Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan manusia, mulai dari
segi ekonomi, sosial budaya, politik dan lain lain. Tidak dapat di hindari begitu saja
globalisasi dapat mudah masuk ke kehidupan masyarakat, apalagi dengan
berkembangnya teknologi melalu komunikasi, seperti sosial media yang digandrungi
oleh pemuda dan pemudi.
Dapat dikatakan bahwa Globalisasi ini mempengaruhi ekonomi di
masyarakat, mulai dari produksi dampai ke konsumsi. Dengan pesatnya tekhnologi
konsumen pun dapat beraktifitas dengan mudah melalui teknologi. Masyarakat
konsumsi ini memiliki ciri khas yang begitu khas, dengan iklan dan gaya hidup yang
berbeda dari sebelumnya.
Maka makalah ini akan membahas konsumsi masyarakat, iklan dan gaya
hidup yang dipengruhi oleh globalisasi serta merubah sebuah tatanan hidup
dimasyarakat akibat dari globalisasi ini dalam sektor ekonomi.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud Mayarakat Konsumen?
2. Apa yang dimaksud Iklan?
3. Apa yang dimaksud Gaya Hidup?

C. Tujuan
1. Pembaca dapat memahami apa itu Masyarakat Konsumen dan macamnya.
2. Pembaca dapat memahami apa itu Iklan dan macamnya.
3. Pembaca dapat memahami Gaya Hidup.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masyarakat Konsumen
1. Pengertian Masyarakat Konsumen

Masyarakat secara umum diartikan sebagai sekumpulan individu yang


berkumpul bersama dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi didalamnya.
Masyarakat juga memiliki kebiasaan dan karakteristik sendiri, dan tak ayal pula
mampu dikuaasai oleh sistem yang ada.

Masyarakat mencakup beberapa unsur berikut :1

a) Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial, tidak
ada ukuran mutlak ataupun angka pasti berapa jumlah manusia yang harus ada.
b) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Dengan berkumpulnya manusia,
makan akan muncul manusia-manusia baru, dan mereka saling bercakap-cakap
dan saling memahami. Sebagai akibat dari hidup bersama itulah munculah
komunikasi dan aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia dalam
kelompok tersebut.

c) Mereka sadar merupakan suatu kesatuan.

d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama


menimbulkan kebudayaan.

Menurut KBBI, Konsumerisme adalah gerakan atau kebijakan untuk


melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen,
penjual, dan pengiklan. Juga dapat diartikan paham atau gaya hidup yang
menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan,
dan sebagainya; gaya hidup yang tidak hemat.

1 S. Soejono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm. 22.

2
Indikasi konsumerisme masyarakat dapat ditandai dari banyak hal, seperti
maraknya mal-mal dan supermarket di kota-kota besar, perilaku sebagian
kalangan jetset Indonesiayang berbelanja di luar negeri, maraknya penggunaan
kartu kredit, dan secara makro pertumbuhan ekonomi yang didorong karena
tingginya pertumbuhan konsumsi bukan sektor rill dan sebagainya. Jakarta
misalnya, yang digadang-gadang sebagai sebuah kota dengan jumlah mall
terbanyak di Asia. Singapura, juga menjadi negara dengan daya Tarik tinggi
untuk berbelanja. Sebagian kalangan masyarakat Indonesia banyak yang
berbelanja kesana bahkan pengeluaran yang dikeluarkan juga tak tanggung-
tanggung, mencapai puluhan triliun rupiah dan setiap tahun mengalami
peningkatan. Turis yang berkunjung pula sebagian besar dari Indonesia.2 

2. Konsumsi, Industri Budaya, dan Budaya Populer

Budaya masyarakat yang konsumtif muncul saat terjadinya revolusi


industri di inggris. Hal ini merupakan titk mula, masyarakat dimanjakan oleh
beragam produk yang dilahirkan secara massal oleh mesin-mesin industri.
Beragam bangunan pabrik berdiri, menjadi saksi bisu para manusia yang di PHK
karena jasanya yang telah dirampas oleh mesin-mesin. Disinilah, Kapitalisme
bermula. Siapa yang memiliki modal, ia yang berkuasa.

Mazhab Frankfurt berasumsi bahwa masyarakat mengonsumsi barang-


barang yang ada itu semata-mata bukan hanya karena kebutuhan tetapi lebih
kepada kontruksi dan logika hasrat yang dibentuk oleh budaya populer. Seperti
yang disebutkan Adorno, kita hidup di dalam masyarakat komoditas yang
menjadikan barang bukan hanya sekedar sebagai pemenuhan kebutuhan atau alat
pemuas semata, tetapi lebih demi keuntungan. Kebutuhan manusia terpuaskan
hanya sevara incidental, namun hal ini tidak mudah dihindari karena batas dan
perbedaan antara realitas dan simulasi kenyataan yang dibentuk realitas dan
media massa menjadi semakin baur.3

2 H. Sindung. 2011. SOSIOLOGI EKONOMI. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Hlm. 170.


3 S. Bagong. 2014. SOSIOLOGI EKONOMI Kaptilasime dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-
Modernisme. Jakarta : KENCANA PRENADAMEDIA GROUP. Hlm. 114.

3
Disnilah muncul penyeragaman produk berskala besar atau disebut
sebagai pemasaran produk budaya. Mencoba membuat produk yang seragam,
dengan menuntut standarisasi agar selalu menjadi selera masyarakat luas.
Muncul banyak Mall, yang memang didalamnya cenderung itu-itu saja. Baik di
belahan bumi manapun, jika brand nya sama maka output penjualan barangnya
pun akan sama.

Berbeda dengan pengertian budaya sebagai kultur yang cenderung


seringkali mengacu pada tata nilai dan norma sosial dan keagamaan namun
dalam masyarakat kapitalisme yang dimaksud budaya adalah budaya populer
yang diproduksi industry budaya untuk pasar massal. Tujuan produksi budaya
adalah keuntungan. Di era global seperti ini, media massa tidak hanya berguna
sebagai media informasi saja tapi lebih kepada standar yang menuntun ke dalam
standar logika yang hidup di sistem kapitalisme. Para teoritisi post-modern,
sepakat bahwa perlu dibentuknya ideologi dalam menciptakan kesadaran palsu.
Contoh, kapitalisme hadir untuk menjagkau pasar agar semakin luas dengan
salah satu caranya yaitu, berusaha membuat manusia-manusia menjadi tenang.
Dalam hal ini, muncul produk budaya yang memunculkan kesenangan, fantasi
dan menghibur.4

3. Objek Konsumsi Masyarakat

Dalam memandang objek konsumsi masyarakat, Baudriliard membagi


menjadi 2 objek tersebut, yakni : tubuh manusia dan seksualitas. Pertama, tubuh
manusia diperhtikan setiap incinya. Setiap manusia tentu menginginkan perwatan
secara menyeluruh demi terlihat rupawan dihadapan manusia liat. Ingin wajah
cantic dan bebas kerutan maka munculah beragam kosmetik anti penuaan. Infin
terlihat memiliki tubuh yang ideal, muncul program diet beserta obat-obatan dan
segala tetek bengeknya. Tubuh, dalam pandangan kekuatan kapitalisme tak

4 Ibid., hlm. 117-119.

4
ubahnya seperti lahan tempat persemaian hasil panen yang menjanjikan
keuntungan dan akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya.5

Kedua, seksualitas. Menurut Baudriliard, bukan hanya seksualitas telah


mewarnai segala hal yang ditawarkan untuk dikonsumsi, namun seksualitas itu
sendiri yang kerapkali ditawarkan untuk dikonsumsi. Dalam masyarakat
konsumsi, erotisme dalam bentuk yang komersial cenderung mendominasi,
mengontrol, dan menggoyahkan potensi hasrat yang eksplosif.6

4. Pengaruh Iklan terhadap Sikap Konsumerisme Masyarakat

Menurut, Jefkins (1996:17) yaitu dasar dalam mengiklankan sebuah


poduk adalah untuk mempengaruhi sikap khalayak, dalam hal ini tentunya sikap
dari konsumen. Meskipun periklanan tidak dapat merubah nilai dan sikap
konsumen yang telah berakar dalam, akan tetapi periklanan dapat merubah sikap
negatif seseorang terhadap produk menjadi positif (Lamb et.al.,2001:204).
Kemudian untuk dapat merubah sikap masyarakat menjadi positif dapat melalui
media yang bersifat massal sesuai dengan pendapat Suryani (2013:129) bahwa
faktor pembentukan sikap yaitu dengan promosi produknya kepada konsumen
melalui media iklan yang bersifat massal seperti televisi.7

Pada dasarnya, iklan yang selama ini menjamur, memang sudah beralih
fungsi bahkan bisa dengan mudah menghipnotis masyarakat agar tertarik dan
seolah-olah memang membutuhkan akan produk yang ditawarkan. Iklan, dibuat
semenarik mungkin, agar bisa menarik hati dan perasaan masyarakat agar cepat-
cepat membeli produk tersebut. Oleh karena itu, munculah sikap konsumerisme
yang berlebihan pada masyarakat.

Pada dasarnya dalam mengiklankan sebuah poduk adalah untuk


mempengaruhi sikap khalayak, dalam hal ini tentunya sikap dari konsumen

5 Ibid., hlm 120.


6 Ibid., hlm. 121.
7 Nuri, dkk, ”Pengaruh Iklan terhadap Sikap Konsumen serta Dampaknya pada Keputusan Pembelian”,
Jurusan Administari Bisnis, Vol. 47 No. 2, Juni 2017. Hlm. 53.

5
(Jefkins, 1996:17). Meskipun periklanan tidak dapat merubah nilai dan sikap
konsumen yang telah berakar dalam, akan tetapi periklanan dapat merubah sikap
negatif seseorang terhadap produk menjadi positif (Lamb et.al.,2001:204).
Menurut Suryani (2013:129) faktor pembentukan sikap yaitu dengan promosi
produknya kepada konsumen melalui media iklan yang bersifat massal seperti
televisi.8

5. Faktor di balik Kemunculan Masyarakat Konsumsi

Apa yang telah dipaparkan memperlihatkan bahwa yang namanya


masyarakat konsumsi sesungguhnya adalah sebuah fenomena baru yang muncul
bersamaan dengan perubahan sosial masyarakat menuju masyarakat industri dan
post modernisme. Lebih dari sekedar implikasi perkembangan dunia industri
yang makin masif, perkembangan dan munculnya masyarakat konsumsi dalam
banyak hal berkaitan dengan perubahan budaya, gaya hidup, dan kontruksi sosial
atau cara berpikir masyarakat yang terhegemoni oleh tanda dan produk budaya
yang dihasilkan kekuatan kapitalisme. Secara garis besar, faktor yang
melatarbelakangi kemunculan masyarakat konsumen sebagaimana telah berhasil
diidentifikasi Nicholas Abercrombie et al (2010: 109-110) sebagai berikut:

a) Masyarakat konsumen muncul dan mengalami proses perkembangan yang


pesat seiring dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat dan
mengikatnya performance kondisi perekonomian. Ketika kehidupan dan
kesejahteraan sosial membaik, dan masyarakat memiliki uang yang cukup,
bahkan terlebih, maka mereka bukan saja memiliki waktu senggang untuk
melakukan berbagai aktivitas pleasure, tetapi juga dukungan dana untuk
liburan dan membeli berbagai barang konsumsi.
b) Sejak awal abad ke-21, ketika jam kerja masyarakat diberbagai sektor
perekonomian mulai mengalami penurunan, sementara disaat yang sama
penghasilan atau gaji yang diperoleh justru makin naik, maka masyrakat

8 Ibid., hlm. 51.

6
memiliki lebih banyak waktu untuk bersenang-senang dan cenderung
mengisi waktu luangnya dengan berbagai aktivitas berbelanja, baik
kebutuhan sekunder, tersier, maupun kebutuhan yang sifatnya hedonis.

c) Berkaitan dengan kebutuhan masyarakat untuk memperlihatkan identitas


sosialnya. Di masyarakat post modern, identitas kini tidak lagi hanya
ditentukan oleh ras, gender, atau ideologi politik, melainkan dalam banyak
hal justru ditentukan oleh apa yang mereka konsumsi dan kemakan menjadi
masyarakat konsumen, di era post-modern adalah sebuah identitas baru yang
acap kali merupakan kebanggaan tersendiri, yang mampu mengetengahkan
posisi dan kelas sosial mana seseorang berasal.

d) Dalam masyarakat post-modern, estetisasi kehidupan sehari-hari yang


ditampilkan masyarakat, bukan hanya berkaitan dengan hasrat untuk
menampilkan citra, tetapi juga mengontruksi gaya hidup yang ke-2nya
mengharuskan masyarakat untuk kembali berbagai barang atau komoditas.

e) Tindakan mengonsumsi sesuatu, perkembangan gaya hidup dan pembelian


berbagai barang tertentu, dalam banyak hal dipahami sebagai penanda posisi
sosial masyarakat. Ketika seseorang membeli sebuah produk yang berkelas
dan kemudian mengenakannya, maka apa yang ia beli dan kenakan ini
sebetulnya merupakan bagian dari cara dia untuk memperlihatkan posisi
sosialnya, dan dari kelompok sosial mana ia berasal, yang semuanya
dilakukan untuk membedakan dirinya dengan orang lain yang berbeda status
dan kelas sosial.

f) Di era masyarakat post modern, posisi ekonomi konsumen, dalam banyak


hal telah menggantikan posisi sosial warga negara. Dalam arti, yang
namanya hak dan kewajiban politis kini tidak lagi ditentukan oleh status
kewarganegaraan, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan

7
seseorang untuk membayar pihak produsen, baik itu produsen barang-barang
fisik atau para profesional yang menawarkan jasa layanan.

g) Di era masyarakat konsumsi, apa yang diperdagangkan tidak hanya


menyangkut barang dan jasa yang makin meningkat jumlahnya, tetapi
pengamalan manusia dan aspek kehidupan sehari-hari manusia pun telah
terkomodifikasi dan ditawarkan layaknya barang dan jasa yang lain. Di era
masyarakat post-modern, nyaris tidak ada hal yang tidak di perdagangkan.

B. Iklan

1. Pengertian Iklan

Iklan merupakan strategi untuk memasarkan produk yang telah


dihasilkan. Biasanya iklan ditampilkan di media massa atau ruang public agar
barang yang dihasilkan dikenal luas oleh masyarakat luas. Di zaman industri
yang semakin berkembang pesat, iklan sangat diperlukan agar produk yang
dihasilkan tetap laku dipasaran. Para pemilik modal berlomba-lomba untuk
membuat iklan semenarik mungkin agar produk mereka menjadi yang paling di
minati di masyarakat. Iklan memiliki nilai yang mampu memengaruhi selera
masyarakat agar masyarakat tertarik untuk membeli. Semakin menarik iklan
yang ditampilkan, maka akan semakin tinggi pula selera masyarakat untuk
mencoba dan membeli produk tersebut.

2. Sejarah Iklan

Pada zaman Yunani kuno, iklan bentuknya seperti pengumuman yang


ditulis pada lembaran papyrus dan dirancang di dinding-dinding kota dengan
tujuan mempromosikan ide tertentu atau menginformasikan sesuatu hal yang
dianggap penting. Ketika terjadi perdebatan Socrates di pengadilan sebelum

8
kematiannya, ide-ide orang di masa itu telah dicoba diketengahkan kepada
khalayak melalui informasi yang dipasang di dinding-dinding kota.9

Iklan pada zaman ini hanya berupa surat edaran. Beberapa waktu
kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak dikertas
besar yang berkembang di inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris
ditemukan pada imperial intelligencer pada tahun 1648 sampai tahun 1850an, di
Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar. Kebanyakan masih
berbentuk pamflet dan brosur.

Pada awal kelahirannya, iklan lebih condong menggunakan pendekatan


yang berorientasi pada produk dalam penyajiannya, yang korelasinya dekat
dengan substansi nilai guna produk tertentu yang di iklankanya.

Pada masa revolusi industry, tampilan iklan menjadi lebih kreatif.


Apalagi didukung oleh kehadiran teknologi informasi. Para kaum kapitalis
semakin memperluas upaya untuk membuat iklan semakin menarik agar produk
yang mereka hasilkan lebih banyak menghasilkan omzet. Di era masyarakat post
modern menjadi organisasi bisnis kapitalis. Iklan menjadi bagian terpenting bagi
kaum pemilik modal. Dengan begitu, kekuatan kapitalis dengan cepat akan
memperkenalkan produk komoditas yang mereka hasilkan.

3. Jenis-Jenis Iklan

a) Berdasarkan Isi:

 Iklan penawaran ; Iklan ini biasanya bertujuan untuk menawarkan barang


atau jasa kepada masyarakat luas. Contohnya iklan sabun, makanan dan
produk lainnya.

9 Bagong, Suyanto. Sosiologi Ekonomi. 2017: Jakarta. (Hal 227-228)

9
 Iklan pemberitahuan ; Iklan ini biasanya bertujuan untuk memberitahu atau
mengumumkan sebuah informasi tertentu. Contohnya iklan informasi
beasiswa

 Iklan Layanan Masyarakat ; Biasanya iklan ini bertujuan untuk


menjelaskan kepada masyarakat mengenai suatu hal, biasanya diterbitkan
oleh lembaga pemerintah. Contohnya iklan ajakan untuk menghemat listrik

b) Berdasarkan Media:

 Iklan Cetak ; Biasanya bentuknya berupa tektik cetak seperti print, sablon
dan lain sebagainya.

 Iklan Elektronik ; Iklan ini ditampilkan menggunakan media elektronik,


biasanya disalurkan melalui tv dan radio.

 Iklan Internet ; Iklan ini disampaikan melalui internet seperti iklan banner
di blog, iklan endorsement dan lain sebagainya.

 Iklan luar ruangan ; Iklan ini biasanya berbentuk spanduk atau iklan
papan billboard yang sering ditemui dijalanan

c) Berdasarkan Tujuan:

 Iklan komersial ; Iklan ini bertujuan untuk mencari keuntungan


ekonomi dan finansial serta untuk meningkatkan penjualan suatu
produk atau jasa.

 Iklan non-komersial ; Ikan ini bertujuan untuk memberikan informasi


atau isu penting dan berisi ajakan yang mengandung edukasi kepada
masyarakat.

C. Gaya Hidup

10
Gaya hidup berbeda dengan cara hidup. Cara hidup ditampilkan dengan ciri-ciri
seperti norma, ritual, pola-pola tatanan sosial dan mungkin juga suatu komunitas
dialek atau gaya berbicara yang khas. Sementara itu, gaya hidup diekspresikan oleh
seseorang dengan apa yang ia kenakan, apa yang ia konsumsi, apa yang ia gunakan,
apa yang ia beli, dan bagaimana ia berperilaku ketika ada di hadapan orang lain.
Gaya hidup tumbuh dan berkembang karena kekuatan capital untuk kepentingan
membangun pangsa pasar, memperbanyak keuntungan dan lain-lain.

1. Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia


dalam masyarakat. Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup
setiap kelompok akan mempunyai ciri tersendiri. Jika terjadi perubahan gaya
hidup dalam suatu kelompok maka akan berdampak luas pada berbagai aspek.

Menurut Minor dan Women (2002), gaya hidup adalah menunjukkan


bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya dan bagaimana
mengalokasikan waktu. Menurut Kotler dan Amstrong (dalam Rianton.2012)
gaya hidup adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang
dinyatakan dalam kegiatan minat dan pendapat yang bersangkutan.

Gaya hidup sering digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini dari
seseorang. Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah.
Seseorang mungkin dengan cepat mengganti model dan merk pakaiannya karena
menyesuaikan dengan perubahan hidupnya (Sumarwan, 2004:57).

Dalam kajian Sosiologi ekonomi, perilaku konsumsi dan aspek budaya


sering kali dipahami sebagai dua hal yang tak terpisahkan. Perilaku seseorang
membeli produk budaya, mengonsumsi produk budaya dan memanfaatkannya,
selain dipengaruhi berbagai factor sosial: kelas, perbedaam usia, gender dan lain-
lain, yang tak kalah penting perilaku konsumsi acap kali juga dipengaruhi dan
dibentuk oleh gaya hidup. Yang dimaksud gaya hidup disini adalah adaptasi aktif
individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk

11
menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Gaya hidup mencakup
sekumpulan kebiasaan, pandangan-pandangan, dan pola-pola respon terhadap
hiduo. Gaya hidup dipengaruhi oleh keterlibatan seseorang dalam kelompok
sosial, dari seringnya berinteraksi dan menanggapi berbagai stimulus disana
(Adlin,2006:36-39).

Gaya hidup oleh beberapa ahli sering kali disebut ciri sebuah dunia
modern atau modernitas. Artinya, siapa pun yang hidup dalam masyarakat
modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan
tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan
yang membedakan satu orang dengan yang lain (Chaney,2004: 40). Istilah gaya
hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif mengandung
pengertian bahwa gaya hidup sebagai cara hidup mencakup sekumpulan
kebiasaan, pandangan dan pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama
perlengkapan untuk hidup. Cara sendiri bukan sesuatu yang alamiah, melainkan
hal yang ditemukan, diadopsi atau diciptakan, dikembangkan dan digunakan
untuk menampilkan tindakan agar mencapai tujuan tertentu. Untuk dapat
dikuasai, cara harus diketahui, digunakan dan dibiasakan.

Dalam kehidupan masyarakat modern, ada hubungan timbal balik dan


tidak dapat dipisahkan Antara keberadaan citra (image) dan gaya hidup (life
style). Gaya hidup adalah cara menusia memberikan makna pada dunia
kehidupannya, membutuhkan medium dan ruang untuk mengekspresikan makna
tersebut, yaitu ruang Bahasa dan benda-benda yang didalam citranya mempunyai
peran yang sangat sentral. Di pihak lain, citra sebagai sebuah kategori didalam
relasi simbolis diantara manusia dan dunia objek, membutuhkan aktualisasi
dirinya ke dalam berbagai dunia realitas, termasuk gaya hidup.

Di pihak lain, citra sebagai sebuah kategori di dalam relasi simbolis


diantara manusia dan dunia objek, membutuhkan aktualisasi dirinya ke dalam
berbagai dunia realitas, termasuk gaya hidup. Seorang masyarakat urban yang
ingin membangun citra sebagai orang yang selalu mengikuti perkembangan

12
zaman, tak bisa dihindari harus mampu mengembangkan gaya hiudp ; perilaku
yang khas dan memiliki selera serta cita rasa yang memang sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman.

Dalam Perspektif Sosiologi Ekonomi, membeli dan mengonsumsi produk-produk


budaya, bukan sekedar aktivitas ekonomi: mengonsumsi produk atau
menggunakan komoditas untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan materiel,
tetapi lebih dari itu aktivitas ini juga berhubungan dengan mimpi, hasrat,
identitas dan komoditas atau dalam istilah John Storey disebut bagian dari
budaya pop.

2. Perkembangan Gaya Hidup

Dimasyarakat, gaya hidup biasanya tumbuh bersamaan dengan


globalisasi, perkembangan pasae bebas, dan transformasi kapitalisme konsumsi.
Melalui dukungan iklan, budaya popular, media massa dan tranformasi nilai
modern yang dilakukan kapitalisme konsumsi akan memoles gaya hidup dan
membentuk masyarakat konsumen. Gaya hidup dan perilaku konsumtif ibaratnya
dua sisi mata uang yang menjadi habitat subur bagi perkembangan kapitalisme.
Di masyarakat post-modern, tidak ada orang yang bergaya tanpa modal atau
hanya mengandalkan symbol-simbol budaya.

Seseorang dikatakan memiliki gaya hidup yang modern, ketika ia


mengonsumsi dan memamerkan symbol-simbol ekonomi yang berkelas dan
melalukan berbagai aktivitas yang membutuhkan dana tidak sedikit.

Di banyak masyarakat, gaya hidup cenderung berkembang cepat, karena


didorong keterbukaan, pluralism tindakan, dan aneka ragam otoritas. Di
masyarakat yang kapitalistik dimana iklim keterbukaan berkenbang pesat,
demokrasi berjalan maksimal dan semangat multipluralisme benabenar tumbuh,
maka kombinasi ini biasanya akan menjadi lading persemaian yang subur bagi
perkembangan gaya hidup. Di era masyarakat konsumen, orang cenderung
bersedia mengeluarkan uang banyak untuk membiayai penampilan, karena biaya

13
yang mereka keluarkan adalah bentuk investasi dalam rangka membangun citra
diri dan makna personal yang dinilai lebih penting.

Ciri atau karakteristik yang menandai perkembangan masyarakat post-


modern yang sering kali terperangkap ke dalam pusaran gaya hidup dan citra diri
yaitu :

a) Ketika budaya tontonan menjadi cara dan media bagi nasyarakat


mengekspresikan dirinya.
b) Ketika di masyarakat tumbuh dan berkembang kelompok masyarakat
pesolek yang lebih mementingkan penampilan daripada kualitas
kompetesi yang sebenarnya. ketika gelar lebih penting daripada
pengetahuan atau ketika baju yang keren lebih pentinng daripada
keahlian, maka disanalah akan muncul masyarakat pesolek.

c) Estetisasi penampilan diri, yakni ketika gaya dan desain menjadi lebih
penting daripada fungsi.

Dimasyarakat post-modern, perkembangan gaya hidup yang makin


kapitalistik tidak hanya tumbuh di wilayah profan atau hanya terkait dengan hal
hal yang sifatnya duniawi, tetapi juga telah merambah ke wilayah yang sacral ,
kehidupan umat beragma. Dominasi dan penetrasi kekuatan kapitalis, dewasa ini
tidak hanya di mal-mal-, fashion, Fastfood atau pada produk industry budaya
yang menjadi symbol atau aksesori penampilan yang berkelas, tetapi juga telah
merambah wilayah agama.

Serbuan gaya hidup lewat globalisasi industry media massa, televise dan
industry iklan, selain merambah wilayah agama, dalam beberapa hal juga
merambah ruang-ruang privat. Bahkan, di televise atau media massa popular lain,
kita sekarang dengan mudah melihat iklan-iklan yang menawarkan produk-
produk industry budaya untuk urusan manusia yang paling intim. Obat untuk
meningkatkan stamina hubungan seksual, bagaimana cara memperkuat daya

14
cengram vagina, memperbesar alat kelamin, memperkuat alat kelamin agar
durasi kegiatan seksual lebih lama. Di program televise swasta dan televise
kabel. Berbagai reality show yang menampilkan acara kencan buta,
perselingkuhan dan lain sebagainya kini juga bukan hal yang asing lagi. Pendek
kata, di era masyarakat post-modern sepertinya tidak ada lagi ruang atau ranah
kehidupan manusia yang steril dari penetrasi kekuatan kapitalismebyang
menawarkan kemasan gaya hidup.

3. Gaya Hidup dan Gender

Gaya hidup merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan


asppek-aspek tertentu kehidupan sehari-hari deengan nilai sosial atau simbolis,
sekaligus merupakan cara bermain dengan identitas. Dengan menampilkan gaya
hidppp yag dipilih, seseorag bukan hanya untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan
dirinya sendiri, tetapi sekaligus juga sebagai cara untuk memperlihatkan atau
meneguhkan dari kelompok sosial manakala mereka seebetulnya ingin dipersepsi
orang lain: sebuah bentuk permainan identitas sosial yang di kembangka
seseorang untuk menampilkan citra dirinya.

Sebuah studi yang yang dilakukan Mintel menemuka bahwa dalam hal
pakaian, kaum perempuan (79) umumnya lebih memiliki keinnginan dan
kebutuhan untuk tampi modis dari pada kaum laki-laki (40). Sementara itu, kaum
laki-laki, dalam banyak hal lebih menyukai mendengarkan musik daripada kaum
perempuan (27), dan kaum laki-laki (34) juga lebih menyukai jalan-jalan dan
minum daripada kaum pperempuan (19). Bagi kaum laki-laki, hangout dijeda
mereka bekerja kemudin minum kopi di resto-resto yang ada di berbagai mall
sering kali lebih banyak dilakuka daripada kaum perempuan. Kaum perempuan
(30), dalam bayak hal lebih senang dan fokus pada penampilan pribadi daripada
laki-laki (30). Kaum laki-laki umumnya lebih menyukai olahraga dan memiliki
hobi tertentu daripada kaum perempuan. Kaum laki-laki juga lebih menyukai
kendaraan dan lebih mementingkan memiliki kendaraan tertentu sebagai alat

15
transportasi sekaigus aksesoris untuk memperlihat siapa dirinya daripada
perempuan yang cenderung lebih menyukai tabungan.

Bagi kaum kapitalis, dibandingkan laki-laki, perempuan pun dalam


banyak kasus memang lebih sering dijadikan objek penawaran dan target pangsa
pasar. Dimata kekuatan idustri budaya, tampaknya telah disadari bahwa
keebayakan perempuan ceenderung lebih mengedepankan penampilan dan kean
luar, serta cenderung berperilaku seolah-olah diatas panggung. Terlepas bahwa
dalam kenyataan kauum laki-laki belakangan ini juga makin banyak yang tampil
metroeksual, tetapi nyaris semua kaum perempuan memang lebih suka
berdandan, bersolek untuk mempercantik diri. Boleh dikata tidak ada bagian dari
tubuh perempuan yang steril dari sentuhna dan tawaran beerbagai produk
industri budaya. Perempuan yang kebanyakan takut dega flek penuaan, kulit
yang mulai keriput dan flek yang muncul di wajah, maka jangan heran jika
alokasi anggaran untuk perawatan tubuh perempuan umumnya cukup besar.

Dalam konteks pemasaran produk, gaya hidup sering kali dipahami


dalam dua pengertian. Pertama, gaya hidup bukan kategori statis, melaikan harus
beerfokus pada tren sosial, baik dalam variabel struktural maupun sikap. Kedua,
analisis tentang gaya hidup harus berubah, kosumen senantiasa di skenario untuk
selau haus akan prosk-produk industri budaya yag up-to-date, dan konsuume di
kostruksi sedenikia rupa agar tidak pernah jenuh untuk menguras kocekya guna
membeli dan mengonsumsi produk industri budaya yang membanjiri pasar.

BAB III
KESIMPULAN

A. Simpulan

16
1. Masyarakat secara umum diartikan sebagai sekumpulan individu yang
berkumpul bersama dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi
didalamnya. Konsumerisme adalah gerakan atau kebijakan untuk
melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen,
penjual, dan pengiklan. Mazhab Frankfurt berasumsi bahwa masyarakat
mengonsumsi barang-barang yang ada itu semata-mata bukan hanya
karena kebutuhan tetapi lebih kepada kontruksi dan logika hasrat yang
dibentuk oleh budaya populer. Seperti yang disebutkan Adorno
2. Iklan merupakan strategi untuk memasarkan produk yang telah
dihasilkan. Biasanya iklan ditampilkan di media massa atau ruang public
agar barang yang dihasilkan dikenal luas oleh masyarakat luas. Pada
masa revolusi industry, tampilan iklan menjadi lebih kreatif. Apalagi
didukung oleh kehadiran teknologi informasi. Para kaum kapitalis
semakin memperluas upaya untuk membuat iklan semakin menarik agar
produk yang mereka hasilkan lebih banyak menghasilkan omzet. Di era
masyarakat post modern menjadi organisasi bisnis kapitalis. Iklan
menjadi bagian terpenting bagi kaum pemilik modal.
3. Gaya hidup berbeda dengan cara hidup. Cara hidup ditampilkan dengan
ciri-ciri seperti norma, ritual, pola-pola tatanan sosial dan mungkin juga
suatu komunitas dialek atau gaya berbicara yang khas. Sementara itu,
gaya hidup diekspresikan oleh seseorang dengan apa yang ia kenakan,
apa yang ia konsumsi, apa yang ia gunakan, apa yang ia beli, dan
bagaimana ia berperilaku ketika ada di hadapan orang lain. Gaya hidup
tumbuh dan berkembang karena kekuatan capital untuk kepentingan
membangun pangsa pasar, memperbanyak keuntungan dan lain-lain.
Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia
dalam masyarakat. Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya
hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri tersendiri. Jika terjadi

17
perubahan gaya hidup dalam suatu kelompok maka akan berdampak luas
pada berbagai aspek

B. Saran
Makalah ini dibuat untuk memberi informasi pada pembaca agar
pembaca dapat lebih memahami tentang Masyarakat Konsumen, Iklan,
dan Gaya Hidup.

18
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan
menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Mata
Kuliah Sosiologi Ekonomi dengan judul Masyarakat Konsumen, Iklan, dan Gaya Hidup
di era Globalisasi. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak seperti keluarga, sahabat dan dosen yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-
waktu mendatang.
Bandung, 17 April 2020

Penulis,

19
i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Permasalahan................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Masyarakat Konsumen.................................................................. 2

B. Iklan.............................................................................................. 8

C. Gaya Hidup................................................................................... 10

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 14

A. Simpulan........................................................................................ 17

B. Saran.............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
20
DAFTAR PUSTAKA

Soejono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.


H. Sindung. 2011. SOSIOLOGI EKONOMI. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
S. Bagong. 2014. SOSIOLOGI EKONOMI Kaptilasime dan Konsumsi di Era
Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta : KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.
Nuri, dkk, ”Pengaruh Iklan terhadap Sikap Konsumen serta Dampaknya pada
Keputusan Pembelian”, Jurusan Administari Bisnis, Vol. 47 No. 2, Juni 2017

21

Anda mungkin juga menyukai