Anda di halaman 1dari 12

MENCIUM TANGAN, MEMBUNGKUKKAN BADAN

Etos Budaya Sunda, Yogyakarta, Madura

Metta Rachmadiana
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatifber jenis deskriptif yang
bertujuan untuk memberikan suatu uraian secara deskriptif terhadap suatu realitas
sosial serta untuk mengetahui perbedaan fenomena cultural mencium tangan,
membungkukkan badan antara ethos kebudayaan Sunda, Yogyakarta, dan Madura.
Subjek penelitian sebanyak 7 orang mewakili ketiga ethos kebudayaan tersebut.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur
dan observasi dan pengumpulan data data dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap pra-
lapangan, tahap pekerjaan lapangan dan tahap analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perilaku mencium
tangan dan membungkukkan badan masih berlaku di tengah-tengah masyarakat
Yogyakarta dan Sunda. Perbedaan yang ada terletak pada gerakan yang sedikit
bervariasi sebelum mencium tangan. Sementara pada ethos budaya Madura, perilaku
mencium tangan masih berlaku namun perilaku membungkukkan badan tampaknya
sudah mulai ditinggalkan.
Kata Kunci : Mencium tangan, membungkukkan badan, ethos budaya

Abstract
The purpose of this kualitatif research is a deskriptif overview of a social reality and
cultural fenomena between Sundanese, Yogyakarta and Maduranese of a hand kiss and by
bowing the body in show of honour and respect to others. 7 individuals were involved in this research
representing each cultural backgrounds.
Collective data and information was composed under an sun-structured interview and an
observation within three stages of research.
The results oh this research notetd that the cultural fenomena of a hand kiss and bowing of
the body occurred both in Yogyakarta dan Sunda. As in Madura itself the hand kiss is often
sighted but the bowing of the body if fading within generation.
Key Words : Hand kiss, bowing of the body, culture ethics

Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \33[


[
Pendahuluan Di awal revolusi sebenarnya kebiasaan
membungkuk dicoba dikurangi. Sekarang
Membungkukkan badan bukan hanya keadaan berubah lagi. Banyak orang non-Jawa
sekedar sebuah peristiwa biologis melainkan menjadi Jawa karena menjadi terbiasa
sebuah fenomena kultural dengan berbagai membungkukkan badan. Mereka terkesan
interpretasi di dalamnya. Membungkukkan begitu diresapi oleh hal-hal yang serba Jawa.
badan yang secara rutin dilakukan umat Islam Dalam penelitian ini bukan persoalan multi-
dalam sholat mereka (ruku’) melambangkan interpretasi yang timbul dari aktivitas gerakan
secara psikologis adanya pengakuan bahwa ini fisik/perilaku mencium tangan membungkuk-
ada lagi yang Maha Kekuasaan. Namun kan badan, yang ingin diteliti, namum lebih
membungkuk dalam arti oleh orang kejawen pada keingintahuan penulis apakah perilaku
direduksi menjadi hanya sebuah unsur gerak mencium tangan dan membungkukkan badan
badan. masih tetap eksis dalam kehidupan di
Dalam hubungannya antar manusia, masyarakat sehari-hari dewasa ini, yang
membungkukkan badan merupakan ungkapan berbeda latar belakang budaya (Madura,
kesadaran kelas. Orang yang posisinya lebih Jogjakarta, Sunda).
Sehubungan dengan uraian di atas,
rendah atau lebih tua, biasanya membung-
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
kukkan badan pada pihak yang lebih tinggi dan
mengenai hal-hal sebagai berikut :
lebih tua. Membungkukkan badan dalam
1. Bagaimana pelaksanaan aktivitas/perilaku
hubungan ini hanya untuk memenuhi tuntutan
mencium tangan dan membungkukkan
sopan santun dan penghormatan dari yang badan dalam kehidupan sehari-hari pada
muda terhadap yang lebih tua. individu dengan latar belakang budaya
Mencium tangan juga sering yang berbeda?
dilambangkan sebagai suatu bentuk fenomena 2. Apa latar belakang dilakukannya ataupun
sosio-kultural yang multi-interpretasi. tidak dilakukannya perilaku mencium
Mencium tangan juga dianggap sebagai suatu tangan dan membungkukkan badan?
tuntutan sopan santun dan penghormatan
dalam hubungannya antar manusia. Perilaku Mencium Tangan Membung-
kukkan Badan
Dibanding orang dari etnis lain, orang
Jawa mungkin lebih mahir membungkuk. Di Manusia adalah makhluk sosial yang
Jawa ada raja-raja yang menuntut banyak pada berkebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa
rakyatnya. Rakyat harus membungkuk baik di dalam kehidupan dan penghidupan manusia
secara ekonomis (mengirim upeti) maupun terdapat adanya hubungan dan pengaruh yang
secara biologis (menyembah Ngarso Dalem timbal balik antara masyarakat, kebudayaan
Ingkang Sinuwun Baginda Raja). Di Batak atau dan manusia (individu). Bila perihal
Aceh, persoalnnya lain. Konon disana setiap kebudayaan dibahas maka akan selalu
orang adalah raja. Jadi mana bisa orang yang dipersoalkan pula tentang individu dan
sama derajatnya itu harus membungkuk. masyarakat. Demikian pula bila membicarakan
tentang individu, maka persoalannya
Di jaman penjajahan Belanda (bule yang
dihadapkan pada aspek-aspek sosial dan
tidak biasa membungkuk), bukan hanya tidak kebudayaan. Namun demikian sebagai suatu
mengurangi kebiasaan kita membungkuk, fenomena, masing-masing memiliki sifatnya
melainkan mempertegas keharusan kita sendiri dan masing-masing mempunyai
membungkuk pada mereka. Kondisi ini peranan khusus dalam membentuk corak
diperparah lagi oleh Jepang. suatu masyarakat.

\ 34[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44
Pada dasarnya masyarakat adalah 1. Mencium tangan : suatu gerakan
mer upakan individu-individu yang menghirup sesuatu (tangan) dengan
diorganisasikan dan kebudayaan itu hidung atau melekatkan hidung pada
merupakan hasil dari reaksi (respon/sikap/ tangan. Gerakan/ aktivitas ini merupakan
perilaku) yang berulang dari individu dalam suatu jenis ungkapan sopan santun dan
hidup berkelompok atau masyarakat. Sikap penghormatan terhadap orang lain (lebih
atau perbuatan manusia dipengaruhi oleh tua atau lebih berkuasa).
pengalamannya yaitu pengalaman yang timbul 2. Membungkukkan badan : suatu gerakan
dari kontak dan komunikasi antara individu menunduk dengan mengelukkan
dengan lingkungan (lingkungan alam dan punggung. Gerakan/ aktivitas ini
lingkungan sosial). Tidak dapat disangkal
merupakan suatu jenis ungkapan sopan
bahwa tindakan manusia mendapat pengaruh
santun dan penghormatan terhadap orang
besar dari masyarakat.
lain (lebih tua atau lebih berkuasa).
Kontak dan komunikasi tercakup dalam
Subjek penelitian dikategorikan sesuai
konsep interaksi. Konsep interaksi sangat
penting karena, sebagaimana yang telah dengan latar belakang budayanya, sebagai
dijelaskan di atas, tiap masyarakat merupakan berikut:
satu-kesatuan dari individu-individu yang 1. Madura
berada dalam hubungan interaksi yang berpola
a. RA, wanita, 40 tahun, ibu rumah
mantap. Interaksi itu terjadi bila seorang
tangga. Lahir dan menetap di Madura
individu dalam masyarakat berbuat sedemikian
rupa hingga membutuhkan suatu respon atau sampai sekarang.
reaksi dari individu lain. Komunikasi timbul b. C, pria, 47 tahun, berprofesi sebagai
setelah kontak terjadi. Di dalam prose situ juru kunci pemakaman Asta Tinggi.
tindakan pihak pertama (berupa suatu gerakan, Lahir dan menetap di Madura sampai
suatu ekspresi wajah, suatu ucapan, suatu sekarang.
perlambang dan sebagainya) mengeluarkan 2. Jogjakarta
makna yang ditangkap oleh pihak kedua.
a. AK, wanita, 23 tahun, mahasiswa
Konsep komunikasi dalam berinteraksi
PTS. Lahir dan menetap di Jogjakarta
menjadi unik karena setiap budaya memiliki
sampai sekarang.
konsep berkomunikasi yang berbeda.
b. YN, wanita, 35 tahun, ibu rumah
Komunikasi yang berbentuk (berupa sebuah
gerakan, ucapan, ekspresi) cukup bervariasi tang ga. Lahir dan menetap di
pada masyarakat di daerah Madura, Jogjakarta, Jogjakarta sampai sekarang.
dan Sunda. Mencium tangan dan c. BB, pria, 35 tahun, guru SD. Lahir dan
membungkukkan badan merupakan salah satu menetap di Jogjakarta sampai sekarang.
cara menjalin komunikasi dalam berinteraksi 3. Sunda
dengan sesama manusia. a. CT, wanita, 36 tahun, ibu rumah
tang ga. Lahir dan menetap di
Tasikmalaya sampai sekarang.
Metode Penelitian b. WD, pria, 41 tahun, karyawan. Lahir
dan menetap di Tasikmalaya sampai
Agar lebih memudahkan dan
sekarang.
mengarahkan penelitian ini maka dibuatlah
definisi operasional dari variabel penelitian
yang ada, yaitu:

Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \35[


[
Penelitian ini merupakan penelitian berbagai tempat. Selama dua hari (3-4 Juni
kualitatif dengan tipe deskriptif. Tujuan dari 2002), penulis menempatkan diri (sejak
penelitian ini adalah memberikan suatu uraian pukul 6-7 WIB) di depan pintu gerbang
secara deskriptif terhadap suatu realitas sosial. SD CaturtunggalIV Jogjakarta untuk
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan : mengobservasi ada tidaknya perilaku
1. Wawancara secara tidak terstruktur mencium tangan dan membungkukkan
badan, pada siswa Sekolah Dasar tersebut,
Wawancara secara informal terhadap orangtua yang mengantarkan
dilakukan oleh subjek penelitian yang mereka maupun pada guru jaga di depan
diang gap kompeten (karena lahir, pintu gerbang sekolah. Selanjutnya pada
dibesarkan dan menetap di suatu daerah tanggal 5-6 Juni 2002, pukul 6:30-7:30,
tertentu sampai sekarang). Wawancara penulis menempatkan diri untuk
dilakukan dalam waktu yang tidak melakukan obser vasi di Jalan Kahar
terjadwal. Muzakir, Terban, untuk mengamati ada
2. Observasi tidaknya perilaku mencium tangan dan
membungkukkan badan, pada siswa
Observasi dilakukan di berbagai sekolah tersebut, terhadap wali/ orangtua
lokasi penelitian untuk melihat apakah yang mengantarkan mereka. Lokasi ini
muncul perilaku mencium tangan dan dipilih dengan pertimbangan adanya dua
membungkukkan badan pada individu sekolah (SMP 8 dan SMU 6) yang terletak
yang berada di lokasi penelitian tersebut. di kawasan tersebut.
Dalam penelitian ini penulis tidak Observasi pada tahap pra-lapangan
menetapkan suatu lokasi penelitian ini dilakukan semata untuk mengambil
tertentu karena penulis menganggap sampel (masih ada tidaknya) perilaku
perilaku mencium tangan dan mencium tangan dan membungkukkan
membungkukkan badan dapat terjadi badan dalam kehidupan masyarakat
diberbagai tempat. Dokumentasi tidak dewasa ini. Oleh karena itu wawancara
dapat dilakukan pada saat observasi belum dilakukan pada tahap ini.
karena perilaku mencium tangan dan
membungkukkan badan merupakan 2. Tahap Pekerjaan Lapangan
tindakan yang terjadi secara spontan dan Pada tahap ini penulis mencoba
dalam waktu sangat singkat. mengumpulkan data dari subjek
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap penelitian di berbagai lokasi penelitian. Di
yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan Madura, subjek mengamati perilaku
lapangan, dan tahap analisis data. Secara individu di berbagai lokasi seperti
keseluruhan menghabiskan waktu 1,5 bulan Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan
terhitung mulai tanggal 3 Juni 2002 sampai Ujung Kamal, Gedung Korpri, sebuah
tanggal 29 Juli 2002. pasar tradisional di kawasan Kalianget dan
1. Tahap Pra-lapangan Pemakaman Asta Tinggi, pada tanggal 5-
9 Juli 2002. Lokasi penelitian di Jogjakarta
Dalam tahap pra-lapangan ini berada di sebuah PTS, sebuah tempat
dilakukan langkah-langkah seperti tinggal di jalan Gamelan, serta sebuah
menyusun rancangan penelitian. Pada sekolah dasar swasta di wilayah timur
tahap ini penulis terlebih dahulu Jogjakarta pada tanggal 10-18 Juni 2002.
mengamati perilaku beberapa individu di Selanjutnya terhadap subjek penelitian

\ 36[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44
dengan latar belakang budaya Sunda, Dalam budaya Jogjakarta, perilaku
lokasi penelitian dilakukan di Jakarta, individu yang mampu memberikan
pada saat penulis bertemu dengan subjek ketenangan adalah mereka yang
penelitian tersebut pada tanggal 20-21 Juli mengetahui dan menghargai keberadaan
2002. orang lain (terutama orang yang lebih tua
3. Tahap Analisis Data dan lebih berkuasa). Salah satu perilaku
yang dianggap menghargai keberadaan
Analisis data adalah proses orang yang lebih tua dan lebih ber’kuasa’
mengorganisasikan data yang terkumpul. adalah dengan membungkukkan badan
Setiap kejadian dan perilaku yang ditemui ketika seseorang melintas di depan orang
sesuai dengan tema penelitian dicatat dan yang lebih tua/ berkuasa ataupun
dirangkum untuk memudahkan menyusun
mencium tangan orang tersebut. Bagi
data. Tahap analisis data ini memakan
sebagian orang dewasa (termasuk subjek
waktu 1 minggu lamanya.
penelitian), perilaku mencium tangan dan
Hasil Penelitian membungkukkan badan mer upakan
cermin masih adanya ‘ketenangan’ di
A. Ethos Kebudayaan Jogjakarta lingkungan mereka saat ini.
Watak khas budaya Jogjakarta Hal ini diungkapkan oleh Bp. BB,
dianggap sama dengan ethos budaya Jawa. seorang guru SD swasta di wilayah
Budaya Jogjakarta senantiasa Jogjakarta, yang sering berjaga di depan
memancarkan keselarasan, ketenangan pintu gerbang sekolah hampir setiap pagi
serta tingkah laku dan karya yang hari. Penulis mengamati beberapa hal pada
mendetail. Dalam kebudayaan Jogja saat melakukan observasi di SD setempat.
dipergunakan bahasa daerah Jawa (Bahasa Pertama, dari sekian banyak siswa yang
Jawa), bahasa yang terpecah dalam tingkat- diantarkan oleh orangtua mereka, ada
tingkat bahasa yang rumit dan mendetail. sekitar 30 siswa yang secara spontan
Ethos Jogjakarta menilai tinggi tingkah mencium tangan wali/ibu/bapak/nenek/
laku yang tenang, sopan dan menentang kakeknya. Namun dari sejumlah siswa
tingkah laku yang agresif dan keras. Seni tersebut ada beberapa siswa yang juga
suara gamelan serta benda-benda kesenian mencium tangan serta mengucapkan
dan kerajinan dengan hiasan-hiasan yang salam pada Bp. BB, guru sekolah yang
sangat mendetail serta warna-warna yang berjaga di depan pintu gerbang sekolah.
gelap dan tua merupakan cirri-ciri budaya Kedua, sebagian siswa yang lain yang
Jawa pada umumnya dan Jogjakarta lebih tinggi tingkatan kelasnya (kira-kira
khususnya. kelas 5-6 SD), hanya mengucapkan salam
serta sedikit membungkukkan badan pada
Ketenangan (termasuk ketenangan
guru tersebut. Sesaat kemudian sepasang
batin) tampaknya merupakan sesuatu yang
orang tua murid tampak berjalan dan
diang gap teramat penting nilainya.
mendekati guru tersebut, membung-
Ketenangan tidak hanya divisualisasikan
kukkan badan, kemudian berbincang-
sebagai suatu keadaan yang kondusif dan
bincang dengan bapak guru tersebut.
nyaman. Namun ketenangan juga
Sekalipun Bp. BB sedang berbicara dengan
diungkapkan melalui perilaku seorang
orang tua siswa tersebut, siswa-siswa yang
individu yang sarat dengan etika dan sopan
lain tetap saja mencium tangan Bapak BB.
santun.
Seorang ibu guru kelas yang lain
Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \37[
[
kemudian hendak memasuki halaman Pengamatan berikutnya dilakukan
sekolah tersebut, sepeda motor dituntun pada sejumlah mahasiswa PTS di saat
olehnya dan ketika ibu guru kelas tersebut mereka sedang berada di kampus. Penulis
melintas dihadapan Bp. BB, ibu guru mengamati ada sebagian mahasiswa yang
itupun sedikit mengelukkan punggungnya membungkukkan badan ketika berpapa-
seraya mengucapkan salam. Bp. BB san dengan seorang dosen, namun ada juga
selanjutnya berbincang dengan penulis yang tampak bersikap acuh (cuek) dengan
mengenai berbagai hal. Penulis pun kehadiran dosen di sekitar mereka. Pada
berkesempatan untuk melakukan sedikit suatu kesempatan tertentu, penulis beserta
wawancara secara informal dengan Bp. beberapa rekan yang lain menempatkan
BB. Antara lain beliau mengungkapkan diri di sebuah tempat (dekat tangga)
adanya kecenderungan “anak-anak jaman dimana para mahasiswa terlihat sering
sekarang tidak tahu sopan santun”. Beliau melintasi wilayah tersebut. Selama
menjelaskan lagi bahwa pada masanya pengamatan dilakukan, beberapa
dulu, setiap siswa diharuskan membuat mahasiswa tampak tidak mengetahui
antrian sebelum masuk kelas untuk adanya penulis yang sedang duduk dan
terlebih dahulu mencium tangan bapak berbincang dengan rekan yang lain,
atau ibu guru kelas mereka. Beliau sehingga mereka (mahasiswa) dengan
melanjutkan pembicaraan serta leluasa “wira-wiri” di hadapan penulis.
menyatakan “jaman sekarang semakin Namun diantara mereka yang tiba-tiba
susah mengajarkan nilai sopan santun menyadari bahwa penulis dan beberapa
pada anak”. Itulah sebabnya beliau selalu rekan bukan mahasiswa (atau teman
berusaha untuk berjaga di depan pintu mahasiswa sendiri), mereka secara spontan
gerbang sekolah setiap pagi untuk sedikit membungkukkan badan serta
menyambut kehadiran siswa-siswanya mengucapkan salam. Selama observasi
dengan harapan jika ada satu saja anak yang juga ditemui adanya beberapa mahasiswa
mencium tangan gurunya akan diikuti yang tetap saja cuek setelah mengetahui
oleh siswa yang lain. Bp BB juga adanya penulis dan rekan lainnya di sekitar
mengatakan bahwa mencium tangan guru tempat duduk tersebut.
memang bukan indicator seorang pasti Seorang mahsiswa, AK, yang
memiliki budi pekerti yang baik dan terlihat membungkukkan badan
sempurna, hanya saja cara seperti itulah (walaupun memang tidak dikehendaki
yang dianggapnya paling mudah dan murah oleh penulis), berhasil diwawancarai
untuk membentuk jiwa anak yang santun, dalam kesempatan yang lain secara
halus, dan tenang. Lebih lanjut lagi, Bp informal. Mahasiswa ini menyatakan
BB juga bermaksud memberi contoh pada bahwa perilaku itu dilakukan dengan
siswa untuk membungkukkan badan spontan dan bukan basa-basi. Ajaran yang
ketika beliau bertemu dengan orang lain diperolehnya dari kedua orang tuanya
sekalipun beliau termasuk orang yang memang mengarahkan untuk berbuat
terhormat di sekolah tersebut. Perilaku santun pada orang lain. Membungkukkan
mencium tangan dan membungkukkan badan merupakan salah satu perilaku yang
badan juga diterapkan pada anak-anak diang gapnya santun. Pada saat
beliau di rumah, karena beliau juga diwawancarai mahasiswa ini mengajak
mendapatkan ajaran tersebut di masa salah seorang temannya (yang belakangan
kecilnya. diketahui tidak membungkukan badan),

\ 38[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44
temannya AK ini ternyata berasal dari luar menyatakan keprihatinannya melihat etika
Jawa (selain Madura) mengakui bahwa anak muda sekarang ini. Mengakui dan
dirinya tidak mengetahui perihal merasakan berbedanya masa dahulu dan
membungkukkan badan karena di tempat sekarang terutama dalam hal tata karma.
asalnya hal ini tidak diajarkan. Ibu YN, menjelaskan teramat sulit
Dalam waktu yang terpisah, mengajarkan sedikit saja perilaku sopan
ternyata beberapa mahasiswa (di PTS dan santun pada anak-anaknya. Sekalipun
tersebut) yang baru melakukan studi hidup di sekitar Kraton dan tergolong aktif
banding ke luar kota, melakukan (sekeluarga) dalam menjalani/ melakukan
aktivitas/ gerakan fisik mencium tangan ritual yang diadakan pihak Keraton, kedua
dosen yang mendampingi mereka pada putra dan putrinya dianggap mulai sulit
saat mengadakan perjalanan keluar kota untuk diajaknya melakukan perilaku yang
tersebut. Selanjutnya di tempatkan yang santun, sekalipun itu hanya mencium dan
terpisah, sebuah PTN, penulis sempat membungkukkan badan saja. Namun
mencatat adanya perilaku mencium tangan demikian Ibu YN menyadari bahwa
yang dilakukan seorang mahasiswa dirinyalah yang harus memberi contoh
terhadap dosennya. Hal ini ternyata konkrit pada kedua anaknya dengan
dilakukan oleh mahasiswa tersebut dengan
harapan kedua anaknya akan mengikuti
alasan, dosen tersebut memiliki hubungan
jejak santun kedua orang tuanya.
yang sangat erat dan dekat dengan
mahasiswa tersebut. B. Ethos Kebudayaan Sunda
Wawancara secara infor mal Kebudayaan Sunda juga memancar-
selanjutnya dilakukan terhadap seorang bu kan keselarasan seperti halnya budaya Jawa
rumah tangga yang berdomisili di daerah (Jogja), tetapi kurang memperhatikan
Jalan Gamelan Jogjakarta. Ibu YN lahir detail, bersifat lebih dinamis dan menyala.
dan dibesarkan di sekitar kompleks Watak kebudayaan Sunda diilustrasikan
Kraton. Menurutnya sudah semestinya dengan berbagai adat sopan santun Sunda.
masyarakat Jogja memahami bahwa Bahasa Sunda juga mengenal sistem
gerakan membungkukkan badan serta tingkat-tingkat bahasa walaupun tidak
bukan lagi milik kebesaran Kraton. serumit bahasa Jawa, kegemaran orang
Perilaku membungkukkan badan dianggap Sunda akan warna-warna muda dan
berasal dari ajaran masyarakat Kraton dan menyala serta seni suara gamelan yang
perilaku mencium tangan dianggap berasal lebih polos dengan bunyi genderangyang
dari ajaran agama Islam, yakni mencium sangat keras.
tangan orang yang ada disamping kiri dan Sehubungan dengan ada tidaknya
kanan kita pada saat selesai melakukan perilaku mencium tangan dan
sholat. Kedua perilaku ini dianggap oleh membungkukkan badan pada individu
Ibu YN sebagai satu-satunya cara dengan latar belakang budaya Sunda,
termudah dalam mengajarkan nilai etika ternyata diketahui bahwa kedua perilaku
pada anak-anak di masa sekarang. Kedua ini juga diajarkan sejak kecil. Ioleh Karena
tindakan itu harus diterapkan dalam itu tidak jauh berbeda dengan ajaran etika
keluarga Ibu YN, karena beliau berasal dari yang diterapkan oleh individu dengan latar
lingkungan Kraton dan karena beliau belakang budaya Jawa. Perbedaan yang
beragama Islam. Tentu saja melalui contoh ada terletak pada gerakan yang sedikit
dalam kehidupan nyata. Ibu YN, bervariasi. Pada masyarakat Sunda

Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \39[


[
biasanya sebelum mencium tangan orang pada saat itu oleh penulis dianggap sebagai
yang tua, dilakukan gerakan berdiri, sampel yang cukup mewakili keadaan dan
merapatkan kaki dan tangan (seperti posisi kebiasaan masyarakat Sunda dalam
menyembah) baru mencium tangan. kaitannya dengan perilaku mencium tangan
Namun seiring dengan waktu gerakan ini dan membungkukkan badan.
lambat laun mulai ditinggalkan dan C. Ethos Kebudayaan Madura
masyarakat pada umumnya langsung
mencium tangan orang yang lebih tua. Watak khas budaya Madura berbeda
Sekalipun ada modifikasi dalam dengan budaya Jawa. Pada umumnya
gerakannya, pada dasarnya mencium budaya Madura dikenal memiliki gaya
tangan dan membungkukkan badan bicara yang tegas, terang-terangan, tingkah
dilakukan dan diajarkan pada anak-anak laku yang “tegas” disertai kemauan yang
mereka. Hal ini diakui oleh CT dan WD, keras. Mirip karakteristik masyarakat
subjek penelitian yang lahir, dibesarkan pantai dengan mata pencaharian sebagai
dan menetap di Tasikmalaya. Kedua nelayan. Namun tak sedikit pula beberapa
subjek ini menganggap perilaku mencium penduduk mengolah garam dan menanam
tangan diperoleh dari ajaran Islam, tembakau. Seni musik tradisional dengan
sedangkan perilaku membungkukkan suara yang keras dan benda-benda
badan diajarkan sejak kecil. Namun entah kesenian dan kerajinan (batik) dengan
darimana, apakah dari kebiasaan/ turun warna-warna yang sedikit gelap
temurun di sana atau juga ajaran Islam, merupakan ciri khas budaya Madura.
tidak diketahui secara pasti. Penulis berkesempatan untuk
Penulis bertemu dengan kedua mengobservasi ada tidaknya perilaku
subjek penelitian tersebut di Jakarta dalam mencium tangan dan membungkukkan
kesempatan pertemuan keluarga. Penulis badan pada masyarakat di wilayah
memperhatikan bahwa Ibu CT dan Bp WD, Sumenep dan Pamekasan Madura.
dianggap sebagai orang yang dituakan Berdasarkan keterangan yang pernah
dalam keluarga itu sehingga kebanyakan diperoleh oleh penulis, penduduk yang
individu yang lebih muda (yang belakangan tinggal di kota yang terletak semakin ke
diketahui juga berasal dari daerah yang Timur kepulauan Madura berperilaku
sama dengan kedua subjek penelitian) santun daripada penduduk yang hidup di
membungkukkan badan dan mencium wilayah Madura bagian barat. Penduduk
di wilayah Madura bagian Barat dianggap
tangan Ibu CT dan Bp WD. Penulis
lebih kasar, lebih keras serta lebih berani
sebenarnya tidak bisa menarik kesimpulan
memanfaatkan ilmu hitam. Namun
bahwa masyarakat Sunda benar-benar
apakah ini berarti di Madura bagian barat
menerapkan perilaku mencium tangan dan
tidak ada perilaku mencium tangan dan
membungkukkan badan, karena lokasi
membungkukkan badan ?
penelitiannya saja berada di kota lain.
Beberap tempat yang sempat
Namun demikian dengan asumsi bahwa
dikunjungi penulis sekaligus merupakan
kedua subjek penelitian ini (dan individu
lokasi penelitian ini. Kedua subjek
yang mencium tangan serta
penelitian diambil dengan pertimbangan
membungkukkan badan terhadap mereka)
kedua subjek penelitian ini lahir,
dilahirkan, dibesarkan dan menetap di
dibesarkan dan menetap di Sumenep
wilayah Sunda, maka perilaku yang muncul

\ 40[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44
sampai saat ini. Kedua subjek penelitian bangunan lainnya. Konon di dalam kedua
memiliki profesi yang sangat berbeda satu bangunan inilah terdapat makam raja yang
sama lain. Hal ini dimaksudkan dengan sangat dihor mati. Oleh karena itu
harapan memperoleh informasi yang lebih kebanyakan peziarah akan menyempatkan
mendalam perihal ada tidaknya perilaku diri mengunjungi kedua banguan tersebut
mencium tangan dan membungkukkan seraya memanjatkan “doa”. Hal yang
badan di Madura. Seorang subjek menarik perhatian penulis (yang hanya
penelitian (Bp C) berprofesi sebagai juru melakukan pengamatan dari luar
kunci (penjaga) kompleks pemakaman bangunan) adalah baik penjaga di setiap
raja-raja di Madura yang dikenal dengan bangunan serta peziarah yang hendak
sebutan Asta Tinggi. Bp C telah bekerja memasuki kedua bangunan tersebut
di Asta Tinggi sejak berusia 20 tahun. diharuskan untuk berjalan sambil
Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa membungkukkan badan, seolah-olah raja-
salh seorang “nenek moyangnya” telah raja yang telah wafat tersebut benar-benar
dimakamkan dikompleks pemakaman masih ada dan hadir di serambi bangunan
tersebut dan pekerjaan ini telah dilakukan tersebut. Hal yang sama terlihat di
secara turun temurun. Suasan kompleks kompleks pemakaman yang letaknya
pemakaman Asta Tinggi terasa cukup bersebelahan dengan kompleks
ramai dengan banyaknya peziarah yang pemakaman yang pertama. Tampak
berasal dari berbagai daerah. Kompleks peziarah dan penjaga bangunan juga
pemakamannya itu sendiri cukup luas melakukan gerakan jalan memasuki
dengan kondisi bangunan utama yang bangunan dengan mengelukkan
sudah termakan usia. Sebelum memasuki punggung, suatu tanda penghormatan.
pemakaman, para tamu dan peziarah Setelah mengitari kompleks
diminta untuk mengisi buku tamu terlebih pemakaman, penulis berkesempatan
dahulu. Sesaat kemudian Bp C (sekaligus untuk mewawancarai secara informal Bp.
betindak bagian penerima tamu) C di ruang kerjanya. Pada kesempatan itu
menjelaskan riwayat sejarah beberapa raja diperoleh informasi bahwa para penjaga
yang pernah bertahta di Madura. Sederetan kedua bangunan dalam kedua kompleks
foto-foto raja di Madura terpasang rapi di pemakaman merupakan ketur unan
belakang ruangan Bp C. Foto-foto inilah langsung dari raja yang dimakamkan di
satu-satunya dokumentasi yang asli dan dalam kedua bangunan tersebut. Oleh
yang dipergunakan oleh Bp. C untuk karena itulah mereka (para penjaga)
menjelaskan sedikit banyak riwayat setiap beserta para peziarah lainnya diharuskan
raja. Selanjutnya rombongan penulis untuk berjalan sambil membungkukkan
dipersilahkan untuk berjalan-jalan badan pada saat memasuki gedung
mengitari pemakaman (didampingi tersebut. Pada saat tengah diwawancarai,
seorang pemandu) yang luas dan terletak datang seorang peziarah yang masih muda
di atas bukit yang tinggi. Sedemikian (tampaknya penduduk asli Madura) yang
tingginya dari permukaan laut sampai hendak mengisi buku tamu. Peziarah
tampak pula keindahan Selat Madura. Ada muda ini sebelum memasuki ruangan kerja
dua kompleks pemakaman. Di setiap Bp C tampak membungkukkan badan
kompleks pemakaman tersebut terdapat pada Bp C, sebelum akhirnya terlibat
sebuah bangunan masjid dan juga dalam pembicaraan yang tidak dipahami

Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \41[


[
oleh penulis karena menggunakan bahasa Hal yang sama (tidak adanya
daerah setempat. Dalam wawancaranya, perilaku membungkukkan badan) juga
Bp C menjelaskan bahwa di masa raja-raja terlihat pada saat penulis berada di sebuah
tersebut msih berkuasa, para pengikutnya gedung pertemuan (Gedung Korpri). Pada
dan orang-orang yang memiliki kedudukan saat acara berlangsung, penulis melihat dan
di bawah raja, diharuskan untuk berjalan mencatat adanya perilaku mencium tangan
sambil membungkukkan badan di terhadap orang yang lebih tua, namun
hadapan raja, namun tidak mencium tidak ada yang berjalan membungkukkan
tangan (penjelasan ini diberikan oleh Bp badan. Tidak ada orang dewasa yang
C sambil memperagakan berjalan membungkukkan badan ketika berjalan
membungkukkan badan). Menurut dihadapan tuan rumah (yang punya
penulis, gerakan yang diperagakan bukan hajatan) maupun terhadap tamu-tamu
berjalan membungkukkan badan namun yang tampak lebih lanjut usia. Tidak ada
lebih mirip berjalan berjongkok, karena pula remaja (individu yang masih muda)
posisi badan yang tampak terlalu rendah. berjalan kemudian membungkukkan
Selanjutnya, yang terjadi kemudian (di badan ketika berjalan di depan orang yang
masa sekarang) adalah justru makin jarang lebih tua. Namun perilaku mencium
orang membungkukkan badan bila tangan tampak diberbagai sudut ruang
berhadapan dengan orangyang lebih tua. gedung tersebut.
Mencium tangan dianggap lebih sering Selanjutnya, pada kesempatan yang
dilakukan oleh individu daripada lain, di pagi hari. Penulis menyempat-kan
membungkukkan badan. Hal ini menurut diri mengunjungi sebuah pasar tradisional.
Bp C disebabkan karena adanya pengaruh Penulis mencatat beberapa hal
ajaran agama Islam. Jarang terlihat seorang diantaranya terlihat adanya perilaku
yang lebih muda membungkukkan badan mencium tangan seorang anak terhadap
di depan orang yang lebih tua/ lebih ayahnya ketika hendak berangkat sekolah
berkuasa. serta perilaku mencium tangan istrinya
Pernyataan Bapak C ini ternyata ketika seorang suami hendak pergi melaut.
sesuai dengan hasil pengamatan yang Subjek penelitian kedua adalah
dilakukan oleh penulis di tempat lain. seorang ibu rumah tangga yang telah lahir,
Pada saat di pelabuhan Tanjung Perak dibesarkan dan menetap di Sumenep
maupun Ujung Kamal, selama beberapa
Madura hingga sekarang. Ibu RA memiliki
menit sebelum melakukan penyeberangan,
seorang putra yang disekolahkan di Jawa.
perilaku membungkukkan badan sama
Penulis berkesempatan untuk mewawan-
sekali tidak terlihat. Pada saat di atas feri,
carai secara informal Ibu RA tersebut di
penulis menempatkan diri duduk di antara
individu lainnya yang juga hendak kediamannya. Ibu RA mengawali
menyeberang selat Madura. Tampaknya pembicaraan dengna menjelaskan perihal
orang yang lebih tua memilih untuk duduk kepergian putranya untuk sekolah di Jawa.
di pinggir feri daripada berjalan kesana Persoalannya bukan pada masalah
kemari. Sehingga ketika banyak orang akademik, namun lebih pada
yang berusia muda berjalan-jalan selama kekhawatiran akan keselamatan anaknya.
perjalanan menyeberang, tidak ada Ibu RA pernah mendengar percakapan
satupun yang terlihat membungkukkan orang Jawa bahwa orang Madura terkenal
badan pada orang-orang yang lebih tua dan bertemperamen keras. Padahal tidak
duduk di pinggir kapal feri. semua orang bisa digeneralisasikan

\ 42[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44
memiliki sifat/karakter yang sama, yaitu berlaku di tengah-tengah masyarakat.
bertemperamen keras. Hal inilah yang Perilaku membungkukkan badan terjadi
dikhawatirkan oleh Ibu RA, yakni jika karena adanya pengaruh adat Kraton yang
anaknya juga dianggap bertemperamen masih kental dan diketahui oleh
keras oleh teman-temannya di Jawa, masyarakat umum. Membungkukkan
sehingga kekerasan fisik dikhawatirkan badan merupakan tanda penghormatan
terjadi. Ibu RA berharap putranya bisa yang dilakukan oleh yang lebih muda
menjaga diri dan mengendalikan diri demi terhadap yang lebih tua. Penghormatan
keselamatannya. Ibu RA mengakui “orang atau menghormati orang lain merupakan
Jawa itu lembut-lembut semua”. Dalam cirri khas watak budaya Jogja yang santun,
berperilaku saja sudah tampak nyata. Ibu kalem dan tenang. Terlebih lagi individu
RA menjelaskan di Sumenep tampak yang dilahirkan, dibesarkan dan menetap
mulai ada penurunan tingkat kesopan- di Jogja sampai sekarang, perilaku
santunan. Dahulu, anak muda tidak hanya membungkukkan badan tetap merupakan
mencium tangan orang tuanya namun juga tuntunan sopan santun dan penghormatan
berjalan sambil membungkukkan badan. dimanapun mereka berada.
Tampaknya yang lebih sering terjadi Pada dasarnya perilaku mencium
dewasa ini hanyalah gerakan mencium tangan juga dimiliki oleh individu yang
tangan. Membungkukkan badan sudah lahir, dibesarkan dan menetap di Jogja
mulai ditinggalkan, sehingga tampak orang sampai sekarang. Perilaku mencium tangan
“leluasa” tanpa memperhatikan merupakan rangkaian tata karma yang
sekitarnya. Inilah salah satu aspek karakter dianut oleh subjek dalam penelitian ini dan
yang digambarkan oleh orang yang berasal diyakini diperoleh dari ajaran agama Islam.
dari budaya lain seolah-olah mereka (orang Selanjutnya alasan yang dikemukakan oleh
Madura) bertemperamen tinggi. subjek penelitian perihal dilakukannya
Tidak adanya gerakan berjalan gerakan mencium tangan dan membung-
sambil membungkukkan badan bagi orang kukkan badan diantaranya karena meru-
Madura itu sendiri terjadi karena semakin pakan kebiasaan yang diajarkan oleh orang
pudarnya gambaran yang dimiliki tua subjek penelitian secara turun-temurun.
masyarakat umum di Madura akan tata Perilaku mencium tangan dan
cara/ adat tradisi yang dilakukan oleh raja- membungkukkan badan dianggap oleh
raja di Madura pada jaman dulu, yakni kedua subjek penelitian nerupakan
berjalan sambil membungkukkan badan salah satu cara mengajarkan nilai-nilai
sebagai tanda penghormatan. santun pada anak mereka. Bagi individu
yang dibesarkan dalam nuansa Kraton,
Kesimpulan perilaku membungkukkan badan jelas
Berdasarkan pengamatan dan merupakan suatu tuntutan yang harus
wawancara informal yang dilakukan, dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bagi individu yang tidak melakukan gerakan
membungkukkan badan mengatakan
1. Ethos Budaya Jogjakarta ketidaktahuannya akan kebiasaan yang ada
Secara umum dalam budaya di Jogja serta teidak pernah diterimanya
Jogjakarta sendiri, perilaku mencium ajaran untuk berperilaku santun dengan
tangan dan membungkukkan badan masih cara membungkukkan badan.

Mencium Tangan, Membungkukkan Badan ....... (Metta Rachmadiana) \43[


[
Dengan demikian msih terjadi dilakukan oleh orang yang muda terhadap
perilaku mencium tangan dan yang lebih tua sebagai ungkapan kesopan
membungkukkan badan dalam budaya Jogja santunan serta penghormatan. Alasan
yang terjadi karena adanya factor kebiasaan dilakukannya perilaku mencium tangan
yang turun menurun, pengaruh kehidupan semata karena adanya kebiasaan secara
Kraton serta memang merupakan watak turun menurun serta pengaruh ajaran
khas budaya Jogja untuk senantiasa agama Islam. Sementara karena semakin
berperilaku santun menghormati orang lain pudarnya gambaran yang dimiliki
(karena jasanya, kebaikannya, karena masyarakat umum perihal tata cara serta
usianya, karena kedekatannya, karena kebiasaan yang dilakukan raja-raja di
kekuasaannya) dengan cara mencium tangan Madura ketika masih bertahta, menjadi
serta membungkukkan badan. salah satu penyebab jarang terlihatnya
perilaku membungkukkan badan sebagai
2. Ethos Budaya Sunda tuntutan penghormatan. Sementara
berdasarkan pengamatan yang dilakukan
Pada dasarnya budaya Sunda juga
penulis memang tidak menjumpai perilaku
masih menerapkan perilaku mencium
membungkukkan badan. Dengan
tangan dan membungkukkan badan
demikian perilaku mencium tangan masih
seperti halnya budaya Jawa dan Jogja. berlaku dan perilaku membungkukkan
Perbedaan yang ada terletak pada gerakan badan tampaknya sudah mulai
yang sedikit bervariasi yaitu menyatukan ditinggalkan.
kedua tangan seperti akan menyembah,
menundukkan kepala baru mencium Saran
tangan. Perilaku mencium tangan dan Dalam budaya Jogja, Sunda dan Madura
membungkukkan badan masih berlaku perilaku mencium tangan dan
karena adanya ajaran yang diperoleh secara membungkukkan badan perlu dilestarikan dan
turun temurun dari orang tua subjek diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
penelitian sebagai salah satu tuntutan sebagai salah satu cara memenuhi tuntutan sopan
sopan santun dan penghormatan terhadap santun dan penghormatan dan bukan sekedar
orang lain. Tidak ada pengamatan yang gerakan fisik semata.
menunjukkan seorang individu Sunda yang
tidak melakukan gerakan Daftar Pustaka
membungkukkan badan dan mencium Haviland, W.A. 2000. Anthropology. 9th Ed.
tangan. Dengan demikian dari pengamatan Harcourt College Publisher : Forth
dan wawancara informal yang diperoleh Worth.
menunjukkan bahwa perilaku mencium
tangan dan membungkukkan badan masih Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu
Anthropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.
berlaku dalam masyarakat Sunda.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian
3. Ethos Budaya Madura
Kualitatif. PT Remaja Rosda Karya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan Mulder, N. 1982. Kebatinan dan Sikap Hidup
wawancara yang dilakukan diperoleh Orang Jawa. Jakarta : PT. Gramedia.
keterangan bahwa perilaku mencium
Suseno, F.M. 1984. Etika Jawa. Jakarta : PT.
tangan masih terjadi dalam kehidupan
Gramedia.
bermasyarakat di Madura. Namun perilaku
membungkukkan badan jarang terlihat

\ 44[
[ Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No.2 Agustus 2004:33-44

Anda mungkin juga menyukai