DOI: http://dx.doi.org/10.32528/bb.v4i2.2559
ABSTRAK
Cerita rakyat sangat perlu dipahami oleh masyarakat atau generasi muda karena di
dalamnya memuat berbagai hal tentang budaya masyarakat tempat karya sastra itu
hidup. Kebiasaan orang tua zaman dahulu mendongengkan cerita rakyat menjelang tidur
anak, diakui atau tidak telah semakin ditinggalkan. Sementara instrumen canggih yang
bernama internet begitu banyak menawarkan berbagai informasi, pengetahuan, dan
budaya tanpa adanya filter. Seleian internet, televisi juga merupakan guru bagi anak-anak
kita yang tidak memiliki perasaan dan kepekaan. Anak bebas memilih yang baik atau pun
yang buruk tanpa konsekuensi apapun. Kondisi ini patut diduga menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap lunturnya standar moral yang berakar pada nilai-nilai lokal. Dalam
kondisi demikian, sekolah diharapkan menjadi tempat menggantungkan harapan untuk
membentuk karakter anak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Berkaitan dengan hal
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan Struktur cerita
rakyat Watu Dodol yang berasal dari Banyuwangi. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis isi. Sumber data diperoleh dari
text bacaan cerita rakyat Watu Dodol, catatan lapang dan informan melalui taknik
purposive sampling. Hasil penelitia menunjukkan bahwa nilai kearifan lokal yang ada
dalam cerita sangat mendukung pendidikan krakter sehingga bagus bila digunakan
sebagai bahan ajar di sekolah.
Kata Kunci:cerita rakyat, antropologi sastra, pendidikan karakter, bahan ajar
ABSTRACT
Society and youths are made aware of the esential of folkore for it caries valuable
elements about the culture where the folklore exixts. The parents’ custom of telling
folklore for bedtime story to their children has increasingly been abandoned. While
sophisticated instruments called as internet offers so much information, knowledge and
culture without any filter. Beside internet, television has also been positioned as teachers
with no logic and senses. Children are free to absorb both good and bad things as they
wish without any consequences. This phenomenon, might have been the reason why the
moral value of our local wisdom has decreasing and even continuing to fade away. For this
reason, school become one expected place for society to have their children taught about
the value of local wisdom as this study concerned about. This study employed descriptive
qualitative method using content analysis. The data were gathered from text of
Banyuwangi folklore entitled Watu Dodol, field notes, and informant using purposive
sampling. The results of the study showed that the local value in the Watu Dodol folklore
have been very beneficial in promoting charcter building in education which is delivered
throughout the story. Therefore, it is adviseable to take this as a supplementary material
for teaching and learning.
Keywords: folklore, litrature antropology, character education, teaching material
bermakna, atau paling tidak maknanya menjadi Museum India. Oleh karena itu, tidak secara
amat terbatas dan mungkin makna menjadi sulit kebetulan buku yang diterbitkan pertama-tama
ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra kurang gayut diberi subjudul “a New Interdisciplinary Approach
dan bermanfaat bagi kehidupan. to People, Signs, and Literature”. Meskipun
Hakikat Nilai Pendidikan Karakter demikian, Poyatos mengakui bahwa sebagai istilah,
Dapat dijelaskan artian sederhana bahwa antropologi sastra pertama-tama dikemukakan
pendidikan karakter merupakan pendidikan moral, dalam sebuah tulisannya yang dimuat dalam
budi pekerti, atau akhlak yang menggabungkan Semiotica (21:3/4, tahun 1977) berjudul “Form and
beberapa aspek di dalamnya, seperti kognitif, Functions of Nonverbal Communication in the
afektif, dan psikomotorik. Dalam hal ini Suryaman Novel: a New Perspective of the Author-Character-
(2010: 20) menyaratkan pendidikan karakter Reader Relationship”. Dalam hubungan ini perlu
sebagai pengajaran yang paling luhur yang disebutkan sebuah tulisan singkat berjudul
terkadung dalam kodrat alam. Untuk mengetahui “Towards an Anthropology of Literature” (Rippere,
kodrat alam itu perli memiliki hati dan budi yang 1970). Di dalamnya dijelaskan peranan bahasa
bersih, yang terdapat dari kuatnya cita-cita, dalam karya sastra, yaitu bahasa yang lebih banyak
halusnya rasa suci, dan kuatnya kemauan yaitu berkaitan dengan konteksnya terhadap realitas
sempurnanya cipta rasa dan karasa. Maksud sehingga makna bahasa jauh lebih luas
pendidikan itu adalah sempurnanya hidup manusia, dibandingkan dengan apa yang diucapkan.
hingga dapat memenuhi segala keperluan hidup Keseluruhan tulisan yang terkandung dalam
lahir dan batin. kumpulan karangan tersebut pada umumnya lebih
Tidak berbeda jauh dengan pendapat di menekankan pada pembicaraan mengenai studi
atas, pendidikan karakter menurut Megawangi antropologi dalam kaitannya dengan sastra. Dalam
(dalam Kesuma, 2011:5) adalah sebuah usaha untuk hubungan ini dikenal dua istilah, yaitu antropology
mendidik anak-anak agar dapat mengmbil of literature dan literary antropology. Secara
keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya gramatikal, seperti sociology of literature dan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka literary sociology, keduanya dapat diterjemahkan
dapat memberikan kontribusi yang positif kepada menjadi antropologi sastra. Akan tetapi, dikaitkan
lingkungannya. Kementrian Pendidikan Nasional dengan tujuan yang hendak dicapai dan dengan isi
(2010:9-10) mendeskripsikan 18 nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya yang dibicarakan
dalam karakter bangsa yang arus dimiliki oleh dalam antropology of literature adalah analisis
generai penerus bangsa Indonesia. karya sastra dalam kaitannya dengan unsur-unsur
Pendidikan karakter sebagai gerakan antropologi. Sebaliknya, literary antropology adalah
nasional menciptakan sekolah yang mendorong analisis antropologi melalui karya sastra, atau
etika, bertanggung jawab, dan peduli orang muda analisis antropologi dalam kaitannya dengan unsur-
dengan pemodelan dan mengajarkan karakter yang unsur sastra.
baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal Dalam antropology of literature, antropologi
bahwa kita semua berbagi. Nilai-nilai etika seperti merupakan gejala sekunder dan sebagai instrumen.
kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, Sebaliknya, dalam literary antropology yang
dan penghargaan terhadap diri dan orang lain. menjadi gejala sekunder sekaligus intrumen adalah
Pendidikan mengajarkan anak-anak tentang nilai- karya sastra. Dengan singkat, antropology of
nilai dasar manusia, termasuk kejujuran, kebaikan, literature merupakan bagian sastra, sedangkan
kedermawanan, keberanian, kebebasan, literary antropology merupakan bagian antropologi.
kesetaraan, dan rasa hormat. Pendidikan karakter Istilah literary (sebagai kata sifat) menunjukkan
sebagai upaya yang disengaja untuk kedudukan sastra sebagai komplementer terhadap
mengembangkan karakter yang baik berdasarkan antropologi. Rupanya, di Barat pun pengertian
kebajikan inti yang baik bagi individu dan baik untuk antropologi sastra belum jelas, masih dikacaukan
masyarakat. Pendidikan karakter memiliki antara antropologi sastra dengan sastra
hubungan antara sekolah dengan orang tua dan antropologi. Berbeda dengan sastra, dalam
anggota masyarakat, membantu anak-anak dan linguistik, baik sebagai antropologi linguistik
remaja menjadi perhatian, berprinsip, dan maupun sebagai linguistik antropologi, antropologi
bertanggung jawab. linguistik sebagai interdisiplin, perkembangannya
Kajian Antropologi Sastra jauh lebih maju. Beberapa literatur yang dapat
Sepanjang diketahui, isu mengenai menunjukkan kemajuan tersebut, di antaranya:
antropologi sastra pertama-tama muncul dalam Language in Culture and Society: a Reader in
kongres “Folklore and Literary Anthropology” Linguistics and Anthropology (Hymes, ed., 1964),
(Poyatos, 1988:xi—xv) yang berlangsung di Calcutta Lingusitic Anthropology (Duranti, 1997),
(1978), diprakarsai oleh Universitas Kahyani dan Anthropological Lingusitics: an Introduction (Foley,
1997), Language, Culture, and Societuy: an memuat masalah-masalah yang terdapat dalam
Introduction to Linguistic Anthropology (Salzmann, masyarakat. Dalam hubungan inilah, pengarang
1998), Linguistic Anthropology: A Reader (Duranti, merupakan wakil dari masyarakat.Oleh karena itu,
ed., 2001). Sebagai ilmu baru, dalam lunguistik pun penelitian terhadap karya sastra pada dasarnya
belum ditemukan kesepakatan antara istilah identik dengan meneliti seluruh aspek kehidupan
antropologi linguistik dengan linguistik antropologi. masyarakat.
Bahkan, keduanya digunakan secara bergantian. Sebagaimana pendapat Luxemburg (1984:
Melalui pemahaman antropologi sastra, istilah yang 23-24) yang membuat hubungan antara sastra dan
seharusnya digunakan adalah antropologi linguistik masyarakat dapat diteliti dengan berbagai cara. (a)
(anthropology of linguistic), sedangkan linguistik Yang diteliti ialah faktor-faktor di luar teks sendiri,
antropolog (is) (anthropological linguistic) dianggap gejala konteks sastra: teks sastra itu tidak ditinjau.
sebagai wilayah kajian disiplin antropologi. Secara Misalnya, dengan meneliti kedudukan pengarang di
definitif, antropologi lingusitik adalah unsur-unsur dalam masyarakat, sidang pembaca, penerbitan,
antropologi yang terkandung dalam bahasa. dan seterusnya. (b) Yang diteliti ialah hubungan
Sebaliknya, linguistik antropologi adalah unsur- antara aspek-aspek teks sastra dan susunan
unsur bahasa yang terkandung dan digunakan masyarakat. Penilaian tidak hanya berdasarkan
untuk memperdalam pemahaman antropologi. normanorma estetik melainkan juga norma-norma
Sebagai konsekuensinya, istilah lingustik politik dan etik.
kebudayaan yang selama ini digunakan untuk Soelaeman (1998: 173) menyatakan bahwa
memperoleh pemahaman mengenai bahasa, aspek sosial dibedakan menjadi beberapa bagian
seharusnya diubah menjadi budaya atau yang diuraikan sebagai berikut.
kebudayaan linguistik. 1. Budaya yaitu nilai, simbol, norma, dan
Kajian tentang Aspek Sosial Budaya pandangan hidup umumnya dimiliki bersama
Menurut Djajasudarma (1999: 26) aspek oleh anggota suatu masyarakat.
adalah cara memandang struktur temporalintern 2. Pedesaan dan perkotaan yaitu suatu
suatu situasi yang dapat berupa keadaan, peristiwa, persekutuan hidup permanen pada suatu
dan proses.Keadaan bersifat statis, sedangkan tempat sifat yang khas.
peristiwa bersifat dinamis. Peristiwa dikatakan 3. Ekonomi, meliputi kemiskinan adalah
dinamis jika dipandang sedang berlangsung kurangnya pendapatan untuk memenuhi
(imperaktif). Sosial artinya kebersamaan yang kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan
melekat pada individu (Soelaeman, 1998: 123). beradadi garis kemiskinan apabila pendapatan
Jadi, aspek sosial dapat diartikan sebagai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
penginterpretasian terhadap sudut pandang hidup.
masyarakat. Aspek sosial merupakan sesuatu yang Menurut Soekanto (2010: 54-55) yang
memperhitungkan nilai penting antara sastra dan dimaksud proses-proses sosial adalah cara-cara
masyarakat, sehingga untuk memahami berhubungan yang dapat dilihat apabila para
permasalahan dalam suatu karya sastra, akan individu dan kelompok-kelompok saling bertemu
berhubungan dengan realita sosial yang terdapat dan menentukan sistem serta bentuk hubungan
dalam masyarakat. Aspek sosial suatu karya sastra tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada
menangkap kenyataan kehidupan melalui berbagai perubahan-perubahan yang menyebabkan
permasalahannya. Selaras dengan itu, Ratna (2011: goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau
11) menyatakan bahwa: Analisis antropologis dengan perkataan lain, proses sosial diartikan
memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi- sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi
fungsi sastra, karya sastra sebagai produk kehidupan bersama. Tiga bentuk interaksi sosial
masyarakat tertentu. Konsekuensinya, sebagai yaitu Persaingan (Competition) dapat diartikan
timbal balik, karya sastra mesti memberikan sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau
masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang kelompok-kelompok manusia yang bersaing
menghasilkannya. Mekanisme tersebut seolah-olah mencari keuntungan melalui bidang-bidang
bersifat imperatif, tetapi tidak dalam pengertian kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi
yang negatif. Artinya, antar hubungan yang terjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun
tidak merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antar kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian
hubungan akan menghasilkan proses regulasi dalam publik atau mempertajam prasangka yang telah ada
sistemnya masing-masing. tanpamempergunakan ancaman atau kekerasan
Jadi, karya sastra hampir mencakup seluruh (Soekanto, 2010: 83). Adapun pertentangan
aspek kehidupan manusia sehingga karya sastra (Pertikaian atau Conflict) adalah merupakan suatu
sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Karya proses sosial di mana individu atau kelompok
sastra yang dihasilkan pengarang di dalamnya berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
menantang lawan yang disertai dengan ancaman content analysis (analisis isi). Pendekatan yang
atau kekerasan. (Soekanto, 2010: 91). digunakan adalah Antropologi Sastra. Sumber data
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dalam penelitian ini adalah : (1) Teks, cerita rakyat
disimpulkan bahwa aspek sosial adalah hubungan Banyuwangi, (2) catatan lapangan yang terdiri dua
sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan bagian, yaitu bagian deskripsi dan bagian refleksi,
timbal balik antar individu, antar kelompok (3) Informan. Teknik pengumpulan data dengan
manusia, maupun antara orang dengan kelompok telaah wawancara. Sampel penelitian ini
manusia dan masalah sosial ini tidaklah sama menggunakan teknik purposive sampling. Validitas
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat data dengan triangulasi teori dan sumber. Teknik
yang lain karena adanya perbedaan dalam tingkat analisis data dengan analisis interaktif.
perkembangan dan kebudayaannya, sifat
kependudukannya, dan keadaan lingkungan 3. PEMBAHASAN
alamnya. Aspek sosial masyarakat yang satu dengan Dari hasil penelitian lewat wawancara
masyarakat yang lain berbeda. kepada beberapa informan dapat diketahui bahwa
Hakikat Materi Pembelajaran di Kabupaten Banyuwangi terdapat cerita rakyat
Pembelajaran adalah pemerolehan tentang Watu Dodol. Cerita rakyat Watu Dodol di
sesuatu hal atau keterampilan melalui belajar Kabupaten Banyuwangi itu sama seperti di daerah
pengalaman atau pengajaran. Pembelajaran lain, memiliki usia yang sudah tua, dan disebarkan
merupakan pemerolehan pengetahuan tentang dari mulut ke mulut serta tanpa diketahui secara
sesuatu hal atau keterangan melalui belajar. Belajar jelas siapa pengarangnya. Pada awalnya cerita
sebagai perubahan disposisi atau kemampuan rakyat Watu Dodol di Kabupaten Banyuwangi
seseorang yang dicapai melalui orang lain dalam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
perubahan bukn diperoleh secra langsung dari masyarakat setempat atau pemiliknya.cerita-cerita
pertumbuhan dirinya secara ilmiah (Gagne dalam yang ada itu memiliki latar belakang dan budaya
Sudjana, 2000:97) serta hasil lingkungan yang merupakan pengalaman
Materi pembelajaran merupakan salah satu masyarakat pemuiliknya. Cerita-cerita rakyat yang
unsur dalam pembelajaran yang perlu ada digunakan sebagai pembentuk watak manusia.
mendapatkan perhatin oleh guru. Materi Artinya, di masa lalu cerita-cerita rakyat digunakan
pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa para orang tua untuk membentuk watak anak cucu
dalam mempelajari sesuatu, menyediakan berbagai dan generasi muda agar menjadi manusia yang
jenis pilihan materi pembelajaran, memudahkan baik. Cerita-cerita rakyat juga dipakai sebagai alat
guru dalam melaksanakan pembelajaran, serta agar kontrol sosial, yaitu untuk mendidik agar manusia
kegiatan pembelajaran lebih menarik. Siswa dapat hidup sesuai dengan norma yang berlaku di
mempelajari sesuatu kopetensi atau kopetensi masyarakat. Isi cerita yang disampaikan dapat
dasar secara runtut dan sistematis, sehingga memberi petunjuk tentang mana yang benar dan
sevcara akumulatif mmpu menguasai semua mana yang salah.
kopetensi secara utuh dan terpadu dengan Bahkan melalui cerita-cerita rakyat Watu
menggunakan materi pembelajaran. Sejalan dengan Dodol ini bisa menumbuhkan rasa cinta, hormat
pendapat tersebut, Winkel (1999:295) menyatakan dan penghargaan kepada leluhur. Apalagi para
bahwa materi pembelajaran dapat berupa macam- leluhur itu memiliki ajaran dan pandangan hidup
macam bahan, seperti suatu naskah, persoalan, yang baik, sikap bijaksana, dan sebagainya. Hal
gambar, isi audio cassette, isi video cassette inilah yang sering mengilhami masyarakat masih
preparat, topik perundingan dengan para siswa, berusaha melestarikan tradisi atau kebiasaan yang
jawaban dari para siswa, guru hendaknya terampil ditinggalkan seperti tradisi berziarah ke makam
dan teliti dalam memilih materi pembelajaran yang leluhur atau tokoh terdahulu sebagai bentuk
sesuai bagi para siswanya. penghormatan. Selain itu, cerita rakyat dahulu juga
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, digunakan sebagai alat penghibur masyarakat.
dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran Seringkali cerita rakyat pada masa lampau menjadi
adalah bahan ajar yang digunakan pendidik untuk sarana para orang tua untuk menceritakan kepada
menyampaikan ilmu kepada siswa. Materi anak cucu maupun orang dewasa.
pembelajaran menjadi salah satu unsur yang harus Pendidikan Karakter sebagaimana
diperhatikan oleh guru dalam melaksanakan dikemukakan dalam Kemendiknas, dimaknai
pembelajaran. sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang
2. METODE PENELITIAN bertujuan pemberian tuntunan peserta didik agar
Metode yang digunakan pada Penelitian ini menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter.
merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan Pendidikan karakter bertujuan untuk
yang bersama-sama menghasilkan makna dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, cerita
menyeluruh. Hal ini sesuai dengan penelitian rakyat ini juga mengajarkan pada siswa untuk
Morrow (1985) bahwa membaca struktur cerita menghargai perbedaan di antara sesama, baik
yang meliputi tema, latar, dan penokohan dapat perbedaan suku, budaya, agama, bahasa dan
meningkatkan pemahaman membaca cerita untuk pendapat. Selanjutnya, nilai-nilai pendidikan
anak. karakter yang terdapat di dalam cerita rakyatini
Struktur yang dikaji dalam cerita rakyat adalah religius, peduli sosial, semangat kebangsaan,
Watu Dodol ini adalah unsur-unsur yang jujur, cinta damai, toleransi, komunikatif, dan
membangun keutuhan cerita meiputi tema, menghargai prestasi.
penokohan, alur, dan latar dalam cerita. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita
rakyat tersebut dapat dinyatakan sebagai warisan
Aspek Sosial Budaya yang terdapat dalam Cerita dari generasi masa lalu bagi kehidupan masa depan.
Rakyat Watu Dodol Hal ini sejalan dengan pernyataan Sudrajat
Antropologi karya sastra adalah bagaimana (2011:50) yang menyebutkan bahwa pengetahuan
pembaca memaknai karya sastra melalui aspek nilai-nilai moral atau knowing moral value seperti
sosial yang terdapat di dalam karya sastra tersebut kejujuran, keadilan, toleransi, kebaikan, keberanian,
(Wellek dan Warren, 1989:111). Pemahaman dan lain-lain merupakan warisan generasi masa lalu
terhadap sosial budaya karya sastra diperlukan bagi kehidupan masa depan dan literatur etika
untuk memahami kaitan atau hubungan karya mensyaratkan pengetahuan tentang nilai-nilai ini.
sastra dengan keadaan sosial budaya masyarakat Dengan demikian, mengetahui nilai-nilai di atas
dalam kehidupan nyata. Jadi, antropologi karya berarti juga memahami bagaimana menerapkan
sastra menilik sejauh mana sebuah karya sastra nilai-nilai tersebut dalam berbagai situasi. Selain itu,
mencerminkan sebuah masyarakat. Antropologi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam
karya sastra dalam sebuah karya sastra dapat cerita rakyat Watu Dodol ini juga dapat
berupa bahasa, tempat tinggal, pekerjaan, agama diaplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan
dan kepercayaan, pendidikan, falsafah hidup, adat Sastra Indonesia di sekolah sehingga dapat
istiadat, dan lain-lain. berperan positif dalam mengembangkan karakter
Antropologi karya sastra di dalam cerita positif siswa, sekaligus pengetahuan akademik
rakyat Watu Dodol merupakan rekaman kehidupan siswa.
masyarakat Banyuwangi yang pada zaman dahulu
yang berisikan penjajahan, perlawanan, dan asal Relevansi Aspek-aspek Antropologi Sastra dan
tempat.cerita rakyat Watu Dodol masih Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakya Watu
berkembang di masyarakat Banyuwangi. Di dalam Dodol dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia
cerita rakyat Watu Dodol terdapat karakter para Pendidikan karakter tidak lepas dari
tokoh-tokoh yang memberikan nilai-nilai yang penanaman karakter. Pendidikan karakter
memberikan karakter baik dan dapat membedakan merupakan sebuah proses yaitu proses
mana prilaku yang baik dan tidak dapat ditiru. pembelajaran untuk menanamakan nila-nilai
karakter yang harus melibatkan semua pihak baik
Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat dari dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
Watu Dodol dan lingkungan masyarakat. Anak sekolah dasar
Kemendiknas merumuskan 18 nilai mulai memandang semua pristiwa dengan objektif.
pendidikan karakter yang harus Banyak keterampilan mula dikuasai dan kebiasaan
ditumbuhkembangkan pada siswa. Nilai-nilai mulai dikembangkan. Kehiduapn fantasi mengalami
tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, perubahan penting. Melalui cerita inilah dapat
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin menanamkan nila pendidikan karakter anak.
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, Salah satu mata pelajaran yang ada di
menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, Sekolah Dasar adalah mata pelajaran bahasa
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia selain
dan tanggung jawab (Zainuddin, 1996:44). Di diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
antara ke delapan belas nilai-nilai pendidikan peserta didik dalam berkomunikasi dengan
karakter di atas, cerita rakyat memiliki delapan nilai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
yang dapat dijadikan pedoman berperilaku positif benar, baik lisan maupun tertulis juga diharapkan
oleh siswa. Cerita rakyat yang berisi konflik dan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap
peperangan yang disebabkan perbenturan ideologi karya sastra.
ini memberi motivasi dan perubahan pola pikir ke Berkaitan dengan pembelajaran sastra di
arah yang positif pada siswa, bahwa penting bagi Sekolah Dasar, standar kompetensi pembelajaran
setiap orang menjaga kerukunan dan perdamaian sastra khususnya yang berkaitan dengan cerita anak
harus dikuasai siswa di Sekolah Dasar kelas 3 dan Penggunaan latar waktu dalam cerita rakyat Watu
kelas 4 yaitu menggali informasi dari teks cerita Dodol hanya dijelaskan secara sederhana yaitu
petualangan tentang lingkungan dan sumber daya pada pagi hari, siang hari dengan kata matahari
alam dengan bantuan guru dan teman dalam tepat di atas, dan malam hari.
bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih Aspek Sosial Budaya yang terdapat dalam Cerita
dan memilah kosa kata baku. Dalam cerit tersebut, Rakyat Watu Dodol
memuat tentang meneritakan kembali teks. Sistem Religi meliputi (1) sistem kepercayaan
Petualangan yang meliputi struktur cerita (latar, yang menganut ajaran Agama Islam; dan (2) sistem
tokoh dan alur). nilai dan pandangan hidup masih belum terlalu
Melalui kompetensi dasar mata pelajaran diperhatikan; Sistem kemasyarakatan atau
bahasa Indonesia ini, diharapkan siswa dapat organisasi sosial meliputi (1) sistem kekerabatan
mengembangkan potensinya sesuai dengan masyarakat antar warga; dan (2) asosiasi dan
kemampuan, kebutuhan, minat, serta dapat perkumpulan; Sistem pengetahuan berupa
menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kemampuan membuat Pesta membuat peralatan
sastra. Guru dapat memusatkan perhatian pada dapur dan peralatan bertani; Bahasa, bahasa yang
pengembangan kompetensi bahasa dan bersastra terdapat dalam cerita rakyat Watu Dodol adalah
dengan menyediakan berbagai kegiatan dan bahasa lisan. Bahasa lisan berupa bahasa using yang
sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai merupakan bahasa asli masyarakat banyuwangi;
dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan Kesenian berupa kesenian tradisi berupa puter
siswa. kayun yang dilakukan di daerah boyolangu dekat
Pembelajaran sastra merupakan salah satu dengan pantai watu dodol banyuwangi; Sistem
aspek penting yang perlu diajarkan agar siswa mata pencaharian yaitu berupa petani, pembuat
mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan sapu lidi, pembuat peralatan dapur dan peralatan
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian bertani; Sistem peralata hidup dan komunikasi
serta kemampuan dalam berbahasa. Pembelajaran berupa (1) transportasi yaitu berupa kuda; (2)
sastra perlu dilaksanakan sejak Sekolah Dasar peralatan bersih-bersih berupa sapu lidi dan
karena dapat menumbuhkembangkan kebiasaan penebah; (3) bentuk peralatan dapur berupa
membaca.pembelajaran apresiasi sastra juga dapat tempat menanak nasi kukusan dan bertani berupa
menambah wawasan dan pengembangan cangkul; dan (4) peralatan perang berupa keris yang
kepribadian anak. digunakan dalam melawan belanda. Nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Watu
4. SIMPULAN Dodol dapat diteladani dan dijadikan pendidikan
Struktur Cerita rakyat Watu Dodol karakter. Dengan meneladani nilai budaya yang
Struktur cerita rakyat Watu Dodol dapat terdapat dalam cerita rakyat Watu Dodol dapat
dikaji dari segi tema, amanat, alur, latar cerita, membangun manusia seutuhnya baik secara
tokoh dan penokohan. Tema yang diangkat dalam perseorangan maupun kolektif.
tujuh cerita banyuwangi antara lain: sikap menepati Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita rakyat
janji, kesederhanaa, sikap senang dipuji berakibat Watu Dodol
bahaya, sikap paling benar sendiri berakibat Cerita rakyat Watu Dodol mengandung
merugikan, Sikap ikhlas dan percaya pada Tuhan delapan nilai pendidikan karakter yaitu (1) religius,
Yang Maha Esa, pengecut, dan perlawanan, ketujuh (2) peduli sosial, (3) semangat kebangsaan, (4) jujur,
cerita banyuwangi mengajarkan nilai positif untuk (5) tangguang jawab, (6) kerja keras, (7) cinta
anak. Tokoh cerita rakyat banyuwangi, digolongkan damai, dan (8) peduli lingkungan. Nilai karakter
menjadi tokoh tambahan. yang dominan dalam cerita rakyat banyuwangi.
Alur yang digunakan dalam tujuh cerita Pembaca dapat mengambil hikmah dan ajaran-
rakyat menggunakan latar alur kronologis dengan 3 ajaran positif yang ditunjukkan melalui prilaku
tahap: awal, tengah, dan akhir. Ada satu cerita yang tokoh-tokoh dalam cerita rakyat Watu Dodol
menggunakan satu alur regresif atau campuran sehingga dapat dijadikan pembelajaran bagi
yaitu pada cerita rakyat Watu Dodol dan terdapat kehidupan bermasyarakat yang bijak, kritis dan adil.
satu alur mundur atau sorot balik yaitu pada cerita Relevansi Aspek-aspek Antropologi Sastra dan
Besali Zarkasi. Ltar yang digunakan dalam cerita ini Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Watu
tidak asing bagi anak-anak, seperti rumah, halaman, Dodol dengan Pembelajaran Bahasa
hutan, musollah, dan sawah. Sebagian besar latar Indonesia
adalah lingkungan sawah, hutan, dan rumah. Pembelajaran sastra di sekolah dasar
Penggunaan latar tempat dalam cerita yang belum diarahkan terutama pada proses pemberian
dikenal anak, di ikuti pendeskripsian seperti besali pengalaman bersastra. Siswa diajak mengenal
yang terdapat dalam cerita besali zarkasi. bentuk dan isi ssebuah karya sastra melalui
kegiatan mengenal dan mengakrabi cipta sastra Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitas,
sehingga tumbuh pemehaman dan sikap dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
menghargai cipta satra sebagi suatu karya yang
indah dan dalam serita tersebut bermakna. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi.
Relevansi cerita rakyat Watu Dodol sebagai materi Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press.
pembelajaran tidak hanya terletak pada segi isi saja Poyatos, Fernando. 1978. “Introduction: the
tetapi pada segi fisik yang menarik. Cerita rakyat Genesis of Literary Anthropology” (dalam
Watu Dodol memiliki nilai-nilai yang dapat di Literary Anthropology: a New
terapkan sehari-hari dan dapat membedakan Interdisciplinary Approach to People, Signs,
prilaku yang dapat ditiru maupun tidak tidak dapat and Literature, Fernando Poyatos, ed.,
ditiru. Tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sarat Amsterdam: John Benjamins Publishing
dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Melalui nilai- Company, hlm. xi—xxiii).
nilai pendidkan karakter yang terkandung dalam
cerita rakyat Watu Dodol dapat digunakan sebagai Rippere, Victoria L. 1970. “Towards an
bahan pendukung materi pelajaran. Anthropology of Literature” (dalam
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari Strucruralism, Jacques Ehrnmann, ed., New
hasil penelitian, saran-saran yang diajukan sebagai York: Anchor Books, hlm. 231—238).
berikut. (1) Siswa, Guru, Memperhatikan
kandungan nilai-nilai yang ada pada cerita rakyat Salzmann, Zdenek. 1998. Language, Culture, and
Kabupaten Banyuwangi sebaiknya perlu dijadikan Society: an Introduction to Linguistic
materi ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Anthropology. Colorado and Oxford:
dan daerah di tingkat Sekolah Dasar. Mengingat, Westview Press.
selama ini cerita rakyat Watu Dodol memiliki nilai- Ratna, Nyoman Kutha 2008. Teori Metode dan
nilai luhur dan nilai pendidikan cukup tinggi dalam Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
materi Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah.(2) Pelajar.
Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, sebagai
pengambil kebijakan perlu menjembatani dan Soekanto, Soerjono. 1990. Antropologi Suatu
mengupayakan agar cerita rakyat Watu Dodol di Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Kabupaten Banyuwangi menjadi bagian dari materi
Sudjana, Nana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar
Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di Sekolah
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Dasar untuk bahan pembinaan dan pengembangan
pengajaran apresiasi sastra Indonesia dan daerah. Suryaman, Maman. 2010. Pendidikan Karakter
(3) Peneliti lain, Sebaiknya perlu dilakukan Melalui Pembelajaran Sastra. Cakrawala
penelitian cerita rakyat Watu Dodol dengan kajian Pendidikan tahun XXIX, Edisi Khusus Dies
pendekatan dan analisis yang berbeda terhadap Natalis UNY:112-126
cerita rakyat beserta kandungan nilai-nilai lain yang
tentu saja yang masih sangat banyak dan menarik Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori
untuk diteliti Kesusastraan. (di Indonesiakan oleh Melani
. Budianata). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
5. DAFTAR RUJUKAN