Anda di halaman 1dari 10

Journal of Research and Innovation in Language

ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818


DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

Antropologi Sastra dalam Antologi Cerita Rakyat Kalimantan Tengah


Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan Karya Dandang Kristian
Antonius
Lisma Gusmiate 1, Dr. Misnawati, M.Pd. 2 Patrisia Cuesdeyeni, M.Pd. 3& Lazarus Linarto,
M.Pd. ⁴
1
Universitas Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia
E-mail: lismagusmiatie@gmail.com
2
Unversitas Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia
E-mail: misnawati@pbsi.upr.ac.id
3
Unversitas Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia
E-mail: PCuesPBSI@gmail.com
⁴ Universitas Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia
E-mail: lazarus9010@gmail.com

ARTICLE HISTORY ABSTRAK


Received : April 2022 Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan: 1) tradisi masyarakat yang
Revised : April 2022 ada dalam antologi Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit Raya,
Accepted : April2022 Desa Rantau Pandan karya Dandang Kristian Antonius, dan 2) mitos
masyarakat yang ada dalam antologi Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
KATA KUNCI Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan karya Dandang Kristian Antonius.
Antropologi Sastra
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian
Mitos
ini adalah dua belas cerita rakyat yang telah dipilih untuk diteliti yaitu (1)
Tradisi
“Naga Putih ( Kawis)”, (2) “Batu Habintik”, (3) “Batu Balu”, (4) “Bukit
Pananyoi” (5) “Sambilang Kupang” (6) “Asal-Usul Desa Rangan Tangko”, (7)
“Lawang Kambe (Danau Hantu”, (8) “Salentu dan Haramaung”, (9) “Bajakah
Kayu Sala”, (10) “Kura-Kura Emas dan Keserakahan”, (11) “Lawang Takalik”,
dan (12) “Dealapan Bersaudara”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) tradisi masyarakat bersumber
dari kepercayaan tradisional, permainan rakyat, adat istiadat, upacara, dan tari
rakyat yang terdapat dalam antologi “Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan” karya Dandang Kristian
Antonius. Masyarakat Suku Dayak mempercayai adanya kesaktian (magi) dan
masyarakat beragama hindu kaharingan mempercayai bahwa dengan
melakukan upacara tiwah roh orang yang telah meninggal dapat menuju lewu
tatau atau sorga. Permainan rakyat yang sekarang dijadikan olahraga tradisional
diantaranya dikenal dengan nama besei kambe dan menyumpit. Adat istiadat
berupa perilaku menghormati, ramah, dan taat akan aturan menjadi kebiasaan
untuk dapat hidup bermasyarakat. Upacara yang ada identik dengan masyarakat
Suku Dayak terkhususnya di Kalimantan Tengah yaitu tiwah, manajah antang,
dan pangaleran buaya. Tari rakyat dalam cerita ini ada tari bawi kuwu, tari
perang atau kinyah, dan manganjan. (2) mitos yang ada dalam cerita rakyat
tersebut ada yang berhubungan dengan mitos cerita rakyat legendaris atau
tradisional dan kepercayaan masyarakat yang diterima mentah-mentah. Mitos
dari cerita rakyat legendaris atau tradisional berdasarkan tokohnya memiliki
kesaktian dan peristiwa-peristiwa dalam antologi cerita rakyat tersebut tidak
rasional. Mitos tentang kepercayaan terlihat dari kepercayaan masyarakat akan
suatu hal yang tidak logis dan perbuatan atau tindakan yang tidak boleh
dilakukan.

1. Pendahuluan dan cipta masyarakat. Karya, masyarakat


menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan
Soemardjan dan Soemardi (1974: 113) dalam (material ri culture) yang diperlukan oleh masyarakat
bukunya Setangkai Bunga Sosiologi, mengemukakan untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatannya
bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa,
49
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan merujuk pada tindakan-tindakan yang serta-merta
masyarakat. Rasa, meliputi jiwa manusia dilakukan bila terpicu oleh suatu situasi-kondisi
memwujudkan segala norma dan nilai tertentu. Tradisi memiliki dua muatan pokok yaitu
kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah kebiasaan dan masa silam. Kebiasaan merujuk pada
kemasyarakatan dalam arti yang luas. Misalnya tindakan-tindakan yang serta-merta dilakukan bila
ideologi, keyakinan, kebatinan, kesenian. Cipta, terpicu oleh situasi kondisi tertentu. Namun, tidak
meliputi kemampuan mental kemampuan berfikir dari semua kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan
orang yang hidup bermasyarakat yang menghasilkan dalam jangka waktu lama merupakan tradisi. Pada
filsafat serta ilmu pengetahuan, baik yang berwujud umumnya kebiasaan yang dilabeli sebagai “tradisi”
teori murni, maupun yang telah disusun untuk adalah kebiasaan-kebiasaan tertentu yang bernilai
diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. positif bagi masyarakat yang melakukannya. Maka
tradisi merupakan hasil seleksi dan konstruksi atas
Berdasarkan pendapat di atas, kebudayaan
kebiasaan sosial. Masyarakat melakukan dan menjaga
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin yang
kebiasaan tersebut untuk mempertahankan keberadaan
bersifat dinamis dan dialektif. Dinamis maksudnya
tradisi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Tradisi
harus senantiasa mengikuti riak kebudayaan itu
menunjukkan bagaimana suatu kelompok masyarakat
sendiri yang sangat labil. Sedangkan dialektis
bertingkah laku, dalam kehidupan yang bersifat
maksudnya dalam meneliti budaya perlu
duniawi ataupun yag bersifat ghaib atau keagamaan.
memerhatikan aspek-aspek lokatif atau kedaerahan
Ratna (2017: 105) menyatakan bahwa sebagai sumber
masing-masing lokasi sering berbeda satu sama lain
informasi antropologi sastra jelas berkaitan dengan
(Endraswara, 2012: 1).
dengan tradisi lisan maupun sastra lisan. Artinya,
Antropologi sastra merupakan aspek-aspek dalam proses kreatif, kedua objek, baik secara
antropologis (dari) sastra sebagaimana psikologi langsung maupun tidak langsung dapat
sastra dan sosiologi sastra adalah aspek-aspek menyumbangkan berbagai masalah dalam rangka
sosiologis dan psikologis sastra (Ratna, 2017: 9). penyusunan suatu karya sastra sehingga karya yang
Antropologi sastra berkaitan dengan kebudayaan, dimaksud dapat disebut sebagai memiliki ciri-ciri
berbeda dengan psikologi sastra yang berkaitan antropologis. Bruvand (dalam Danandjaja, 2007: 21)
dengan piske dan sosiologi sastra yang berkaitan menggolongkan tradisi lisan, yaitu: (1) tradisi lisan
dengan masyarakat. Psikologi sastra, sosiologi sastra, yang lisan merupakan berwujud murni secara lisan,
dan antropologi sastra sebagai interdisiplin dalam (2) tradisi lisan yang sebagian lisan merupakan yang
rangka menopang eksistensi karya sastra dianggap wujudnya gabungan antara lisan dengan tindakan, (3)
telah mewakili seluruh aspek ekstrinsiknya. tradisi lisan yang material/nonlisan merupakan yang
wujudnya material ataupun tindakan.
Endaswara (2015: 107) menyatakan bahwa
penelitian antropologi sastra dapat menitik beratkan Mitos (dalam Harjoso, 1988) adalah sistem
pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan kepercayaan dari suatu kelompok manusia yang
etnografi yang berbau sastra untuk melihat berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan cerita-
estetikanya. Kedua, meneliti karya sastra dari sudut cerita yang suci yang berhubungan dengan masa lalu.
pandang etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek Andianto (2020: 104-105) menyatakan bahwa mitos
budaya dalam masyarakat. merupakan sumber segala-galanya. Bukan saja
sumber kepercayaan, tetapi juga ilmu pengetahuan,
Ratna (2017: 75) menyatakan sebagai disiplin
filsafat dan mistik. Sebagai sumber kepercayaan,
baru di satu pihak analisis antropologi sastra cukup
mitos memberikan penjelasan tentang segala kekuatan
menarik, tetapi dipihak lain juga menimbulkan
yang menciptakan, menguasai, melindungi,
berbagai tantangan, kesulitan. Pertama, berbeda
melingkungi, merusak, dan menyempurnakan alam
dengan sosiologi dan psikologi sastra objek
semesta ini beserta segala kehidupan di dalamnya,
antropologi sastra jelas terkandung dalam antropologi
utamanya kehidupan manusia. Sebagai sumber ilmu
yang secara tidak langsung menyarankan orientasi ke
pengetahuan, mitos menyajikan seluk-beluk
masa lampau, di dalamnya terkandung mitos, tradisi,
keberadaan alam semesta beserta isinya. Dan, sebagai
dan berbagai kebiasaan masyarakat lama. Kedua,
sumber filsafat dan mistik, mitos memberikan
tradisi yang sudah punah dapat direkontruksi melalui
gambaran bagaimana semestinya manusia itu hidup
media tulisan, lukisan, foto, atau media teknologi
dan bagaimana cara merasakan serta mengamalkan
komunikasi seperti televisi, film, dan bentuk-bentuk
dan atau memanfaatkan segala kekuatan yang meraka
pementasan lain sehingga objek tersebut hadir dalam
yakini tadi. Pandangan mitos sebagai sumber segala-
kontemporaritas peneliti.
galanya ini berkaitan dengan keyakinan akan
Simatupang (2013: 220) menyatakan bahwa hakikatnya sebagai sesuatu yang diwahyukan oleh
tradisi merupakan kebiasaan dimasa silam yang sang penguasa tertinggi kepada manusia. Dengan

50
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

demikian, mitos merupakan kebenaran mutlak tanpa Raya, Kabupaten Katingan. Biografi yang mendukung
reserve. cukup kuat sebagai alasan untuk sumber utama.
Dalam hal ini peneliti ingin mengkajinya pada
Micky Hidayat (dalam Setia, 2020: 2) dalam hal
antropologi sastra dalam cerita rakyat Desa Rantau
seni dan budaya, Kalimantan sebagai salah satu
Pandan.
kantong budaya di Indonesia sejak dulu memiliki
seniman-seniman kreatif yang menciptakan karya seni Ada dua belas cerita rakyat dalam satu buku
budaya berbagai ragam yang berkualitas sebagai yang telah dicetak oleh CV. Zukzez Express Kel.
produk budaya yang di dalamnya terkandung harkat Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dua
atau kemaslahatan hidup bermasyarakat, adat-istiadat, belas cerita rakyat tersebut terdiri dari cerita “(Naga
ritual-ritual, berbagai pemikiran, perasaan, pandangan Putih Kawis)”, “Batu Habintik”, “Batu Balu”, “Bukit
hidup maupun nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh Pananyoi”, “Sambilang Kupang”, “Asal-Usul Desa
nenek moyangnya. Beragam karya seni yang hingga Rangan Tangko”, “Lawang Kambe”, “Salentu dan
kini terus dipelihara atau dilestarikan antara lain Haramaung”, “Bajakah Kayu Sala”, “Kura-Kura
berpuluh jenis seni tari, seni suara, seni lukis, seni Emas dan Keserakahan”, “Lawang Takalik”, dan
ukir, dan seni sastra (syair, pantun, sastra lisan lamut, “Delapan Bersaudara”. Penelitian ini berfokus pada
bakisah, dan madihin). Menyangkut tradisi penulisan sepuluh cerita rakyat, yakni yang berjudul “Naga
sastra Indonesia modern di empat provinsi Putih (Kawis)”, “Batu Habintik”, “Batu Balu”, “Bukit
Kalimantan, kemunculannya tidaklah bersamaan. Pananyoi”, “Sambilang Kupang”, “Asal-Usul Desa
Kegiatan penulisan sastra Indonesia di Kalsel dimulai Rangan Tangko”, “Lawang Kambe (Danau Hantu)”,
pada 1930-an, Kaltim 1940-an, Kalbar 1950-an, dan “Salentu dan Haramaung”, “Bajakah Kayu Sala”, dan
Kalteng 1960-an. “Kura-Kura emas dan Keserakahan”.
Kesimpulan pendapat di atas ialah antropologi Somad, dkk (2007: 171) menyatakan cerita
sastra mengkaji masalah kebudayaan yang berasal rakyat digolongkan menjadi tiga yaitu mite, legenda,
masyarakat dari berbagai suku. Karya sastra yang dan dongeng. Mite adalah cerita masa lampau yang
dianalisis berupa syair, pantun, dan sastra lisan. dianggap benar-benar terjadi dan suci karena
Antropologi memperhatikan sudut kebudayaan dalam mengisahkan tentang kehidupan dewa. Legenda
masyarakat berupa adat-istiadat, ritual, berbagai adalah salah satu jenis cerita rakyat yang mencerita
pemikiran, perasaan, pandangan hidup maupun nilai- kejadian suatu tempat di daerah tertentu dan dianggap
nilai budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya pernah terjadi di dunia nyata. Dongeng merupakan
dalam sebuah karya sastra. cerita yang dibuat hanya untuk hiburan, tokoh dalam
dongeng bisa manusia maupun binatang, dan tidak
Danandjaja (2007: 2) menyatakan cerita rakyat
ada kejelasan waktu terjadinya cerita.
merupakan bagian kebudayaan yang berbentuk lisan
dan diwariskan secara turun temurun. Cerita rakyat Antologi “Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
merupakan cerita yang disampaikan secara lisan dari Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan”, karya
mulut ke telinga tanpa diketahui siapa penutur Dandang Kristian Antonius berlatar belakang
pertamanya, cerita ini biasanya diturunkan oleh nenek kebudayaan Dayak. Kebudayaan dalam antologi
moyang kepada generasi berikutnya agar dapat “Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit
dilestarikan. Cerita rakyat memuat cerita tentang Raya, Desa Rantau Pandan”, karya Dandang Kristian
kehidupan manusia maupun binatang yang memiliki Antonius dideskripsikan melalui tokoh-tokoh yang
nilai-nilai dalam kehidupan, di sampaikan secara lisan diceritakan, alur, serta peristiwa-peristiwa yang
dari generasi ke generasi berikutnya. Karena setiap terjadi. Adapun kebudayaan Dayak yang dapat
pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat ditemukan seperti kepercayaan kepada benda-benda
dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang gaib, dunia supranatural, tarian-tarian adat Dayak,
adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat upacara tiwah, serta ritual-ritual yang dilakukan oleh
meluas ke lingkungan atau milieu tempat pengarang masyarakat Dayak. Penelitian ini bertujuan untuk
tinggal dan berasal (Wellek & Warren, 1990: 112). mengungkap bagaimanakah antropologi sastra dalam
antologi “Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
“Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan
Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan karya
Bukit Raya, Desa Rantau Pandan karya Dandang
Dandang Kristian Antonius” yang berkaitan dengan
Kristian Antonius”, merupakan kumpulan cerita
tradisi dan mitos masyarakat Dayak.
rakyat yang dibukukan dan ditulis oleh Dandang
Kristian Antonius dari berbagai wilayah yang ada di 2. Tinjauan Pustaka
Kabupaten Katingan. Jadi, kumpulan cerita rakyat ini
tidak sepenuhnya berasal dari Kecamatan Bukit Raya, 2.1 Antropologi Sastra
Desa Rantau Pandan. Penulis lahir dan bertempat Ariyono Suryono (dalam Wiranata, 2011: 3)
tinggal di Desa Rantau Pandan, Kecamatan Bukit mengemukan bahwa antropologi dengan kata latin;
51
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

anthropos yang berarti manusia dan logos akal. Satinem (2019: 235) menyatakan bahwa analisis
Dengan begitu, anthropology dapat diartikan sebagai antropologi sastra mengungkapkan hal-hal antara lain:
suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian
1. Kebiasaan-kebiasan masa lampau yang berulang-
tentang mahkluk manusia dengan mempelajari aneka
ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta sastra.
warna bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta
kebudayaan. Objek kajian antropologi adalah manusia 2. Penelitian akan mengungkap akar tradisi atau
yang kedudukannya sebagai individu, masyarakat, subkultur kepercayaan seorang penulis yang
suku bangsa, kebudayaan, dan perilakunytra. terpantul dalam karya sastra.
Antropologi sastra merupakan ilmu 3. Kajian dapat juga diarahkan pada aspek penikmat
pengetahuan dalam hubungan ini karya sastra yang sastra etnografis.
dianalisis dalam kaitannya dengan masalah-masalah
4. Peneliti juga perlu memperhatikan bagaimana
antropologi (Ratna, 2017: 6). Jadi, antropologi sastra
proses pewarisan sastra tradisional dari waktu ke
menganalisis karya sastra yang di dalamnya
waktu.
terkandung unsur-unsur antropologi. Disiplin
antropologi sangat luas, maka dikaitkan dengan sastra 5. Kajian diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau
dibatasi pada antropologi budaya, sesuai dengan budaya masyarakat yang mengitari karya sastra
hakikat sastra itu sendiri yaitu sastra sebagai hasil tersebut.
aktivitas kultural, baik dalam bentuk benda kasar,
sebagai naskah (artifact), interaksi sosial (socifact) 6. Perlu dilakukan kajian terhadap simbol
dan kontemplasi diri (mentifact). Ratna (2017: 49) mitologi dan pola pikir masyarakat.
menyatakan bahwa ada empat ciri antropologi sastra Ratna (2017: 73) antropologi sastra dengan
yaitu a) berkaitan dengan kebudayaan, b) intensitas sendirinya berkaitan dengan tradisi, adat istiadat,
pada masa lampau, c) intensitas pada isi/muatan, d) mitos, dan peristiwa kebudayaan pada umumnya,
merupakan ilmu yang relatif baru. sebagai peristiwa yang khas yang pada umumnya
Ratna (2017: 68) antropologi sastra berfungsi berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa lampau.
untuk; 1) melengkapi analisis ekstrinsik di samping Meskipun demikian, dalam perkembangan berikut,
sosiologi sastra dan psikologi sastra, 2) seperti dinyatakan melalui definisi kebudayaan secara
mengantisipasi, mewadahi, kecenderungan- luas, yaitu keseluruhan aktivitas manusia, maka ciri-
kecenderungan baru hasil-hasil karya sastra, di ciri antropologis karya sastra dapat ditelusuri melalui
dalamnya mengkaji masalah-masalah kearifan lokal, keseluruhan aktivitas tersebut, baik yang terjadi pada
3) diperlukan dalam kaitanya dengan keberadaan masa yang sudah lewat maupun sekarang, bahkan
bangsa indonesia, di dalamnya terkandung beraneka juga pada masa yang akan datang. Oleh karena itu
ragam adat kebiasaan, seperti: mantra, pepatah, antropologi sastra digunakan untuk mengkaji karya
lelucon, motto, pantun, dan sebagian besar juga sastra untuk mengungkapkan kebudayaan sekolompok
dikemukan secara estetis dalam bentuk sastra, 4) masyarakat yang sudah ada sejak zaman nenek
wadah yang sangat tepat bagi tradisi dan sastra lisan moyang.
yang selama ini menjadi wilayah pembatasan disiplin 2.2 Tradisi
antropologi dan sastra, dan 5) mengantisipasi
kecenderungan kontemporer, yaitu perkembangan Kata “tradisi” berasal dari bahasa Latin traditio,
untuk multi disiplin. Objek dari antropologi adalah sebuah nomina yang dibentuk dari kata kerja
manusia di dalam masyarakat suku bangsa, traderere atau trader ‘mentransmisi, menyampaikan,
kebudayaan dan perilakunya. Ilmu pengetahuan dan mengamankan’. Sebagai nomina, kata traditio
antropologi bertujuan untuk mengkaji masalah berarti kebiasaan yang disampaikan dari satu generasi
manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, ke generasi berikutnya dalam waktu yang cukup lama
berperilaku, dan berkebudayaan untuk membangun sehingga kebiasaan itu menjadi Ada tiga karakteristik
masyarakat itu sendiri. Pentingnya analisis unsur tradisi. Pertama, tradisi itu merupakan kebiasaan
kebudayaan dalam karya sastra dikemukakan oleh (lore) dan sekaligus proses (process) kegiatan yang
Sudikan, antropologi sastra mutlak diperlukan dimiliki bersama suatu komunitas. Pengertian ini
dikarenakan, pertama sebagai perbandingan terhadap mengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki makna
psikologi sastra dan sosiologi sastra. Kedua, kontinuitas (keberlanjutan), materi, adat, dan
antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan ungkapan verbal sebagai milik bersama yang
kekayaan kebudayaan seperti diwariskan oleh nenek diteruskan untuk dipraktikkan dalam kelompok
moyang (http://andikkasnata.blogspot.com/2014/10 masyarakat tertentu. Kedua, tradisi itu merupakan
/antropologi-sastra_73.html, 23 Januari 2022). sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan
identitas. Memilih tradisi memperkuat nilai dan
keyakinan pembentukan kelompok komunitas. Ketika

52
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

terjadi proses kepemilikan tradisi, pada saat itulah langsung dapat menyumbangkan berbagai masalah
tradisi itu menciptakan dan mengukuhkan rasa dalam rangka penyusunan suatu karya sastra sehingga
identitas kelompok. Ketiga, tradisi itu merupakan karya yang dimaksudkan dapat dikatakan memiliki
sesuatu yang dikenal dan diakui oleh kelompok itu ciri-ciri antropologis. Permasalahan yang timbul
sebagai tradisinya. Sisi lain menciptakan dan kemudian, berhasilkah pengarang
mengukuhkan identitas dengan cara berpartisipasi mengkombinasikannya, sebagai totalitas bermakna,
dalam suatu tradisi adalah bahwa tradisi itu sendiri sehingga karya tetap merupakan karya seni, bukan
harus dikenal dan diakui sebagai sesuatu yang ilmu pengetahuan mengenai tradisi lisan atau sastra
bermakna oleh kelompok itu. Sepanjang kelompok lisan.
masyarakat mengklaim tradisi itu sebagai miliknya
Bruvand (dalam Danandjaja, 2007: 21)
dan berpartisipasi dalam tradisi itu, hal itu
menggolongkan tradisi lisan, yaitu: (1) tradisi lisan
memperbolehkan mereka berbagi bersama atas nilai
yang lisan merupakan berwujud murni secara lisan,
dan keyakinan yang penting bagi mereka (Martha and
(2) tradisi lisan yang sebagian lisan merupakan yang
Martine, 2005; Sibarani, 2014).
wujudnya gabungan antara lisan dengan tindakan, (3)
Piotr Sztompka (2011: 69-70) mengartikan tradisi lisan yang material/nonlisan merupakan yang
tradisi sebagai suatu keseluruhan baik berupa gagasan, wujudnya material ataupun tindakan. Tradisi lisan
material maupun benda yang bersumber dari masa murni atau verbal antara lain: (1) bahasa rakyat
yang telah lampau, akan tetapi sesuatu tersebut masih (julukan, gelar, sindiran, dialek), (2) ungkapan
ada dimasa kini dan masih dilestarikan dengan baik. tradisional (pepatah, peribahasa), (3) pertanyaan
Sedangkan menurut Van Reusen (1992: 115) tradisional, (4) sajak dan puisi rakyat, (5) cerita rakyat
berpendapat bahwasanya tradisi ialah sebuah (dongeng, legenda, mite), (6) nyayian rakyat. Tradisi
peninggalan ataupun warisan ataupun aturan-aturan, sebagian lisan atau setengah verbal antara lain: (1)
ataupun harta, kaidah-kaidah, adat istiadat dan juga kepercayaan tradisional, (2) permainan rakyat, (3)
norma. Akan tetapi tradisi ini bukanlah sesuatu yang adat istiadat, (4) upacara, (5) teater rakyat, (6) tari
tidak dapat berubah, tradisi tersebut malahan rakyat, (7) pesta rakyat. Tradisi non lisan atau non
dipandang sebagai keterpaduan dari hasil tingkah laku verbal dikelompokkan menjadi dua yaitu material dan
manusia dan juga pola kehidupan manusia dalam non material. Material antara lain: (1) arsitektur
keseluruhannya. rakyat, (2) kerajinan tangan rakyat, (3) makanan dan
minuman tradisional, (4) obat-obatan tradisional. Non
Pengertian “lisan” pada tradisi lisan mengacu
material antara lain: (1) gerak isyarat tradisional, (2)
pada proses penyampaian sebuah tradisi dengan
bunyi isyarat rakyat, dan (3) musik rakyat. Dundes
media lisan. Tradisi lisan bukan berarti tradisi itu
(dalam Endraswara, 2009: 30) yang termasuk dalam
terdiri atas unsur-unsur verbal saja, melainkan
tradisi lisan yang lisan antara lain: mite, legenda,
penyampaian tradisi itu secara turun-temurun secara
dongeng, lelucon, peribahasa, teka-teki, nyayian dia,
lisan. Dengan demikian, tradisi lisan terdiri atas tradisi
jimat atau guna-guna, doa, hinaan, celaan atau ejekan,
yang mengandung unsur-unsur verbal, sebagian
salam, ungkapan perpisahan. Tradisi sebagian lisan,
verbal (partly verbal), atau nonverbal (non-verbal).
antara lain: pakaian rakyat, tarian rakyat, drama
Konsep “tradisi lisan” mengacu pada tradisi yang
rakyat, kesenian rakyat, kepercayaan rakyat, obat-
disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi
obatan rakyat, musik rakyat, nyanyian rakyat,
ke generasi lain dengan media lisan melalui “mulut ke
ungkapan rakyat, nama atau gelar.
mulut”.
Berdasarkan uraian di atas maka, antologi
Ratna (2017: 104) secara definitif tradisi lisan
“Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit
adalah kebiasaan masyarakat yang hidup secara lisan,
Raya, Desa Rantau Pandan, karya Dandang Kristian
sedangkan sastra lisan (oral literature) adalah bantuk
Antonius” merupakan bentuk folklor sebagian lisan
sastra yang dikemukakan secara lisan. Jadi, tradisi
atau tradisi lisan yang sebagian lisan, karena cerita
lisan membicarakan masalah tradisinya, sedangkan
rakyat tersebut terkandung unsur lisan dan non lisan.
sastra lisan masalah sastranya. Meskipun demikian
Tradisi lisan yang sebagian lisan dalam antologi
masyarakat lama sangat sulit membedakan ciri-ciri
“Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit
diantara keduanya. Oleh karena itulah, UNESCO
Raya, Desa Rantau Pandan, karya Dandang Kristian
(United Nations Edocational, Scientific, and Cultural
Antonius” dalam terdiri dari kepercayaan tradisional,
Organization) memasukan sastra lisan sebagai bagian
permainan rakyat, adat istiadat, upacara, dan tari
tradisi lisan.
rakyat.
Ratna (2017: 105) sebagai sumber informasi
antropologi sastra jelas berkaitan baik dengan tradisi
2.3 Mitos Sebagai Sumber Kepercayaan
lisan dan sastra lisan. Artinya, dalam proses kreatif, Sudjiman (dalam Nurhajarini dan Suyami, 1999:
kedua objek, baik secara langsung maupun tidak 5) mitos mempunyai dua pengertian, yaitu: 1) cerita

53
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh kehidupan di dalamnya, utamanya kehidupan
makhluk luar biasa dan mengisahkan peristiwa- manusia. Antologi “Cerita Rakyat Kalimantan
peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti Tengah, Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan,
cerita terjadinya sesuatu; dan 2) kepercayaan atau karya Dandang Kristian Antonius” memiliki kedua
keyakinan yang tidak terbukti tetapi yang diterima komponen tersebut, sehingga terdapat mitos di
mentah-mentah. Mitos merupakan sumber segala- dalamnya.
galanya. Bukan saja sumber kepercayaan, tetapi juga
ilmu pengetahuan, filsafat dan mistik. Sebagai sumber 3. Metode
kepercayaan, mitos memberikan penjelasan tentang Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
segala kekuatan yang menciptakan, menguasai, kualitatif yang mendeskripsikan tradisi dan mitos
melindungi, melingkungi, merusak, dan dalam antologi “Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
menyempurnakan alam semesta ini beserta segala Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan karya
kehidupan di dalamnya, utamanya kehidupan Dandang Kristian Antonius”.
manusia. Sebagai sumber ilmu pengetahuan, mitos
menyajikan seluk-beluk keberadaan alam semesta Data yang ditemukan dianalisis dengan langkah-
beserta isinya. Dan, sebagai sumber filsafat dan langkah yaitu membaca dengan cermat,
mistik, mitos memberikan gambaran bagaimana mengidentifikasi data yang mengandung makna
semestinya manusia itu hidup dan bagaimana cara tradisi dan mitos, memeriksa sumber data yang
merasakan serta mengamalkan dan atau mempunyai keterikan dengan data yang diteliti,
memanfaatkan segala kekuatan yang meraka yakini menganalisis dan menginterprestasikan data yang
tadi. Pandangan mitos sebagai sumber segala-galanya sesuai dengan fokus penelitian, dan memberikan
ini berkaitan dengan keyakinan akan hakikatnya simpulan terkait hasil deskripsi dan analisis.
sebagai sesuatu yang diwahyukan oleh sang penguasa Bogdan (dalam Moleong, 2017: 127)
tertinggi kepada manusia. Dengan demikian, mitos menyajikan tiga tahap penelitian yaitu (1) pra-
merupakan kebenaran mutlak tanpa reserve lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan analisis instensif.
(Andianto, 2020: 104-105). Tahap penelitian ini adalah sebagai berikut.
Barthes (dalam Sobur, 2016: 71) mitos dalam 1. Pra-lapangan atau persiapan
semiotik bukan merupakan sebuah konsep tapi suatu
cara pemberian makna. Penggunaan mitos dalam hal Pra-lapangan atau persiapan yang dilakukan peneliti
ini tidak merujuk pada mitos dalam pengertian sehari- adalah dengan menentukan alat utama dalam
hari seperti halnya cerita-cerita tradisional. Mitos penelitian ini yaitu sebuah buku antologi “Cerita
adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit Raya,
kebenarannya tidak dapat dibuktikan, tetapi ada Desa Rantau Pandan Karya Dandang Kristian
ideologi yang ingin disampaikan. Antonius”. Kemudian menentukan ingin
menggunakan teori yang berhubungan dengan
Levi-Strauss (dalam Ratna, 2017: 113) penelitian sehingga akhirnya ditentukan menggunakan
mengemukakan tiga ciri bagaimana mitos bekerja, teori antropologi sastra, lalu dilanjutkan dengan
yaitu a) mitos selalu berada dalam kaitannya dengan membuat rumusan masalah yang akan menjadi tujuan
mitos lain, gejala lain dalam masyarakat, b) meskipun dari penelitian ini sendiri.
demikian, mitos tetap mempertahankan identitasnya
masing-masing, dan c) sebagai sistem bahasa, baik 2. Kegiatan lapangan
kualitas individual maupun transindividual, mitos Pada bagian kegiatan lapangan ini peneliti
mengatasi kualitas linguistik, mitos sebagai wacana. mencari teori tentang antropologi sastra yang
Berdasarkan tiga ciri tersebut, maka mitos tidak perlu berkaitan dengan tradisi dan mitos sebanyak-
disembunyikan dan harus diungkapkan. Mitos dalam banyaknya menyesuaikan dengan kebutuhan peneliti,
masyarakat merupakan bagian suatu tradisi semacam selain itu peneliti juga harus memahami teori tersebut.
struktur sintagmatis dan analisis linguistis. Kemudian peneliti membaca dan menyimak teori
Sudjiman (dalam Nurhajarini dan Suyami, 1999: serta alat utama yang telah ditentukan serta mencatat
5) menyatakan bahwa mitos mempunyai dua hasil baca dan simak tersebut. Peneliti juga
pengertian salah satunya, yaitu: 1) cerita rakyat mengkonfirmasinya kepada informan mengenai
legendaris atau tradisional, sedangkan Andianto tradisi dan mitos dalam cerita rakyat tersebut dan
(2020: 104-105) menyatakan bahwa mitos sebagai berkonsultasi dengan ahli yang memiliki kompetensi
sumber kepercayaan, memberikan penjelasan tentang dalam bidang tersebut.
segala kekuatan yang menciptakan, menguasai, 3. Analisis Intensif
melindungi, melingkungi, merusak, dan
menyempurnakan alam semesta ini beserta segala Pada tahap analisis Intensif ini peneliti
melakukan analisis untuk memeroleh informasi data
54
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

yang objektif dengan menengidentifikasikan adanya perahu sampan sebagai transportasi bila ingin
tradisi dan mitos dalam “Cerita Rakyat Kalimantan berpergian. Tewang dan Kusak mengayuh perahunya
Tengah, Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan ke hilir menuju Tumbang Mangketai, setelah selesai
Karya Dandang Kristian Antonius” dan menarik berobat dengan Bue Jangot. Tradisi nenek moyang
kesimpulan mengenai data yang telah di dapat. yang berpergian menggunakan perahu sampan kini
jadikan sebagai olahraga tradisional yang disebut
4. Hasil dan Pembahasan dengan besei kambe. dayung hantu atau besei kambe
4.1 Tradisi merupakan olahraga tradisional khas Suku Dayak
yang dilakukan dengan mendayung secara berlawanan
Bruvand (dalam Danandjaja, 2007: 21) arah dengan regu lawan. Selama permainan para
menggolongkan tradisi lisan, salah satunya tradisi pemain harus saling bekerja sama atau hadohop
sebagian lisan atau setengah verbal antara lain: (1) dengan kawan seregunya agar dapat mengalahkan
kepercayaan tradisional, (2) permainan rakyat, (3) lawan.
adat istiadat, (4) upacara, (5) teater rakyat, (6) tari
rakyat, (7) pesta rakyat. “Silakan duduk cucuku!” kata kakek Jangot
mempersilakan keduanya duduk juga
“Kepala kampung memberikan pusaka, menyuguhkan perlengkapan nginang. Keduanya
yaitu mandau yang terkenal ampuh (Antonius, pun duduk, sedangkan sang nenek melanjutkan
NP 2021: 13).” menganyam kelontongnya (Antonius, NP 2021:
5).”
(Kutipan data 1)
(Kutipan data 3)
Kutipan data (1) menunjukkan bahwa
masyarakat Suku Dayak percaya akan hal-hal yang Kutipan data (3) menunjukkan adanya adat
bersifat magis dan keramat. Mandau tidak boleh istiadat. Suku Dayak setiap kali ada orang yang
digunakan sembarangan, sebab terdapat perlakuan bertamu masyarakat Suku Dayak akan selalu
khusus dan diberlakukan macam-macam pantangan, menyuguhkan makanan, minuman, dan penginangan.
apalagi jika mandau tersebut memakan korban. Mata Masyarakat Suku Dayak akan merasa malu bila tamu
mandau yang tajam diberi racun, maka terlarang yang datang merasa lapar dan kesusahan. Bagi tamu
untuk mengayun-ayunkan mandau untuk hal yang yang berkunjung, namun tidak bisa memakan atau
bersifat senda gurau. Mandau berbeda dengan parang meminum sesuatu yang telah disuguhkan, maka tamu
biasa, terlihat dari bahan pembuatannya. Mandau tersebut harus mamuse dengan menyentuh wadah
terbuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas makanan atau minuman tersebut. Bila tidak dilakukan
perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau dipercaya bahwa tamu tersebut dapat mengalami
rambut manusia. Batu-batuan yang dipakai sebagai kemalangan atau kesialan. Tradisi menginang atau
bahan dasar pembuatan mandau antara lain batu dalam bahasa Dayak Ngaju manyipa ini membuat
sanamang mantikei di daerah Sungai Katingan, batu hubungan antar sesama semakin dekat atau akrab.
mujat dan batu tanger di sekitar pasir tanah Grogot, Dahulu leluhur Suku Dayak baik tua maupun muda
dan batu montalat di hulu Sungai Montalat. Kepala suka menginang, bahan-bahan untuk menginang
Kampung dalam cerita tersebut memberikan mandau terdiri dari buah pinang, kapur sirih, daun sirih, dan
kapada Kawis untuk bertarung. Mandau tersebut tembakau.
dipercaya mampu membunuh naga merah yang telah
“Sang nenek pun menghentikan
menentang Kawis, karena memiliki kekuatan magis.
Kutipan ceita tersebut menyatakan bahwa sejak pekerjaannya, kemudian menghidupkan api,
mencampuri kayu gaharu yang menimbulkan
zaman nenek moyang mayarakat Suku Dayak
memiliki kepercayaan tradisional terhadap benda- aroma wangi, juga menyiapkan beras merah,
kuning di mangkok yang diberikan kepada sang
benda keramat yang bersifat magis.
kakek Jangot, kemudian ia kembali melanjutkan
“Setelah keduanya selesai berpamitan, pekerjaannya. “Terima kasih, Nek,” kata Kakek
mereka berdua berangkat meninggalkan tempat menerima semangkuk beras kuning merah.
itu menuju ke sungai. Sampai di pinggir sungai, Kakek pun memulai ritualnya, mulut komat-
mereka menaiki perahu sampan dan langsung kamit dengan menabur beras tersebut, lalu
mengayuh perahunya ke hilir (Antonius, NP mengangkat api yang berasap itu mengeliling
2021: 8).” keduanya sebanyak tiga kali, setelah meletakkan
api tersebut ia pun memegang kepala kedua
(Kutipan data 2)
beberapa menit terlihat berkeringat, kemudian ia
Kutipan data (2) menujukkan adanya permainan melepaskan seraya mengambil gelas yang di
rakyat yang sekarang telah menjadi olahraga dalamnya ada daun pandan air serta beras,
tradisional. Nenek moyang Suku Dayak menggunakan meminum air di dalamnya, lalu disemburkan ke

55
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

mereka sebanyak tiga kali (Antonius, NP 2021: senjata ini digunakan masyarakat Suku Dayak ketika
6-7).” akan berperang. Permainan rakyat yang terdapat
dalam cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)
(Kutipan data 4)
dideskripsikan dari kebiasaan masyarakat Suku Dayak
Kutipan data (4) menunjukkan bahwa adanya yang menggunakan perahu sampan untuk transportasi
upacara pengobatan dengan melakukan suatu ritual. dan sekarang kebiasaan tersebut dijadikan sebaagai
Kakek Jangot melakukan ritual untuk mengobati olahraga tradisional yang dikenal dengan nama besei
Kusak dengan media kayu gaharu, beras merah, dan kambe. Adat istiadat dalam cerita rakyat “Naga Putih
beras kuning. Selama proses pengobatan Bue Jangot (Kawis)” berupa tradisi masyarakat yang selalu
mengucapkan mantra sambil menabur beras tersebut, menyuguhkan penginangan yaitu buah pinang, kapur
lalu mengangkat api yang berasap itu mengeliling sirih, daun sirih, dan tembakau untuk orang yang
keduanya sebanyak tiga kali, setelah meletakkan api ingin bertamu. Kebiasaan manyipa ini sangat digemari
tersebut ia pun memegang kepala kedua beberapa oleh orang tua bahkan sampai sekarang. Terdapat
menit terlihat berkeringat, kemudian ia melepaskan upacara pengobatan dalam cerita rakyat “Naga Putih
seraya mengambil gelas yang di dalamnya ada daun (Kawis)” yang dilakukan oleh Bue Jangot merupakan
pandan air serta beras, meminum air di dalamnya, lalu seorang dukun, upacara ini dilakukan agar Tewang
disemburkan ke mereka sebanyak tiga kali. Bue dan Kusak dapat memiliki anak. Cerita rakyat “Naga
Jangot dalam cerita ini merupakan seorang basir yang Putih (Kawis)” terdapat tokoh utama, yaitu Kawis
memiliki kemampuan berkomunikasi dengan yang dianggap sebagai bawi kuwu. Masyarakat Suku
Sangiang/Dewa/Tempon Telo. Orang Suku Dayak Dayak daerah Kabupaten Katingan mengangap istilah
percaya bahwa segala penyakit itu berasal dari para bawi kuwu artinya perempuan cantik yang terkurung
Dewa maka pengobatanya juga dilakukan ritual untuk di dalam rumah. Tari bawi kuwu biasanya
meminta pertolongan kepada Sangiang/Dewa/Tempon dipentaskan dalam acara menyambut tamu, gerakan-
Telo. Upacara yang dilakukan oleh Bue Jangot ini gerakan dalam tarian ini mendeskripsikan gadis yang
termasuk upacara basangiang yang dilakukan untuk anggun, rajin, dan penurut. Hal ini menunjukkan
meminta kesembuhan bagi orang yang sedang sakit. bahwa dalam cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)”
memiliki kaitan antara antropologi sastra dan tradisi.
“Tepat di akhir umur kandungan Kusak
yang ke sembilan bulan, lahirlah bayi perempuan 4.2 Mitos
yang sangat cantik, yang dinamakan Kawis
(bawi kuwu) (Antonius, NP 2021: 11).” Sudjiman (dalam Nurhajarini dan Suyami,
1999: 5) mitos mempunyai dua pengertian, yaitu: 1)
(Kutipan data 5) cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya
Kutipan data (5) menunjukkan asal-usul dari bertokoh makhluk luar biasa dan mengisahkan
tarian bawi kuwu yakni mengambarkan perempuan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara
cantik yang terkurung di dalam rumah. Kawis dari rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu; dan 2)
kecil sampai umur 19 tahun belum bisa keluar dari kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi
rumah karena orang tua telah membuat perjanjian yang diterima mentah-mentah sedangkan (Andianto,
yakni Kawis hanya bisa keluar rumah saat berusia 20 2020: 104-105) menyatakan bahwa mitos sebagai
tahun dengan syarat ia turun ke tanah menggunakan sumber kepercayaan, mitos memberikan penjelasan
kerbau putih, sapi putih, kambing putih, babi putih, tentang segala kekuatan yang menciptakan,
ayam putih, dan darah putih/air susu ibu. Orang menguasai, melindungi, melingkungi, merusak, dan
Kabupaten Katingan biasanya menggunakan istilah menyempurnakan alam semesta ini beserta segala
bawi kuwu untuk perempuan yang selalu mengurung kehidupan di dalamnya, utamanya kehidupan
dirinya di dalam rumah. Seniman Dayak menciptakan manusia.
tari bawi kuwu yang biasanya ditampilkan untuk
menyambut tamu yang berkunjung ke Kalimantan
Tengah. Tari bawi kuwu menggambarkan sosok “Kawis yang di dalam kamar tidak sabar
wanita cantik nan jelita yang baik hati dan tulus. untuk keluar rumah untuk bisa melihat alam,
hewan yang bisa ia lihat dari jendela dan cerita
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dari orang tuanya, tiba-tiba ia merasakan panas
cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)” berkaitan dengan tubuhnya dari tangannya muncul sisik berwarna
tradisi. Dalam cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)” putih dan seketika berubah menjadi naga putih.
terdapat aspek-aspek dari tradisi yang meliputi Kedua orang tuanya menyesal akan janji yang
kepercayaan kepercayaan tradisional, permainan pada akhirnya belum bisa ditepati, sehingga
rakyat, adat istiadat, upacara, dan tari rakyat. anaknya yang menanggung (Antonius, NP 2021:
Masyarakat Suku Dayak mempercayai bahwa benda- 12).”
benda keramat seperti mandau memiliki kesaktian dan

56
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

(Kutipan data 1) rakyat “Naga Putih (Kawis)” memiliki kaitan antara


antropologi sastra dan mitos.
Kutipan data (1) menunjukkan bahwa cerita
Naga Putih (Kawis) termasuk cerita mitos. Tokoh 5. Simpulan
Kawis merasakan tubuhnya mulai panas, muncul sisik
berwarna putih dan seketika ia berubah (basaluh) Tradisi masyarakat Suku Dayak dalam antologi
menjadi naga putih. Berdasarkan perjanjian yang Cerita Rakyat Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit
dibuat oleh kedua orang tuanya, Kawis hanya boleh Raya, Desa Rantau Pandan karya Dandang Kristian
keluar menginjak tanah ketika ia berusia genap 20 Antonius bersumber dari kepercayaan tradisional,
tahun dengan syarat diturunkan dengan kerbau putih, permainan rakyat, adat istiadat, upacara, dan tari
kambing putih, babi putih, ayam putih, dan darah rakyat. Antologi Cerita Rakyat Kalimantan Tengah,
putih. Bila dipikirkan secara logika tidak masuk akal Kecamatan Bukit Raya, Desa Rantau Pandan karya
anak remaja yang berusia 20 tahun tidak minum air Dandang Kristian Antonuis terdiri dari sembilan cerita
susu ibu (asi) bisa menjelma menjadi seekor naga rakyat yang mendeskripsikan tradisi masyarakat yaitu
putih. Padahal seorang anak sejak bayi sudah harus “Naga Putih (Kawis)”, “Batu Habintik”, “Batu balu”,
meminum asi untuk membuatnya bertumbuh dan “Bukit Pananyoi”, “Sambilang Kupang”, “Salentu dan
berkembang. Suku Dayak memiliki pantangan jika Haramaung”, “Kura-Kura Emas dan Keserakahan”,
telah berjanji (bahajat), lalu tidak bisa memenuhi “Lawang Takalik”, dan “8 Bersaudara”.
syarat yang telah disepakati sebelumnya maka hal Mitos antologi cerita rakyat ini terdiri dari dua
buruk akan terjadi kepada keluarga tersebut. Keluarga mitos. Pertama, mitos merupakan cerita rakyat
yang telah berjanji bisa mengalami kesialan, musibah, tradisional dan sebagai sumber kepercayaan
bahkan kematian. masyarakat Suku Dayak. Mitos termasuk Cerita
“Usai makan keduanya duduk sejenak rakyat tradisional yang dipercaya benar adanya karena
untuk menunggu nasi dan dan sayur sampai ke tokoh ceritanya mahkluk gaib sehingga terjadi
lambung, selesai istirahat kedua tanpa diperintah peristiwa-peristiwa yang tidak logis. Kedua, Mitos
langsung menuju ke kamar Bue Jangot dan sebagai sumber kepercayaan, masyarakat Suku Dayak
Ambi (Antonius, NP 2021: 4).” percaya bahwa dengan hal-hal yang tidak masuk akal
dan tidak berani melanggar pantangan dari
(Kutipan data 2) kepercayaan tersebut. Antologi Cerita Rakyat
Kutipan data (2) menunjukkan kepercayaan Kalimantan Tengah, Kecamatan Bukit Raya, Desa
masyarakat akan mitos setelah makan harus Rantau Pandan karya Dandang Kristian Antonius
beristirahat sebentar. Dalam kutipan di atas, setelah terdiri dari sepuluh cerita rakyat yang
selesai makan Tewang dan Kusak ingin duduk sejenak mendeskripsikan mitos masyarakat yaitu “Naga Putih
sebelum menemui Bue Jangot dan Ambi di kamar. (Kawis)”, “Batu Habintik”, “Batu balu”, “Sambilang
Kebiasaan orang Dayak setelah selesai makan harus Kupang”, “Asal-Usul Desa Rangan Tangko”,
beristirahat terlebih dahulu, tidak boleh langsung “Lawang Kambe (Danau Hantu)”, “Salentu dan
bekerja apalagi mandi. Bila setelah makan langsung Haramaung”, “Bajakah Kayu Sala”, “Lawang
bekerja atau mandi maka katanya makanan yang telah Takalik”, dan “8 Bersaudara”.
dimakan tidak dicerna oleh perut atau belum sampai Daftar Rujukan
ke perut.
Andianto, Mujiman Rus. 2020. Mitos dan Kehidupan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka Mitologis Masyarakat Perdesaan Dayak Ngaju.
cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)” memiliki mitos. Trusmedia Grafika: Yogyakarta.
Dalam cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)”
mendeskripsikan mitos yang terdiri dari cerita rakyat Anonim. 2014. Makalah Antropologi Sastra. Diakses
legendaris atau tradisional dan sebagai sumber tanggal 23 Januari 2022 dari http://
kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju. “Naga Putih andikkasnata.blogspot.com/2014/10/antropologi-
(Kawis)” termasuk cerita rakyat legendaris atau sastra_73.html.
tradisional, terdapat peristiwa-peristiwa yang tidak Anonim. 2020. Mengenal Manyimpet, Permainan
rasional yaitu Tokoh Kawis yang berusia 20 tahun Tradisional Khas Suku Dayak. Diakses tanggal
berubah menjadi seekor naga karena tidak meminum 20 Januari 2022 dari https://
air susu ibu (asi). Cerita rakyat “Naga Putih (Kawis)” tgrcampaign.com/read/164/mengenal-manyipet-
juga memiliki mitos yang berkaitan dengan permainantradisional-khas-suku-dayak.
kepercayaan masyarakat yaitu jangan langsung
bekerja setelah makan harus istirahat sebentar agar Anonim. 2018. Kumpulan Cerita Rakyat Kalimantan
nasi bisa dicerna oleh perut. Bila dilanggar maka bisa Tengah. Diakses tanggal 8 Februari 2022 dari
sakit perut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam cerita

57
Journal of Research and Innovation in Language
ISSN (Online): 2685-3906, ISSN (Print): 2685-0818
DOI: https://doi.org/10.31849/reila.vxxx
Vol. x, No. x, ApxxL 20xx, pp. x-x

https://www.reinha.com/2018/10/kumpulan- Sibrani, Robert. 2015. Pendekatan Antropologi


cerita-rakyat-kalimantan-tengah/. Linguistik. Jurnal Ilmu Bahasa, 1 (1): 1-17.
Antonius, Dandang K. 2020. Kumpulan Cerita Rakyat Simatupang, Lono. 2013. Pergelaran (Sebuah Mozaik
Desa Rantau Pandan Provinsi Kalimantan Penelitian Seni-Budaya). Yogyakarta: Jalasutra.
Tengah. Banjar Baru: CV. Zukzez Express.
Singarimbun, Masri dan Sofian, Effendi. 2009.
Budhi, Setia. 2020. Selayang Pandang Sastra Dayak. Metode Penelitian Survai. Jakarta:LP3S.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Sobur, A. 2016. Semiotika Komunikasi. Bandung:
Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia : Ilmu Remaja Rosdakarya.
Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Soemardjan, Selo & Soelaeman Soemardi. 1974.
Endaswara, Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga
Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
University Press. Indonesia.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Somad, Adi Abdul, dkk. 2007. Aktif dan Kreatif
Sastra: Epistimologi, Model, Teori dan Aplikasi. Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan
Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Departemen Pendidikan Nasional.
Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Sudikan, Setya Yuana. 2007. Antropologi Sastra.
Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Surabaya: Unessa University Press.
Yogyakarta: MedPress.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualititatif.
Endraswara, Suwardi. 2015. Metodologi Penelitian Bandung: Alfabeta.
Antropologi Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Supriyadi, Jondhy. 2016. Community of Practitioer:
Fani, Tiara. 2017. Cerita Rakyat Banyubiru Dalam Solusi Alternatif Berbagi Pengetahuan Antar
Tradisi Lisan Desa Sumberrejjo Kabupaten Pustakawan. Lantera Pustaka: Jurnal Kajian
Pasuruan. Skripsi Sarjana, diterbitkan. Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan. 2
Universitas Jember. (2): 83-93.
Moleong, J, Lexy. 2017. Metodologi Penelitian Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kesusastraan (Edisi Terjemahan oleh Melani
Budianta ). Jakarta : Gramedia.
Nasrimi. 2021. Mitos-Mitos Dalam Kepercayaan
Masyarakat. Jurnal Pendidikan, Sains, dan Wiranata, A.B. 2011. Antropologi Budaya. Bandung:
Humaniora, 9 (11): 2109-2116. PT. Citra Aditya Bakti.
Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Novialayu, Ela., Offeny & Sakman. 2020.
Pelaksanaan Perkawinan Menurut Adat Dayak
Ngaju di Kecamatan Timpah Kabupaten
Kapuas. Jurnal Paris Langkis. 1(1): 1-14.
Nurhajarini, Dwi Ratna & Suyami. 1999. Kajian
Mitos dan Nilai Budaya Dalam Tantu
Panggelaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
Ratna, Nyoman Khuta. 2017. Antropologi Sastra:
Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dan Proses
Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riwut, Tjilik. 2007. Kalimantan Membangun Alam
dan Kebudayaan. Yogyakarta: NR Publishing.
Satinem. 2019. Apresiasi Prosa Fiksi: Teori, Metode,
dan Penerapannya. Yogyakarta: Deepublish.

58

Anda mungkin juga menyukai