Anda di halaman 1dari 4

0192

Mewujudkan Masyarakat Pembelajar (On Becoming a Learning Society)


Dalam Rangka Terciptanya Masyarakat Cinta Perpustakaan

Pendahuluan
Jumlah kunjungan ke perpustakaan pada setiap daerah berbeda-beda. Namun secara umum jumlah pengunjung perpustakaan
tidaklah bisa dikatakan menggembirakan. Untuk level daerah, misalnya di Perpustakaan Umum Kabupaten Kotabaru, jumlah
kunjungan per 30 Juni 2009 sudah mencapai 15.418 orang atau sekitar 70% dari jumlah kunjungan tahun 2008.
Perpustakaan ini memiliki koleksi buku sebanyak 14.586 atau masih kurang 13 persen dari koleksi ideal yakni 50.000 koleksi
buku. Jumlah kunjungan sebanyak itu untuk level Kotabaru sudah cenderung menggembirakan. Perpustakaan ini juga
melayani masyarakat pada 8 kecamatan dan 25 desa dengan sebuah mobil perpustakaan keliling.
Untuk level Kota, maka Kota Bukittinggi, Sumatera Barat bisa menjadi perbandingan. Di kota ini berdiri megah
perpustakaan umum bernama Pustaka Daerah Bung Hatta yang dibuka sejak 21 September 2006. Koleksi buku yang
dimilikinya mencapai 93.375 buah buku yang tersebar pada berbagai disiplin ilmu seperti agama, sejarah, ketrampilan dan
umum. Perpustakaan ini didanai melalui APBD Kota Bukittinggi, bantuan dari Propinsi SUmbar dan donator lainnya. Meski
perpustkaan ini cukup besar namun kurang dimanfaatkan secara maksimal. Jumlah kunjungan perhari hanya mencapai 300-
400 orang didominasi kalangan pelajar/mahasiswa. Padahal pengelola perpustakaan ini sudah berusaha menarik para
pengunjung diluar dari pelajar/mahasiswa dengan cara meluncurkan “Program Family Member”.
Situasi yang sama terjadi di Perpustakaan Umum Daerah Jember. Keanggotaan tetap didominasi dari kalangan pelajar
yang mencapai 1.640 orang selama kurun 2000-2007, dari kalangan guru 285 orang dan kalangan wiraswasta 581 orang.
Keanggotaan ini akan berpengaruh besar pada jumlah kunjungan ke perpustakaan.
Perpustakaan yang relatif ramai dikunjungi adalah Perpustakaan Kota Yogya yang telah menempati gedung baru sejak
2007. Sepanjang tahun itu, rata-rata pengunjung perpustakaan setiab bulan hamper mencapai 1.000 orang atau sekitar 70-80
orang per hari, meski idealnya kunjungan ke perpustakaan sebanyak 150 orang per hari. Pengelola perpustakaan ini juga terus
berinovasi untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke perpustakaan dengan cara penyediaan fasilitas layanan hotspot
kerjasama dengan pihak PT Telkom. Fasilitas ini dapat memperlama waktu kunjungan dan menambah jumlah kunjungan.
Dengan melihat situasi umum perpustakaan di Indonesia, dapat disebutkan bahwa keberadaan sebuah perpustakaan
tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya masyarakat. Tinggi atau rendahnya peradaban dan budaya suatu
masyarakat tercermin dari kondisi perpustakaan yang ada diwilayahnya masing-masing.

Permasalahan
Masalah yang cenderung menjadi menyebab rendahnya jumlah pengunjung perpustakaan adalah rendahnya minat baca
masyarakat. Rendahnya minat baca terkait dengan budaya masyarakat yang lebih menonjolkan budaya oral daripada budaya
baca-tulis. Apalagi masyarakat kita tidak melewati tahapan masyarakat melek membaca-menulis, dan langsung melompat
pada tahap budaya menonton akibat penetrasi teknologi televisi yang hampir dimiliki setiap rumah penduduk.
Rendahnya minat baca terkait dengan keberadaan sekolah sebagai institusi yang menjadi bagian penting dari
masyarakat. Guru adalah elemen utama dari sekolah yang menempati garda depan dalam kegiatan proses pembelajaran
masyarakat, sementara siswa adalah mitra pembelajaran dan orangtua siswa sebagai fasilitator bagi anaknya yang berstatus
siswa.
Rendahnya kunjungan ke perpustakaan pada tiap daerah terkait erat dengan tumbuhnya internet sebagai wahana baru
sumber informasi mutakhir. Bila selama ini buku teks adalah sumber informasi, maka internet pun kini telah menjelma menjadi
sumber informasi utama. Namun internet adalah lautan informasi yang tidak terkendali sehingga membutuhkan filter bagi setiap
orang untuk mengakses informasi yang benar dan bisa dipercaya.

Tujuan
Tujuan penulisan adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran yang aplikatif terhadap perkembangan minat baca
masyarakat & kwalitas layanan perpustakaan dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar.

Landasan teori
Andre Mourois dalam bukunya Public Library and their Mission (UNESCO, 1961) antara lain mengatakan bahwa “ buku
adalah satu-satunya alat untuk mempelajari abad-abad yang sudah lewat”. Buku adalah kunci terbaik untuk memahami
bangsa-bangsa lain yang belum pernah kita kunjungi. Bahkan akhirnya buku telah memperoleh pengakuan dunia melalui
suatu pernyataan UNESCO menjelang Tahun Buku Internasional 1972, yang menyatakan keyakinannya bahwa, :
“Books are pre-eminent as vehicles for information and research, and as a source of culture and recreation, serving national
development and the enrichment of individual human life, and fostoring that better understanding between peoles of different
nations and cultural and that strengthening of desire in the minds of men and women to wich is dedicated”. (Buku merupakan
wahana utama bagi informasi, riset, sebagai sumber peradaban dan rekreasi, mendorong pembangunan nasional,
memperkaya kehidupan pribadi, menjaga untuk saling hormat-menghormati diantara bangsa-bangsa yang berbeda
kebangsaan dan kebudayaannya serta memperkokoh keinginan untuk damai dihati setiap lelaki dan perempuan sebagaimana
diharapkan UNESCO).
Paulo Friere dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, mengatakan bahwa buku adalah ibarat lentera yang
memberi cahaya kehidupan dan membebaskan manusia dari kebutuhan ilmu pengetahuan. Selanjutnya Paulo Friere
menegaskan pula bahwa, perpustakaan merupakan kampus utama bagi orang yang cinta ilmu pengetahuan. Karena , orang-
orang miskin dan tertindas pun bisa mendapatkan ilmu di perpustakaan tanpa dipungut biaya pendidikan yang mahal. Begitu
pentingnya arti perpustakaan, maka tidak berlebihan kalau dikatakan perpustakaan sebagai faktor yang dominan dalam usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Supardi Djoko Damono dalarn "Keterampilan Bahasa dan Menulis" yang terkumpul dalarn buku Berbagai Pendekatan
dalam Pengajaran Bahasa Indonesia dan Sastra-Struktur, Humanistik, Komunikatif dan Pragmatik, (Editor Muljanto Sumardi,
1996:186) menegaskan, mernbaca tidak Iagi berarti sekadar bisa membedakan antara huruf m dan n, dan menulis tidak lagi
berarti sekadar bisa rnembubuhkan titik (.) pada huruf i. Membaca hendaknya mencakup kemampuan yang semakin tinggi
untuk memahami dan menghargai berbagai macam karangan. Lalu, menulis mencakup kemampuan yang semakin lama
semakin unggul untuk menuangkan pikiran dan perasaan secara tertulis.
Sebagai bahan refleksi, berikut ini tulisan Frans M Parera (2002) , salah satu anggota Dewan Buku Nasional layak
direnungkan. "Kebanyakan kita hanya terbiasa dengan pengetahuan operasional, teknis, artistik, dan finansial hasil pertanyaan
"bagaimana". Perbukuan rnenantang kita memasuki horizon pengetahuan "mengapa" .... Kemampuan refleksi menjadi bekal
untuk rnengembangkan pertanyaan "mengapa" dan perbukuan menjadi sarana untuk kemampuan refleksi itu." (18e)
Menurut Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.Si, guru besar tetap Universitas Muhammadiyah Metro (UMM), Lampung,
konsep masyarakat pembelajar dapat dimaknai sebagai sebuah entitas, sebagai maujud, sebagai sosok bentukan yang terdiri
atas berbagai komponen manusia (manusia pembelajar, manusia pemimpin, dan manusia guru). Masyarakat pembelajar dapat
pula dimaknai sebagai metode, teknik, dan pendekatan dalam pembangunan masyarakat. Pengembangan masyarakat
pembelajar dapat merupakan satu konstruksi, satu metode, pendekatan pengubahan perilaku hidup menuju manusia
pembelajar, manusia pemimpin, dan manusia guru.
Proses pendekatan ini melalui tahap-tahapan. Pertama, reading process. Ini satu tahapan di mana pembelajar
melakukan proses membaca ayat kauniah (induktif) fakta-fakta empiris, maupun ayat tanziliyah (deduksi) dari sumber-sumber
nilai, teori, konsep membaca bermutu sudah menjadi budaya masyarakat secara manual/verbal maupun E-library. Kedua,
learning process. Masyarakat melakukan perubahan perilaku sehingga mampu memilik pola perilaku tertuntun yang mantap
dan dinamis. Ketiga, learning transformation. Di sini masyarakat mengembangkan pola pencarian dan pengubahan budaya
perilaku pada komunitas luar (difution). Keempat, learning internalization. Masyarakat melakukan proses pementukan
ketangguhan diri sehingga mampu memiliki kemandirian budaya. Dan, kelima, learning excellent. Masyarakat menjadi pusat
acuan pengembangan budaya (universalization/rujukan budaya). Tahapan tersebut dalam implementasinya diisi dengan
kebutuhan manusia itu sendiri untuk belajar tentang (learning to know), belajar berbuat/ berlatih (learning to do), belajar
menjadi (learning to be), dan learning to live together (bermasyarakat, berafilisasi, berbangsa dan bernegara).

Pembahasan
Dalam rangka meningkatkan jumlah kunjungan perpustakaan, maka gagasan mewujudkan masyarakat pembelajar adalah
salah satu point penting yang harus digelorakan dan disosialisasikan di tengah masyarakat. Masyarakat pembelajar adalah
sebuah struktur masyarakat yang gemar melakukan pengkajian atas suatu masalah dengan menggunakan nalar dan logika
sehingga menghasilkan praktek-praktek yang baik yang dapat berguna dalam kehidupan masyarakat.
Berikut ini adalah cara yang bisa ditempuh menuju pembentukan masyarakat pembelajar disekolah:
A.Guru sebagai sumber pembelajaran.
1. Pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan melalui kegiatan capacity building.
Kegiatan ini sangat diperlukan untuk memelihara kompetensi serta kemampuan guru untuk bisa menjadi profesional saat
mengajar dikelas. Untuk mewujudkannya, pihak manajemen sekolah bisa melakukan pengembangan kompetensi dengan
mendatangkan ahli kependidikan dan non kependidikan dari luar komunitas sekolah atau dari dalam sekolah sendiri.
Stakeholder pendidikan perlu membuka diri dan memberikan dukungan baik secara dana maupun kebijakan yang
menyuburkan prektek berbagi pengetahuan ini.
2. Pengembangan guru berupa pelatihan yang diadakan perlu memperhatikan prinsip berikut ini.

• Relevan dan benar-benar dibutuhkan oleh guru.


• Bersifat metode praktek dan langsung bisa dipraktek kan dikelas.
• Merupakan sebuah keterampilan yang bisa membantu guru dalam banyak haldi dunia pembelajaran. Misalnya
pelatihan mengenai pemetaan pemikiran. Guru dapat menggunakan metode penedekatan belajar ini dalam setiap
subyek mata pelajaran.
• Belajar aktif. Hindari jenis pelatihan yang membuat peserta duduk diam dan hanya mendengarkan saja.
• Lintas kurikulum. Dengan mengunakan prinsip ini semua guru akan mendapat manfaatnya.

3. Mulailah mencari dan mengkalkulasi minat atau keahlian yang bisa dibagi dari dalam komunitas sekolah dulu. Buatlah daftar
keahlian dari semua komunitas sekolah. Hal-hal yang biasanya menjadi minat, pengalaman atau keahlian dari guru yang dapat
dibagi dengan teman sejawatnya adalah:

• Teknologi.
• Kebutuhan khusus, mengajar anak yang berkebutuhan khusus
• Matematika
• Permainan untuk mendukung pembelajaran
• Manajemen kelas
• Manajeman perilaku anak
• Mengelola orang tua
• Buku terbaru yang bermanfaat bagi pendidikan
• Berbagi pengalaman sepulang dari acara atau workshop di luar sekolah. Sekolah hanya perlu membiayai satu atau
dua orang untuk datang, setelah itu orang yang datang harus berpresentasi membagi pengetahuannya.
• Hal-hal lain yang sifatnya praktis dan dirasa berguna dan membantu tugas guru sehari-hari.

4. Waktu untuk berbagi.

• Hari -hari khusus, biasanya 3 hari menjelang tahun ajaran dimulai


• Pertemuan antara guru bidang studi, di dalam atau diluar sekolah (gugus)
• Setelah jam pelajaran berakhir
• Serta waktu-waktu yang memungkinkan lainnya untuk diadakan pelatihan singkat yang bermanfaat.
• Rapat seluruh guru

5. Format pelatihan

• Dengan hand out yang bisa disimpan oleh guru, bila suatu saat membutuhkan
• Memberikan situs alamat internet yang bermanfaat . Gunakan del.icio.us untk membagi situs yang bermanfaat kepada
rekan sejawat.
• Workshop
• Mengajar dengan berkolaborasi, sehingga terjadi transfer ilmu dengan melakukan bersama-sama

B.Orang tua sebagai sumber pembelajaran.

Apabila anda memutuskan untuk menggunakan orang tua sebagai sumber belajar, anda harus memastikan bahwa arus
komunikasi di sekolah anda berjalan dngan baik. Dengan kata lain orang tua harus benar-benar tercukupi informasinya
mengenai apa serta bagaimana siswa belajar mengenai sebuah subyek atau tema pembelajaran. Pemberitahuan mengenai
hal ini bisa melalui folder mingguan dari pekerjaan siswa, kalender penting bulanan sekolah, buletin kelas, lembar kerja
mingguan yang kesemuanya dikirim ke rumah oleh guru.

Saat belajar mualai belajar sebuah tema mengenai pahlawan, anda bisa mengundang orang tua, kakek, nenek untuk
datang ke sekolah menceritakan mengenai makna kepahlawanan didepan siswa. Sebagai front loading atau mengisi
pengetehuan anak sebanyak-banyaknya dengan data dan informasi sebelum memulai tema, hal di atas sangat banyak
gunanya.

C.Masyarakat sebagai sumber pembelajaran.

Masyarakat sebagai sumber pembelajaran artinya, seluruh warga masyarakat harus senantiasa beraktivitas sambil belajar, dan
aktif melakukan perubahan yang inovatif. Motto yang terkenal “Hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari
ini” merupakan prinsip perubahan yang inovatif. Komponen masyarakat sebagai sistem kultur masyarakat belajar itu banyak, di
antaranya keluarga menjadi cermin lembaga pendidikan pertama dan utama, penanam dan pembentukan nilai-nilai, perguruan
tinggi/sekolah kultur teknokrat/cendekia yang harus mencerminkan kaidah-kaidah kebenaran ilmiah, sementara berbagai
kedinasan dan kelembagaan mencerminkan kultur birokrat yang menampilkan sosok pemimpin formal dalam dan lebih
mendidik peformannya.

Selain itu, warga menjadi kancah yang mencerminkan kultur keterujian kompetensi-kompetensi dan tampilnya perilaku
masyarakat. Masing-masing kultur ini harus dibangkitkan lagi gerak bangun diri dan lingkungannya, dengan pendekatan
pembangunan yang mengutamakan manusianya. Misalnya, seluruh kegiatan pembangunan sebagai proses belajar dan
ibadah, otonomi dan good governance sebagai prinsip belajar, kesejahteraan yang diridai-Nya sebagai tujuan belajar, serta
seluruh warga adalah warga belajar dan pembelajar. Seluruh kelembagaan pun menjadi wahana dan arena belajar, semua
masalah kehidupan adalah materi belajar, serta semua kesempatan kerja dan berusaha adalah aktivitas belajar, dan
seterusnya. Berarti telah mendahulukan manusia dan menjadikan manusia sebagai manusia pembelajar, menjadikan
masyarakat pembelajar yang mampu melahirkan manusia pemimpin dan manusia guru pembangunan bangsa

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, untuk meningkatkan peran perpustakaan dalam masyarakat dibutuhkan perwujudan masyarakat
pembelajar. Proses-proses menuju masyarakat pembelajar setidaknya ada tiga yakni guru sebagai sumber pembelajaran,
orangtua sebagai sumber pembelajaran dan masyarakat sebagai sumber pembelajaran.

Saran
Melalui tulisan ini, guna meningkatkan peran perpustakaan, para pengelola perpustakaan agar aktif melakukan inovasi guna
meningkatkan traffic kunjungan masyarakat ke perpustakaan agar tercipta masyarakat pembelajar. Inovasi dapat berupa
penyediaan sarana yang dibutuhkan pengguna perpustakaan seperti free hotspot atau melalui penyelenggaraan event-event
seperti Bursa Buku Murah, Pesta Buku, dll.

Referensi

Antaranews, 20 Februari 2009, “Harian Jogja dan UGM Bangun Masyarakat Pembelajar”,
http://www.antara.co.id/view/?i=1235082746&c=NAS&s=, diakses pada 30 September 2009

Hardjoprakoso, Mastini. 1997. “Buku dan Perpustakaan”. Di dalam Buku Membangun Kualitas Bangsa : Bunga rampai sekitar
Perbukuan di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 1997: 57-92

Jawa Pos, Meningkat, tapi Belum Sesuai Target ; Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan Kota, http://www.jawapos.co.id/,
diakses pada 30 September 2009

Kasbolah, Kasihani. 1992. “Studi Kepustakaan” di dalam Forum Penelitian, 4(1&2) : 179-185.

Rowley, Jennifer. 1996. Organizing of Knowledge. London: Library Association.

Purwono, 1993. Tehnik Penulisan Timbangan Buku, Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi,

Irham, Agus M, 2004, “Minat Baca Rendah, Siapa Salah?”, Suara Merdeka, Senin, 17 Mei 2004
Lampung Post, Minggu, 24 Mei 2009, ”Anggaran Besar bukan Jaminan Memanusiakan Manusia”, Wawancara dengan Prof.
Dr. H. Marzuki Noor, M.Si

Anda mungkin juga menyukai