Abstrak
Penelitian ini membahas tentang struktur dan simbol budaya Sunda dalam dongeng Sakadang Kuya
jeung Monyt, untuk menelusuri waktu lahirnya dongng tersebut dan pengaruh latar belakang
budaya penulis terhadap penggunaan simbol-simbol budayanya. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatip yaitu metode yang memecahkan masalah yang aktual, bukan untuk menguji
hipotesis. Untuk menafsirkan makna simbol-simbol budaya yang terdapat dalam dongng,
menggunakan metode hermeneutik. Pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka dan studi
dokumentasi. Simbol yang ditemukan diklasifikasikan dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud
konsep/gagasan, wujud aktifitas/tindakan, dan wujud benda. Dari seluruh data penelitian terdapat 198
kata yang menjadi simbol budaya. Dalam wujud konsep/gagasan terdapat 18 kata (9,09%), dalam
wujud aktivitas/tindakan terdapat 24 kata (12,12%), dan dalam wujud benda terdapat 156 kata
(78,78%).
Kata Kunci: Dongng, simbol, budaya
Abstract
This study discusses the structure and symbol of Sundanese culture in the fairytale Monyet
Jeung Sakadang Kuya to search for the fable birth time and the influence of the cultural
background of author to the use of cultural symbols. This study used qualitative descriptive
method that solves real problems, not to test the hypothesis. To interpret the meaning of
cultural symbols contained in the fairytale, the study employed hermeneutic method. The data
collection employed the techniques of literature study and documentation. The symbols found
are classified in three states of culture: concept/idea, activities/actions, and matter. From the
research data, 198 words become cultural symbols. In the form of concept/idea, there are 18
words (9.09%). In the form of activities/actions, there are 24 words (12.12%). Lastly, in the
form of matter, there are 156 words (78,78%).
Keywords: Fairytale, Symbol, and Culture
62
Risnawati: Struktur dan Simbol... | 63
Pola yang kedua yaitu pola nyampeur bisa jadi disebabkan oleh semakin
mulai ditemukan dalam buku Gandasari. menurunnya tradisi cerita pantun dalam
Yang dimaksud nyampeur di sini, kehidupan masyarakat Sunda, sedangkan
sakadang monyet datang ke tempat bentuk-bentuk cerita modern seperti cerita
sakadang kuya dan mengajak pergi untuk pendek mulai masuk dan digemari.
melakukan sesuatu. Perubahan pola ini
Risnawati: Struktur dan Simbol... | 67
Selain itu, pola ini bisa dikaitkan teman dijemput ke rumahnya lalu diajak
dengan kebiasaan orang Sunda yang tidak pergi. Sipat berkelompok orang Sunda
suka bermain sendiri tetapi selalu sudah tertanam sejak dulu. Itu sebabnya
berkumpul bersama teman-temannya. kebersamaan dan gotong-royong antar
Ketika akan pergi ke suatu tempat sesama selalu tampak menonjol.
(misalnya pergi ke sungai, ke masjid, dsb) Meski terjadi perubahan pola cerita,
atau sebuah acara (misalnya ke pengajian, tapi akhir dari setiap cerita selalu ditutup
ke acara tahlilan, dsb), atau juga hendak dengan tertipunya sakadang monyet oleh
melakukan sesuatu (misalnya main bola, sakadang kuya. Bila digambarkan pola
main layangan, ngaronda/siskamling, dsb), yang kedua ini seperti berikut:
selalu mengajak teman. Biasanya sang
Mimpi
Berkelana / tertipu
melaksanakan
Menjemput maksud
(nyampeur)
Seperti sudah dibahas di atas, dongeng dongeng Sunda dan menjadi begitu
binatang (fabel), dimiliki oleh hampir populer. Orang Sunda memang senang
semua bangsa, dan masing-masing menjadikan binatang sebagai tokoh dalam
memiliki binatang favoritnya. Pada abad II dongengnya. Kancil, buaya, harimau,
SM, pada suatu stupa di Barhut Allahabad serigala, bahkan dalam dongeng Sang
India diukirkan adegan-adegan dongeng Kuriang ada dua binatang yang memegang
binatang yang berasal dari cerita agama peran sentral yaitu babi dan anjing.
Budha yang terkenal sebagai jatakas Pemilihan tokoh binatang dalam dongeng
(Danandjaja, 1984, hal. 92). bisa jadi dimaksudkan untuk memperhalus
Selanjutnya Danandjaja juga sindiran-sindiran terhadap orang yang
menjelaskan bahwa dongeng-dongeng memiliki karakter seperti binatang
yang bersumber jatakas adalah tersebut, sehingga tidak menyinggung
Pancatantra yang ditulis sekitar tahun 300 perasaannya.
sesudah Masehi dan dongeng binatang Kura-kura dan monyet, merupakan
(Fable) dari Aesop yang berasal dari India, hewan liar yang tinggal di hutan. Kura-
melalui Afrika masuk ke Eropa dan dari kura hidup di air dan tak bisa jauh dari
Eropa menyebar ke Asia Tenggara. sungai, sedangkan monyet tinggal di hutan
Begitu banyak dongeng binatang yang dan pandai mamanjat pohon. Menurut
tersebar di lingkungan masyarakat Sunda, keterangan id.wikipedia.org/wiki/kura-
tetapi bisa dibilang hanya dongeng kura, kura-kura termasuk binatang yang
Sakadang Kuya dan Monyt yang asli panjang umurnya serta bisa hidup sampai
dari Sunda. Di Filipina terdapat dongeng ratusan tahun. Kalau melihat karkaternya
kera, tapi tidak bersama-sama dengan dalam cerita, akan mengingatkan kita pada
kura-kura (kuya) seperti yang terdapat tokoh dongeng Sunda yang tak kalah
dalam dongeng Sunda. Dalam papulernya, yaitu Si Kabayan. Kura-kura
penelitiannya Pleyte menyatakan bahwa digambarkan memiliki karakter lamban
dongeng Si Kunyuk jeung Si Kuya tapi memiliki otak yang cemerlang. Sama
berasal dari Garut. seperti Si Kabayan yang malas, sukanya
Kalau melihat setting cerita yang tidur, lamban, tapi pinter.
kebanyakan mengambil tempat di hutan Kapan kura-kura dekat dengan
dan di huma (ladang yang biasanya di kehidupan masyarakat Sunda, perlu
pinggir hutan), pengambilan karakter dipertanyakan lagi. Dalam naskah-naskah
monyet mungkin diciptakan oleh peladang- lama, binatang kura-kura jarang disebut.
peladang yang kebunnya suka diganggu Begitupun dalam Cerita Pantun yang
oleh kenekalan binatang ini. Itu sebabnya merupakan karya asli dari Sunda, binatang
diberi watak yang nakal, jahil, licik, dan ini bukan binatang yang difavoritkan.
serakah. Mungkin karena didasari dendam Tetapi dalam tradisi agama Hindu yang
karena kelakuan si monyet yang suka pernah menjadi agamanya orang Sunda
merusak ladangnya. Lalu untuk melawan sebelum Islam datang, kura-kura
karakter yang agresif seperti monyet, merupakan binatang suci. karenanya,
diambillah binatang kura-kura (kuya) yang binatang ini sering dipelihara di kolam-
memiliki karakter sangat berlawanan kolam yang ada di kuil-kuil atau tempat
dengan monyet. Mungkin ini untuk suci lainnya. Malahan lukisan kura-kura
memuaskan dendamnya, dengan banyak muncul dalam relief-relief candi
mengalahkan monyet yang begitu gesit atau makam agama Hindu.
oleh kura-kura yang superlamban. Dalam mitologi Hindu, dunia ini
Tentu bukan hanya kebetulan bila disangga oleh empat ekor kura-kura
kedua binatang ini dijadikan tokoh dalam raksasa. Begitupun dalam cerita kuno
Risnawati: Struktur dan Simbol... | 69
Adiparwa diceritakan bahwa kura-kura dari gangguan raksasa yang jahat. Dalam
raksasa memiliki peran menyangga gunung akhir kisahnya, Hanoman bertapa di
yang diputar-putar olehnya untuk gunung dan selalu berdoa untuk
mengaduk-aduk laut mencari tirta keselamatan dunia.
amerta/air kehidupan (id. Selain itu, dalam cerita pantun Ciung
Wikipedia.org/wiki/kura-kura). Karenanya, Wanara, tokoh utamanya diberi nama
kura-kura merupakan hewan yang akrab Ciung Wanara karena Aki Balangantran
dengan masyarakat beragama Hindu dan melihat burung ciung dan monyet. Kedua
memiliki peran tersendiri dalam binatang ini, seperti yang dijelaskan oleh
kepercayaannya. Jadi, pemilhan hewan ini Sumardjo (2013, hal. 253) dalam agama
menjadi tokoh dongeng kemungkinan Budha merupakan dua binatang yang
merupakan pengaruh dari agama Hindu dianggap mewakili dunia atas tempatnya
yang menganggapnya sebagai salasatu para dewa. Itu sebabnya gambar dua
hewan suci. binatang tersebut dilukiskan dalam
Monyet dalam mitologi agama Budha gugunungan wayang pada bagian paling
merupakan satu tokoh sakti serta mengabdi atas. Gugunungan dalam pertunjukan
pada Biksu, seperti yang diceritakan dalam wayang merupakan peralatan dalang yang
kisah Sun Go Kong. Anak-anak sangat biasa ditancapkan, memiliki fungsi penting
menyukai tokoh ini, karena selain sakti untuk membuka dan menutup pertunjukan,
juga lucu. Begitupun dalam kepercayaan juga merupaka isyarat bila menunda cerita.
Hindu, dalam cerita-cerita Hindu seperti Baik kura-kura maupun monyet,
dalam wiracarita Ramayana, ada tokoh dalam agama Hindu sangat dekat dengan
monyet sakti yang bernama Hanoman. gunung. Kura-kura menyangga gunung
Tokoh inilah yang menolong Dewi Sinta untuk mngocok lautan mencari tirta
saat diculik oleh Rahwana, dan membantu amerta, Hanoman bertapa di gunung untuk
Sri Rama waktu perang melawan mendoakan keselamatan umat manusia di
Rahwana. dunia, dan gambarnyapun dilukis dalam
Hanoman merupakan putra Anjani, gugunungan pada bagian paling atas. Latar
wanara perempuan, saudara Subali dan dalam dongeng Sakadang Kuya jeung
Sugriwa. Anjani tadinya seorang bidadari Monyet juga hutan di pegunungan.
yang bernama Punjikastala. Karena kena Berdasarkan fakta-fakta ini bisa
kutukan, wajahnya berubah menjadi disimpulkan bahwa pemilihan tokoh kura-
wanara (monyet). Kutukan ini bakal hilang kura dan monyet dalam dongeng ini
bila dia melahirkan anak laki-laki. Anjani merupakan pengaruh dari kepercayaan
menikah dengan Kesari, wanara yang agama Hindu yang pernah dianut oleh
gagah perkasa. masyarakat Sunda.
Bersama Kesari, Anjani bertapa
kepada Dewa Siwa agar rela menjelma 2) Transmisi (Penyebaran)
menjadi putranya. Karena merasa kasihan, Dongeng dalam kehidupan
Dewa Siwapun mengabulkan masyarakat Sunda pernah mendapat tempat
permintaannya dan turun ke dunia menjadi tersendiri dan menjadi sarana hiburan yang
Hanoman. Itu sebabnya Hanoman menjadi amat digemari. Di radio-radio, sebelum era
salasatu dewa yang disembah dalam agama televisi tiba, acara mendongeng merupakan
Hindu. Di India, banyak kuil hanoman acara favorit yang sangat ditunggu-tunggu.
didirikan. Gambar Hanoman biasanya Juru dongeng di radio menjadi selebritis
berdampingan dengan gambar Awatara serta banyak penggemarnya. Setiap sore,
Wisnu. Menurut kepercayaan agama saat magrib menjelang, masyarakat yang
Hindu, di sekitar kuil Hanoman terbebas tinggal di pedesaan, baik tua maupun muda
70 | LOKABASA Vol. 7, No. 1, April 2016
tujuan apa, dan dalam situasi yang mencolok. Setiap pengarang memberi
bagaimana. judul yang berbeda-beda meski mirip. Bisa
Ketika bentuk lisan ini ditransformasi disimpulkan bahwa sumber poko (babon)
ke dalam bentuk tulisan, proses ini juga dari dongeng tersebut adalah yang terdapat
mengakibatkan banyaknya perubahan, baik dalam buku Pariboga, tapi terus dipoles
pengurangan maupun penambahan pada dengan kreasi baru dalam Gandasari yang
bagian-bagian tertentu, tergantung kepada selanjutnya dari Gandasari inilah yang
siapa yang menuliskannya. dijadikan rujukan penulisan berikutnya.
Dalam buku Pariboga; Salaw Bahkan yang tersebar secara lisanpun tidak
Dongng-Dongng Soenda, yang menjadi merujuk pada buku Pariboga tapi pada
tokoh ceritanya bukan monyet, tapi Gandasari.
kunyuk, masih sejenis monyet tapi Perubahan penamaan tokoh si kunyuk
ukurannya lebih kecil dan lebih agresif. menjadi monyet, tentu karena berbagai
Binatang ini menjadi simbol manusia yang alasan. Dalam buku Bloemlezing karangan
memilik watak licik, ingin menang sendiri, G.J. Grashuis (1881), ada beberapa
kikir, dan suka jahil. dongeng yang tokohnya monyet tapi belum
Dongeng ini termasuk panjang, dan berpasangan dengan kura-kura (kuya).
mencakup beberapa peristiwa. Dimulai Baru dalam buku Pariboga, ada tokoh
dari si kunyuk bertemu dengan kuya, terus kunyuk (monyet) yang berpasangan
menjalin persahabatan, selanjutnya dengan kuya. Selanjutnya dongeng
melakukan banyak hal berdua seperti tersebut didaur ulang dalam buku
menanam pisang, memetik buah nangka, Gandasari dengan perubahan nama tokoh
memetik buah pining, mencuri cab, menjadi monyet.
menabuh goong, sampai berpisah kembali Transformasi penamaan tokoh ini,
karena si kunyuk marak ketika sering tentu saja dipengaruhi oleh latar belakang
tertipu oleh si kuya. Satu dongeng tapi di budaya masyarakat tempat dongeng
dalamnya memuat banyak peristiwa. tersebut hidup atau latar belakang
Berubahnya simbol kunyuk menjadi pengarangnya. Dalam kamus, kunyuk
monyet, ditemukan dalam buku Gandasari sama monyet itu memiliki arti yang sama,
cetakan ketiga. Dalam Gandasari cetakan tapi penggunaan di masyarakat memiliki
pertama dan kedua tidak ada dongeng makna yang berbeda. Kalau memaki orang
Sakadang Kuya jeung Monyt. menggunakan nama binatang tersebut, kata
Perubahan-perubahan banyak terjadi disini. kunyuk dimaknai lebih kasar daripada
Selain kunyuk menjadi monyet, monyet. Kunyuk dianggap lebih nakal
ceritanyapun dipenggal-penggal setiap dibanding monyet.
peristiwanya dan diberi judul tersendiri. Kalau Pleyte mengatakan bahwa
Peristiwanya tidak ada yang berubah, dongeng ini berasal dari Garut, bisa jadi
hanya dipisah-pisah menjadi dongeng yang penamaan ini berkaitan erat dengan
pendek-pendek. Jadi, bentuk kebiasaan orang Priangan, termasuk Garut,
dongengnyapun mengalami transformasi. menyebut binatang monyet dengan nama
Selanjutnya dalam buku-buku yang kunyuk. Hal ini diperkuat oleh hasil
terbit belakangan, penulisan dongeng wawancara dengan tokoh sastrawan,
Sakadang Kuya jeung Monyet sama budayawan, sekaligus ajengan asal Garut,
dengan bentuk yang dtulis dalam H. Usep Romli H.M. yang menyatakan
Gandasari, merupakan serial dan setiap bahwa orang Garut sejak dulu sudah
serial diberi judul sesuai peristiwa terbiasa menyebut monyet dengan nama
didalamnya. Perubahan-perubahan kunyuk. Untuk anak yang nakal biasa
pemberian judul juga terlihat sangat dimaki kunyuk, kalau orang yang lebih tua
72 | LOKABASA Vol. 7, No. 1, April 2016
yang nakalnya, biasa dinamai kunyuk nama kunyuk dalam dongeng tersebut
rawun. dirubah menjadi monyet. Baik kunyuk
Dalam naskah lama Sanghyang Siksa maupun monyet merupakan simbol
Kandang Karesian (1518 M), nama manusia Sunda yang memiliki sifat licik,
binatang kunyuk tidak ada sama sekali, serakah, dan ingin menang sendiri,
tetapi nama monyet beberapa kali sedangkan kuya (kura-kura) menjadi
disebutkan. Artinya, orang Sunda lama sombol manusia Sunda yang biar lambat
memberi nama binatang tersebut monyet, asal selamat. Meskipun lamban dan
bukan kunyuk. Hal ini menunjukkan, dianggap tidak berdaya, tetapi selalu
bahwa penamaan kunyuk dipengaruhi oleh menggunakan akal untuk menghadapi
basa dialek Garut, dan Pleyte menuliskan kelicikan lawannya. Dengan menggunakan
dongeng tersebut apa adanya sesuai simbol kuya, seakan-akan ingin
dengan yang tersebar di lingkungan menunjukkan bahwa menggunakan akal itu
masyarakatnya. sangat penting, dan dapat menyelamatkan
Tetapi R. Rg. Sastraatmadja yang diri dari kejahatan orang lain.
tinggal di Bandung dalam lingkungan Perubahan simbol lainnya sangat
bangsawan (melihat gelar Raden yang banyak ditemukan. Untuk lebih jelasnya
dipakainya), tentu lebih mengenal sebutan lihat tabel di bawah:
monyet daripada kunyuk. Itu sebabnya
Suling
Lima Abad
Aker Aing
Pariboga Gandasari Sastra
No Daptar simbol Dangs Tulang
(1911) 1950) Sunda
(1983) Maung
(2000)
(2012)
1. Monyt Kunyuk Monyt Monyt Monyt Monyt
2. Kuya Kuya Kuya/penyu Kuya Kuya Kuya
3. Karung Karung Koja Koja Koja -
4. Jah Jah Cab Cab Cab Jah
5. Tihang tepas Tihang tepas Ranggap Kurung Kurung Ranggap
6. Patani Bapa Tani Aki Pangebon Bapa Tani Pa Tani Tukang
Tani
6. Pasar Pasar Pasar Warung - -
7. Leuweung Leuweung leuwi Leuwi Leuwi Cai
8. Tangkal kiara Tangkal kai Tangkal Tangkal Tangkal loa Tangkal
Kai kiara baok kai
8. Goong Goong bapa Goong Batara Goong Goong -
tani Guru Batara Guru Batara
Guru
9. Nyiruan Nyiruan Tiwuan Tiwuan ngang -
10. Kasur Kasur Bapa - Pajuaran - -
Tani dwa
11. Nu ngaraut/ Rinyuh Caladi Caladi Caladi Caladi
noktrokan suling
12. Nu masieup Keuyeup Sireupeun Sireupeun sireupeun Sireupeun
suling
Tentu saja hal ini dipengaruhi oleh menuliskan dongeng ini, tetapi lebih
latar belakang budaya penulisnya. Pleyte banyak menggunakan simbol-simbol yang
sebagai orang Eropa, meski lebih dulu dianggap produk modern dalam
Risnawati: Struktur dan Simbol... | 73
kebudayaan Sunda. Misalnya jahe. Sebagai pelakunya dua binatang ini berpasangan.
orang Eropah, Pleyte tentu lebih mengenal Selain itu, kalau melihat sejarah agama di
jahe, yang pada masa itu merupakan bahan Tanah Sunda, besar kemungkinan
komoditi ekspor paling laris di dunia. pengambilan tokoh binatang ini menjadi
Banyak sumber yang mengatakan jahe tokoh favorit dalam dongeng, dipengaruhi
berasal dari India, sumber lainnya oleh kepercayaan agama Hindu yang
mengatakan dari Republik Rakyat pernah dianut masyarakat Sunda pada
Tiongkok Selatan, tapi tak satupun yang jaman kerajaan-kerajaan, karena kedua
menyebutkan dari Indonesia meski bisa binatang ini termasuk binatang suci dalam
tumbuh subur di sini, apalagi dari Sunda. agama Hindu.
Orang Sunda lebih menyukai cabe Dongeng sebagai sastra lisan (oral
daripada jahe. Kesukaan orang Sunda literature) dalam penyebarannya
terhadap sambel, menunjukkan bahwa mengalami perubahan-perubahan pada
mereka lebih dekat dengan cabe. Bahkan bagian-bagian tertentu yang dipengaruhi
cabe banyak ditanam oleh petani-petani oleh siapa yang menyampaikannya. Begitu
Sunda daripada jahe. Mungkin saja pula ketika dongeng lisan ditransformasi
memang awalnya dalam bentuk lisan, ke dalam bentuk tulisan, faktor penulis
simbol tersebut cabe, lalu Pleyte sangat besar pengaruhnya dalam
mengubahnya menjadi jahe, dan penggunaan simbol-simbol budaya yang
selanjutnya pengarang Sunda menggambarkan kebudayaan masyarakat
mengembalikan ke simbol asalnya. Baik tertentu pada jaman tertentu pula.
jahe maupun cabe, merupakan simbol
masyarakat Sunda yang agraris yang hidup PUSTAKA RUJUKAN
dari mengolah tanah. Ardini, Pupung Puspa. (2012). Pengaruh
Selanjutnya, penggunaan istilah Dongng dan Komunikasi Terhadap
karung dalam buku Pariboga (1911) yang Perkembangan Moral Anak Usia 7-8
usianya lebih tua, juga menunjukkan Tahun. Jurnal Pendidikan Anak
pengaruh latar budaya penulisnya. Karung Volume 1, hlm. 44 48.
merupakan simbol produk modern, karena Danandjaja, James. (1984). Folklor
kalau di Sunda biasanya menggunakan Indonesia; Ilmu Gosip, Dongeng, dan
koja, sejenis kantong yang dibuat dari tali lain-lain. Jakarta: PT. Temprint.
rami atau kulit pohon waru (dalam bahasa Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu
Sunda disebut lulub) yang dianyam atau Antropologi. Jakarta: PT. Rineka
dirajut. Justru pada buku Gandasari (1951) Cipta.
dan setelahnya, istilah yang dipakai koja, Moriyama, Mikihiro. (2015). Perbandingan
hal ini dipengaruhi oleh latar budaya Pendidikan Karakter antara Darah
penulisnya yang asli orang Sunda dan Sunda di Indonesia da Jepang.
akrab dengan peralatan-peralatan Pendidikan Karakter Dalam Budaya
tradisional Sunda. Begitu pula perubahan- Sunda dan Jepang: Sebuah Kajian
perubahan istilah lainnya sangat kental Perbandingan, hlm. 122.
dipengaruhi latar belakang budaya penulis- Mulyono, Kautsar S.,dkk. (1995).
penulisnya. Pengembangan Kreativitas Anak Usia
3-7 Tahun Melalui Pemberian
SIMPULAN Dongng Yang Komunikatif . Jurnal
Dongeng Sakadang Kuya jeung Ilmu Pendidikan, hlm. 283 290.
Monyet, merupakan dongeng binatang Muniroh, R. Dian Dia-an. (2015). Ralisasi
(Fabel) asli dari Sunda, karena di daerah- Pendidikan Karakter di Masyarakat
daerah lain tidak ditemukan dongeng yang dan Sekolah: Refleksi dari Studi
74 | LOKABASA Vol. 7, No. 1, April 2016