Anda di halaman 1dari 17

KEYAKINAN MASYARAKAT ADAT DAN MODERNISASI

DI KAMPUNG ADAT MASYARAKAT CIREUNDEU


KOTA CIMAHI

ADNAN dan SOLIHIN


(Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung, choinsolihin65@uinsgd.ac.id)

Abstract:
Indigenous peoples in Indonesia are generally closed because they maintain the
commitment of their cultural customs. But not for the Cireundeu Cimahi indigenous
people, they are open to outside culture while still holding their own cultural
customs. For them, Sundanese custom is not in the area of symbolism-formalism
but in the values of the Sundanese traditional substance itself. This study
qualitatively with a socio-anthropological approach trying to uncover the belief
system and value system adopted by the indigenous people of Cireundeu Cimahi.
This study found that the indigenous Cireundeu community is a social system that
has its own belief system, value system, system of norms and symbols. In the context
of the Cimahi City community, indigenous people are social subsystems. They were
able to do universalization, in the midst of the flow of Islamization and
modernization in the city of Cimahi. And the Cireundeu indigenous community can
appear as a community as a result of its ability to universalize in a broader cultural
context.

Kata Kunci:
masyarakat Sunda, ketahanan pangan, sistem keyakinan

I. Pendahuluan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku


Realitas warga masyarakat serta kebiasaan-kebiasaan manusia (Rahman,
sesungguhnya bukan merupakan realitas 2011). Masyarakat merupakan suatu bentuk
yang vacuum, tapi ia merupakan realitas yang kehidupan bersama untuk jangka waktu yang
dinamis. Masyarakat akan selalu merespon cukup lama sehingga menghasilkan suatu
setiap perubahan yang muncul, responnya itu adat istiadat. Menurut Ralph Linton (dalam
bisa bersifat positif maupun dinamis, atau Soerjono Soekanto, 2006: 22) masyarakat
bisa juga masyarakat itu bersikap apatis. Dan merupakan setiap kelompok manusia yang
secara kultural, maka menjadi lumrah belaka telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,
jika masyarakat mempertahankan kultur sehingga mereka dapat mengatur diri mereka
kebudayaannya, agar ia bisa berdaya dan dan menganggap diri mereka sebagai suatu
bertahan. kesatuan sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas. Sedangkan
Semua warga masyarakat merupakan
masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam
manusia yang hidup bersama. Hidup bersama
Soerjono Soekanto, 2006: 22) adalah orang-
dapat diartikan sama dengan hidup dalam
orang yang hidup bersama yang
suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan
menghasilkan kebudayaan dan mereka
tercipta apabila manusia melakukan
mempunyai kesamaan wilayah, identitas,
hubungan. Masyarakat adalah suatu sistem
dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan
perasaan persatuan yang diikat oleh
kerja sama antara berbagai kelompok,

10 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
kesamaan. Menurut Emile Durkheim (dalam Adat istiadat suatu masyarakat adalah
Soleman B. Taneko, 1984: 11) bahwa resepsi seluruhnya dari agama dan
masyarakat merupakan suatu kenyataan yang kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
obyektif secara mandiri, bebas dari individu- yang bersangkutan. Biasanya diikuti atau
individu yang merupakan anggota- diwujudkan oleh banyak orang. Dapat
anggotanya. disimpulkan bahwa adat istiadat adalah
aktivitas prilaku-prilaku, tindakan-tindakan
Menurut Soleman B. Taneko
individu satu terhadap yang lain yang
(1987:12), adat istiadat dalam ilmu hukum
kemudian menimbulkan reaksi, sehingga
ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum
menghasilkan suatu interaksi sosial.
adat. Suatu adat istiadat yang hidup (menjadi
Perilaku dan tindakan manusia pada dasarnya
tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan
adalah gerak tumbuh manusia.
diakui sebagai peraturan hukum (hukum
adat). Pandangan bahwa agama memberi Dalam konteks masyarakat
pengaruh dalam proses terwujudnya Cireundeu yang kerap mempertahankan adat
hukum adat, pada dasarnya bertentangan dan kebudayaannya. Ini merupakan realitas
dengan konsepsi yang diberikan oleh Van empiris yang menarik untuk diteliti. Satu sisi
den Berg yang dengan teori reception in mereka terikat dengan adat istiadatnya, tapi
complex menurut pandangan adat istiadat mereka juga berhadapan dengan realitas
suatu tradisi dan kebiasaan nenek moyang peradaban masyarakat modern. Maka mereka
kita yang sampai sekarang masih mencoba mengambil sikap yang akomodatif,
dipertahankan untuk mengenang nenek terbuka dan menerima dialog dengan
moyang kita juga sebagai keanekaragaman kebudayaan dari luar. Tapi mereka tetap
budaya. Istilah adat istiadat seringkali diganti mengikatkan dirinya dengan adat istiadat
dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya yang mereka anut dan mereka percayai.
artinya tetap sama. Jika mendengar kata adat Bagi masyarakat adat Cireundeu. kita
istiadat biasanya aktivitas individu dalam itu mesti percaya bahwa hidup itu harus hirup
suatu masyarakat dan aktivitas ini selalu jeung nu kagunganana. Jika jauh muncul
berulang kembali dalam jangka waktu sikap sagala wani. Contoh korupsi,
tertentu (bisa harian, mingguan, bulanan, membunuh dan merusak alam. Hidup harus
tahunan dan seterusnya), sehingga manunggal dengan sang pencipta, Ngahiji
membentuk suatu pola tertentu. Adat istiadat tapi teu ngajadi hiji. Dina diri aya mustika,
berbeda satu tempat dengan tempat yang lain, Dia yang sangat dekat. Dengan manunggal
demikian pula adat di suatu tempat. Adat manusia akan mampu menampilkan budi
istiadat yang mempunyai akibat hukum pekerti luhur. Budi pekerti luhur akan
dinamakan hukum adat. membawa manusia selamat ke alam padang
Adat istiadat juga mempunyai akibat- poe panjang tunjung sampurna, alias hari
akibat apabila dilanggar oleh masyarakat, akhirat.
dimana adat istiadat tersebut berlaku. Adat
Dengan budi pekerti rendah manusia
istiadat tersebut bersifat tidak tertulis dan akan celaka. Perbuatan jahat akan muncul.
terpelihara turun temurun, sehingga Orang jahat susah sampai ke akherat karena
mengakar dalam masyarakat, meskipun adat bakal banyak menghadapi rerenteng atau
tersebut tercemar oleh kepercayaan (ajaran) kendala untuk sampai ke sana. Para sesepuh
nenek moyang, yaitu Animisme dan selalu mengingatkan darimana asal manusia,
Dinamisme serta agama yang lain. Dengan dengan pola wayang nyaho ka dalangna.
demikian adat tersebut akan mempengaruhi Manusia harus melakukan aji diri, mencari
bentuk keyakinan sebagian masyarakat yang jati diri-nya, menemukan apa yang
mempercampur adukan dengan agama Islam tersembunyi dalam dirinya. Ajaran ini
(Iman Sudiyat, 1982: 33). disebut papat ka lima pancer. Mengingat
papat (empat) indra yaitu mata, telinga,

11 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
hidung dan mulut sampai pancer (berpusat) beranggapan bahwa manusia, semua
mampu melihat dirinya. Hidup warga adat makhluk hidup. dan benda mati memiliki
berlangsung untuk nyukcruk galur urang jiwa. Animism sebagai sebuah bentuk religi
sunda. Bukan Kristen, Hindu. Budha dan awal tampaknya masih banyak dihayati oleh
Islam. Galur itulah yang dipayungi kelompok-kelompok etnis di berbagai
keyakinan hidup yang manunggal jeung nu belahan dunia. Pada dasarnya, anismisme
kagungan. Oleh karena itu manusia tak perlu mengacu pada kepercayaan dan praktik
sholat. Alasannya karena nu kagungan selalu berkenaan dengan leluhur.
memantau, tak perlu dihubungi lima kali Pemujaan leluhur terkait dengan
dalam sehari semalam. leluhur yang telah meninggal, khususnya
Berangkat dari latar belakang masalah dalam hubungan kekeluargaan. Para leluhur
tersebut, penulis merasa tertarik untuk tersebut dirasakan masih hidup dalam wujud
melakukan riset lapangan di kampung adat yang efektif, sehingga dapat mencampuri
masyarakat Cireundeu Kota Cimahi. Teryata kehidupan manusia. Atas dasar keyakinan
masyarakat adat Cireundeu, mereka bisa itu, manusia dituntut untuk mengembangkan
melakukan strategi pertahanan adat dan kesejahteraan leluhur yang telah meninggal.
kebudayaan mereka dengan tetap Magi atau sihir adalah sebuah
menjungjung tinggi nilai adat budaya Sunda fenomena yang sangat dikenal dalam
Buhun. kehidupan masyarakat primitif. Magi dan
Penelitian ini didasarkan pada asumsi sihir umumnya dipahami. Akan tetapi,
bahwa masyarakat adat Cireundeu. seperti tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan
masyarakat lainnya, mengalami perubahan. tepat. Secara garis besar dapat dikatakan
Akan tetapi, perubahan tersebut tidak bahwa magi adalah kepercayaan dan praktik
berjalan secara sekaligus, tetapi berangsur. yang diyakini manusia bahwa mereka dapat
Oleh karena itu, perubahan sosial sesuatu secara langsung mempengaruhi kekuatan
masyarakat tidak hanya menunjukkan alam dan antar mereka sendiri, entah untuk
continuity, tetapi juga discontinuity. Dalam tujuan baik atau buruk, dengan usaha-usaha
masyarakat adat Cireundeu, gejala mereka sendiri dalam memanipulasi daya-
discontinuity tampak pada kehidupan daya yang lebih tinggi. Mereka yang
keagamaan, sebagai sebuah institusi yang mengetahui rahasia-rahasia penting, dapat
mengalami perubahan lebih lamban menguasai daya-daya tak kelihatan yang
dibandingkan dengan institusi-institusi memerintah dunia, dan karena itu mengontrol
lainnya, terutama ekonomi dan politik. daya-daya itu demi kepentingan orang yang
menjalankannya.
Istilah religi-lokal digunakan sebagai
pengganti istilah "religi asli’ yang lebih Frazer dan Malinowski membedakan
banyak dikenal dalam dunia akademis selama magi dari agama. Magi bersifat individual,
ini. Istilah religi asli akhir-akhir ini mendapat manipulatif, instrumental pseudo- ilmiah,
banyak kritikan. Alasannya, antonim dari sedangkan agama bersifat sosial, ekspresif,
religi asli adalah “religi palsu” atau “kurang dan simbolis. Agama adalah suatu
asli”. Para kritikus mengajukan altematif kepercayaan kepada hakikat tertinggi, dewa,
istilah lain yakni 'religi lokal’. Istilah ini Tuhan dan sebagainya dengan ajaran-
bisanya dipertentangkan dengan istilah ajarannya, kebaktian dan kewajiban-
‘religi universal’. kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan itu. Tuhan, dewa, atau wujud
Kaum evolusionis umumnya
memandang animisme sebagai prototipe atau tertinggi itu tidak dapat ditemui melalui ilmu
pengetahuan, karena jika dia dapat ditemui
cikal bakal munculnya agama. E. B. Tylor
melalui ilmu pengetahuan manusia, maka
mengartikan animism sebagai sistem
Dia bukan lagi yang Maha Tinggi yang
kepercayaan dimana manusia religius

12 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
disembah dan dimuiiakan sebagai Pencipta Dalam penelitian ini, ritual dibedakan
semesta alam. dari upacara. Ritual adalah pola-pola pikiran
yang dihubungkan dengan gejala yang
Tak dapat diragukan bahwa lingkungan
mempunyai ciri-ciri mistis. Di pihak lain,
budaya tempat tinggal manusia sangat
upacara berarti setiap organisasi kompleks
menentukan bentuk, wujud dan tingkatan
dari kegiatan manusia yang tidak hanya
kepercayaan/agama manusia. Agama
sekadar bersifat teknis ataupun rekreasional
merupakan suatu sistem simbol yang
melainkan juga berkaitan dengan
dibentuk dan membentuk suatu konsensus
penggunaan cara-cara tindakan yang
bagi makna lambang-lambang dan makna
ekspresif dari hubungan sosial.
dunia ini, dan yang mengacu kepada
kekuatan-kekuatan adikodrati (supranatural), Ritus dapat dibedakan atas empat
entah kekuatan itu dipersonifikasi atau tidak. macam. (1) Tindakan magi, yang dikaitkan
dengan penggunaan bahan-bahan yang
Manusia tradisional pada umumnya
bekerja karena daya-daya mistis; (2)
melaksanakan kegiatan-kegiatan kultisnya
Tindakan religius, kultus para leluhur, juga
dengan maksud mencapai suatu tujuan
bekerja dengan cara ini; (3) Ritual konstitutif
tertentu, atau berpamrih. Mereka senantiasa
yang mengungkapkan atau mengubah
memiliki alasan untuk pembenaran suatu
hubungan sosial dengan merujuk pada
pemujaan, misalnya untuk mencegah
pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini
kemandulan wanita, menjamin kesuburan
upacara-upacara kehidupan menjadi khas;
ladang, memastikan hujan yang cukup, dan
dan (4) Ritual faktitif, yang meningkatkan
sebagainya. Inilah bentuk ibadah magi.
produktivitas atau kekuatan, atau pemumian
Sementara itu, bentuk-bentuk sejati dari
dan perlindungan, atau dengan cara lain
agama dapat terjadi tanpa suatu keharusan
meningkatkan kesejahteraan materi suatu
untuk bersama dengan magi.
kelompok. Ritual faktitif berbeda dari ritual
Dalam masyarakat tradisional, praktik- konstitutif, karena tujuannya lebih dari
praktik ritual atau kultis dilaksanakan dengan sekadar pengungkapan atau perubahan
pemberian persembahan atau sesajian, mulai hubungan sosial. Dia tidak saja mewujudkan
dari bentuk-bentuk sederhana seperti korban untuk para leluhur dan pelaksanaan
persembahan buah-buahan pertama yang magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang
diletakkan di hutan atau di ladang, sampai diwajibkan oleh anggota kelompok dalam
kepada bentuk persembahan yang lebih konteks peranan sekular mereka. Chaple dan
kompleks di tempat-tempat suci atau umum. Coon mengusulkan perlunya ditambahkan
Susane K. Langer memperlihatkan satu jenis ritual lainnya, yakni (5) Ritual
bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih intensifikasi, ritus kelompok yang mengarah
bersifat logis daripada hanya bersifat kepada pembaharuan dan mengintensifkan
psikologis. Ritual memperlihatkan tatanan kesuburan, ketersediaan buruan dan panenan.
atas simbol- simbol yang diobjekkan. Orang yang menginginkan panenan berhasil
Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku akan elaksanakan ritual intensifikasi.
dan perasaan, serta membentuk disposisi Dalam masyarakat tradisional,
pribadi dari para pemuja mengikuti modelnya perilaku-perilaku ritual umumnya dapat
masing-masing. Pengobjekkan ini penting dijelaskan dengan istilah-istilah mitis. Mitos
untuk kelanjutan dan kebersamaan dalam memberikan pembenaran untuk berbagai
kelompok keagamaan. Hal itulah yang upacara. Sekalipun ada kemungkinan bahwa
memungkinkan pemujaan yang bersifat banyak ritual pada masa silam berlaku tanpa
kolektif. Penggunaan simbol-simbol itu mitos-mitos, akan tetapi pada tingkat
secara rutin menghasilkan dampak yang perilaku manusia dapat diamati dua
membuat simbol-simbol tersebut menjadi fenomena: ritus dan mitos. berjalan seiring.
biasa sebagaimana diharapkan. H. Caster dalam “Myth and Story”

13 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
mengungkapkan, bahwa pada dasarnya mitos lapangan, dengan melakukan langkah-
bersifat kon-substansial dengan ritus. langkah penelitian sebagai berikut:
Kloos, Mauss dan Eliade mencatat 1. Melakukan observasi, suatu
bahwa mitos memang bersifat sakral dan pengamatan langsung di lapangan
senantiasa memiliki kepentingan yang yaitu di kampung adat masyarakat
khusus dalam masyarakat. Sekalipun samar- Cireundeu Kota Cimahi. Bahwa di
samar, mitos memiliki petunjuk-petunjuk Cireundeu terdapat masyarakat yang
yang tinggi dan mengandung kecocokan inasih menjunjung tinggi adat-adat
emotif dengan adat suku-suku bangsa, dan atau tradisi Sunda.
dengan demikian secara gradual temmuskan 2. Melalui studi kepustakaan (library
dalam tradisi suku-suku itu. Karakteristik research).
mitos terletak pada kenyataan bahwa mitos 3. Dengan studi kepustakaan diharapkan
mengacu kepada “kejadian-kejadian di mana ditemukannya beberapa pandangan
manusia menyadari dan menjelaskan esensi teoritik yang membahas tentang
mutlak dari keberadaannya dan sekaligus masyarakat adat, baik kulturnya
memberikan kesatuan makna bagi masa kini, maupun keyakinannya yang dianut
masa lampau, dan masa yang akan datang. oleh masyarakat adat.
4. Melalui wawancara (interview).
Itulah sebabnya mitos dianggap
Untuk memperoleh data yang akurat
merupakan histoire crue (cerita yang diyakini
penulis melakukan wawancara secara
kebenarannya, sehingga mitos memerlukan
mendalam dengan beberapa
ritus. Cambridge School atau Aliran
narasumber (responden) kampung
Cambridge dengan tokoh-tokoh seperti
adat masyarakat Cireundeu. Dengan
James G. Frazer, Jane Harrison, dan F.M.
investigasi yang dilakukan,
Concord, memfokuskan studi mereka pada
diharapkan ditemukannya pandangan-
mitologi Yunani. Pusat perhatian aliran
pandangan objektif dan otentik dari
Cambridge adalah sifat-sifat ritual dari mitos.
masyarakat kampung adat Cireundeu
Menurut mereka, ritus merupakan pancaran
Cimahi.
emosi-emosi yang kompleks dari manusia
primitif melalui tindakan-tindakan, gerakan-
Metode utama yang digunakan dalam
gerakan, dan tarian-tarian. Mitos hanya
penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
merupakan salah satu ekspresi dari emosi
diarahkan untuk memahami atau
manusia yang demikian kompleks itu,
menafsirkan gejala keagamaan masyarakat
melalui kata-kata atau bahasa. Mitos muncul
adat Cireundeu berdasarkan sudut pandang
pada saat emosi-emosi yang diekspresikan
dan lingkungan alamiah mereka. Metode
dalam ritus sudah tidak lagi mencukupi.
kualitatif dipandang sebagai prosedur
Pemahaman terhadap aspek ritual itu menjadi
penelitian yang bisa menghasilkan data
penting untuk memahami mitos, yang
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
menjelaskan asal-usul dan eksistensi ritus.
dari orang-orang dan perilaku modern atau
keagamaan dari para anggota komunitas adat
II. Metode Penelitian Cireundeu.
Pendekatan kualitatif ini berkaitan
Untuk mendapatkan hasil penelitian
erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan
yang objektif dan akurat, penulis mencoba
dunia tingkah laku manusia itu sendiri.
menggunakan pendekatan/metode penelitian
Keunikamiya bersumber dari hakikat
deskriptif kualitatif dengan pendekatan-
manusia sebagai makhluk psikis, sosial, dan
pendekatan antropologis yang
budaya yang mengaitkan makna dan
mengungkapkan secara senyatanya. Untuk
interpretasi dalam bersikap dan bertingkah
penelitian ini penulis mencoba
laku; makna dan interpretasi itu sendiri
mengelaborasi masalah-masalah penelitian di
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan

14 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
budaya. Kompleks sistem makna tersebut Peneliti mementingkan pandangan
secara konstan digunakan oleh seseorang responden, bagaimana peneliti
dalam mengorganisasikan segenap sikap dan memandang dan menafsirkan dunia
tingkah lakunya sehari-hari. dari segi pendiriannya. Peneliti tidak
Sehubungan dengan itu, diasumsikan memaksakan pandangan sendiri.
bahwa para anggota masyarakat kampung Peneliti memasuki wilayah penelitian
adat Cireundeu memiliki kompleks sistem tanpa generalisasi, seakan-akan tidak
makna yang secara terns menerus digunakan mengetahui sedikitpun, sehingga
untuk menyusun dan mengorganisasikan dapat menaruh perhatian penuh
sikap dan perilaku mereka dalam berbagai kepada konsep-konsep yang dianut
aspek kehidupan. Karena tingkat modernitas responden.
para anggota masyarakat kampung adat 7. Verifikasi. Metode ini digunakan
Cireundeu berbeda-beda, maka sistem makna terutama jika peneliti berhadapan
yang mereka gunakan pun memiliki variasi dengan kasus-kasus yang dipandang
terentu. bertentangan atau negatif.
Dalam proses penelitian kualitatif ini, 8. Sampling yang purposif. Peneliti tidak
ada beberapa karakteristik yang dapat menggunakan sampling random dan
dirangkum kedalam beberapa hal berikut ini: tidak menggunakan populasi dan
1. Peneliti sebagai instrumen penelitian. sampel yang banyak. Sampel yang
Peneliti bertindak sebagai key digunakan hanya sedikit dan dipilih
instrument atau alat peneliti utama. menurut tujuan penelitian.
2. Peneliti mengadakan komunikasi 9. Mengadakan analisis dari awal
dengan objek memakai bahasa sunda sampai akhir penelitian. Analisis
yang memungkinkan lebih akrab dan dengan pembedaan antara data
terbuka, memahami latarbelakang deskriptif dan data analisis atau
budaya Sunda dan juga memahami tafsiran.
peristilahan yang dipakai bahasa
Sunda sehingga raport antara peneliti Informasi dalam penelitian ini akan
dan yang diteliti bisa terjalin baik. diperoleh melalui dua sumber, yaitu: (1)
3. Mencari makna di belakang kelakuan sumber-sumber lapangan, dan (2) sumber-
atau perbuatan, sehingga dapat sumber dokumenter. Sumber informasi
memahami masalah atau situasi. lapangan ialah: sesepuh masyarakat adat
Untuk lebih memahami sistem makna Cireunde, para tokoh Muslim dan Pemerintah
tersebut, dilakukan pula wawancara Kota Cimahi. Sedangkan sumber yang
dengan para pemuka adat serta studi sekunder yaitu dokumen- dokumen yang
dokumentasi mengenai ajaran yang merupakan hasil laporan, hasil penelitian
dianut para anggota masyarakat serta buku-buku yang ditulis orang lain
kampung adat Cireundeu. tentang masyarakat adat Cireundeu.
4. Menonjolkan rincian data secara
kontekstual. Data tidak dipandang Dalam penelitian kualitatif ini akan
teipisah sendiri-sendiri akan tetapi dibedakan garis besarnya kedalam tiga fase,
saling berkaitan dan merupakan suatu yaitu: tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan
keseluruhan atau struktur. tahap member check. Pada tahapan orientasi,
5. Trianggulasi. Data atau informasi dari peneliti akan mengadakan pengumpulan data
satu pihak dicek kebenarannya secara umum. Peneliti akan mengadakan
dengan cara menguji keakuratan data observasi dan wawancara secara umum dan
tersebut dengan sumber lain yang terbuka agar memperoleh informasi yang
setarap membandingkan data yang luas mengenai hal-hal yang umum tentang
satu dengan yang lainnya. obyek penelitian. Informasi dari sejumlah
6. Mengutamakan perspektif emik. responden dianalisis untuk menemukan hal-

15 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
hal yang menonjol menarik, penting dan makna budaya dari suatu tindakan dapat
berguna untuk diteliti selanjutnya secara diperoleh dari kaitan antara informasi dengan
mendalam. Itulah yang selanjutnya dipakai konteksnya. Yang kedua adalah wawancara
sebagai fokus penelitian. mendalam. Untuk menggali informasi lebih
Dalam tahap eksplorasi, fokus telah dalam mengenai pikiran serta perasaan
lebih jelas, sehingga dapat dikumpulkan data responden dan untuk mengetahui lebih jauh
yang lebih terarah dan lebih spesifik. bagaimana responden memandang dunia
Observasi dapat ditujukan kepada hal-hal berdasarkan perspektifnya pencarian
yang dianggap ada hubungannya dengan informasi secara emic. Informasi emic ini
fokus. Wawancara dilakukan dengan lebih diolah, ditafsirkan dan dianalisa oleh peneliti.
terstruktur dan mendalam sehingga informasi Wawancara dilakukan dalam bentuk
yang dalam dan bermakna akan diperoleh. percakapan informal dengan menggunakan
Maka diperlukan informan yang kompeten lembaran berisi garis-garis besar tentang apa-
dan mempunyai pengetahuan yang cukup apa yang akan ditanyakan.
banyak tentang hal yang akan diteliti itu. Analisis data dalam penelitian ini
Dalam penelitian ini sampel hanyalah sumber adalah proses menyusun data agar dapat
yang dapat memberikan informasi. Sampel ditafsirkan. Menyusun data berarti
dipilih secara purposive. Responden pertama menggolongkannya ke dalam pola, tema atau
diminta untuk menunjuk orang lain yang kategori. Tafsiran atau inteqaretasi artinya
dapat memberikan informasi, dan kemudian memberikan makna kepada analisis,
responden tersebut diminta pula menunjuk menjelaskan pola atau kategori, mencari
orang lain dan seterusnya. Cara tersebut hubungan antara berbagai konsep (Nasution,
dikenal dengan Snowball Sampling. Sampai 1988: 126). Analisis data ini sendiri
dicapai taraf redudancy, ketuntasan, artinya dilakukan dalam tiga cara. yaitu: reduksi
dianggap cukup terhadap informasi yang data, display data, kesimpulan dan verifikasi.
diperlukan. Teknik pemeriksaan data dalam
Hasil wawancara dan pengamatan penelitian kualitatif dilaksanakan
yang telah terkumpul, yang sejak semula berdasarkan beberapa kriteria tertentu.
dianalisis, dituangkan dalam bentuk laporan, Menurnt Moleong, ada empat kriteria yang
hasilnya dikemukakan kepada responden digunakan untuk melakukan pemeriksaan
atau informan untuk dicek kebenaran laporan keabsahan data kualitatif, yaitu: derajat
itu agar hasil penelitian itu dapat dipercaya. kepercayaan (credibility), keteralihan
Sebenarnya, member check akan dilakukan (transferability), kebergantungan
setelah setiap wawancara. Penulis akan (dependability), dan kepastian
merangkum hasil pembicaraan dan meminta (confirmability).
responden mengadakan perbaikan bila perlu Konsep ini merupakan pengganti dari
dan mengkonfirmasikan kesesuaian-nya konsep obyektivitas dalam penelitian
dengan informasi yang diberikannya. kuantitatif. Bila pada kuantitatif, obyektivitas
Dalam penelitian ini para peneliti itu diukur melalui orangnya atau penelitinya.
sendiri langsung mengumpulkan data di Diakui bahwa peneliti itu memiliki
lapangan dengan cara observasi dan pengalaman subyektif. Namun, bila
wawancara mendalam. Observasi dilakukan pengalaman tersebut dapat disepakati oleh
untuk mengumpulkan informasi berkenaan beberapa orang, maka pengalaman peneliti
dengan upacara-upacara ritual, perilaku bisa dipandang obyektif.
keagamaan, dan interaksi antar sesama
penganut adat. Dari setiap observasi, peneliti III. Hasil Penelitian dan Pembahasan
akan menggali dan mengamati cultural
meaning, hal ini akan berhasil apabila Kampung Cireundeu sampai tahun
peneliti mampu mengaitkan antara informasi 2001 termasuk bagian dari daerah Kabupaten
yang diterima dengan konteks. Karena Bandung Provinsi Jawa Barat. Mulai bulan

16 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
21 Juni 2001 Cireundeu menjadi bagian dari keyakinan, nilai, noraia dan simbul dari
Kota Cimahi, berbarengan dengan orang tua dalam hidup dan kehidupan. Baik
peningkatan status Kota Administratif kehidupan pribadi maupun kehidupan orang
(Kotif) Cimahi menjadi Kota Cimahi sebagai lain. Diantara warisan tersebut, sejak dahulu
kota otonom. Saat ini di Kota Cimahi sampai sekarang warga adat tidak
terdapat tiga kecamatan, yaitu Kecamatan mengkonsumsi beras sebagai makan pokok.
Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah Mereka menjadikan singkong sebagai
dan Kecamatan Cimahi Selatan. Di dalamnya makanan pokoknya.
terdapat pula limabelas kelurahan dan tiga Hidup dan kehidupan warga adat
ratus tigapuluh RW. berlangsung untuk nyukcruk galur urang
Kampung tersebut dihuni oleh (menelusuri asal usul) Sunda. Mereka
masyarakat yang terdiri dari 700 kepala mengarangi hidup sebagai Orang Sunda nu
keluarga (KK). Sebagiannya, yaitu 200 KK Nyunda. Bukan orang Sunda sebagai Katolik,
merupakan penganut atau warga adat Mereka Kristen, Hindu, Budha atau Islam. Galur
mendiami wilayah seluas 400 hektar. Berada itulah yang dipayungi keyakinan hidup yang
dalam wilayah RW 10 kelurahan Leuwigajah manunggal jeung nu kagungan (Menyatu
kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. dengan yang maha memiliki).
Terdiri dari 5 RT. Mayoritas warga RT 01, 04 Tidak ada kitab suci sebagai pedoman
dan 05 adalah Muslim, minoritas penganut hidup warga adat. Yang ada adalah ajaran
adat. Mayoritas warga RT 02 dan 03, adalah berupa pitutur. Isinya adalah nasihat lisan
penganut adat (masyarakat adat), minoritas dari sesepuh untuk semua warga adat untuk
Muslim. selalu menjunjung tinggi Tri Tangtu (Ucap,
Terdapat dua mesjid di RW tersebut. Tekad, jeung Lampah). Kitab suci adalah
Yang pertama, mesjid Al- Huda terletak di Kitab Alit Nu Aya dina Diri Urang (Kitab
RT 01 dan yang kedua adalah mesjid Al- kecil yang ada dalam diri). Sebuah pedoman
Ikhlas yang terletak di RT 05. Kehidupan agar manusia marnpu mengendalikan diri
warga adat sebagai penganut adat dipimpin sehingga samemeh nyarios geus nyarios,
oleh para sesepuh atau tokoh adat. Sesepuh samemeh mikir geus mikir jeung samemeh
adat adalah: (3 Abah Emen Sunarva (sesepuh ngalengkah geus ngalengkah (Sebelum
utama); (2) Abah Widia (ais pangampih: bicara sudah bicara, sebelum berfikir sudah
urusan dalam); dan (3) Abah Asep (panitren: berfikir dan sebelum melangkah sudah
urusan luar). Kepercayaan yang mereka anut melangkah).
berasal dari kepercayaan Madrais sebuah Kegiatan keagamaan dan
ajaran yang dibawa oleh Madrais Pangeran keberagamaan juga berlangsung di kota
Ali Basyah Kusumah. Oleh warga adat Cimahi. Di kota tersebut hidup para
Cireundeu disebut Pangeran Sepuh. Diyakini penganut agama Islam, Katolik, Kristen.
berasal dari Cigugur, Kuningan. Para sesepuh Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Masing-
adat memimpin semua warga adat dalam
masing umat beragama memiliki tempat
menjalani kehidupan yang dipandu oleh beribadat, pemimpin keagamaan, peribadatan
kepercayaan atau ajaran yang khas. Menurat dan upacara keagamaan tersendiri. Mayoritas
Abah Emen, ajaran yang mereka anut boleh penduduknya adalah, Muslim. Karena itu,
saja kalau mau disebut Madrais, agama Islam wajar jika dalam keseharian yang paling
Sunda, agama Sunda Wiwitan, agama nampak semarak kegiatan keagamaannya
Kuring, atau agama Jawa Sunda. adalah umat Islam. Salah satu tanda
Menurutnya, penamaan tidak penting yang kesemarakan itu adalah frekwensi kegiatan
penting adalah pengamalan. dakwah yang sangat sering dilakukan oleh
Para sesepuh membimbing warga adat para tokoh Islam, terutama di wilayah
untuk akur. Artinya memelihara Adat Kecamatan Selatan sebagai wilayah yang
Karuhun. Intinya: menghargai warisan paling banyak pesantrennya.

17 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
Warga adat Cireundeu berhadapan Atas dasar pandangan diatas, penulis
dengan kesemarakan kegiatan dakwah. tertarik untuk mengungkap tentang ajaran-
Mereka juga sangat berhadapan dengan ajaran masyarakat/warga adat Cireundeu.
sentuhan modernisasi. Hal tersebut dapat Dari situ akan dilakukan pengkajian pada
damati misalnya pada modernisasi model tataran ajaran mereka, apakah ajaran
bangunan rumah tinggal, pakaian, peralatan masyarakat adat Cireundeu bisa bertahan
pertanian, teknologi pangan, listrik, peralatan sehingga terjadi kontinuitas atau bahkan
elektronik dan pendidikan. Anak-anak warga diskontinuitas hubungannya dengan arus
adat pada bersekolah sejak SD sampai SMA. modernisasi dan Islamisasi serta kerukunan
Sebagian sudah ada yang kuliah di perguruan mereka dalam kehidupan sosial di Kota
tinggi. Menarik untuk diteliti acialah Cimahi.
bagaimana prilaku keberagamaan warga adat Kajian ini didasarkan pada asumsi
dalam ams modernisasi dan keriuhan gerakan bahwa masyarakat adat Cireundeu, seperti
dakwah yang berlangsung sekitar mereka. masyarakat lainnya, mengalami perubahan.
Masalah penelitian ini berkaitan dengan Akan tetapi, pembahan tersebut tidak
perubahan yang diwarnai oleh kontinuitas berjalan secara sekaligus, tetapi berangsur.
dan diskontinuitas masyarakat adat Oleh karena itu, perubahan sosial sesuatu
Cireundeu, terutama dikaitkan dengan proses masyarakat tidak hanya menunjukkan
modernisasi dan Islamisasi di Kota Cimahi. continuity, tetapi juga discontinuity. Dalam
Masalah ini bertolak dari asumsi tentang masyarakat adat Cireundeu, gejala
proses sinkretisasi, dalam arti penyatuan dua discontinuity tampak pada kehidupan
tradisi kebudayaan atau lebih. (Malinowski, keagamaan, sebagai sebuah institusi yang
1945); Dalam penelitian ini, percampuran mengalami perubahan lebih lamban
antara tadisi masyarakat Cireunde (sebagai dibandingkan dengan institusi-institusi
tradisi lokal atau litle tradition) dengan lainnya, terutama ekonomi dan politik.
modernitas (sebagai tradisi besar atau great
tradition) serta tradisi-tradisi besar lain yang Ajaran Masyarakat Adat Cireundeu
berbasis ajaran agama (terutama Islam). Dalam sebuah wawancara penulis
dengan para sesepuh (tokoh adat) di
Mc Kim Marriott (1955) menjelaskan antaranya adalah: 1. Abah Emeu Sunarya
interaksi antara tradisi besar dengan tradisi (sesepuh); 2. Abah Widia (ais pangampih:
kecil ia berteori tentang pengaruh dua pihak: urusan dalam); dan 3 Abah Asep ( Panitren:
praktek lokal telah dipromosikan melalui umsan luar). Para sesepuh membimbing
sejarah ke dalam ketentuan Sansakerta dalam warga adat untuk AKUR artinya memelihara
sebuah proses yang ia sebut sebagai Adat Karuhun. Intinya: Menghargai Hidup
universalization, dan gagasan serta praktek dalam Kehidupan. Baik kehidupan pribadi
yang ada dalam ketentuan ini diterima secara maupun kehidupan orang lain Masyarakat
lokal dalam konteks parochializatio. Tentu adat percaya bahwa hidup itu harus hirup
saja, beberapa ritus telah diparokialisasi dan jeung nu kagunganana. Jika jauh muncul
kemudian diuniversalisasikan kembali dalam sikap sagalci wani. Contoh korupsi,
pola melingkar. Dalam penelitian ini akan membunuh dan merusak alam. Hidup harus
dikaji bagaimana warga adat Cireundeu manunggal dengan sang pencipta, Ngahiji
menerima gagasan tradisi dari luar mereka tapi teu ngajadi hiji. Dina diri aya mustika,
(parokialisasi) dan bagaimana mereka Dia yang sangat dekat. Dengan manunggal
bergerak untuk mempromosikan gagasan manusia akan mampu menampilkan budi
tradisi yang mereka miliki ke dunia luar pekerti luhur. Budi pekerti luhur akan
(universalisasi). Melengkapi semua itu, juga membawa manusia selamat ke alam padang
akan dikaji bagaimana bentuk kerukunan poe panjang tunjung sampuma, alias hari
warga adat Cireundeu dengan pihak luar akhirat.
khususnya Muslim dan kerukunan mereka Dengan budi pekerti rendah manusia
dengan pihak pemerintah kota Cimahi.

18 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
akan celaka. Perbuatan jahat akan muncul. jawaban atas sebuah pertanyaan tentang apa
Orang jahat susah sampai ke akherat karena arti hidup? Jawabannya adalah Tuhan
bakal banyak menghadapi rerenteng atau menciptakan manusia untuk bekerja, muncul
kendala untuk sampai ke sana. Para sesepuh jati diri, bahwa manusia tercipta dari semua
selalu mengingatkan darimana asal manusia, unsur tanah. Manusia yang berasal dari tanah
dengan pola wayang nyaho ka dalangna. tersebut tampil dan terlihat dari mulutnya,
Manusia harus melakukan aji diri, mencari dari bobot pembicaraannya. Pada saat tampil
jati diri-nya, menemukan apa yang itulah manusia terlihat keasliannya, dialah
tersembunyi dalara dirinya. Ajaran ini manusia. Dia disebut bumi adegan, alias alam
disebut papat ka lima pancer. Mengingat mikro yang tampil di jagat raya sebagai alam
papat (empat) indra yaitu mata, telinga, makro. Jadi manusia adalah bumi adegan
hidung dan mulut sampai pancer (berpusat) alias dunia dalam bentuk kecil. Jadi hidup
mampu melihat dirinya. adalah menampilkan kehidupan dengan
Hidup warga adat berlangsung untuk merasa kersana kersaning Gusti. Barangsiapa
nyukcruk galur urang sunda. Bukan Kristen, tidak mengenal dirinya. maka dia akan ujub
Hindu, Budha dan Islam. Galur itulah yang dan takabur. Merusak tatanan kehidupan.
dipayungi keyakinan hidup yang manunggal Dalam keyakinan warga adat,
jeung nu kagungan. Oleh karena itu manusia manusia harus religius. Tapi bukan
tak perlu sholat. Alasannya karena nu mengikuti agama kepunyaan orang lain.
kagungan selalu memantau, tak perlu Agama Cina untuk bangsa Cina, agama India
dihubungi lima kali dalam sehari semalam. untuk Orang India, agama Jepang untuk
Tidak ada kitab suci yang menjadi orang Jepang, agama Arab untuk orang Arab
pegangan masyarakat adat. Yang ada adalah dan agama Sunda untuk orang Sunda. Orang
ajaran berupa pitutur. Isinya adalah nasihat Sunda punya agama, budaya, adat, bahasa
lisan dari sesepuh untuk semua warga adat dan huruf tersendiri, disebut Sunda Wiwitan.
untuk selalu menjunjung tinggi Tri Tangtu Tidak perlu mengikuti agama orang lain.
(Ucap, Tekad, jeung Lampah). Menurut Menurut warga adat Cireundeu,
mereka, kitab suci adalah Kitab Alit nu aya selamat manusia oleh bahasa bukan oleh
dina diri urang. Sebuah pedoman agar solat. Bukan pula karena mengikuti kitab Al-
manusia mampu mengendalikan diri quran. Menurut mereka, Al-quran adalah
sehingga samemeh nyarios geus nyarios, bacaan. Isinya tentang benar dan salah.
samemeh mikir geus mikir jeung samemeh Bacaan adalah bahasa yang keluar dari mulut.
ngalengkah geus ngalengkah. Oleh karena itu yang penting adalah menjaga
Warga adat dibimbing oleh para mulut. Ungkapannya adalah Saur kudu
sesepuh untuk selalau memelihara tetekon diukur, basa kudu dihamplas.
atau patokan hidup utama. Tetekon tersebut Manusia, dalam keyakinan warga
berupa pikukuh tilu yaitu: 1. Inget kanu adat, harus eling seumur hidup, setiap saat,
kagungan; 2. Ngamumule lemah cai; 3. bukan waktu tertentu. Islam tidak cocok
Ngamumule awak urang. Pikukuh tilu dengan orang Sunda. Karena Allah Cina keur
dipadukan dengan papat kalima pancer Cina, Allah Belanda keur Belanda, Allah
beserta unsur lain yang disebut 3,2,4.5,6. Arab keur Arab, Allah Sunda keur Sunda.
Tiga (3) adalah Sir (keinginan), rasa dan Hiji mpa, hiji nagara, hiji rasa. Orang atau
pikir. Dua (2) adalah Hidup yang warga adat yang memeluk atau masuk Islam
berpasangan seperti benar salah, baik buruk, dianggap teu nilas saplasna teu ngadek
pria wanita dan sebagainya. Empat (4) adalah sacekna, tidak konsisten dengan
Papat (indra yang empat). Lima (5) adalah kasundaannya.
Rupa manusia di dunia yaitu ada berwarna Keyakinan warga mendorong mereka
putih, hitam, kuning, merah dan sawo untuk merdeka. Merdeka pribadi dari nafsu,
matang. Enam (6) adalah wujud diri. merdeka bangsa dari penjajah dan merdeka
Wujud diri berkaitan dengan sebuah pangan dari ketergantungan pada beras.

19 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
Warga adat Cireundeu mayoritas makan adat boga ajen inajen, ulah unggut
singkong sebagai makanan pokok. Hal kalinduan, ulah gedag kaanginan, ulah
tersebut tidak semata-mata tradisi tetapi kabawa ku sakaba-kaba. Tetep kudu silih
berkaitan dengan keyakinan untuk merdeka asah silih asih silih asuh. Silih talingakeun.
yang berbasis keyakinan tentang manunggal Oleh karena itu prilaku sebagian masyarakat
dengan yang memiliki kekuatan alias Yang yang mengaku modern seperti mabuk
Maha Kuat. minuman keras atau mengkonsumsi narkoba
Warga adat Cireunden berpendapat: tidak terjadi. Karena ada rasa malu sebagai
Keun wae teu boga sawah asal boga penganut adat.
pare
Keun wae tea boga pare asal boga Universalitas Sistem Keyakinan dan
beas Sistem Nilai
Keun wae teu boga beas asal boga Usaha masyarakat adat Cireunde
sangu dalam universalisasi sistem keyakinan,
Kean wae teu boga sangu asal bisa sistem nilai, sistem norma, dan sistem simbol
dahar mereka sebagai salah satu satuan-sosial dan
Keun wae teu bisa dahar asal kuat. kultural dalam arus Islamisasi dan
Saha nu mere kakuatan, Gusti nu modernisasi.
ngersakeun, Nu ngayugakeun. Menurut Abah Emeu dan Abah
Manusa mah kawasa dikawasakeun, Widia, yang penting dalam beragama adalah
kuat lantaran dikuatkeun. pengamlan bukan penamaan. Intinya percaya
tentang keberadaan pangeran (Tuhan).
Kemerdekaan yang muncul adalah Kepercayaan yang dianut warga Cireundeu
kemerdekaan yang menumbuhkan jiwa berasal dari ajaran yang dibawa oleh Madrais
kebersamaan dan persatuan sesama warga Pangeran Ali Basyah Kusumah. Oleh warga
adat. Menumbuhkan jiwa kemandirian dan adat Cireundeu disebut Pangeran Sepuh.
karakter yang khas. Tidak terkontaminasi Diyakini berasal dari Cigugur, Kuningan.
keyakinan dari luar. Sekalipun demikian, Dahulu, oleh pemerintah Belanda,
komunitas adat masyarakat Cireundeu Madrais pernah ditangkap dan dibuang ke
menerima modernisasi. Menurut mereka, Temate. Ia baru kembali sekitar tahun 1920
modernisasi diterima sebagai langkah untuk melanjutkan ajarannya. Menurut Abah
miindung ka waktu mibapa ka zaman. Namun Emen, awal ajaran Madrais dikembangkan di
tetap harus dipahami sebagai ciri wanci, cara Cireundeu ini setelah pertemuan kakeknya,
mangsa nu teu kaluar tina tetekon. H. Ali dengan Pangeran Madrais tahun 1930-
Warga adat sangat terbuka terhadap an. Pada tahun 1938, Pangeran Madrais
sentuhan modern, Misalnya model bangunan berkunjung ke Cireundeu dan sempat lama
rumah tinggal, pakaian, peralatan pertanian, menetap disana.
listrik, peralatan elektronik dan pendidikan. Madrais yang biasa juga dipanggil
Anak-anak warga adat pada bersekolah sejak Kiai Madrais adalah keturunan dari
SD sampai SMA. Sebagian sudah ada yang Kasultanan Gebang, sebuah kesultanan di
kuliah. Teknologi pangan sudah sangat akrab wilayah Cirebon Timur. Ketika pemerintah
dengan warga Cireundeu. Singkong mereka Hindia Belanda menyerang kesultanan ini,
oiah menjadi produk makanan yang Madrais diungsikan ke daerah Cigugur. Sang
bervariasi dengan kemasan yang menarik. pangeran yang juga dikenal sebagai Pangeran
Saat sekarang kampung Cireundeu oleh Sadewa Alibasa, dibesarkan dalam tradisi
Kementerian Pertanian RI telah ditunjuk Islam dan tumbuh sebagai seorang spiritualis.
sebagai model percontohan dalam bidang Ia mendirikan pesantren sebagai pusat
ketahanan pangan. pengajaran agama Islam. Namun ia
Dalam kehidupan modern para kemudian mengembangkan pernahaman
sesepuh selalu mengingatkan agar warga yang digalinya dari tradisi pra- Islam

20 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
masyarakat Sunda yang agraris. Ia dalamnya terkandung welas asih, undak
mengajarkan pentingnya menghargai cara usuk, tatakrama, budi bahasa, budi daya dan
dan ciri kebangsaan sendiri, yaitu Jawa- wiwaha (mengurangi nafsu diri).
Sunda. Mereka menyebutkan rasa
Usaha sesepuh memelihara agama kamanusaan merupakan karakter atau ciri
dan keyakinan warga adat Cireundeu adalah khas warga adat. Mereka yakin bahwa
dengan mengayomi dan mengasuh warga dengan memiliki ciri khas, orang lain bakal
dengan pitutur dan contoh prilaku. Menurut mendatangi mereka. Bukan sebaliknya,
para sepuh, agama adalah pekerjaan manusia mereka yang sibuk mendatangi orang lain.
sehari-hari, pekerjaan manusia yang hidup. Dalam proses interaksi seperti itu sebenarnya
Jadi membimbing warga dengan contoh telah terjadi universalisasi oleh warga adat.
bukan dengan banyak dalil. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mc. Kim
Selain itu dengan sering membuka Mariot (1995) tentang interaksi antara tradisi
riwayat tentang karuhun atau leluhur agar besar dengan tradisi kecil. Praktek lokal telah
warga adat selalu ingat tentang siapa dipromosikan melalui sosialisasi sebagai
manusia. Kehadiran dan kebersamaan para universalization, dan gagasan serta praktek
sesepuh di tengah warga adat sangat yang ada dalam ketentuan ini diterima secara
memudahkan warga untuk berdialog tentang lokal dalam konteks parochialization.
makna hidup. Setiap kesempatan bisa Masalah kerukunan warga juga
dimanfaatkan oleh mereka untuk menambah dibenarkan oleh Ustadz Ayep (Ketua DKM
dan meneguhkan tentang kebenaran Mesjid Al-Huda, RT 01) dan ustadz Maman
keyakinan mereka. Para sesepuh hadir (Ketua DKM Mesjid Al-Ikhlas, RT 05).
sebagai penerus karuhun secara pisik dengan Menurit mereka warga adat dan warga
membawa keyakinan yang non flsik. Muslim terbiasa bergotong royong dalam
Para sesepuh juga berusaha pemeliharaan lingkungan, ronda malam dan
memelihara keyakinan warganya dengan perayaan hari proklamasi 17 Agustus. Pihak
berbagai upacara dalam panen, menyembelih mesjid tidak memiliki kegiatan dakwah untuk
binatang, upacara kematian dan upacara warga adat. Kegiatan dakwah lebih
tutup tahun yang dilaksanakan setiap tanggal dititikberatkan bagi jamaah Muslim. Menurut
satu syura atau muharam. Upacara tutup Ustadz Maman, dakwah seperti itu dilakukan
tahun di laksanakan di bale saresehan. Di karena menghindari piomongeun (bahan
sampingnya terdapat rumah kosong bekas pertengkaran).
upacara tutup tahun sebelum dibangun bale Terjadi kasus kecil pada tahun 1997,
saresehan. Di rumah itu diyakini Madrais yaitu ketika warga adat bernama Taryana
masih ada dan hidup menyaksikan seluruh masuk Islam. Pada tahun 1998 menyusul
keturunannya sampai hari akhir dunia. Tarmidi yang masuk Islam. Ada juga hai unik
Keyakinan tersebut nampaknya sesuai yaitu Yuli, istri abah Asep sesepu adat,
dengan pendapat E.B. Taylor (Dhavamoni beragama Islam dan seringkali hadir di
Mariasusai, 1995), yang mengatakan bahwa pengajian mesjid Al-Ikhlas. Hal ini tidak
animisme diwarnai oleh kepercayaan kepada dipermasalahkan warga adat, karena Yuli telah
leluhur. Ada pemujaan kepada leluhur yang menganut Islam sejak sebelum menikah
mencampuri kehidupan warga adat. dengan Abah Asep.
Tokoh dan warga adat Cireundeu
tidak mempunyai program untnk melakukan Sistem Norma, dan Sistem Simbol
kegiatan yang gebyar dalam menyebarkan Masyarakat Cireundeu
ajaran mereka keluar warga adat. Menurut Masyarakat adat Cireundeu memiliki
para sesepuh yang penting dibangun adalah sistem keyakinan (kesepakatan tentang yang
kerukunan. Akur rukun repeh rapih, jeung benar dan yang salah), sistem nilai
sasama nu harirup. Masyarakat adat lebih (kesepakatan tentang yang baik dan yang
mengedepankan Rasa Kamanusaan. Di buruk), sistem norma (kesepakatan tentang

21 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
yang boleh dan yang tidak boieh dilakukan) sangat hati-hati menggarap tanah tutupan dan
serta simbol atau lambang yang sangat menghindari pemenggarap area
menggambarkan keyakinan, nilai dan norma. leuweung larangan. Di sini tergambar
Dalam aspek keyakinan (believe) kontinnitas mereka pada sistem nomia.
mereka mempercavai keberadaan tuhan yang Kontinuitas dan diskontinuitas secara
didekati dengan eling. Tidak ada ritus sederhana bisa diamati pada pilihan mereka
tertentu yang rutin dan berurutan. Secara untuk menjadikan singkong sebttgai
administratif semua warga adat makanan pokok. Mengkonsumsi singkong
mencantumkan agama Islam pada kolom dianggap sebagai kebenaran (believe),
kartu tanda penduduk (KTP) dalam status bercocok tanam singkong bukan bersawah
agamanya. Menurut Abah Emen adalah kebaikan (nilai), menanam singkong
pencantuman seperti itu hanya untuk harus di area baladahan (norma), singkong
memudahkan pengisian status saja. Tanpa dianggap sebagai kemerdekaan dari
niat untuk mengamalkan Islam sebagai ketergantungan kepada beras (simbol).
ajaran. Pada tataran ini nampaknya mereka Konsistensi mengkonsumsi singkong, telah
konsisten dari sisi ajaran (adat) tetapi tidak menarik perhatian pemerintah pusat dan
konsisten dari sisi administratif (Islam). pemerintah kota Cimahi untuk menjadikan
Warga adat tidak dikhitan karena masyarakat Cireundeu sebagai model atau
dipandang menyakiti badan dan tidak mau percontohan pembangunan dalam ketahanan
ikut cara Muslim. Khitan dipandang tidak pangan.
sesuai dengan pikukuh ngamumule awak
urang. Mereka memandang ajaran Islam Keyakinan dan Sistem Ketahanan Pangan
sangat merepotkan karena harus dikhitan, Masyarakat Adat Cireundeu
sholat, puasa dan ibadah haji. Dalam sistem Cireundeu merupakan salah satu
nilai pada bentnk khitan warga adat kampung adat yang masih ada di Jawa Barat
menggambarkan kontinuitas. hingga kini. Sebagaimana kampung adat
Warga adat yang meninggal lainnya di tatar sunda, masyarakat kampung
dikebumikan dengan cara adat. Pemimpin adat Cireundeu masih mempertahankan adat
upacara penguburan adalah para sesepuh. istiadat atau tradisi warisan leluhur
Jenazah di masukkan ke dalam peti yang (karuhun). Kendati demikian, pengaruh
kedalamnya disertakan beras, (simbul pulang budaya modern juga telah hadir dalam
ke asal malik ka nasi), kapur, (simbul hidup kehidupan sehari-hari masyarakat Cireundeu,
tinggal tulisan harus putih bersili). arang seperti halnya tempat tinggal mereka yang
(simbul masuk dari tempat terang ke tempat sebagian tidak lagi bertipe tradisional
gelap) dan pakaian (simbul pamake atau melainkan permanen.
ageman yaitu keyakinan yang dipelihara). Menurut Hiski Darmayana (lihat
Dahulu peti harus terbuat dari kayu jati dalam Blognya di internet) dalam risetnya
sebagai simbul mulih kajati mulang ka asal. menyebutkan, bahwa karakteristik
Sekarang cukup dengan kayu biasa karena masyarakat adat Cireundeu yang agak
kayu jati makin susah, tetapi tetap berbeda dengan masyarakat kebanyakan
disimbulkan sebagai kayu jati. tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ajaran
Pada aspek simbul nampaknya warga Pangeran Madrais yang berakar dari konsepsi
adat tidak konsisten ketika menyertakan agama Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan
beras, bukan singkong ke dalam peti mayat. masyarakat Sunda pra-Islam. Masyarakat
Tidak konsisten juga pada bahan kayu jati, Cireundeu mulai mengenal ajaran Pangeran
walaupun ada alasan karena kayu jati makin Madrais sejak awal abad 20. Sejak saat itu
langka. Dalam kata lain pada aspek simbul hingga kini, mayoritas penduduk kampung
terdapat diskontinuitas. Cireundeu tetap teguh menjadikan agama
Masyarakat adat konsisten untuk Sunda Wiwitan yang diajarkan Pangeran
menggarap tanah hanya di area baladahan, Madrais sebagai pedoman hidup.

22 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
Hasil wawancara kami dengan Abah masyarakat adat Cireundeu juga masih
Emen dan Abah Asep menurut mereka mempertahankan tradisi konsumsi nasi
bahwa Pangeran Madrais adalah salah satu singkong yang diwariskan oleh leluhur
keturunan Kesultanan Gebang Cirebon yang mereka. Nasi yang terbuat dari singkong
juga menyebarkan ajarannya di daerah adalah makanan pokok masyarakat adat
Cigugur, Kuningan. Ajaran Pangeran Cireundeu sampai sekarang. Tradisi ini telah
Madrais menitik beratkan pada kebanggan terbukti menjadikan masyarakat Cireundeu
akan identitas kebangsaan atau kesundaan mandiri dan tidak tergantung dengan beras
yang sepatutnya dimiliki oleh seluruh orang yang menjadi makanan pokok mayoritas
Sunda. Meski demikian, ajaran Madraisme rakyat Indonesia. Oleh karena itu, semua
tidaklah bersifat chauvinis, melainkan dinamika yang terkait dengan beras seperti
menekankan toleransi dan kesediaan yang naiknya harga atau kelangkaan pasokan beras
kuat dalam menerima perbedaan. Penguatan tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan
identitas kesundaan dijadikan landasan agar mereka.
masyarakat Sunda tidak kehilangan jati Sejak kapan dan mengapa masyarakat
dirinya ketika ‘berhadapan’ dengan Cirendeu mengonsumsi nasi singkong?
kebudayaan (termasuk kepercayaan atau Sesepuh warga Cireundeu, Abah Emen,
agama) asing yang ketika itu hadir melalui menuturkan bahwa tradisi tersebut bermula
kolonialisme dan perdagangan. pada tahun 1924, ketika lahan pertanian yang
Esensi ajaran Pangeran Madrais ditanami padi oleh warga Cireundeu
adalah pembangunan jati diri bangsa (nation mengalami gagal panen (puso). Masyarakat
character building) yang berkorelasi dengan Cireundeu pun terancam kelaparan, karena
kecintaan pada tanah air, yang diistilahkan pemerintah kolonial Belanda tidak concern
sebagai “tanah amparan”. Disinilah terletak dengan problem pangan yang dihadapi warga
perbedaan mendasar antara agama Sunda Cireundeu.
Wiwitan dengan agama-agama yang Dalam kondisi itu, salah satu tokoh
diintrodusir dari luar nusantara seperti Islam masyarakat Cireundeu, Haji Ali menggagas
dan Kristen, yakni kentalnya nilai-nilai konversi lahan sawah menjadi kebun
kebangsaan dan kemandirian budaya dalam singkong. Dalam pemikirannya, resiko gagal
ajarannya. Ironisnya, para penganut agama panen dari kebun singkong relatif lebih kecil
Sunda Wiwitan termasuk masyarakat adat daripada lahan padi. Warga Cireundeu mulai
Cireundeu masih terbelenggu rantai mengonsumsi singkong. Nasi singkong, yang
diskriminasi dalam pemenuhan hak-hak sipil oleh penduduk Cireundeu dinamakan nasi
karena kepercayaan yang mereka anut. Tidak atau Sanguen, menjadi makanan pokok
hanya penganut Sunda Wiwitan, tetapi warga Cireundeu meskipun zaman telah
seluruh kaum penghayat kepercayaan atau berubah. Hal ini disebabkan oleh wejangan
penganut agama asli nusantara dari berbagai dari Haji Ali selaku leluhur mereka yang
suku dinegeri ini pun mengalami nasib meminta masyarakat Cireundeu beralih
serupa. Hal ini disebabkan oleh politik mengonsumsi nasi singkong sebagai akibat
pembatasan agama yang dilakukan negara dari peristiwa gagal panen tahun 1924.
semenjak Undang-undang nomor Masyarakat Cireundeu pun memegang teguh
l/PNPS/1965 diberlakukan di akhir masa wejangan tersebut sama halnya seperti
Orde Lama, sebagai buah dari tuntutan mereka meyakini dengan teguh ajaran
kelompok agama/santri guna menghadang Pangeran Madrais hingga kini.
pengaruh kekuatan komunis yang dianggap
dekat dengan kalangan penghayat Diversifikasi Pangan yang Independen
kepercayaan. Konsumsi nasi singkong oleh
masyarakat Cireundeu semenjak puluhan
Kedaulatan Pangan tahun silam membuktikan keberhasilan
Selain aspek kepercayaan, masyarakat adat dalam menjaga

23 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
eksistensinya yang independen dari sejarah tanpa mengabaikan hak-hak mereka
intervensi kekuasaan politik. Peralihan guna menyonsong masa depan yang lebih
konsumsi nasi beras menjadi nasi singkong baik, masa depan yang berdaulat.
oleh warga Cireundeu telah dilakukan jauh
sebelum digalakkannya program IV. Kesimpulan
diversifikasi pangan oleh berbagai instansi
pemerintah akhir-akhir ini. Liberalisasi dan Dari penjelasan di atas, kiranya dapat
komersialisasi komoditi pangan yang disimpulkan antara lain:
cenderung mematikan daya beli konsumen 1. Masyarakat adat Cireundeu
dari kalangan miskin serta mengamputasi merupakan sebuah sistem sosial yang
para produsen pangan lokal pun tidak memiliki sistem keyakinan, sistem
dirasakan masyarakat Cireundeu. nilai, sistem norma dan simbol
Warga Cireundeu juga luput dari tersendiri. Empat sistem tersebut
penyeragaman konsumsi beras di era Orde menghadapi desakan kontinuitas dan
Barn yang menafikan keberagaman pangan diskontinuitas pada saat terjadi
nusantara. Karena luput dari kebijakan parokialisasi tradisi besar Islam dan
pangan Orde Baru itulah, masyarakat modernitas. Kuatnya arus
Cireundeu terhindar dari bencana kelaparan parokialisasi menyebabkan
seperti yang dialami penduduk Papua atau masyarakat Cireundeu lebih adaptif
Maluku kini. Banyak penduduk di kedua terhadap kultur Islam pada tataran
daerah tersebut menjadi korban dari simbol. Hal ini terlihat dalam
kebijakan beras-isasi Orde Baru yang pencantuman Islam sebagai agama
menyalahi kondisi geografis dan kultural dalam KTP mereka. Pada sisi lain
daerah-daerah tersebut. mereka masih mampu
Ketahanan pangan yang diperlihatkan mempertahankan dan melanjutkan
warga Cireundeu menarik perhatian keyakinan, nilai dan norma yang
pemerintah, baik pusat maupun daerah. dianutnya. Adapun sikap mereka
Kampung adat Cireundeu kerap dijadikan terhadap parokialisasi modernitas
kampung percontohan ketahanan maupun ternyata lebih luas, kecuali dalam
diversifikasi pangan yang berhasil di Jawa beragama.
Barat, bahkan Indonesia. Respon pemerintah 2. Dalam konteks masyarakat Kota
terhadap tradisi masyarakat Cireundeu ini Cimahi, warga adat merupakan
dapat dilihat sebagai suatu bentuk apresiasi subsistem sosial. Mereka mampu
pemerintah pada keberhasilan warga melakukan universalisasi, di tengah
Cireundeu dalam menjaga ketahanan arus Islamisasi dan modernisasi di
pangannya dengan berlandaskan kearifan kota Cimahi. Oleh karena itu,
lokal. Namun disisi lain, sikap pemerintah keberadaannya diakui sebagai
selaku pemegang otoritas tertinggi di subsistem masyarakat kota Cimahi
republik ini kontradiktif bila meninjau yang lengkap dengan sistem
kebijakan diskriminatif yang memasung kepercayaan, nilai, norma dan simbol
kebebasan masyarakat Cireundeu untuk tersendiri.
beragama dan berkeyakinan masih terus 3. Eksistensi warga atau masyarakat adat
dipertahankan hingga era reformasi kini. tersebut sebagai komunitas muncul
Terlihat ironis pula bila kita melihat sebagai akibat kemampuannya dalam
kebijakan pangan pemerintahan saat ini yang melakukan universalisasi dalam
masih menghamba pada produk impor, tanpa konteks budaya yang lebih luas.
keseriusan membenahi sektor pertanian Kehadiran mereka tidak terganggu.
negeri ini demi terwujudnya kedaulatan Malahan muncul pengakuan karena
pangan. Sudah selayaknya kita belajar dari mereka melakukan universalisasi
mereka yang telah teruji melewati dinamika tentang kehidupannya, misalnya

24 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
tentang ketahanan pangan. dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan
a. Sebagai sebuah sistem Obor Indonesia.
kebudayaan. semua komponen
adat masyarakat Cireundeu Geertz Clifford, 1981, Santri, Abangan,
berjalan secara rukun. Tidak Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,
terdapat informasi dan bukti Jakarta: Pustaka Jaya
konflik di antara mereka sebagai
sesama penganut adat. Hersapandi, dkk. 2005, Surau Antara Tradisi
b. Sebagai sebuah sub sistem sosial, dan Ekspresi Seni, Yogyakarta:
komunitas adat Cireundeu Pustaka Marwa.
berinteraksi dengan masyarakat
Muslim sekitar mereka. Terjadi Hilman Hadikusuma. 1992, Pengantcir Ilmu
kerukunan yang aktif diantara Hukum Adat Indonesia, Bandung:
warga adat dengan warga Muslim Mandar Maju.
dalam kegiatan yang bersifat
I Gede A.B. Wiranata. 2003, Hukum Adat
kemasyarakatan dalam kehidupan
Indonesia Perkembangannya dari
sehari-hari.
Masa ke Masa, Bandung: Departemen
c. Universalitas budaya atau adat
Pendidikan Nasional.
Cireundeu mendapatkan promosi
dari pemerintah kota Cimahi Iman Sudiyat, 1982, Asas-asas Hukum, Adat.
terkait dengan pembangunan cet. 2. Yogyakarta: Liberty.
berbasis kearifan lokal.
Koentjaraningrat, 2009, Pengantar Ilmu
Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.
Daftar Pustaka Kuntowijoyo, 2006, Budaya dan
Masyarakat, Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogyakarta.
Budiono Herusatoto. 1984, Simbolisme
Jawa, cet 1. Yogyakarta: Hanindita. Lexy J. Moleong, 2007, Metodologi
2008. Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alumni.
__________. 2008, Simbolisme Jawa.
Yogyakarta: Ombak. Mahadhan Khoiri, 2009, Makna dan simbol
dan pergeseran nilai Tradisi Upacara
Burhanudin Bungin. 2001, Metode Adat Rebo Pungkasan, Abstrak hasil
Penelitian Kualitatif, Jakarta: Penelitian. Skripsi-S1. Yogyakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Bushar Muhammad. 1983, Asas-asas Hukum
Adat, Jakarta: Pradnya Paramita Marriott, M. (1955) ‘Little Communities in
an Indigenous Civilizationin
Djurettiaa Imam Muhni, 1994, Moral dan M.Marriott (ed.) Village India:
Religi, Yogyakarta: Kanisius. Studies in the Little Community,
Chicago: University of Chicago Press
Dhavamony, Mariasusai, 1995.
Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Mohammad Daud Ali, 1999, Hukum Islam
Kanisius. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:
Dove, Michael R., 1985. Peranan Raja Grafindo.
Kebudayaan Tradisional Indonesia

25 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .
Purwadi, 2007, Pranata Sosial Jawa,
Yogyakarta: Cipta Pustaka.

Rahman, M. Taufiq. 2011. Glosari Teori


Sosial. Bandung: Ibnu Sina Press.

Rahman Rosyadi dan Rais Ahmad, 2006,


Formasi Syariat Islam dalam
Prespektif Tata Hukum Indonesia,
Bogor: Ghalia Indonesia

Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif


Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang:
Yayasan Asih Asuh Malang.

Sidik Tono dkk.1998, Ibadah dan akhlak


dalam Islam, Yogyakarta: UII Pres

Soerjono Soekanto, 2006, Sosiologi Suatu


Pengantar, Jakarta: Raja Grafmdo
Persada.

Soleman B. Taneko, 1984, Struktur dan


Proses Sosial Suatu Pengantar
Sosiologi Pembangunan, Jakarta:
RaJawali.

__________, 1987, Hukum Adat Suatu


Pengantar Awal dan Prediksi Masa
Mendatang, Bandung: ERESCO.

Thomas Wiyasa Bratawijaya, 1993, Upacara


Tradisional, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Tim Penyusun, 2008, Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Kempat, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Vickery, John B. 1982. "Literature and


Myth” dalam Jean-Pierre Barricelli &
Joseph Gibaldi (eds.) Interrelations of
Literature. New York: The Modern
Language Association of America.

Zainuddin Ali, 2006, Hukum Islam


Pengantar Ilmu Hukum Islam di
Indonesia, Jakarta. Sinar Grafika.

26 | S o c i o - P o l i t i c a , V o l . 8 , N o . 1 , J a n u a r i , 2 0 1 8 ( I S S N : 2 3 0 2 - 1 8 8 8 ) .

Anda mungkin juga menyukai