Anda di halaman 1dari 4

NAMA : IFA ROCHMA WATI

NIM : 175006
PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA 2017-A
MATAKULIAH : ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

RINGKASAN BAB XI
“MANUSIA DALAM MENGKONSTRUKSI REALITAS SOSIAL BUDAYA”
A. Konsep dan Pengertian Konstruksi Sosial
Kebudayaan sebagai serangkaian model referensi yang berupa pengetahuan
mengenai kedudukan kelompok secara struktural dalam masyarakat, sehingga tingkah
laku yang muncul merupakan respons terhadap pola-pola interaksi dan komunikasi di
antara kelompok yang ada. Nilai budaya terdiri dari pandangan hidup (world view) dan
keyakinan (belief), keduanya dibungkus oleh etos (pedoman etika berkenaan dengan baik
dan tidak baik).
Kebudayaan merupakan serangkaian aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana dan
strategi, yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai manusia dan
digunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud
dalam tingkah laku dan tindakannya. Kebudayaan-kebudayaan tersebut diwujudkan ke
dalam bentuk komuniti (community) dan masyarakat (society). Komuniti adalah
sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dimana seluruh anggotanya
berinteraksi satu sama lain, mempunyai pembagian peran dan status yang jelas,
mempunyai kemampuan untuk memberikan pengaturan terhadap anggotaanggotanya
(Warren, Cottrell dalam Ndaraha: 1990); sedangkan masyarakat (society) merupakan
sekumpulan orang yang mendiami wilayah tertentu, anggotanya bisa saling berinteraksi,
dan bisa juga tidak saling mengenal. Perwujudan kebudayaan sebagai perangkat
pengetahuan akan tampak dalam kehidupan komuniti, berbentuk pranata sosial yang
mengatur aktivitas khusus manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan komuniti yang
bersangkutan. Pranata sosial dapat dipahami sebagai sistem antar hubungan peran dan
norma berkenaan dengan aktivitas yang dianggap penting oleh anggota komuniti
(Suparlan, 2003). Artinya dalam melakukan aktivitas tertentu, anggota komuniti akan
menggunakan aturan yang mengatur status dan peran bagi anggota komuniti untuk
melaksanakan tindakannya. Jadi perwujudan kebudayaan ada pada kehidupan komuniti
terbentuk dalam pranata-pranata sosial yang ada.
Oleh Karena itu, dapat dikatakan bahwa kebudayaan dipakai untuk memahami
lingkungan, tidak hanya mewujudkan respons terhadap lingkungan spesifik, tetapi juga
respons terhadap kebudayaan lain melalui interaksi sosial dengan kebudayaan lainnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konstruksi diartikan sebagai
susunan (model, tata letak) suatu bangunan atau susunan dan hubungan kata dalam
kalimat atau kelompok kata. Sedangkan menurut Kamus Komunikasi, konstruksi adalah
suatu konsep, yakni abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus, yang dapat
diamati dan diukur. Maka dapat disimpulkan bahwa konstruksi merupakan pembuatan,
rancangan bangunan, penyusunan, pembangunan (bangunan), susunan bangunan. Dalam
konstruksi terdapat teori konstruksi sosial yang berada diantara teori fakta sosial dan
definisi sosial, di mana melihat realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi objektif
dan subjektif. Asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari
gagasan-gagasan konstruktif kognitif.
Istilah konstruksi sosial atas realitas didefiniskan sebagai proses sosial melalui
tindakan dan interaksi di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas
yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Menurut Peter L. Berger dan Thomas
Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu
menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama
secara subjektif. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-
realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak
sendiri. Pengetahuan diartikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan
memiliki karakteristik yang spesifik. Berger dan Luckman (Bungin, 2008:15)
mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat
menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi.

B. Realitas Sosial Budaya di Indonesia


Tilaar berpendapat bahwa tidak ada suatu masyarakat yang tidak berubah. Oleh
sebab itu lahir berbagai jenis teori mengenai perubahan sosial. Tilaar mengemukakan
bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh tiga faktor utama sebagai
berikut :
1) Demokratis, memiliki makna bahwa masyarakat dunia menjadi masyarakat tanpa
sekat yang harus saling berpengaruh dan saling membutuhkan.
2) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, disebabkan oleh kebutuhan umat
manusia untuk lebih cepat dalam bertindak dan memudahkan segala kebutuhan
manusia yang ada serta didasarkan pada keingintahuan manusia.
3) Globalisasi, sangat berpengaruh bagi perubahan mengingat hubungan antar manusia
akan terasa lebih dekat dan saling bersaing.
Masyarakat Indonesia saat ini sangat bergantung dan terpengaruh oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi. Pengaruh teknologi sudah
merambah sampai ke masyarakat pelosok desa yang dulunya kurang mendapat akses
keluar.
Kehidupan politik, ekonomi, dan social sangat berbarengan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perubahan ini perlu dihadapi dengan sangat cepat dan tepat
sehingga masyarakat tidak akan menjadi sasaran negatif dari sebuah teknologi, akan
tetapi dapat menjadi pemain untuk mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada untuk dimanfaatkan menjadi kekuatan yang dapat membangun masyarakat Indonesia
yang lebih baik. Pendidikan harus mampu menjadi penyaring antara kekuatan positif dan
negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
RINGKASAN BAB XII
“KONTEKS DAN SUBTANSIF BUDAYA LOKAL”
A. Pengertian Budaya Lokal
Kebudayaan lokal adalah suatu kebiasaan dan adat istiadat daerah tertentu yang lahir
secara alamiah, berkembang, dan sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya
lokal merupakan sebuah kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat yang telah
padu dan memiliki satu kesamaan dalam pola pikir dan berkehidupan sosial sehingga
mampu menumbuhkan suatu ciri tertentu biasanya berupa kegiatan maupun aktivitas
yang dilestarikan dan diagungkan oleh masyarakat bersuku bangsa tersebut.
Pengertian budaya lokal dapat dirumuskan sebagai bentuk dari nilai-nilai lokal yang
terwujud dari hasil pemikiran serta perilaku masyarakat tersebut yang terbentuk secara
alami seiring dengan berjalannya waktu. Pada umumnya dapat berwujud sebagai hasil
seni, tradisi, hukum adat, ataupun pola pikir.

B. Konsep Budaya Lokal


Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok
masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya
sebuah kelompok masyarakat lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan
hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya
Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu,
batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan
lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan
mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada
budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Perbedaan iklim dan kondisi geografis berpengaruh terhadap kemajemukan budaya
lokal di Indonesia. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau
mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan
bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas
dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.

C. Ciri-Ciri Budaya Lokal


Ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh
suatu bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota
masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat.
Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu
ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial
tersebut. Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat
pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang
dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong
di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan
ikatan hubungan tolong menolong di antara masyarakat desa. Di daerah pedesaan, pola
hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek kehidupan. Kerja bakti,
bersih desa, dan panen bersama merupakan contoh dari aktivitas gotong royong yang
sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa,
kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu diantaranya
berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen
yang dikemas dalam bentuk keselamatan.
D. Macam Budaya Lokal
Wilayah Indonesia menurut Koentjaraningrat terdiri dari beberapa budaya lokal,
diantaranya :
1) Tipe Masyarakat Berdasarkan Sistem Berkebun yang Sangat Sederhana
Tipe masyarakat yang dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya dalam
kombinasi dengan berburu dan meramu.
Contoh budaya lokal berdasarkan sistem berkebun yang sangat sederhana ini terdapat
pada kebudayaan Mentawai dan penduduk Pantai Utara Papua.
2) Tipe Masyarakat Pedesaan Berdasarkan Bercocok Tanam di Ladang atau Sawah
dengan Padi Sebagai Tanaman Pokok
Sistem dasar masyarakatnya berupa komunitas petani dengan diferensiasi dan
stratifikasi sosial yang sedang dan yang merasa bagian bawah dari suatu kebudayaan
yang lebih besar dengan suatu bagian atas yang dianggap lebih halus dan beradab di
dalam masyarakat kota, di mana masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya itu
mewujudkan suatu peradaban kepegawaian.
Contoh budaya lokal berdasarkan tipe masyarkat pedesaan bercocok tanam terdapat
pada kebudayaan Nias, Batak, penduduk Kalimantan Tengah, Minahasa, Flores, dan
Ambon.
3) Tipe Masyarakat Pedesaan Berdasarkan Sistem Bercocok Tanam di Sawah dengan
Padi Sebagai Tanaman Pokoknya
Sistem dasar masyarakatnya berupa komunitas petani dengan diferensiasi dan
stratifikasi sosial yang agak sempit. Masyarakat kota yang menjadikan arah
orientasinya mewujudkan suatu bekas kerajaan pertanian bercampur dengan
peradaban kepegawaian yang di bawa oleh sistem pemerintah kolonial.
Contoh budaya lokal berdasarkan tipe masyarakat bercocok tanam dengan
diferensiasi dan stratifikasi sosial yang agak kompleks terdapat pada kebudayaan
Sunda, Jawa, dan Bali.
4) Tipe Masyarakat Perkotaan yang Mempunyai Ciri-Ciri Pusat Pemerintahan dengan
Sektor Perdagangan dan Industri yang Lemah
Contoh budaya lokal dengan tipe masyarakat perkotaan terdapat pada kota-kota
kabupaten dan provinsi-provinsi di Indonesia.
5) Tipe Masyarakat Metropolitan
Tipe ini mulai mengembangkan suatu sektor perdagangan dan industri yang agak
berarti, tetapi masih didominasi oleh aktivitas kehidupan pemerintahan dengan suatu
sektor kepegawaian yang luas dan dengan kesibukan politik di tingkat daerah
maupun nasional.
Contoh budaya lokal dengan tipe masyarakat metropolitan terdapat pada kebudayaan
di daerah Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Palembang.

E. Contoh Budaya Lokal di Indonesia


Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, di mana tiap pulau memiliki
suku bangsa yang berbeda-beda pula. Hal ini membuat kebudayaan Indonesia beraneka
ragam. Kebudayaan di Indonesia memiliki keberagaman berdasarkan ciri khas yang
dimiliki tiap wilayah sebagai berikut :
1. Macam-macam rumah adat provinsi di Indonesia,
2. Maca-macam lagu daerah provinsi di Indonesia,
3. Macam-macam tarian daerah provinsi di Indonesia,
4. Macam-macam suku daerah provinsi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai