Oleh:
Fitrahayunitisna
Prima Zulvarina
fitra_3006@ub.ac.id
Universitas Brawijaya
Abstract: Research shows that oral literature contains of ethical values and local wisdom.
However, existence of oral literature is getting weaker with the changing of the era.
Therefore, to strengthen national identity, oral literature needs to be revived. The main goal
is to improve the character of the young generation which is the Z generation. Efforts that
need to be done is mediatization of oral literature and integrate oral literature into the
college curriculum. The mediatization of oral literature needs to involve digital media, as
well as in its dissemination it requires social media. Meanwhile, integration into the college
curriculum can be done by insert to the Indonesian language course
Key Word: oral literature, ethic and local wisdom, national identity
Abstrak: Penelitian menunjukkan bahwa sastra lisan mengandung nilai etika dan kearifan
lokal. Akan tetapi, sastra lisan kian meredup dengan bergantinya era. Oleh karena itu, untuk
memperkuat identitas nasional sastra lisan perlu dihidupkan kembali. Sasaran utamanya
adalah untuk meningkatkan karakter generasi muda yakni generasi Z. Upaya yang perlu
dilakukan adalah dengan melakukan mediatisasi sastra lisan dan memasukkan ke dalam
kurikulum perguruan tinggi. Mediatisasi sastra lisan perlu melibatkan media digital, begitu
pula dalam penyebarluasannya memerlukan media sosial. Sementara itu, integrasi ke dalam
kurikulum perguruan tinggi dilakukan dalam matakuliah wajib yaitu matakuliah Bahasa
Indonesia
Kata Kunci: sastra lisan, etika dan kearifan lokal, identitas nasional
Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat dengan budaya lisan. Tradisi
lisan dimiliki oleh masyarakat Indonesia sejak zaman pra aksara hingga kini, meskipun
banyak berubah dengan berganti ke budaya aksara hingga digital. Namun begitu, Indonesia
masih kaya akan tradisi lisan meskipun penutur tradisi lisan sudah berkurang. Kekayaan
tradisi lisan di Indonesia tersebut memiliki banyak nilai yang berharga bagi kehidupan sehari-
hari masyarakat Indonesia. Salah satu tradisi lisan tersebut adalah sastra lisan. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Ong (2013: 19) bahwa budaya lisan telah menghasilkan performa
verbal yang kuat dan indah bernilai artistik dan kemanusiaan tinggi.
Nilai-nilai dalam sastra lisan Indonesia masih sangat relevan bila diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini karena nilai-nilai tersebut bersumber dari akar
budaya bangsa. Untuk itu, nilai-nilai dalam sastra lisan dapat digunakan untuk memperkuat
identitas nasional. Hanya saja, semakin berkurangnya penutur sastra lisan dan juga
berubahnya zaman ke era digital membuat sastra lisan semakin tenggelam. Meskipun banyak
penelitian dan pendokumentasian terhadap sastra lisan, namun hanya tersimpan dengan baik
dan belum mampu terdistribusikan untuk dapat dinikmati oleh masyarakat luas terutama
generasi muda. Hanya kalangan akademisi dan kaum intelektual saja yang memerhatikan.
Generasi muda penerus bangsa adalah generasi yang lahir di era digital di mana
internet sudah ada. Mereka dijuluki sebagai generasi Z (McCridle dan Wolfinger, 2011).
Arus informasi mengalir begitu deras hingga seolah tidak ada sekat dalam masyarakat dunia
di berbagai belahan bumi. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang tidak dapat dihindari.
Namun begitu, kemajuan ini tetap diiringi oleh berbagai kelemahan, salah satunya adalah
lemahnya kepekaan generasi muda terhadap sesama dan nilai-nilai luhur bangsa yang
merupakan identitas nasional. Keabaian tersebut tidak dibiarkan supaya generasi muda
penerus bangsa tatap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang mencerminkan identitas
nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sastra lisan.
Salah satu fungsi dari sastra lisan adalah untuk mendidik masyarakat. Untuk itu, nilai-
nilai yang terkandung di dalam sastra lisan diantaranya adalah etika dan kearifan lokal.
Namun, etika dan kearifan lokal yang terdapat dalam sastra lisan tidak akan sampai pada
anak-anak muda generasi Z bila media sastra lisan masih disampaikan dengan cara tradisional
dan kurang menarik perhatian mereka. Anak-anak muda generasi Z sudah menyatu dengan
teknologi digital, dalam artian mereka tidak dapat melewatkan sehari pun tanpa budaya
digital. Maka dari itu, memperkenalkan sastra lisan yang memuat etika dan kearifan lokal
kepada anak-anak muda generasi Z maupun masyarakat luas perlu melibatkan budaya digital.
Berdasarkan uraian di atas, artikel ini akan membahas beberapa hal berikut: (1)
bagaimana eksistensi sastra lisan saat ini?; (2) bagaimana etika dan kearifan lokal dalam
sastra lisan?; dan (3) bagaimana upaya memperkuat identitas nasional melaui etika dan
kearifan lokal dalam sastra? Adapun ruang lingkup dari upaya memperkuat identitas nasional
ini dibatasi pada generasi Z. Mengingat setiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda,
maka tidak setiap generasi dapat diperlakukan sama. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah
mendeskripsikan etika dan kearifan lokal yang ada dalam sastra lisan hingga dapat
digunakaan untuk memperkuat identitas nasional. Selain itu, upaya yang perlu dilakukan
untuk memperkuat identitas melalui etika dan kearifan lokal dalam sastra lisan akan
dideskripsikan secara rinci.
PENUTUP
Upaya dalam memperkuat identitas nasional dapat dilakukan menggunakan sastra
lisan. Dalam beberapa peneliti menunjukkan kaitan erat antara sastra lisan dengan etika dan
kearifan lokal. Sebagaimana salah satu fungsi sastra lisan adalah untuk mendidik masyarakat,
maka di dalamnya menggandung nilai etika dan kearifan lokal. Namun begitu, tidak dapat
dipungkiri bahwa sastra lisan kian meredup dengan bergantinya era.
Maka dari itu, sastra lisan perlu dihidupkan kembali untuk memperkuat identitas
nasional. Sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan karakter generasi muda yakni
generasi Z yang tumbuh di era digital, menjadi karakter yang mencerminkan identitas
nasional. Dalam hal ini upaya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan mediatisasi
sastra lisan dan memasukkan ke dalam kurikulum sekolah tinggi.
Mediatisasasi sastra lisan perlu menggunakan media digital yang biasa digunakan
oleh masyarakat sehari-hari. Mediatisasi sastra lisan dapat dilakukan dengan
mentransformasikan ke dalam bentuk, film dan video pendek, meme, dan komik yang
kemudian dapat disebarluaskan melalui media sosial maupun aplikasi dalam smart phone.
Sementara itu, integrasi dalam kurikulum perguruan tinggi dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan dalam matakuliah Bahasa Indonesia yang merupakan matakuliah wajib
yang harus ditempuh oleh mahasiswa dari berbagai progam studi maupun jurusan.
DAFTAR RUJUKAN
Astra, I Gde Semadi. (2004). Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Memperkokoh Jatidiri
Bangsa di Era Global. I Wayan Ardika dan Darma Putra (eds). Politik Kebudayaan dan
Identitas Etinik. Bali: Fakultas Sastra Universitas Udayana, Balimangsi Press
Citraningrum, Dina Merdika. 2012. Representasi Nilai Moral Masyarakat Using Dalam
Cerita Rakyat Banyuwangi. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri
Malang
Dananjaya, James. 2002. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti
McCrindle, Mark dan Emily Wolfinger. (2011).The ABC of XYZ: Understanding the Global
Generations. Australia: UNSW Press
Ong, Walter J. 2013. Kelisansan dan Keaksaraan (Orality and Literacy). Tejemahan Rika
Iffati. Yogyakarta: Gading Publishing
Setiawan, Dani Sukma Agus. 2015. Nilai-Nilai Moral Dalam Legenda Di Kabupaten Ngawi
(Sebuah Kajian Sosiologi Sastra). Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas negeri
Malang.
Suseno, Franz Magnis. 1991. Etika Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.