2, Juli 2021
Abstrak
Menurut definisi masyarakat secara turun temurun, tradisi rokat pandhaba adalah ritual
selamatan seorang anak pandhaba dari kesialan dan keburukan. serta sebagai medium
untuk melindungi dari segala bentuk marabahaya yang diberi simbol gangguan
bhatarakala oleh masyarakat, dan konon akan mengganggu perjalanan hidup anak
pandhaba. Rokat pandhaba merupakan tradisi yang sudah dilestarikan secara turun
temurun oleh masyarakat desa Jatisari Arjasa kecamatan Arjasa kabupaten Situbondo.
Artikel ini akan membahas bagaimana interaksi simbolik tradisi pandhaba. Metode yang
digunakan adalah metode kualitatif karena subjek penelitian yang menjadi fokus adalah
mengenai interaksi simbolik tradisi pandhaba. Hasil menunjukkan bahwa dari budaya
ruwat atau rokat pandhaba ini tersimpan filosofi bahwa masalah takdir harus diyakini
adanya. Manusia tidak perlu lari pada hal-hal yang musyrik, manusia hanya ditugaskan
untuk berikhtiyar. Tradisi ini merupakan upacara untuk membuang kesialan secara
simbolik dengan memandikan anak pandhaba yang biasa masyarakat sebut muang setan
dalam bahasa madura. Di dalamnya terdapat pembacaan cerita atau kisah-kisah zaman
dahulu dari pandawa lima mengenai pengusiran jin atau setan berupa kesialan dalam
diri manusia untuk memperoleh keselamatan.
Abstract
According to the definition of society from generation to generation, the rokat pandhaba
tradition is a ritual to save a pandhaba child from bad luck and evil. as well as a medium to
protect from all forms of distress which is symbolized by the disturbance of the bhatarakala
by the community, and is said to be disturbing the life journey of a pandhaba child. Rokat
pandhaba is a tradition that has been preserved for generations by the people of Jatisari
Arjasa village, Arjasa district, Situbondo district. This article will discuss how the symbolic
interaction of the pandhaba tradition. The method used is a qualitative method because the
research subject that is the focus is on the symbolic interaction of the pandhaba tradition.
The results show that from this ruwat or rokat pandhaba culture, there is a philosophy that
the problem of destiny must be believed in. Humans do not need to run to things that are
idolatrous, humans are only assigned to try. This tradition is a ceremony to symbolically get
rid of bad luck by bathing the pandhaba child, which people usually call muang setan in the
Madurese language. In it there is a reading of stories or ancient stories from the five pandavas
about the expulsion of jinn or demons in the form of misfortune in humans to obtain
salvation.
107
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
1 4
Arriyono dan Aminuddi Siregar, Kamus Giddes Anthony & Jonathan
Antropologi (Jakarta: Akademik Pressindo, 1985), 4. Turner, Social Theory Today
2
Winarno Herimanto, Ilmu Sosial dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 24. 137.
3 5
Ibid, 188. Piotr Sztompka, Sosiologi
Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada
Media Grup, 2007), 70.
108
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
6 7
C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial
(Yogyakarta: Kanisisus, 1988), 11. Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2011), 207.
109
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
Akan halnya rokat pandhaba, dari benang kasur yang diikatkan pada tangan
keturunan yang dikategorikan sebagai anak anak pandhaba, pohon pisang bertongkol
pandhaba dan harus dilaksanakan rokat yang diletakkan disamping kanan kursi tempat
untuknya antara lain: pertama, pandhaba anak pandhaba akan dimandikan serta labun
macan (anak laki-laki atau perempuan (kain kafan).8
tunggal). Kedua, pandhaba ontang-ateng Kegiatan ini masih dipegang teguh
(tiga bersaudara satu anak laki-laki dan dua oleh masyarakat desa Jatisari Arjasa. Karena
anak perempuan). Ketiga, pandhaba nampaknya ritual-ritual atau tradisi tersebut
panganten (dua bersaudara satu anak akan tetap menjadi kebutuhan manusia.
perempuan dan satu anak laki-laki). Keempat, Meskipun lazimnya pelaksanaan rokat
pandhaba lema’ (lima bersaudara dengan pandhaba hanya dilakukan untuk anak-anak
jenis kelamin sama laki-laki atau sama atau orang-orang tertentu. Masyarakat masih
perempuan). percaya bahwa dengan terselenggaranya
Tradisi rokat pandhaba memiliki tiga tradisi rokat pandhaba yang sudah
model iringan antara lain: 1) Seni Mamaca dilestarikan secara turun temurun dipercaya
yaitu pembacaan kitab atau tembang yang memberikan jalan keluar dan perlindungan
biasa di sebut dengan kejung oleh masyarakat yang ampuh bagi anak pandhaba.
sekitar. Seni mamaca menceritakan tentang Pelaksanaan tradisi rokat pandhaba
legenda anak pandhaba yang akan diganggu oleh tokoh masyarakat di desa Jatisari juga
oleh bhatarakala (setan berupa kesialan, tidak menganggap bhatarakala yang akan
keburukan dan bencana) dan anjuran untuk mengganggu anak pandhaba mejadi alasan
menyelenggarakan rokat untuk khusus terselenggaranya rokat. Namun,
menghindarinya; 2) Seni topeng yakni menurut kepercayaan mereka, pelaksanaan
pertunjukan wayang kulit; dan 3) Hataman do’a bersama, pembacaan hataman al-qur’an
(menghatamkan al-qur’an) atau pembacaan dan tahlil menjadi salah satu momen prosesi
do’a secara bersama-sama sebagai salah satu tradisi yang beperan penting dalam
pamungkas tradisi rokat pandhaba. Tapi, meningkatkan interaksi sosial yang baik dan
rokat pandhaba di Jatisari menggunakan teratur dalam masyarakat terlepas dari aturan
model iringan seni mamaca menurut dan norma yang telah berlaku.
kebiasaan atau budaya turun temurun. Terbukti, menurut kepercayaan para
Tradisi rokat pandhaba memiliki pendahulu nenek moyang yang telah
persyaratan didalam prosesi pelaksanaan juga melakukan tradisi ini, bahwa seorang anak
ada beberapa sesajen yang perlu disiapkan pandhaba yang harusnya erokat, kemudian
seperti sarabhi (kue serabi), gelung teleng, hal itu tidak dilaksanakan hidupnya selalu
leppet, katopak dan bahan-bahan dapur seperti diliputi ketidak tenangan. Ia mengalami
beras, gula, kopi, telur, kelapa, rempah- keburukan, bencana, kecelakan dan
rempah, bawang goreng, dan seekor ayam sebagainya. Memang adanya kepercayaan ini
yang masih utuh. Sedangkan peralatan yang adalah kepercayaan yang primitif, mistis
juga harus dipersiapkan oleh keluarga anak sebab hal tersebut tidak dapat dibuktikan
pandhaba adalah kembang babur yang adanya. Namun, dengan pelaksanaan tradisi
dicampur dengan air dan digunakan untuk ini masyarakat atau keluarga anak pandaba
memandikan seorang anak pandhaba khususnya berusaha dan berikhtiyar untuk
dipertengahan malam sebagai prosesi yang keselamatan didunia dan akhirat dengan tidak
menjadi makna perlindungan bagi anak mengurangi nilai-nilai keislaman dalam
pandhaba yang sedang dirokat. Kemudian praktiknya.
Rabunan yakni penutup kepala, canteng yang Berdasarkan uraian di atas maka
terbuat dari kelapa dengan ranting pohon tradisi rokat pandhaba menarik untuk diteliti.
kemuning dengan tujuh tangkai yang Ada beberapa alasan yang mendukung
merupakan simbol do’a keselamatan didunia ketertarikan peneliti untuk melaksanakan
dan akhirat hingga tujuh turunan. Labay tali penelitian tradisi rokat pandhaba. Pertama,
8
Suwarso. Wawancara, Situbondo, 27
November 2018.
110
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
terdapat pembacaan tembang yang disebut pandhaba. Dari itu metode kualitatif sangat
mamaca, pada setiap tembang yang ada dalam cocok jika disandingkan dengan fokus
kesenian mamaca mengandung nilai yang penelitian yang akan dikupas dan dibahas
luhur. Isi kandungan dari setiap tembang pada karya tulis ini. Sebab tradisi pandhaba
mengajak manusia untuk selalu mengabdi dan merupakan salah satu budaya yang sampai
memiliki hubungan yang harmonis kepada saat ini masih dilestarikan. Tentunya karya
Tuhan yang Maha Esa dan segala ciptaanNya. tulis ilmiyah berupa narasi akan memudahkan
Alasan kedua adalah nilai-nilai positif pembaca dalam memahaminya.
yang terkandung disetiap tembang mamaca
dan makna simbolik setiap prosesi seperti C. Pembahasan
diselimuti kain kafan, diikat dengan benang Budaya ruwat atau rokat pandhaba
kasur dan dimandikan seharusnya bisa ini tersimpan filosofi bahwa masalah takdir
diimplementasikan dalam kehidupan harus diyakini adanya. Manusia tidak perlu
bermasyarakat sehingga tercipta suatu lari pada hal-hal yang musyrik, manusia hanya
masyarakat dengan suasana yang damai dan ditugaskan untuk berikhtiyar yaitu berusaha
tenteram. Alasan ketiga adalah bagaimana agar dikehidupan ini terhindar dari mara
tradisi rokat pandhaba di desa Jatisari bahaya dan hal-hal yang dapat mencegah
kecamatan Arjasa kabupaten Situbondo masih ketenangan dalam beribadah yakni melalui
tetap dipertahankan meskipun pada zaman do’a dan ridlo kedua orang tua. Sesuai dengan
sekarang sudah mulai dimasuki oleh bunyi ayat dalam al-Qur’an Q.S al-Anbiya’
kebudayaan dari luar yang lebih modern. ayat 87-88 yang artinya:
Alasan keempat adalah status peneliti sebagai “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun
generasi bangsa diharapkan dengan (Yunus), ketika ia pergi dalam Keadaan
melakukan penelitian dengan tema salah satu marah, lalu ia menyangka bahwa Kami
kesenian yang ada di desa Jatisari kecamatan tidak akan mempersempitnya
Arjasa kabupaten Situbondo dapat memberi (menyulitkannya), Maka ia menyeru
sumbangsih yang positif terhadap dalam Keadaan yang sangat gelap[967]:
pembangunan di bidang pariwisata. "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau.
Interaksi simbolik tradisi juga dibahas Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku
oleh Prof Deddy Mulyanadiambil dari hasil adalah Termasuk orang-orang yang
penelitian dari majalah Tempo 13-14 Maret zalim. Maka Kami telah memperkenankan
2000. Fungsi ritual juga tampak dalam doanya dan menyelamatkannya dari pada
kebiasaan suku Aborigin, penduduk asli kedukaan. dan Demikianlah Kami
Australia yang mata pencaharian selamatkan orang-orang yang
tradisionalnya berburu dan mengumpulkan beriman”.10
makanan, melakukan upacara tahunan untuk Selain itu, dalam surat Al-baqarah
memperoleh peningkatan rezeki. Upacara ini ayat 201yang artinya: “Dan di antara mereka
dimaksudkan untuk menghormati tanaman ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami,
dan hewan yang juga berbagi tanah air. berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan
Menurut kepercayaan mereka, upacara itu di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
penting dilaksanakan untuk menjamin neraka".11
kelestarian tanaman dan hewan untuk Menurut pendapat yang
menentukan kelangsungan hidup manusia.9 dikemukakan oleh Preminger, semiotik
adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini
B. Metode Penelitian menganggap bahwa fenomena sosial atau
Metode yang digunakan adalah masyarakat dan kebudayaan itu merupakan
metode penelitian kualitatif karena subjek tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari
penelitian yang menjadi fokus peneliti adalah sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-
mengenai interaksi simbolik tradisi
9 11
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Ibid, 2: 201.
(Bandung: Remaja Rosdakarya), 33.
10
Depag, 21: 87-88.
111
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
12 14
Alex Sobur, Analisis Teks Media Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 96. Kualitatif, 68.
13
Dadi Ahmadi, ejournal.unisba.ac.id Jurnal
komunkasi 9 (2) 301-316, 2008.
112
Interaksi Simbolik Tradisi Pandhaba di Situbondo
Budaya ruwat atau rokat pandhaba Depag RI. Al-Qur’an Terjemah. Bandung:
ini menjelaskan bahwa masalah takdir harus Diponegoro, 2010.
diyakini adanya. Manusia tidak perlu lari pada
Herimanto, Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya
hal-hal yang musyrik, manusia hanya
Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
ditugaskan untuk berikhtiyar. Tradisi ini
merupakan upacara untuk membuang Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi. Bandung:
kesialan secara simbolik dengan Remaja Rosdakarya.
memandikan anak pandhaba yang biasa Peursen, C.A. Van. Strategi Kebudayaan.
masyarakat sebut muang setan dalam bahasa Yogyakarta: Kanisisus, 1988.
madura.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung:
Daftar Pustaka Remaja Rosdakarya, 2001.
Ahmadi, Dadi. ejournal.unisba.ac.id. Jurnal Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah
Komunikasi, Vol. 9 (2): 301-316, 2008. Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2011.
Anthony, Giddes dan Turner, Jonathan. Social
Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial.
Pelajar, 2008. Jakarta: Prenada Media Grup, 2007.
Arriyono dan Siregar, Aminuddi. Kamus
Antropologi. Jakarta:Akademik Pressindo,
1985.
113