Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN MITOS DAN BUDAYA MASYARAKAT

DESA CANDIREJO KABUPATEN NGANJUK

Evi Aulia Prasetya Yudi


Universitas Negeri Malang Jalan Semarang Nomor 05 Malang
Email: eviauliapy@gmail.com

Abstrak: Kebudayaan sebagai abstraksi pengalaman manusia bersifat dinamis dan cenderung
untuk berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat pendukungnya, di sisi lain mitos
juga mencerminkan kebudayaan dan cenderung menyampaikan pesan-pesan yang bersifat
transformative, yang terpadu dalam satu mitos, ataupun bias terwujud dalam versi baru dalam
mitos yang sama. Selain mitos-mitos yang sudah melegenda lainnya, di Desa Candirejo
Kabupaten Nganjuk yang merupakan kota kecil bagian dari Jawa Timur, juga memiliki mitos
yang tidak semua orang luar tau. Mitos tersebut ialah larangan membangun rumah dua lantai
yang tingginya melebihi tinggi ujung bata di Candi Lor. Namun, pada umumnya mitos-mitos
dikembangkan untuk menanamkan dan mengukuhkan nilai-nilai budaya, pemikiran maupun
pengetahuan tertentu, yang berfungsi untuk merangsang perkembangan kreativitas dalam
berpikir.
Kata Kunci: Kebudayaan, Mitos, Pemikiran, Nilai-Nilai Budaya, Desa Candirejo Kabupaten
Nganjuk.

A. Pendahuluan
Kebudayaan adalah keseluruhan perilaku manusia dalam kehidupannya yang menjadi
suatu identitas. Misalnya saja budaya nasional yang dimiliki Indonesia, didapat dari hasil
penggalian budaya daerah atau budaya lokal yang bersumber dari kejayaan nenek moyang
yang sampai sekarang dapat dilestarikan. Budaya-budaya lokal tersebut dapat diwariskan
turun menurun dan kemudian menciptakan nilai-nilai kearifan lokal melalui kebudayaan bagi
bangsa Indonesia serta diharapkan memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan nilai-nilai
kebudayaan ke generasi selanjutnya (Pramudi, 2010, p. 41).
Dalam mempelajari persoalan kebudayaan ada tiga proses diantaranya: 1) proses belajar
kebudayaan yang berlangsung sejak lahir hingga mati, 2) sosialisasi, yaitu manusia harus
belajar mengenal pola-pola tindakan agar dapat mengembangkannya dengan individu lain

1|Page
yang disekitarnya, 3) proses enkulturasi atau pembudayaan yaitu manusia harus mempelajari
dan menyesuaikan sikap dan alam berpikirnya dan norma yang hidup dalam kebudayaan
(Purwanto, 2004, p. 88).
Kebudayaan sebagai abstraksi pengalaman manusia bersifat dinamis dan cenderung
untuk berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat pendukungnya, di sisi lain
mitos juga mencerminkan kebudayaan dan cenderung menyampaikan pesan-pesan yang
bersifat transformative, yang terpadu dalam satu mitos, ataupun bias terwujud dalam versi
baru dalam mitos yang sama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti mitos adalah cerita suatu bangsa tentang
dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta
alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan
dengan cara ghaib (Poerwadarminta, 2003, p. 671).
Sedangkan dalam kamus ilmiah popular, mitos adalah yang berhubungan dengan
kepercayaan primitive tentang kehidupan alam ghaib, yang timbul dari usaha manusia yang
tidak ilmiah dan tidak berdasarkan pada pengalaman yang nyata untuk menjelaskan dunia
atau alam di sekitarnya.
Mitos berasalh dari bahasa yunani muthos, yang secara harfiah diartikan sebagai cerita
atau sesuatu yang dikatakan seseorang. Dalam arti yang lebih luas, mitos berarti pernyataan,
sebuah cerita atau alur suatu drama. Mitos ialah cerita tentang asal mula terjadinya dunia
seperti sekarang ini, cerita tetang alam peristiwa-peristiwa yang tidak biasa sebelum (atau
dibelakang) alam duniawi yang kita hadapi. Cerita-cerita itu menurut kepercayaan sungguh-
sungguh terjadi dalam arti tertentu keramat.

B. Pembahasan
Manusia dalam masyarakat dan lingkungan sebagai pendukung mitos berada dalam
lingkup sosial budaya. Mereka senantiasa berusaha untuk memahami diri dan kedudukannya
dalam alam semesta, sebelum mereka menentukan sikap dan tindakan untuk
mengembangkan kehidupannya dalam suatu masyarakat. Dengan seluruh kemampuan
akalnya, manusia berusaha memahami setiap gejala yang tampak maupun yang tidk tampak.
Dampaknya setiap masyarakat berusaha mengembangkan cara-cara yang bersifat
komunikatif untuk menjelaskan berbagai perasaan yang mempunyai arti bagi kehidupannya.

2|Page
Kendatipun manusia sebagai makhluk yang mampu menggunakan akal dan mempunyai
derajat yang lebih tinggi daripada makhluk lainnya, namuin ia tidak mampu menjelaskan
semua fenomena tersebut, di perlukan pemahaman terhadap kehidupan dengan cara
mengembangkan yang penuh makna. Symbol-simbol tersebut berfungsi untuk menjelaskan
fenomena lingkungan yang mereka hadapi, terutama fenomena yang tidak tampak tetapi
dapat dirasakan kehadirannya.
Mayarakat menerima pesan atau mempercayai isi yang terkandung dlam mitos dengan
tanpa mempertanyakan secara kritikal. Bagi masyarakat, mitos berfungsi sebagai pernyataan
tentang kenyataan yang tidak tampak secara kasat mata.
1. Mitos dalam Budaya
Seperti yang telah dibicarakan di atas bahwa manusia dalam menjelaskan
kenyataan yang tidak tampak, cenderung mengacu pada kebudayaan sebagai seperangkat
symbol yang dapat memperjelas fenomena lingkungan yang dihadapinya. Seperti
lazmnya, manusia senantiasa berusaha memahami dan menata gejala atau fenomena yang
ada di lingkungannya demi kelangsungan hidupnya. Dengan cara mengacu kebudayaan
sebagai abstraksi pengalamannya dimasa lampau, manusia mencoba untuk
mengklasifikasikan fenomena yang ada dan menerbitkan dalam alam pikirannya. Upaya
pengklasifikasian tersebut tidak terlepas dari kebudayaan yang mnguasai pola piker dan
sikap mental yang dimiliki. Seolah-olah manusia hanya melihat, mendengar dan
memikirkan fenomena di sekitarnya berdasarkan ground yang dimiliki, sehingga mitos
merupakan cermin dari suatu kebudayaan pendukungnya (Roland, 1967, p. 14).
Misalnya mitos tentang Larangan membangun rumah lantai dua atau rumah yang
tingginya melebihi tinggi dari ujung batu yang ada di Candi Lor. Dengan segala
variasinya dengan tepat sangat menggambarkan nilai-nilai budaya yang tercermin dalam
pola bangunan rumah atau arsitektur rumah di Desa Candirejo Kabupaten Nganjuk.
Demikian pula mitos tersebut telah mengungkapkan pengetahuan budaya
masyarakat desa tersebut tentang dunia gaib dan dunia nyata yang dijembatani oleh
perwujudan seorang “Wanita Jawa” yang dipercaya sebagai penjaga Candi Lor dalam
bentuk yang tidak tampak secara psikal (tidak kasunyatan). Dalam alam pikiran
masyarakat Desa Candirejo Kabupaten Nganjuk.

3|Page
2. Pemikiran Masyarakat Desa Candirejo Terhadap Mitos dan Kebudayaan yang ada.
Mitos tentang Larangan membangun rumah lantai dua atau rumah yang tingginya
melebihi tinggi dari ujung batu yang ada di Candi Lor. Dengan segala variasinya dengan
tepat sangat menggambarkan nilai-nilai budaya yang tercermin dalam pola bangunan
rumah atau arsitektur rumah di Desa Candirejo Kabupaten Nganjuk sampai saat ini.
Masyarakat desa tersebutmempercayai bahwa jika masyarakat yang bertempat tinggal di
desa tersebut melanggar pantangan maka hidupnya akan tiban ciloko atau tertimpa
masalah, contohnya salah satu orang di dalam rumah tersebut akan mati dengan cara yang
tidak wajar, atau pasangan yang tinggal dirumah tersebut tidak akan harmonis, ada juga
yang mempercayai rumah yang dibangun melanggar aturan akan menjadi sarang jin atau
setan.
Demikian pula mitos tersebut telah mengungkapkan pengetahuan budaya
masyarakat desa tersebut tentang dunia gaib dan dunia nyata yang dijembatani oleh
perwujudan seorang “Wanita Jawa” yang dipercaya sebagai penjaga Candi Lor dalam
bentuk yang tidak tampak secara psikal (tidak kasunyatan). Dalam alam pikiran
masyarakat Desa Candirejo Kabupaten Nganjuk.
Pemikiran antara dunia nyata dan dunia lain (gaib) yang keduanaya saling
mengisi, yakni dunia nyata sebagai tempat kehidupan dan dunia gaib sebagai sumber
kehidupan. Untuk menghubungkan kedua dunia tersebut diperlukan sarana untuk
menjembatani yakni perwujudan kesuksesan dalam membangun rumah tangga sebagai
symbol penjelmaan “Kakek Tua” yang terkadang berubah menjadi harimau (secara tak
kasat mata) meninggalkan dunia nyata dan kembali ke dunia gaib, sehingga setiap pasca
adheg-adheg omah atau membangun rumah bagi masyarakat desa tersebut harus
mengadakan bancakan di rumah barunya sebagai ritual yang bermakna sebagai ucapan
syukur kepada yang Maha Kuasa dengan harapan agar rumahnya terlindung dari mara
bahaya.

C. Penutup
Fungsi sosial mitos sebagai tradisi lisan perlu dipertahankan, walaupun saat ini pula
tradisi tulis telah digalakkan. Karena mitos berfungsi untuk menampung dan menyalurkan

4|Page
aspirasi, inspirasi dan apresiasi masyarakat yang sedang membangun. Kendatipun segala
versi mitos telah dibukukan, kebiasaan orang mengembangkan tradisi bias tidak akan
berhenti, karena mitos merupakan sarana komunikasi yang merakyat dan dinamis. Barthes
juga menggaris bawahi bahwa tuturan mitologis dibut untuk komunikasi dan mempunyai
suatu proses signifikasi yang dapat diterima oleh akal sesuai dengan situasi dan kondisi
masing-masing kehidupan social budaya masyarakat pendukungnya.

Daftar Pustaka
Poerwadarminta. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pramudi. (2010). Desain Virtual Gamelan Jawa menuju Industri Kreatif Modern Serta sebagai
media pembelajaran dalam rangka keunggulan lokal di era global. Semarang:
Universitas Dian Nuswanto.
Purwanto. (2004). psikologi pendidikan. bandung: PT. Rosdakarya.
Roland. (1967). Denotation, Conotation Elements of Semiology. London: New York Press.

5|Page

Anda mungkin juga menyukai