Anda di halaman 1dari 2

“Roh Gentayangan “

(Benarkah Atau Hanya Kamuflase Setan?)

Oleh: Mangku Praja Damanik S.Th

Kata “roh” dalam bahasa simalungun disebut tonduy. Dalam kepercayaan roh-roh, tonduy
berarti: kekuatan, kesaktian, kharisma, kebijaksanaan dan jiwa. Agama asli Simalungun percaya
bahwa roh manusia meninggal tidak mati, melainkan beralih kepada suatu keadaan yang disebut
tonduy dan begu. Tonduy adalah sebutan untuk roh orang meninggal yang masa hidupnya
berperilaku baik, sedangkan begu adalah sebutan untuk roh orang meninggal yang semasa
hidupnya berperilaku tidak baik (jahat). Tonduy itu berkumpul disuatu tempat yang disebut huta
parsaranan parpudi (dunia peristrahatan terakhir). Jadi, kematian dipahami sebagai suatu
peralihan kehidupan dari dunia jasmani ke dunia tonduy. Kematian juga dipahami sebagai
sesuatu yang tidak terelakkan. Pemahaman seperti itu tampak dalam beberapa ungkapan seperti,
“kalau penanam yang mencabut, siapa dapat menghalangi, napasnya telah habis, tidak bisa lagi
bergerak.” Masyarakat Simalungun kuno percaya bahwa tonduy atau begu mempunyai sifat-sifat
yang berbeda, sebagaimana dalam ungkapan Simalungun “Martonduy na manggoluh, marbegu
na dob matei” artinya, bahwa manusia yang hiduplah yang mempunyai roh, sementara orang
yang sudah meninggal rohnya berubah menjadi semacam “hantu” atau makhluk halus.
Hakekatnya, pada religi dan suku bangsa Simalungun, tonduy tidak pernah mengganggu,
sebaliknya begu-begu sering memberikan gangguan kepada makhluk hidup. Begu-begu tersebut
sering mengganggu kehidupan manusia diyakini tinggal di tempat-tempat tertentu yang dianggap
angker. Begu-begu yang ditakuti sering mengganggu bahkan mencelakakan manusia.

Orang Batak (termasuk simalungun) memiliki ketakutan terhadap keberadaan berbagai


roh-roh, yang dapat mengancam kehidupan manusia. Diantara roh-roh tersebut ada yang berasal
dari setan-setan yang memiliki sifat jahat (roh jahat), ataupun yang berasal dari roh manusia
yang telah meninggal. Roh orang yang mati kecelakaan (mati sehari), mati bunuh diri sangat
ditakuti oleh orang Batak (termasuk Simalungun). Namun pada sisi lain, ada juga jenis roh orang
mati yang dapat memberikan manfaat baik dalam kehidupan manusia. Apabila seseorang yang
mati dengan tidak mempunyai anak atau mandul, dia tidak dapat memasuki persektuan dengan
leluhurnya. Dia akan ditolak karena dianggap sebagai pembawa sial. Dia akan ditolak karena
tidak ada keturunan yang akan menyelenggarakan upacara adat. Akibatnya, roh itu akan hidup
terkucil, kesepian dan akan menjadi roh gentayangan.

Biasanya roh-roh gentayangan tersebut akan gentayangan di suatu tempat seperti pohon,
hutan, sungai, jurang, batu besar, dan tempat lainnya atau bahkan ada yang gentayangan kesana
kemari. Roh-roh gentayangan tersebut juga berasal dari kematian yang tidak wajar seperti
kecelakaan, bunuh diri ,dibunuh atau bahkan mati melahirkan dan kematian yang tak wajar
lainnya. Sehingga dipercayai rohnya tidak tenang dan terus gentayangan. Dalam pemahaman
tradisional roh-roh orang yang mati secara tidak wajar (roh-roh gentayangan) tersebut akan lebih
ditakuti lagi karena akan mengganggu kehidupan orang, terkhusus akan mengganggu kehidupan
yang membuat mereka meninggal atau musuhnya. Misalnya : jikalau seseorang mati karena
dibunuh, maka rohnya akan gentayangan dan mencari serta menganggu kehidupan orang yang
membunuhnya. Demikian juga halnya dengan kematian karena kecelakaan maka rohnya akan
gentayangan di tempat dimana ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kematiannya.
Demikian juga dengan kematian karena bunuh diri, rohnya akan gentayangan di tempat dimana
ia bunuh diri. Dan dalam kepercayaan tradisional Simalungun, roh-roh tersebut memiliki kuasa
(berintervensi) atas kehidupan manusia yaitu mendatangkan berkat dan kutuk.

Pemahaman tersebut hingga sekarang masih subur di kalangan warga simalungun


termasuk yang notabenenya sudah menjadi Kristen. Hal itu dikarenakan bahwa sebelum injil
masuk ke daerah simalungun pemahaman tersebut sudah tertanam dalam pola pikir orang
simalungun. Selain itu begitu banyak juga kasus-kasus dalam kejadian sehari-hari yang
mengklaim melihat arwah orang yang telah meninggal atau arwah seseorang yang gentayangan.
Dan bagi mereka yang memiliki indera keenam (dua lapis panonggor) mengaku bahwa begitu
banyak roh-roh yang gentayangan yang mereka lihat. Perlu juga dipahami bahwa para zendeling
yang datang untuk mengabarkan injil di simalungun memakai paradigm Aristotelian yaitu
paradigma yang mengatakan bahwa dunia hanya di huni oleh manusia saja. Spirit diakui
keberadaannya tapi sama sekali tidak bisa berintervensi atau campur tangan dalam hidup
manusia. Hal itu membuat teologi tidak begitu mendarat mengenai hal tersebut. Teologi Di
tengah-tengah pergumulan tersebut gereja tentunya tidak boleh berpangku tangan. Masalah
akibat okultisme (kuasa gelap) merupakan masalah rohani yang dapat berakibat fatal yang
berdampak kepada berbagai sisi kehidupan umat Tuhan. Teologi harus membumi dan menjawab
pergumulan. Maka teologi tidak akan pernah kontekstual ditengah-tengah masyarakat
Simalungun jiakalau tidak membongkar dan menuntaskan masalah-masalah yang diakibatkan
oleh kuasa gelap.

Anda mungkin juga menyukai