Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ludgeras Adun

NPM : 20.75. 6860

Mata Kuliah : Echo-Shopy/ Filsafat Lingkungan

Telisik Bakti Sosial Mahasiswa Filsafat IFTK Ledalero dari Sudut Pandang
Estettika, Moralitas dan Spiritualitas Lingkungan.

Hari ini, dengan pelbagai komplikasi teknologi yang makin canggih, perkembangan terus
meningkat pesat. Namun, perkembangan dunia ini juga sekaligus membawa persoalan baru
bagi lingkungan hidup manusia. Bahwasanya, kebutuhan manusia akan sesuatu terus
meningkat, belum mencapai titik puas. Oleh karena itu, ia mengeruk alam demi pemenuhan
kebutuhannya sedniri. Dengan kata lain, masalah lingkungan yang terjadi di abad ke-21 ini
muncul justru disebabkan oleh kemampuan manusia dalam menguasai alam; manusia dengan
pelbagai ego akan kebutuhannya sendiri justru memanfaatkan alam, mengeksploitasi alam
untuk kepentingannya sendiri. Alhasil, alam menjadi rusak (Rusdina, 2015). Fenomena ini
juga terdeteksi jelas oleh mahasiswa semester V prodi FIlsafat IFTK Ledalero. Dunia tempat
dimana entitas-entitas bereksis dan berkreasi mulai tercium akan aroma kebususkannya.
Sebagai jawaban atas tantangan untuk menjaga alam ciptaan, pada … dan … mahasiswa
semester V prodi Filsafat IFTK ledalero menjalankan bakti sosial di 2 lingkungan pasar di
kota Maumere. Pertanyaanya mengapa pasar? Pasar sebagaimana KBBI artikan sebagai
tempat orang berjual beli, merupakan tempat umum yang mengundang banyak orang (penjual
dan pembeli ) berkumpul. Lokus utama dari interaksi penjual dan pembeli adalah keuntungan
atau profit. Keuntungan yang dikantongi baik si penjual mau pun si pembeli ecapk kali
menyepelehkan lingkungan yang ada di sekitar. Kesadaran akan lingkungan hidup jatuh dalam
ego si penjual atau pun juga si pembeli akan profit yang akan dicapai. Tidak heran jika situasi
pasar (di mana pun itu) menjadi kumuh. Keadaan ini menggambarkan bahwa si pedagang
sedang dalam situasi keterjatuhan/tenggelam dalam situasi ekonomi yang hanya sebatas
mengejar profit (Baghi, 2022). Sebagai solusi netral, tanpa menyalahkan siapa saja, kegiatan
ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan penyadaran akan kita semua, terkhusus
pedagang dan juga pembeli di kedua pasar ini. Oleh karena itu, penulis hendak meneropong
bakti sosial mahasiswa semester V prodi Filsafat IFTK Ledalero ini terhadap realitas pasar
dalam tiga kerangka pikir yakni Moralitas, estetika, dan Spiritualitas.
1. Moralitas dan Etika
Mengapa perihal lingkungan mesti disandingkan dengan etika? Apa peran etika terhadap
lingkungan hidup? Sebagai makhluk bermoril, manusia tentunya tahu .tentang mana yang baik
dan mana yang buruk. Di sini, etika hadir sebagai suatu nilai yang universal. Artinya, siapa
pun dia, etika mesti menjadi tuntutan utama dalam seluruh pengekspresian diri yang bebas.
Bahwasanya ketika manusia sebagai entitas lain berada di tengah keanekaragaman (Levinas
menyebutnya sebagai yang lain) entitas yang lain etika menjadi norma dan nilai pembatas bagi
tiap individu yang otonom. Jika tidak, maka peribadi yang otonom akan bertindak sebebas-
bebasnya tanpa memperhatikan kebebasan yang lain. Karena peribadi yang berpikir bebas,
sebagai mana Hegel katakan justru tidak mengandaikan yang lain, atau sehingga yang lain
diabaikan (Baghi, 2012). Pasar Alok dan pasar Tingkat yang terletak di Maumere merupakan
dua realitas yang hadir ditengah masyarakat. Ke dua pasar ini menjadi ekosistem
perdagangan, karena dalamnya ada interaksi si penjual dan si pembeli. Namun, interaksi si
penjual dan pembeli cendrung menyepelekan lingkungan pasar yang merupakan realitas yang
lain. Pedagan mau punpembeli justru tergoda dan jatuh dalam dinamika pasar yang hanya
sebatas mengejar profit. Hadirnya mahasiswa semester V prodi Filsafat di kedua tempat ini
bukan semata-mata untuk bekerja saja. Atau ekstrimnya lagi, bukan soal pencitraan belaka.
Tetapi, dengan aksi nyata ini, mahasiswa secara langsung mendorong kesadaran warga pasar
akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Membersihkan sampah adalah tindakan yang etis
(baik) untuk keberlangsungan proses pasar.
2. Estetika
Alam selalu mempertontonkan keindahannya kepada semua yang ada di bumi.
Keindahan alam barang kali menjadi realitas terberi, yang hadir dengan sejuta kecemerlangan.
Sehingga bukan tidak mungkin setiap kali orang memandang keindahan itu, ia akan tertarik
masuk atau ia akan jatuh cinta pada keindahan yang menghampirinya. Namun, estetika di sisi
lain memiliki artian lain. Ia bukan saja merupakan sesuatu yang tampak sejauh mana
keindahan itu muncul dalam bidang seni tertentu (aspek fisik). Ia juga hadir dalam wujud
perasan manusiawi kita. Bahwasanya, estetika berakar dari bahasa Latin; aestheticus yang
juga merupakan kata yang bersumber dari kata dasar aishte yang berarti merasa (Hasnidar,
2019). Atas dasar itu, maka estetika bukan saja seni yang tampak dalam bidang karya seni
tertentu, melainkan juag estetika hadir dalam perasaan seseorang yang menggambarkan
sesuatu yang indah. Perasaan indah ini lebih mengerucut kepada sesuatu yang indah. Artinya
nilai indah yang digapai dalam perasaan seseorang mencakup isi dan makna suatu keindahan.

Realitas pasar Alok dan pasar Tingkat justru mengisyaratkan akan kegaduhan berpikir
masyrakat tentang estetika. Aktivitas pasar yang ramai dengan dibarengi oleh lokus ekonomis
(profit) yang tinggi hemat saya merupakan masalah pertama yang mesti ditelisik.
Bahwasanya, manusia pasar, penjual dan pembeli hanya berfokus pada keuntungan, mereka
tidak lagi memperdulikan lingkungan pasar, tempat mereka berinteraksi. Logikanya bahwa
hiruk pikuk pasar membututkan pemikiran mereka, menghilangkan perasaan mereka akan
nilai estetika. Tidak heran, jika sampah berserakan di mana-mana, lingkungan pasar menjadi
kumuh karena mereka tidak dapat melihat keindahan di sana. Yang mereka lihat hanyalah
strategi pasar agar mendapatkan keuntungan yang besar. Benar apa yang dikatakan Levinas,
bahwa setiap orang yang berpikir dengan nalar (akal budi), ia akan terseret menjadi seorang
yang totaliter; menganggap yang lain rendah, bahkan esksistensi yang lain ditiadakan demi
ego sendiri.

Peduli lingkungan adalah salah satu bagian dari perasaan; apabila lingkungan sekitar
mulai tercemar, maka sikap peduli ini menjadi penggerak utama dalam bertindak. Kegiataan
mahasiswa semester V prodi Filsafat ini adalah bagian dari aksi peduli lingkungan. Di
samping itu, kegiatan ini juga dibuat untuk menata kembali lingkungan pasar yang romol
akibat aktivitas pasar yang kurang memperhatikan aspek ekologis.

3. Spiritualitas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata spiritualitas sebagai sumber
motivasi dan emosi.., Spiritualitas itu sendiri diibaratkan api yang membakar untuk
mendorong seseorang dalam melakukan sesuatu baik itu tindakan, kata-kata mau pun perilaku
terhadap atau kepada apa yang mau ditanggapai (Fios, 2019). Di hari ini, diskursus kerusakan
lingkungan terus diperbincangkan. Pelbagai pihak terus berusaha untuk menemukan titik
terang dalam upaya perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan demi pulihnya lingkungan
yang tercemar. Paus Fransiskus, dalam ensikliknya Laudato Si mengajak seluruh umat Katolik
untuk tetap menjaga lingkungan hidup dari pelbagai keegoan manusia yang neolib. Hadirnya
ensiklik Paus Fransiskus hemat saya ingin menegaskan kemabli eksistensi kita ditengah
lingkungan hidup. Bahwasanya, manusia dengan segala kelebihanya, tentunya memiliki
kebebasan untuk menguasai alam. Namun, penguasaaan alam oleh manusia tidak serta merta
dilaksanakan secara membabi buta. Artinya, manusia tidak saja mencaplok dan
mengeksploitasi alam begitu saja, tetapi tindakannya itu mesti diimbangi dengan tanggung
jawab etis. Sebagai umat Katolik, memperhatikan lingkungan hidup adalah bagian dari iman
kita. Mengasihi sesama, bukan saja hanya sebatas pada manusia saja, tapi pada lingkungan
yang merupakan entitas lain diluar diri manusia.

Kegiatan mahasiswa yang diberlangsungkan di dua pasar di Maumere ini hemat saya
merupakan ungkapan iman Katolik, mengasihi dan mencintai lingkungan hidup. Disamping
itu, saya membaca bahwa kegiatan ini bukan saja bentuk kepedulian mahasiswa terhadapa
lingkungan alam pasar, melainkan juga bagaimana mahasiswa menarik penghuni pasar untuk
melihat realitas lain, yakni lingkungan pasar itu sendiri. Lingkungan pasar, tempat mereka
mencari sesuap nasi telah tercemar. Saya mengutip Levinas dalam pemikirannya soal filsafat
wajah. Bahwa wajah adalah suatu yang lain dari eksistensi heteronom/tak kelihatan. Ia
menghadirkan sekaligus mengungkapkan dia yang tak kelihatan dan yang berlainan, yang
sifatnya tak berhingga. Sifat yang berhingga dalam iman kita biasanya diartikan dengan Maha
Kuasa, yakni Allah. Sosok wajah itu, sebagaimana Levinas jelaskan terungkap
penampakannya yang lemah, lesuh. Maka, bukan tidak mungkin, kegiatan ini merupakan
kuliah dari mahasiswa bagi masyarakat, khususnya para pedangang untuk melihat dia yang tak
kelihatan dalam diri alam yang tidak terrawat. Mahasiswa mencoba menoggugah hati
masyarakat untuk mengasihi yang lemah, lesuh (realitas pasar) dan mencoba mengasihi yang
lemah, lesuh itu dengan aksi nyata.

Sumber:

Baghi, F. (2012). Alteritas; Pengakuan, Hospitalitas, Persahabatan. Penerbit Ledalero.

Baghi, F. (2022). Sikap Estetis; Kesentuhan dan ketermenungan.

Fios, F. (2019). Menjadi Manusia Spiritual-Ekologis Di Tengah Krisis Lingkungan-Sebuah


Review. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 12(1), 39–50.

Hasnidar, S. H. S. (2019). Pendidikan Estetika dan Karakter Peduli Lingkungan Sekolah.


Jurnal Serambi Ilmu, 20(1), 97–119.

Rusdina, A. (2015). Membumikan etika lingkungan bagi upaya membudayakan pengelolaan


lingkungan yang bertanggung jawab. Jurnal Istek, 9(2).

Anda mungkin juga menyukai