Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak televisi diciptakan hingga saat ini, mempunyai pengaruh kuat
dalam kehidupan manusia. Begitu pula dengan teknologi informasi dan
komunikasi, berkembang dengan pesatnya mendorong bangsa-bangsa di
dunia memasuki era globalisasi. Dampak yang ditimbulkan oleh
globalisasi terkait dengan tiga komponen dalam kehidupan, antara lain
yaitu informasi, kesadaran atau pengetahuan, dan aksi.
Sebagai media komersial, iklan merupakan wahana bagi produsen
untuk menggugah kesadaran dan memperlakukan calon konsumen agar
bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Periklanan merupakan
salah satu bagian dari usaha pemasaran yang cukup penting dilakukan oleh
perusahaan, lembaga, ataupun instansi untuk meningkatkan penjualan.
Iklan dirancang untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi,
mengembangkan sikap, serta mengharapkan adanya suatu tindakan dari
calon konsumennya yang menguntungkan produsen (pengiklan).
Dalam perkembangannya terdapat berbagai macam bentuk iklan di
berbagai media massa, baik iklan visual, audio maupun iklan audio visual
yang kesemuanya itu bertujuanmaximing profit bagi pemilik faktor
produksi. Dalam tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut
terdapat berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam
usahanya untuk menarik minat produsen. Hal ini disebabkan karena para
konsumen kini semakin menganggap iklan sebagai sumber informasi
tantang produk atau barang serta jasa yang tersedia. Pilihan dan tindakan
konsumen lebih banyak dipengaruhi oleh periklanan yang disebarkan oleh
media massa.
Iklan dianggap mampu mempengaruhi persepsi masyarakat terutama
remaja terhadap suatu produk yang ditawarkan. Hal ini dikarenakan secara
psikologis remaja masih berada dalam proses pencarian jati diri dan sangat
sensitif terhadap pengaruh dari luar. Dengan demikian banyak sekali

1
2

dampak pengaruh iklan terhadap konsumen terutama pada anak di bawah


usia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana iklan dapat mempengarui pola hidup masyarakat?
2. Apa saja pengaruh iklan dalam pola hidup masyarakat?

C. Tujuan
1. Untuk membahas proses pengaruh iklan bagi pola hidup masyarakat.
2. Untuk mengetahui apa saja pengaruh iklan terhadap pola hidup
masyarakat.

D. Manfaat
1. Dapat diketahui apa yang disebut dengan iklan.
2. Dapat diketahui bagaimana iklan dapat mempengaruhi pola hidup
masyarakat.
3. Dapat diketahui apa saja pengaruh iklan terhadap pola hidup
masyarakat.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Pengaruh Iklan terhadap Pola Hidup Masyarakat


Menurut Kotler (2002:658), periklanan didefinisikan sebagai bentuk
penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu
sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Menurut Rhenald Kasali
(1992:21), secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang
menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu
media. Namun demikian, untuk membedakannya dengan pengumuman biasa,
iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Dalam
pengertian umum, iklan adalah sarana bagi upaya menawarkan barang atau
jasa kepada khalayak ramai melalui media massa. Media yang digunakan,
antara lain televisi, radio, koran, majalah, internet, dan sebagainya.
Berbagai jenis iklan ada di sekeliling kita. Mereka melancarkan berbagai
upaya untuk menarik perhatian pembeli. Ada iklan yang
menonjolkan fitur produknya, sedangkan konten iklan lain justru sama sekali
tidak berhubungan dengan produk yang mereka jual. Sebuah studi
mengungkapkan, iklan jenis inilah yang harus paling diwaspadai oleh para
pembeli.
Para peneliti di University of California, Los Angeles, dan George
Washington University bekerja sama membedah dua tipe iklan yang berbeda
tersebut. Tipe iklan yang pertama disebut "persuasi logika" (LP) yang
menyajikan fakta tentang suatu produk. Tipe iklan kedua disebut sebagai
"pengaruh tidak rasional" (NI) karena iklan ini mengelabui kesadaran
konsumen dengan menggambarkan adegan lucu, samar, dan seksi yang seolah
tak ada hubungannya dengan produk itu.
Dalam studi itu, peneliti menunjukkan gambar iklan kepada 11 perempuan
dan 13 pria serta merekam aktivitas listrik dalam otak mereka dengan
menggunakan electroencephalography. Tiap partisipan harus melihat 24 iklan
di koran dan majalah, sebagian di antaranya bertipe LP atau NI.
3
4

Iklan LP memperlihatkan tabel fakta dan angka pada iklan rokok, serta
saran memilih makanan anjing berdasarkan level aktivitasnya pada iklan
makanan anjing. Iklan NI terdiri atas iklan minuman keras yang
memperlihatkan gambar tetesan air dan iklan rokok yang menunjukkan
seorang perempuan melompati hidran air yang menyemburkan air dan
seorang pria tertawa di belakangnya.
Riset menunjukkan bahwa wilayah otak yang terlibat dalam pengambilan
keputusan dan emosi mengalami level aktivitas yang jauh lebih tinggi ketika
partisipan melihat iklan jenis LP. Daerah otak itu membantu membatasi
respons seseorang terhadap rangsangan tertentu, misalnya mencegah
dorongan untuk membeli.
Ketika melihat iklan tipe NI, level aktivitas otak tidak setinggi ketika
partisipan menyaksikan iklan LP. "Awasi otak dan dompet Anda," kata Ian
Cook, dosen psikiatri di Semel Institute for Neuroscience and Human
Behavior di University of California, Los Angeles.
Peneliti studi itu menyatakan hasil riset menunjukkan rendahnya level
aktivitas otak ketika menonton iklan NI yang menyebabkan rendahnya
kendali otak terhadap perilaku sehingga konsumen mudah tergoda membeli
produk tersebut.
Perilaku ingin selalu memiliki produk-produk terbaru yang sedang
booming atau nge-trend yang dilihat dari media informasi seperti televisi atau
internet dan media massa lainya itupun dapat terjadi karena mengikuti
perkembangan kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Dalam hal ini pun
terdapat pola hubungan fungsionalisme yaitu masing-masing lakon
memerankan perananya, dimana produsen membutuhkan konsumen sebagai
pasar dan media massa sebagai media promosi, konsumen sebagai manusia
yang perlu memenuhi kebutuhan hidup, dan media massa yang perlu modal
yang bisa diperoleh dari produsen. Pola timbal balik ini sangat tidak wajar
jika kita kemudian menganggap bahwa pola konsumerisme adalah bagian dari
penyimpangan sosial masyarakat.
Pola atau budaya konsumerisme dipandang sebagai budaya menyimpang
manakala masyarakat memang telah berlebihan dalam menyikapi situasi yang
5

terjadi di masyarakat. Ada orang-orang yang memenuhi hasrat ingin memiliki


hanya untuk sekedar gaya atau untuk meningkatkan pandangan masyarakat
tentang status sosial di mata masyarakat itu sendiri, ada yang memenuhi
kebutuhannya memang benar-benar karena kebutuhan yang harus dipenuhi,
dan ada pula yang hanya karena lapar mata, sehingga sering seseorang
membeli barang yang sesungguhnya ia tidak membutuhkanya sama sekali,
sehingga terkadang hal ini menimbulkan penyesalan.
Budaya konsumerisme ini sendiri kemudian memunculkan berbagai
organisasi atau perkumpulan yang tidak formal dan bahkan jarang yang
mengetahui keberadaanya alias hanya kalangan mereka sendirilah yang tahu
akan organisasi atau perkumpulan itu. Perkumpulan-perkumpulan semacam
ini biasanya bertujuan untuk mempermudah mendapatkan barang-barang
yang diinginkan, seperti kolektor.
Tapi hal ini sudah menjadi lumrah dikalangan masyarakat, bahwasanya
memang itu sudah menjadi kebutuhan yang seakan primer, padahal pada
hakikat pelajaran ekonomi yang dipelajari di bangku sekolah kebiasaan
seperti itu merupakan kebiasaan pemenuhan kebutuhan yang sifatnya
sekunder bahkan tersier.
B. Pengaruh Iklan Terhadap Pola Hidup Masyarakat
1. Konsumerisme pada Masyarakat
Dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehari-hari, setiap orang
tentunya memiliki cara tersendiri dalam memenuhinya. Namun pada
intinya mereka perlu mengkonsumsi kebutuhannya tersebut. Perilaku
yang mempelajari mengenai sebuah perilaku masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya adalah perilaku konsumen. Perilaku konsumen
adalah perilaku untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi,
serta menghabiskan kegunaan suatu barang dan jasa yang diharapkan
mampu memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk 1994
dalam Sumarwan 2002). Perilaku setiap orang dalam memenuhi
kebutuhannya tentunya berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh
kemampuan tiap orang dalam memenuhi kebutuhannya berbeda. Orang
yang memiliki kehidupan berlebih memiliki kesempatan untuk
6

mengkonsumsi lebih banyak barang maupun jasa. Sementara orang yang


memiliki kehidupan yang sederhana tentunya lebih terbatas dalam
melakukan kegiatan konsumsi, baik itu mengkonsumsi barang maupun
jasa.
Perilaku konsumen tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan iklan. Iklan merupakan sebuah rangsangan bagi para konsumen
untuk dapat mengkonsumsi serta mendapatkan barang ataupun jasa yang
menjadi kebutuhan konsumen tersebut. Iklan diterima sebagai sebuah
informasi. Informasi tersebut yang dapat memengaruhi kita dalam
berperilaku. Konsumen akan semakin tahu bara atau saja apa saja yang
dimperlukannya. Sehingga mereka menggunakan kemampuannya dengan
baik untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Mereka dapat
mempertimbangkan ataupun membandingkan mana saja yang diperlukan.
Sebaliknya, iklan dapat pula menjadikan setiap orang memiliki tingkat
konsumsi yang berlebih. Orang yang seperti itu dikatakan sebagai ‘korban
iklan’. Mereka menjadi tertarik akan suatu produk yang diiklankan
tersebut. Sehingga mereka akan mendapatkan barang ataupun jasa
tersebut walaupun barang ataupun jasa tersebut tidak memiliki kegunaan
yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
2. Konsumerisme pada Kalangan Menengah Kebawah.
Gejala konsumerisme tidak hanya menimpa kalangan atas, tetapi juga
menimpa pada kalangan menengah kebawah. Dimana masyarakat pada
kalangan ini bisa menjadi sangat “menderita” manakala ia melihat pada
tayangan televisi atau media informasi lainya ada produk-produk terbaru
yang kemudian mereka tidak dapat memenuhi hasrat untuk memiliki
produk-produk tersebut. Dan akibat dari tidak terpenuhinya hasrat ini,
kemudian bisa memunculkan masalah sosial baru (dalam pandangan teori
makro) seperti tindak kriminal dan kejahatan semisal pencurian. Tentunya
gejala ini kemudian dipandang berbahaya (dalam pandangan teori makro)
di dalam lingkungan sosial masyarakat, karena tindak kejahatan dan
kriminal macam apapun akan dianggap sebagai teori menyimpang tanpa
melihat alasan-alasan yang tepat dan sebenarnya.
7

Masyarakat yang tidak mampu mengendalikan perilaku yang


dianggap menyimpang ini harus bersiap diri untuk tidak diterima di dalam
struktur sosial yang berlaku karena melakukan tindak kriminal tersebut
karena tindakan mereka diketahui masyarakat luas. Maka yang harus
dilakukan adalah “sadar diri” agar tidak menginginkan hal-hal yang
kiranya tidak atau susah untuk terpenuhi. Dan juga dalam masyarakat
kalangan menengah kebawah, ini dapat mempertegas gap dengan
kalangan menengah keatas, karena dalam budaya dan kemampuan
finansial mereka berbeda.
3. Bentuk Konsumerisme pada Anak-anak
Tak kalah menarik pembicaraan tentang konsumerisme pada kalangan
anak-anak. Anak-anak sebagai korban atau bahkan pelaku konsumerisme
memang melakukan tingkah atau poola ini, hanya saja kemudian ia bukan
menjadi seseorang yang langsung menjadi pelaku, yaitu ada orang lain
yang berperan penting yaitu orang tua sebagai sumber modal pemenuh
kebutuhan. Anak-anak adalah objek yang sangat empuk bagi produsen
barang-barang untuk anak-anak seperti mainan, snack, bubur, susu,
biskuit, dan lain-lainya. Karena anak-anak adalah sesosok manusia yang
mempunyai pola pikir yang belum terbentuk sempurna dan memiliki daya
rasa ingin tahu (penasaran) yang lebih tinggi dibanding dengan manusia
dewasa, sehingga anak-anak lebih mudah tertarik dengan tampilan yang
menarik.
Dunia anak-anak adalah dunia yang selalu menarik diperbincangkan,
saat memperbincangkan dalam pembicaraan tentang konsumerisme pun,
mereka layak diperbincangkan. Konsumerisme pada anak-anak dapat kita
lihat dari perilaku mereka yang selalu ingin memiliki apa-apa yang
mereka tonton dalam tayangan televisi, mereka akan merengek pada
orang tuanya untuk dibelikan barang-barang yang diiklankan di televisi.
Jadi peranan orang tua sebagai figure of controlling bagi anak-
anaknya sangat penting untuk dimainkan, guna membentuk pola pikir
anak-anak mereka menjadi orang yang lebih berpikir panjang ketika
mereka menginginkan sesuatu.
8
9

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Riset menunjukkan rendahnya level aktivitas otak ketika menonton
iklan menyebabkan rendahnya kendali otak terhadap perilaku
sehingga konsumen mudah tergoda membeli produk tersebut. Perilaku
ingin selalu memiliki produk-produk terbaru yang sedang booming
atau nge-trend yang dilihat dari media informasi seperti televisi atau
internet dan media massa lainya itupun dapat terjadi karena mengikuti
perkembangan kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Akibatnya pola
konsumerisme pun terbentuk.
2. Iklan dapat berpengaruh terhadap pola konsumerisme masyarakat
kelas atas, kelas bawah dan anak-anak.
B. Saran
1. Agar tidak terjerumus kepada perilaku konsumtif, sebaiknya jika
menginginkan sesuatu dipikirkan terlebih dahulu manfaatnya.
2. Orang tua harus meningkatkan penjagaan terhadap anaknya dari
perilaku konsumtif karena iklan juga.

9
10

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. makalahhttp://firmansyam22.blogspot.co.id/2015/11/makalah-


pengaruh-iklan-televisi.html. Diakses pada 17 Oktober 2016 pukul 05.42

http://www.esaunggul.ac.id/article/pengaruh-iklan-televisi-dalam-pencitraan-gaya-
hidup/. Diakses pada 17 Oktober 2016 pukul 05.47

Tempo.co. 2011. “Cara Iklan Memengaruhi Otak Kita“ dalam


https://m.tempo.co/read/news/2011/09/27/095358457/cara-iklan-
mempengaruhi-otak-kita. Diakses 17 Oktober 2016 pukul 08.54

http://soddis.blogspot.co.id/2014/04/iklan-perilaku-konsumen-sikap-konsumtif.html.
Diakses pada 17 Oktober 2016 09.19.

Anda mungkin juga menyukai