Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ludgeras Adun

NPM : 20.75.6860

Mata Kuliah : Etnologi Agama Tradisional di NTT

Judul : Manusia dan Roh-Roh Halus Menurut Masyarakat Manggarai

Manusia adalah makhluk sosial, ia membutuhkan yang lain untuk berada.


Oleh karena itu, eksistensinya sebagai yang ada mesti diakui yang lain. Lebih lanjut,
hidup bersama dengan yang lain bukan hanya sekedar untuk berada/eksis diantara
yang lain agar dianggap ada. Bukan! melainkan bagaimana keberadaannya itu
memberi warna terhadap yang lain di dalam ruang komunitas tertentu. Maka,
merupakan sebuah konsekuensi bahwa manusia sebagai pribadi mesti
bertanggungjawab atas keberadaannya ditengah yang lain. Senada dengan itu,
Soekmono menegaskan bahwa sesungguhnya pendukung kebudayaan itu bukanlah
manusia seeorang diri [pribadi seorang] melainkan masyarakat seluruhnya. 1 Artinya
manusia sebagai pribadi otonom, hidup dan berkembang dalam buaya yang melatari
histori hidupnya. Hidup bersama menjadi fondasi dasar lahirnya kebiasaan tertentu
yang kemudian dinamakan budaya. Lebih lanjut, di dalam ruang kebudayaan itu, kita
mengenal alat dan juga kepercayaan. Mitologi adalah bagian dari suatu kepercayaan
historis suatu masyarakat. Di mana pun mereka berada, historitas kepercayaan akan
sesuatu tertentu, yang dibangun dan dijalankan bersama selalu menjadi acuan dasar
dalam kehidupan sehari-hari. Singkatnya, mitologi adalah bagian dari historitas
kebudayaan manusia. Mitologi hadir dalam kurun waktu yang lama, semenjak suatu
komunitas masyarakat muncul pertama kali.

Manggarai merupakan satu komunitas masyarakat yang terletak di ujung barat


pulau Flores, Indonesia. Sebagai komunitas masyarakat, historitas kebudayaan dalam
suku Manggarai ini pun tidak terlepas jauh dari apa yang dinamakan mitologi.
Mitologi yang dibangun barang kali merupakan suatu bentuk kepercayaan masyarakat
Manggarai akan sesuatu. Misalnya mitologi tentang asal usul roh-roh halus. Dalama

1
Adi. M. Nggoro, Budaya Manggarai Selayang Pandang (Ende, Nusa Indah, 2016), hlm. 29.
adat-istiadat Manggarai percaya bahwa pada mulanya roh-roh halus dan manusia
memiliki hubungan/bersaudara. Manusia dan roh-roh halus hidup berdampingan di
dunia nyata (one tana lino). Namun, ada pelbagai faktor yang membuat kehidupan
antara manusia dan roh-roh halus ini terpisah, yakni soal pedomaan dan aturan
bagaiaman mestinya hidup di tana congka sae (istilah untuk menyebutkan tanah
Manggarai). Diceritakan bahwa manusia dan roh-roh halus memiliki hubungan
layaknya sebagai adik-kakak. Pada suatu hari, dengan hadirnya pedomaan hidup dan
bermacam pedomaan lannya yang mesti diikuti serta ditaati. Namun, keturunan kakak
tidak lagi mengikuti dan mematuhi adat-istiadat itu, maka mereka (sang adik)
melaporkan hal itu kepada morin agu Ngaran (Sang Pencipta). Berdasarkan laporan
itu, maka Sang pencipta, Morin agu Ngaran berniat untuk memisahkan mereka.
Morin agu Ngaran memisahkan mereka; keturunan sang kakak harus pergi dari situ.
Pada saat Morin agu Ngaran memisahkan mereka, Ia meletakan alang-alang sambil
berkata; “apabila keturunan kakak berjalan ke kiri dan keturunan adik berjalan ke
kanan, mereka pasti suatu saat nanti akan bertemu juga. namun, mereka tidak lagi
saling memandang alias tidak dapat melihat satu sama lain karena sudah dihalangi
oleh alang-alang. Atas dasar keputusan pemisahan Morin agu Ngaran antara si
adikdan si kakak, maka harta duniawi pun dibagi-bagi juga. Kelurga adik menguasai
semua binatang peliharaan dan tanam-tanaman, sedang keluraga kakak berhak
mendapat semua yang ada dihutan dan binatang-binatang liar.

Setelah Morin agu Ngaran berkata demikian, ia mengarahkan si adik dan si


kakak untuk memandang alang-alang dan kemudian menutup mata. Setelah mereka
dipersilahkan untuk membuka mata, mereka tidak dapat melihat satu sama lain.
Keturunan kakak di sebut ata cupu mai (orang seberang).artinya mereka yang tinggal
dibalik alang-alang. Mereka adalah roh-roh halus yang tiinggal dihutan-hutan.
Sedangkan keturunan si adik disebut ata raja atau manusia. Roh-roh halus itu disini
bukan berarti roh-roh nenek moyang yang telah meninggalkan dunia ini. dengan
demikian, maka cara hidup orang-orang yang tinggal didunia seberang sananatau roh-
roh halus dan cara hidup orang-orang yang sebelah sini atau manusia sangatlah
berbeda. Perbedaan dari antara keduannya dapat dilihat dari aktivitas keduannya.
Misalkan manusia bekerja pada siang hari sedangkan roh-roh halus bekerja pada
malam hari. Apa yang banyak menurut ukuran dan pandangan manusia itu terlihat
sedikit bagi roh-roh halus, begitu pun sebaliknya. Manusia biasanya menggunakan
api, maka sebaliknya roh-roh halus takut akan api. Alang-alang menjadi pembatas
antara kehidupan manusia dan roh-roh halus ini. Oleh karena itu, jika manusia ingin
melawan roh-roh halus, misalkan dalam kasus diganggu oleh roh-roh halus yang
membahayakan kehidupan mansuia maka mereka bisa menggunakan alang-alang.

Mitologi ini cukup berkembang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat


Manggarai. Mereka cenderung melakukan hal-hal sedemikian rupa apabila merasa
terganggung oleh tindakan atau perbuatan roh-roh jahat tadi. Tidak heran, dalam
kasus tertentu orang Manggarai cenderung mempraktekan hal dimana itu mampu
melawan daya roh-roh halus. Misalkan, untuk mengukur kubur mereka menggunakan
alang-alang agar terhindar dari perjumpaan dengan roh-roh halus. Saya sempat
berpikir bahwa apa yang terjadi bila manusia bertemu dengan roh-roh halus itu?
Setelah mendengarkan kesaksian dari orang tua, bahwa setelah manusia berjumpa
dengan roh-roh halus, ia akan jatuh sakit. Biasanya orang Manggarai menyebut
perjumapaan ini denga istilah cumang. Ada kesaksian lain yang bercerita bahwa
keinginan anatar manusia dan roh-roh halus sangatalah bertentangan. Ya, saya pikir
benar seturut mitologi ini. Roh-roh halus menempati hutan belantara (puar mese)
sebagai tempat tinggalnya. Ini juga telah menjadi keyakinan yang ditanamkan kepada
saya sewaktu kecil. Orang tua biasanya melarang kami untuk bermain di hutan.
Katanya, itu tempat/kampung beo de poti wolo, darat, empo poti messe tinggal.

Inilah mitologi yang berkembang dan lahir di suku Manggarai. Mitologi ini
masih dan mungkin terus menjadi suatu kepercayaan masayarakat setempat. Hari ini
pun, kepercayaan yang terkungkung dalam mitologi ini masih sangat relevan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Manggarai.

Anda mungkin juga menyukai