat pemujaan arwah pada zaman Megalitikum, juga dibangun di atas gunung/bukit. Demikian pula pada zaman pengaruh Hindu/Buddha, candi sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang atau dewa dibangun diatas gunung/bukit. Sebab menurut kepercayaan Hindu bahwa tempat yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para dewa, sehingga gambaran gunung di Indonesia (Jawa khususnya) merupakan gambaran gunung Mahameru di India. Pengaruh ini masih berlanjut juga pada masa kerajaan Islam, di mana para raja jika meninggal di makamkan di tempattempat yang tinggi, seperti raja-raja Yogyakarta di Imogiri dan raja-raja Surakarta di Mengadek. Hubungannya dengan arwah tersebut tidak diputuskan melainkan justru dipelihara sebaik-baiknya dengan mengadakan upacara-upacara selamatan tertentu. Oleh karena itu, agar hubungannya dengan arwah nenek moyang terpelihara dengan baik, maka dibuatlah patung-patung nenek moyang untuk pemujaan.

c. Dinamisme Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme adalah paham/kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan juga benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu mem- punyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya.

Dengan demikian, di dalam masyarakat terdapat orang, binatang, tumbuhtumbuhan, benda-benda, dan sebagainya yang dianggap mem- punyai pengaruh baik dan buruk dan ada pula yang tidak.

Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir. Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak, keris, gamelan, dan sebagainya akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya wabah penyakit, me- nolak malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak terdapat perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan buruk ter- gantung kepada siapa pengaruh itu hendak ditujukan. Perbedaannya, jika jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di badan dan bentuknya lebih kecil dari pada fetisyen. Contohnya, fetisyen panji Kiai Tunggul Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.

d. Totemisme Adanya anggapan bahwa binatang-binatang juga mempunyai roh, itu disebabkan di antara binatang-binatang itu ada yang lebih kuat dari manusia, misalnya gajah , harimau, buaya, dan ada pula yang larinya lebih cepat dari manusia. Pendeknya, banyak yang mempunyai kelebihan-kelebihan di- bandingkan dengan manusia sehingga ada perasaan takut atau juga meng- hargai binatang-binatang tersebut. Sebaliknya, banyak pula binatang yang bermanfaat bagi manusia, seperti kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan hewan dapat berupa hubungan permusuhan berdasarkan takut-menakuti dan ada pula hubungan baik, hubungan persahabatan bahkan hubungan keturunan (totemisme). Itulah sebabnya pada bangsa-bangsa di dunia terdapat kebiasaan menghormati binatang-binatang tertentu untuk dipuja dan dianggapnya seketurunan.

E. Monoisme

Kepercayaan Monoisme merupakan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat. Pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai berpikir tentang apa yang dialaminya. Pertanyaan yang muncul hingga pada kesimpulan bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang makin besar dan yang tidak ditandingi oleh kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Manusia percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat memenuhi kebutuhan hidupannya, atau menjaga keseimbangan alam semesta agar dapat menjadi tumpuan hidup manusia. Monoteisme Monoteisme (berasal dari kata Yunani monon = tunggal dan Theos = Tuhan) adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu satu/tunggal, berkuasa penuh atas segala sesuatu.
Macam-macam

Terdapat berbagai bentuk kepercayaan monoteis, termasuk:

Teisme, istilah yang mengacu kepada keyakinan akan tuhan yang 'pribadi', artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja. Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa tuhan itu ada. Namun demikian, seorang deis menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme menolak wahyu yang khusus. Sifat tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib dan klaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan tuhan. Teisme monistik adalah suatu bentuk monoteisme yang ada dalam Hindu. Teisme seperti ini berbeda dengan agama-agama Semit karena ia mencakup panenteisme, monisme, dan pada saat yang sama juga mencakup konsep tentang Tuhan yang pribadi sebagai Yang Tertinggi, Mahakuasa, dan universal. Tipe-tipe monoteisme yang lainnya adalah monisme bersyarat, aliran Ramanuja atau Vishishtadvaita, yang mengakui bahwa alam adalah bagian dari Tuhan, atau Narayana, suatu bentuk panenteisme, namun di dalam Yang Mahatinggi ini ada pluralitas jiwa dan Dvaita, yang berbeda dalam arti bahwa ia bersifat dualistik, karena tuhan itu terpisah dan tidak bersifat panenteistik. Panteisme berpendapat bahwa alam sendiri itulah Tuhan. Pemikiran ini menyangkal kehadiran Yang Mahatinggi yang transenden dan yang bukan merupakan bagian dari alam. Tergantung akan pemahamannya, pandangan ini dapat dibandingkan sepadan dengan ateisme, deisme atau teisme. Panenteism adalah suatu bentuk teisme yang berkeyakinan bahwa alam adalah bagian dari tuhan, tapi tuhan tidaklah identik dengan alam. Pandangan ini diikuti oleh teologi proses dan juga Hindu. Menurut Hindu, alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidak sama dengan alam melainkan mentransendensikannya. Akan tetapi, berbeda dengan teologi proses, Tuhan dalam Hinduisme itu Mahakuasa. Panenteisme dipahami sebagai "Tuhan ada di dalam alam sebagaimana jiwa berada di dalam tubuh". Dengan penjelasan yang sama, panenteisme juga disebut teisme monistik di dalam Hinduisme. Namun karena teologi proses juga tercakup di dalam definisi yang luas dari panenteisme dan tidak menerima kehadiran Yang Mahatinggi dan Yang Mahakuasa, pandangan Hindu dapat disebut sebagai teisme yang monistik. Monoteisme substansi, ditemukan misalnya dalam sejumlah agama pribumi Afrika, yang berpendapat bahwa tuhan yang banyak itu adalah perwujudan dari substansi yang satu yang ada di belakangnya, dan bahwa substansi yang ada di belakangnya itulah Allah. Pandangan ini banyak miripnya dengan pandangan Tritunggal Kristen tentang tiga pribadi yang mempunyai hakikat yang sama.

Perbandingan dengan Politeisme

Sebagai perbandingan, lihat Politeisme, yang berpendapat bahwa ada banyak tuhan. Dualisme mengajarkan bahwa ada dua kekuatan ilahi atau prinsip-prinsip kekal yang independen, yang satu adalah Kebaikan, dan yang lainnya adalah kuasa jahat, seperti yang diajarkan oleh Zoroastrianisme kuno (Zoroastrianisme modern sepenuhnya bersifat monoteistik). Pandangan ini lebih lengkap diajarkan dalam aliran-aliran yang muncul belakangan dari sistem Gonistik, seperti misalnya Manikeanisme. Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan bahwa berdasarkan definisinya, monoteisme pasti berlawanan dengan politeisme. Namun demikian, para pemeluk di lingkungan tradisi politeistik seringkali berperilaku seperti kaum monoteis. Ini disebabkan karena keyakinan akan tuhan yang banyak itu tidak berarti bahwa mereka menyembah banyak tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan keberadaan banyak tuhan, tetapi mereka hanya menyembah satu saja, yang dianggap oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Mahatinggi. Praktek ini disebut

henoteisme. Ada pula teologi-teologi monoteistik di dalam Hinduisme yang mengajarkan bahwa rupa-rupa Tuhan yang banyak itu, yaitu Wisnu, Syiwa, atau Dewi, semata-mata mewakili aspekaspek dari kekuatan Ilahi yang ada di belakangnya atau Brahman (lih. artikel tentang Nirguna Brahman dan Saguna Brahman). Sebagian orang mengklaim bahwa Hinduisme tidak pernah mengajarkan politeisme [1], dan klaim seperti itu bisa dianggap benar sebagai salah satu pandangan Hinduisme, yaitu pandangan Smarta yang adalah sebuah pandangan monoteistik yang inklusif dari monoteisme, seperti yang akan dibahas kelak. Pandangan Smarta ini mendominasi pandangan Hinduisme di Barat dan telah membingungkan semua orang Hindu karena mereka dianggap politeistik. Aliran Smarta ini adalah satu-satunya cabang dalam Hinduisme yang sepenuhnya mengikuti pandangan ini. Swami Vivekananda, seorang pengikut Ramakrishna, serta banyak tokoh lainnya yang memperkenalkan agama Hindu ke Barat, semuanya adalah penganut aliran Smarta. Hanya seorang pemeluk Smarta yang tidak mempunyai masalah untuk menyembah Syiwa atau Wisnu bersama-sama karena ia memahaminya sebagai aspek-aspek yang berbeda dari Tuhan yang semuanya membawa kepada Tuhan yang sama. Jadi, menurut teologi Smarta, Tuhan dapat memiliki banyak sekali aspek, dan dengan demikian, begitu keyakinan ini, mereka percaya bahwa Wisnu dan Syiwa sesungguhnya adalah Tuhan yang satu dan sama. Para teolog Smarta telah banyak mengutip referensi untuk mendukung pandangan ini. Misalnya, mereka menafsirkan ayat-ayat dalam Sri Rudram, mantra yang paling suci dalam Syiwaisme, dan Wisnu sahasranama, salah astu doa yang paling suci dalam Wisnuisme, untuk membuktikan keyakinan ini. Sebaliknya, seorang pemeluk Wisnuisme menganggap Wisnu sebagai Tuhan satusatunya yang sejati, yang layak disembah dan menganggap penyembahan terhadap bentukbentuk yang lainnya lebih rendah atau sama sekali keliru. Monoteisme dapat dibagi menjadi berbagai bentuk berdasarkan sikapnya terhadap politeisme: monoteisme inklusif menganggap bahwa semua tuhan atau dewa dalam politeisme semata-mata hanyalah nama-nama yang lain dari Tuhan monoteistik yang sama; Smartaisme, sebuah denominasi Hindu, mengikuti keyakinan ini dan percaya bahwa Tuhan itu hanya satu namun mempunyai berbagai aspek dan dapat disapa dengan nama yang berbeda-beda. Keyakinan ini mendominasi pandangan Hinduisme di barat. Sebaliknya, monoteisme eksklusif mengklaim bahwa semua tuhan ini adalah salah dan berbeda dari Tuhan yang monoteistik. Mereka itu hanyalah rekaan kuasa jahat, atau semata-mata suatu kekeliruan, sebagaimana yang dipahami oleh Wisnuisme, suatu aliran dalam Hinduisme, terhadap penyembahan apapun selain kepada Wisnu. Monoteisme eksklusif adalah ajaran yang terkenal dalam ajaran agama-agama Abrahamik. Selain dari sistem kepercayaan tersebut masih ada yang lain, yaitu: a. Fetisisme, adalah kepercayaan adanya jiwa dalam benda tertentu (dalam keris, batu mulia/akik) b. Animatisme, ialah kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuhan itu berjiwa dan berpikir seperti manusia c. Syaminisme, adalah kepercayaan akan adanya orang yang dapat menghubungkan manusia dengan roh. Peralatan penunjang upacara salah satunya Dolmen, yaitu batu yang berbentuk meja dan digunakan sebagai tempat persembahan bagi roh nenek moyang serta mempunyai kekuatan tertinggi yang melindungi mereka.

[sunting] Asal-usul agama-agama Abrahamik

Monoteisme diduga berasal dari ibadah kepada tuhan yang tunggal di dalam suatu panteon dan penghapusan tuhan-tuhan yang lain, seperti dalam kasus penyembahan Aten dalam pemerintahan firaun Mesir Akhenaten, di bawah pengaruh istrinya yang berasal dari Timur, Nefertiti. Ikonoklasme pada masa pemerintahan firaun ini dianggap sebagai asal-usul utama penghancuran berhala-berhala dalam tradisi Abrahamik, yang didasarkan pada keyakinan bahwa tidak ada Tuhan lain di luar tuhan yang mereka akui. Dengan demikian, sebetulnya di sini tergantung pengakuan dualistik dan diam-diam tentang keberadaan tuhan-tuhan yang lain, namun hanya sebagai lawan yang harus dihancurkan karena mereka mengalihkan perhatian dari tuhan utama mereka. Monoteisme sebagaimana yang diwarisi oleh bangsa Israel dalam pengalaman Exodus di bawah pimpinan Musa, dianggap, oleh mereka yang berpendapat bahwa bangsa Israel ini adalah orang-orang Hiksos, sebagai pewaris kebijakan-kebijakan keagamaan Akhenaten, karena sebelumnya orang-orang Yahudi ini adalah politeis seperti halnya orang-orang Mesir. Masalah-masalah lain seperti Hak ilahi Raja juga muncul dari hukumhukum firaun tentang penguasa sebagai demigod atau wakil-wakil dari Pencipta di muka bumi. Kuburan-kuburan yang besar di piramida Mesir yang mengikuti observasi astronomis, menggambarkan hubungan antara firaun dengan langit atau sorga dan karena itu kemudian diambil oleh para penguasa Krisen yang mengklaim bahwa mereka diberikan kekuasaan langsung oleh Allah. Zoroastrianisme dianggap oleh sebagian pakar sebagai bentuk kepercayaan monoteistik yang paling awal yang berevolusi dalam kehidupan manusia, meskipun sebagian turunannya tidak sepenuhnya demikian, karena Tuhan yang utama dalam turunan-turunan seperti Zurvanisme bukanlah pencipta satu-satunya. Ada teori yang menyatakan bahwa Yudaisme dipengaruhi oleh Zoroastrianisme, terutama pada masa pembuangan di Babel, dan setelah itu banyak bagian dari Perjanjian Lama yang ditulis dan disunting. Yudaisme yang lebih awal diasumsikan hanya mengakui bahwa YHVH adalah allah suku mereka (kemungkinan terkait dengan Yaw) yang merupakan dewa pelindung para keturunan Abraham, atau bahwa ada banyak allah tetapi bahwa hanya allah mereka sajalah yang paling kuat. Pandangan ini tidak sesuai dengan pemahaman diri agama-agama Abrahamik - Yudaisme, Kristen, Islam yang secara tradisional menegaskan bahwa monoteisme eksklusif adalah agama asli dari seluruh umat manusia, sementara allah-allah lainnya dipandang sebagai berhala dan makhluk-makhluk yang keliru disembah sebagai tuhan. Beberapa profesor arkeologi membuat klaim yang controversial bahwa banyak cerita di dalam Kitab Suci Ibrani, termasuk catatan-catatan penting mengenai Musa, Salomo, dan lain-lainnya, sesungguhnya mula-mula dikembangkan oleh para penulis yang dipekerjakan oleh Raja Yosias (abad ke-7 SM) untuk merasionalisasikan keyakinan monoteistik terhadap YHVH. Teori ini mencatat bahwa negara-negara tetangga, seperti misalnya Mesir, Persia dll., meskipun menyimpan catatan-catatan tertulis, tidak mempunyai tulisan-tulisan mengenai cerita-cerita Alkitab atau tokoh-tokoh utamanya sebelum 650 SM. Klaim-klaim seperti itu diuraikan secara terinci dalam buku Who Were the Early Israelites? oleh William G. Dever, William B. Eerdmans Publishing Co., Grand Rapids, MI (2003). Buku lainnya yang serupa adalah The Bible Unearthed oleh Neil A. Silberman dan rekan-rekannya, Simon dan Schuster, New York (2001). Meskipun orang Kristen percaya akan satu Allah, mereka mengakui bahwa Allah ini, pada kenyataannya, mempunyai tiga pribadi: Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus (bersama-sama disebut Tritunggal), Orang Kristen menekankan bahwa agama mereka bersifat monoteis. Biasanya teologi Kristen mengaku bahwa ketiga pribadi ini tidaklah independen melainkan 'homoousios', artinya bersama-sama mereka mempunyai hakikat atau substansi ilahi yang sama. Namun, sebagian orang mengatakan bahwa agama Kristen adalah suatu bentuk dari Triteisme. Lebih jauh, sebagian sekte minoritas dari agama Kristen, seperti misalnya Saksi Yehuwa, menyangkal gagasan tentang Tritunggal , sementara yang lainnya, seperti sekte Mormonisme, menyembah hanya satu Allah, namun terbuka terhadap keberadaan yang lain-lainnya. Rastafarian, seperti banyak orang Kristen lainnya, percaya bahwa Allah adalah esa dan juga Tritunggal, dalam kasus mereka, Allah adalah Haile Selassie. Kaum Rasta memandang diri mereka sendiri, dan kemungkinan juga semua orang, sebagai unsure Roh Kudus dari Tritunggal, dengan Haile Selassie sebagai penjelmaan dari Allah Bapa dan Allah Anak. Haile Selassie juga dipandang sebagai kepala, dan kaum Rastafarian sebagai tubuh, dari Allah.

Monoteisme dalam Islam = dalam Al-Qur'an, Surah Al Baqarah 2:115 Terjemahan : Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dari pernyataan di atas, kita dapat melihat bahwa seperti Yudaisme dan Kekristenan--penafsiran Al Qur'an tentang Allah adalah Tuhan yang kehadiran rohaninya dialami di dalam seluruh jagad raya. Islam menjelaskan monoteisme dalam cara yang sederhana. Terjemahan monoteisme dalam bahasa Arab adalah (Tauhid). Tauhd berarti satu (berasal dari kata wahid/ahad). Kata ini menyiratkan penyatuan, kesatuan atau mempertahankan sesuatu agar tetap satu. Syahadat (), adalah pengakuan atau pernyataan percaya akan keesaan Allah dan bahwa Muhammad adalah nabinya. "Kalimat tauhd" yang berbunyi: "Lailahailallah" yang berarti bahwa satu-satunya tuhan (ilah) yang pantas untuk diabdi, ditaati, disembah, diikuti ajarannya hanyalah Allah. Ajaran Tauhid menurut Islam dibawa oleh seluruh Nabi/Rasul tak terkecuali. Tidak semua Nabi dikisahkan dalam Al Quran. Hanya saja setelah Kenabian Muhammad tidak akan ada Nabi lagi. Nabi-nabi sebelum Muhammad diutus untuk umatnya masing-masing, sedangkan Muhammad sebagai penutup para Nabi diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Pengucapan syahadat dalam Islam adalah salah satu dari kelima Rukun Islam yang diakui oleh Muslim . Bila diucapkan dengan suara keras dan dengan bersungguh-sungguh, maka orang yang mengucapkannya dianggap telah menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Salat di dalam Islam, misalnya, mencakup pernyataan kesaksian tentang monoteisme. Islam menyatakan "Keesaan Allah" sebagai ajaran utama mereka. Lebih jauh, Islam menganggap ajaran Tritunggal di dalam agama Kristen sebagai penyimpangan terhadap ajaran (Yesus/Isa) yang sesungguhnya. Kebenaran seseorang dalam Islam diukur dari "penyerahan dirinya secara total kepada ajaran Allah". Penyerahan diri yang dimaksud adalah menempatkan diri sebagai pelayan Tuhan maksudnya hidup karena mencari keredhaan Allah dan tidak lagi hidup untuk kepentingannya sendiri, karena hanya dengan demikian pemeluk Islam dianggap kaffah dalam beragama. Mereka yang mengaku diri Islam namun dalam kehidupan mereka tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam Islam, dapat disebut sebagai orang munafik. Orang munafik adalah orang yang tidak jelas keyakinannya, orang yang di satu sisi mengakui Islam namun di sisi lain ia tidak melaksanakan apa yang diperintahkan dalam Islam. Orangorang yang seperti inilah yang disebut dengan orang-orang yang kafir dengan sebenar-benarnya. Dalam pengertian yang universal tauhd sering juga dilambangkan dengan angka O (nol), yang berarti suatu keadaan dimana seseorang sudah mengikhlaskan diri sepenuhnya kepada Allah, sudah menanggalkan egonya, kepentingannya sehingga dirinya dengan kesadaran hidup meridukan redha dari allah , yang ada hanyalah Allah dan dirinya hanyalah perpanjangan tangan Allah. Jika ego telah hilang maka inilah penyatuan dengan Yang Maha Kuasa atau Manunggaling Kawulo lan Gusti yang sebenarnya hanya ada dalam agama Hindu. Ketika Syeh Siti Jenar mengungkapkan ini di tolak oleh sebagian besar umat Islam. Karena itu simbol nol tidak ada artinya dalam umat islam. Nol berarti nir kehampaan

dan ini padanannya dalah nirwana atau nirguna Tuhan tak tergambarkan, namun kenyataannya Islam menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat, Maha Besar dll. [sunting] Monoteisme dalam agama Bah' Seperti dalam agama Islam, agama Bah' memahami monoteisme dalam pengertian yang sederhana. Doa wajib dalam agama Bah', misalnya, mengandung pernyataan kesaksian monoteistik yang jelas. Kedua agama ini menyatakan "Keesaan Allah" (Tauhd) sebagai ajaran utama mereka. Seperti juga halnya Islam, Bah' menganggap ajaran Tritunggal dalam agama Kristen sebagai penyimpangan terhadap ajaran asli Yesus. Bah' memandang ajaran-ajaran non-monoteisme yang muncul sebelumnya sebagai versi kebenaran yang kurang dewasa. Agama Bah' juga menerima keotentikan para pendiri agama yang mengajarkan monoteisme, seperti misalnya Wisnuisme Gaudiya, yang memusatkan ibadahnya kepada Krisna sebagai Tuhan atau bahkan apa yang kadang-kadang dipahami sebagai ajaran-ajaran ateistik seperti misalnya Buddhisme. [sunting] Hinduisme Dalam Hinduisme, ada beberapa pandangan yang terdiri dari monisme, dualisme, panteisme, panenteisme, yang disebut oleh sebagian pakar sebagai teisme monistik, serta monoteisme yang ketat. Namun mereka bukan politeistik, seperti yang dipandang kebanyakan orang luar. Hinduisme seringkali keliru ditafsirkan banyak orang sebagai agama politeistik. Contohnya adalah pemeluk Hindu sendiri, contohnya kaum Smarta, yang mengikuti filsafat Advaita, adalah monis, dan memahami berbagai manifestasi dari Tuhan yang esa atau sumber keberadaan. Kaum monis Hindu memahami satu keesaan, dengan berbagai pribadi Tuhan, sebagai aspek-aspek yang berbeda dari Yang Maha Tinggi dan Esa, seeprti halnya satu pancaran cahaya yang dipisah-pisahkan menjadi berbagai macam warna oleh sebuah prisma, dan semuanya sah untuk disembah. Sebagian dari aspek-aspek Tuhan di dalam agama Hindu mencakup Dewi, Wisnu, Ganesya, dan Syiwa. Pandangan Smarta inilah yang mendominasi pandangan tentang Hinduisme di Barat. hal ini disebabkan karena Swami Vivekananda, seorang pengikut Ramakrishna, di antara banyak orang lainnya, yang memperkenalkan keyakinan Hindu ke dunia Barat, semuanya adalah penganut Smarta. Aliran-aliran Hinduisme lainnya, seperti yang digambarkan kelak, tidak menganut keyakinan ini secara ketat dan lebih erat berpegang pada persepsi Barat tentang arti keyakinan yang monoteistik. Selain itu, seperti agama-agama Yudeo-Kristen yang percaya akan malaikat, orang Hindu juga percaya akan keberadaan yang tidak begitu kuat, seperti halnya para dewa. Hinduisme kontemporer saat ini dibagi menjadi empat pembagian utama yaitu, Wisnuisme, Syiwaisme, Saktiisme, dan Smartaisme. Seperti halnya Yahudi, Kristen, dan Muslim yang mempercayai satu Tuhan namun berbeda dalam konsep Ketuhanan, semua pengikut agama Hindu percaya pada satu Tuhan namun berbeda dalam konsepnya. Dua bentuk utama dari perbedaan ini adalah antara dua kepercayaan monoteistik dari Wisnuisme yang menganggap Tuhan adalah Wisnu dan Syiwaisme, yang memahami Tuhan sebagai Syiwa. Aspek-aspek Tuhan yang lainnya pada kenyataannya adalah aspek-aspek dari Wisnu atau Syiwa; lihat Smartaisme untuk informasi lebih lanjut. Hanya seorang pemeluk Smartaisme tidak akan mengalami masalah untuk menyembah Syiwa atau Wisnu bersama-sama karena ia memandang berbagai aspek dari Tuhan menuntun kepada satu Tuhan yang sama. Pandangan Smartalah yang mendominasi pandangan Hinduisme di Barat. Sebaliknya, seorang pemeluk Wisnuisme menganggap Wisnu sebagau Tuhan satu-satunya yang sejati, yang layak disembah, sementara bentukbentuk lainnya adalah penampakan yang lebih rendah. Lihat misalnya, ilustrasi tentang pandangan pemeluk Wisnuisme tentang Wisnu sebagai Tuhan sejati yang esa di sini. Dengan demikian, banyak pemeluk Wisnuisme, misalnya, percaya bahwa hanya Wisnu lah yang dapat menganugerahkan tujuan terakhir manusia, moksa. Lihat misalnya, di sini. Demikian pula, banyak pemeluk Syiwaisme juga menganut keyakinan yang sama, seperti yang diilustrasikan pada di sini dan di sini. Namun, bahkan pemeluk Wisnuisme, seperti orang-orang Hindu lainnya, mempunyai toleransi terhadap keyakinan-keyakinan yang lain karena Dewa Krisna, avatar Wisnu, mengatakannya demikian di dalam Gita. Beberapa pandangan melukiskan pandangan toleran ini: Krisna berkata: "Dewa atau bentuk apapun yang disembah seorang percaya, aku akan menguatkan imannya. Namun demikian, hanya Akulah yang mengaruniakan keinginan mereka." (Gita: 7:21-22) Kutipan lain di dalam Gita mengatakan: "O Arjuna, bahkan pemeluk-pemeluk yang menyembah tuhan-tuhan lain yang lebih rendah, (mis. dewa-dewa) dengan iman, mereka pun menyembah Aku, tetapi dalam cara yang tidak tepat, karena Akulah yang Maha Tinggi. Hanya akulah yang menikmati semua ibadah kurban (Seva, Yajna) dan Tuhan sarwa sekalian alam." (Gita: 9:23) Bahkan sebuah ayat Weda melukiskan tema toleransi ini. Kitab-kitab Weda dihormati di dalam Hinduisme, apapun juga alirannya. Misalnya, sebuah nyanyian Rig Weda yang terkenal menyatakan bahwa: "Kebenaran hanya Satu, meskipun para bijak mengenalnya dalam berbagai bentuk." Hal ini berlawanan dengan keyakinan-keyakinan di dalam tradisi-tradisi agama lain, yang mewajibkan pemeluknya mempercayai Allah hanya dalam satu aspek dan menolak sama sekali atau meremehkan keyakinan-keyakinan lainnya. [sunting] Monoteisme dalam Taoisme Tao adalah Yang Tertinggi yang tidak dapat didefinisikan dengan bahasa manusia, sifatnya adalah ketiadaan ( nothingness) dan mengandung tuhan-tuhan yang lainnya. Berbeda dengan monoteisme Timur Tengah, Tao tidak mempunyai sifat-sifat pribadi seperti kesucian, cinta kasih, dan kebenaran. Hal ini membuat Taoisme terbebas dari masalah-masalah teodisi.

Anda mungkin juga menyukai