Anda di halaman 1dari 5

 

0029
PERPUSTAKAAN ‘GAUL’ : ADOPSI TREND DALAM TAMPILAN LAYANAN
A. Pendahuluan
Zaman telah banyak berubah, kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi/media membawa dampak yang
begitu besar terhadap berbagai bidang kehidupan. Trend yang terjadi silih berganti sangat mempengaruhi bentuk gaya
hidup masyarakat di hampir semua kelompok umur, dari anak, remaja sampai orang dewasa. Dari tahun ke tahun
semua bangsa berupaya untuk maju dan berkembang demi kehidupan yang lebih baik. Segala macam inovasi
diciptakan pula untuk kemudahan manusia. Untuk menyambut era globalisasi itu tentu saja semua lembaga harus
terus berupaya dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat tidak terkecuali perpustakaan.
Realitas yang masih tergambar oleh banyak orang ketika mendengar kata perpustakaan dan memang itulah
fakta adanya adalah kesan ketinggalan zaman, yang ada hanya terlukis layanan klasik yang manual dan sederhanan
pada sebuah ruangan atau gedung yang penuh rak-rak kayu dan buku-buku, di sana-sini terlihat tulisan standar ‘harap
tenang’. Kemudian di salah satu sudut terlihat seorang atau beberapa petugas sedang membaca atau memeriksa data
sambil sesekali mengawasi pengunjung di sekitarnya. Di meja panjangnya terlihat buku tamu dan buku-buku katalog
yang cukup usang yang mungkin bukan karena lama tetapi akibat terlalu sering di bolak-balik pengunjung serta
berbagai kertas prosedural dari perpustakaan tersebut.
Secara keseluruhan gambaran akhirnya yaitu sebuah tempat yang jauh dari keramaian, media serta
teknologinya terlalu kuno (old fashion), anti dekorasi serta pernak-pernik yang nampak terlalu formal dan standar.
Perpustakaan akhirnya identik dengan layanan yang tidak punya ‘gaya’. Sampai ada pameo yang menyebutnya
dengan tempat yang kurang ‘gaul’. Mungkin inilah yang disebut dengan perpustakaan tradisional yang keberadaanya
masih banyak di sekitar kita yang diantaranya bahkan adalah milik negara atau pemerintah daerah.
Fakta keadaan perpustakaan tersebut di atas sepenuhnya tidaklah salah namun tidak tepat rasanya
mempertahankan keseluruhan bentuk layanan seperti itu di saat sekarang ini yang notabene sebenarnya bisa lebih
diefektifkan sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi fakta yang ada bahwa mayoritas masyarakat kita adalah
masyarakat ‘gaul’ yang sudah cukup ‘melek’ dan akrab dengan arus globalisasi, bahkan jika dapat disebut ekstrim
nampaknya sudah kecanduan untuk terus ber’gaul’ dengan trend gaya hidup terkini termasuk perkembangan teknologi
dan media.
Perpustakaan selayaknya tidak lagi memberikan model layanan yang sama dari tahun ke tahun tetapi harus
menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan penggunanya yang beriringan dengan trend gaya hidup yang terjadi.
Kalau tidak mengikuti perkembangan tersebut, perpustakaan akan ditinggalkan penggunanya. Untuk itu perpustakaan
harus mereposisi kembali bentuk inovasi layanannya dalam menunjang kebutuhan informasi para penggunanya sesuai
dengan tuntutan kemajuan zaman.
B. Permasalahan
Fondasi filosofi dari perpustakaan tetaplah mesti dijaga dan dipertahankan yaitu sebagai gudang ilmu yang
mempunyai peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun seyogyanya metode dan bentuk
layanannya tetaplah harus terus berinovasi sesuai dengan zaman yang dilaluinya. Bukankah kita adalah bangsa yang
ingin maju atau tidak anti akan moderenisasi. Secara garis besar, pertanyaan penting yang hendaknya menjadi koreksi
dari bentuk layanan yang selama ini dibangun adalah seperti bagaimanakah model perpustakaan yang seharusnya
diterapkan guna membentuk format perpustakaan yang ideal di saat sekarang ini yang bersesuaian dengan realitas
kemajuan masyarakat ?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam artikel ini adalah sebagai berikut :
 

1. Mengupayakan bentuk atau model terkini dari layanan perpustakaan yang lebih diminati dan lebih efektif bagi
masyarakat secara luas;
2. Meningkatkan optimalisasi bentuk layanan perpustakaan secara internal untuk membentuk sasaran perpustakaan
yang ideal;
3. Meningkatkan pemanfaatan perpustakaan oleh masyarakat luas sebagai wujud membangun rasa cinta masyarakat
terhadap perpustakaan;

D. Landasan Teori
Banyak pendapat dari berbagai pakar bahwa pada kenyataannya konsep perpustakaan seiring dengan
kemajuan teknologi informasi dan media memang telah mengalami pergeseran. Dari sekedar “penjaga pengetahuan”
menjadi penyedia jasa informasi, Perpustakaan bukan lagi sekedar sebuah bangunan yang hampa akan gaya yang
hanya menyimpan informasi namun tempat yang memiliki berbagai fungsi serbaguna bahkan dapat dianggap sebagai
rumah kedua bagi para pengunjungnya di masa kini dan masa mendatang sebagai sumber untuk mencari informasi.
Ada beberapa pendapat mengacu tentang kekinian perpustakaan, diantaranya Jakovlevas-Mateckis yang
menyatakan bahwa perpustakaan di abad ini mestinya bersifat multifungsi, nyaman, selaras dengan lingkungan,
demokratis, fleksibel dalam gaya termasuk bentuk bangunan; Tina Hohmann menyatakan adanya perubahan peran
dan tugas dari perpustakaan sebagai pasar informasi, lingkungan bekerja dan belajar yang nyaman, akses informasi
yang mudah, tempat informasi dan ilmu dengan bangunan kokoh yang tetap memiliki arti filosofi dasar; Stephen
Mallinger (2003), seorang Information Resources Officer di Bangkok, mengidentifikasi perpustakaan yang bagus dan
efektif yang disebut sebagai the Wining Library yaitu menyesuaikan serta memberikan layanan perpustakaan
berdasarkan kebutuhan pengguna sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Akhirnya pendapat Henri Steele
Commager perlu penulis kutip sebagai alasan perlunya sebuah terobosan pada layanan perpustakaan, beliau
mengemukakan bahwa perubahan tidak selalu membawa kemajuan, tetapi kemajuan selalu membutuhkan perubahan.
E. Pembahasan
Jalan agar perpustakaan kita tetap ideal untuk digunakan banyak orang adalah beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi. Semakin kita menjauhi perubahan semakin tertinggallah perpustakaan kita, dan akan semakin sulit
mengejar ketinggalan tersebut. Dengan kata lain perpustakaan harus ’gaul’ dengan kemajuan dan kekekinian yang
berada di sekitarnya. Intinya menurut penurut, perpustakaan dan layanannya harus mempunyai trend gaya sehingga
punya taste (baca : rasa) bagi masyarakat untuk terus merindukan serta membutuhkannya.
Menurut penulis, perpustakaan dan layanannya selama ini masih terperangkap pada gaya tampilan klasik, tidak
berkembang atau cenderung monoton. Perpustakaan tidak mengantisipasi realitas yang berada disekitarnya, bahwa
para penggunanya sudah beranjak ‘dewasa’ dalam hal kebutuhan informasi yang dibarengi dengan semakin
berwarnanya gaya hidup serta meningkatnya selera akan layanan inovatif dan kreatif. Segala sesuatunya jika
memungkinkan harus punya nilai lebih untuk dapat memancing ketertarikan mereka. Inovasi dan kreatifitas dalam
tampilan atau gaya layanan mutlak dilakukan sehingga perpustakaan tetap punya taji untuk tetap terus disebut ‘gaul’
sehingga tetap dilirik oleh penggunanya.
a. Perpustakaan Sebagai Gedung
Arsitektur bangunan perpustakaan merupakan bagian penting karena bangunan memberikan ketertarikan
awal bagi pengunjung. Mengapa tidak, bahwa suatu saat nanti perpustakaan umum mengadopsi desain bangunan
mall. Desain yang cantik dan luas yang mumpuni menampung semua aktivitas layanan kebutuhan informasi dan
ilmu beserta segala kebutuhan sekunder lainnya yang bisa disediakan. Konsep desain perpustakaan juga bisa
meniru seperti toko dengan kaca sebagai pintu depan dimana bagian dalam perpustakaan dapat dilihat dari luar
sehingga dapat melukiskan tampilan elegan yang saat ini menjadi trend.
Perpustakaan ideal di zaman terkini ini hendaknya merupakan gabungan dari berbagai fungsi kehidupan
dalam pergaulan masyarakat. Sebuah perpustakaan semestinya menjadi tempat yang multifungsi, dimana kita bisa
merasa nyaman untuk belajar, bekerja, berinteraksi dengan teman, memperoleh buku, informasi, pelayanan,
 

teknologi dan menemukan hal-hal baru lainnya. Diperlukan munculnya ruang-ruang baru yang tercipta dari bentuk
pelayanan non-tradisional perpustakaan (pelayanan pendidikan, komersil, rekreasi, dan hiburan). Hampir semua
ruang dipersiapkan untuk pelayanan pengunjung dengan berbagai peralatan sesuai kebutuhan. Bentuk pelayanan
berubah dari pelayanan massal menjadi pelayanan kelompok bahkan individu. Oleh karena itu, diperlukan ruang-
ruang diskusi kelompok pribadi dengan fasilitas koneksi internet, white board dan berbagai multimedia dalam ruang
yang kedap suara. Ruang lainnya dapat berupa ruang kosong yang dapat diset sesuai keinginan pemakai, ruang
seminar, ruang multimedia, ruang pelatihan, ruang bermain, ruang baca (quite room), ruang informasi, ruang
informasi budaya bagi turis lokal maupun internasional, ruang rapat, ruang internet, dan ruang lainnya yang dapat
saling mendukung dalam pelaksanaannya. Selain menjadi tempat peminjaman buku pada masyarakat,
perpustakaan dalam skala luas juga dapat mengakomodir layanan lain yang faktanya juga menjadi kebutuhan
sekunder lainnya seperti layanan cetak dan fotokopi, penjualan peralatan sekolah, kantin ataupun cafe, penjualan
pernak-pernik atau merchandise, ataupun layanan penjualan pulsa yang akhir-akhir ini seperti menjadi kebutuhan
utama banyak orang.
Kompleksnya ruang perpustakaan masa mendatang, memerlukan suatu wilayah yang cukup luas dan dana
yang besar dalam pengaplikasiannya, belum lagi pengadaan media teknologi informasi yang lengkap. Suatu cita-
cita yang sia-sia bila tidak dapat direalisasikan, namun perpustakaan umum/daerah masa mendatang akan
menjadi aset daerah melalui kerja sama dengan pihak-pihak terkait yang mendukung perkembangan perpustakaan
tersebut.
Perpustakaan umum haruslah memiliki daya tarik tersendiri, misalnya dengan penyediaan informasi bersifat
personal. Penyediaan gedung dan ruang baca harus ditata sedemikian rupa agar nyaman dan membuat
pengunjung betah, yang tak selalu harus bernuansa terlalu akademis. Konteks nyaman yang dimaksud misalnya
penataan yang memperhatikan kebutuhan individu. Fakta bahwa sekarang ini tidak semua orang yang ingin ruang
sunyi ketika membaca, banyak orang yang suka membaca sambil mendengarkan slow music ataupun sambil
makan makanan kecil. Layanan kantin sepertinya dapat dipertimbangkan untuk mengakomodir hal tersebut. Hal di
atas jelas dapat membantah bahwa perpustakaan hanya berupa ruangan sepi berisi buku disertai meja dan kursi
layaknya di sekolah atau kampus. Tidak semua orang senang dengan suasana seperti itu. Ada orang yang tidak
kuat duduk tegak di kursi berlama-lama dan perlu selonjoran, dan sebagainya. Hal-hal kecil seperti itu semua harus
diperhatikan sebagai cerminan layanan ‘gaul’ yang kreatif.
Penataan warna interior gedung dan ruang baca juga tidak harus monoton dengan warna standar. Hal ini
terkait dengan keindahan dan tingkat kelelahan mata saat membaca di perpustakaan lebih tinggi dari tempat lain.
Dapat dipilih warna-warna dinding yang menarik, tidak harus selalu putih. Banyak pakar desain interior yang
menyatakan bahwa tidak jarang nuansa warna yang dihadirkan menentukan setengah dari gairah dan suasana
hati sang pembaca. Selain itu tampilan dari tulisan-tulisan standar yang biasanya ada di perpustakaan bisa diganti
dengan teknologi sederhana namun lebih terlihat memikat yaitu dengan penggunaan tampilan elektronik (display
electronic) tulisan berjalan (running text). Ataupun misalnya mengapa tidak di dalam gedung atau ruang-ruang
baca dipasang pernak-pernik lukisan, dekorasi-dekorasi unik, display layar plasma yang berisi info-info penting,
info buku, berita tv, ataupun iklan dan video seperti yang ada di showroom mobil, toko-toko buku terkemuka
ataupun bank. Inovasi tampilan seperti ini setidaknya dapat menghadirkan sebuah paket layanan yang lebih
bergaya dan lebih memikat.
b. Perpustakaan Sebagai Pusat Layanan Informasi
Layanan internet pada saat ini menjadi alternatif utama hampir sebagian besar orang dalam memburu
sebuah informasi dan sudah menjadi trend gaya hidup baru hampir sebagian besar orang. Perpustakaan perlu
mengupayakan pengadaan layanan internet yang dapat berfungsi sebagai penunjang atau pendamping dari
koleksi buku yang ada untuk pencarian informasi yang dibutuhkan oleh para pengunjung. Mereka dapat terbantu
memilih atau mencari referensi pustaka yang tepat sebelum memutuskan untuk meminjam atau membacanya.
Maka sepantasnya jika sekarang perpustakaan harus sudah mulai merintis katalog online dan pembuatan situs
perpustakaan. Konsep informasi koleksi pustaka dengan sistem online akan semakin memanjakan para pengguna,
jadi dimanapun dan kapanpun masyarakat dapat dengan leluasa mengakses bahan pustaka apa yang dapat
mereka cari sebelum berkunjung.
 

Khusus target pengunjung dari perpustakaan yang berasal dari kalangan anak dan remaja, maka perlu
dipertimbangkan menyediakan pelayanan pembelajaran yang lebih friendly bagi mereka, seperti: story-telling, toy
library, coffee-lounge, ruang belajar individu dan kelompok, menonton video, serta ruang diskusi tugas. Desain luar
dan dalam perpustakaan ini dirancang semenarik mungkin untuk menarik perhatian, karena melayani kelompok
usia muda haruslah dengan pendekatan yang lebih ‘gaul’ menurut usia mereka.
Berdasarkan pada fakta bahwa seiring dengan perkembangan teknologi dan media, nampaknya
perpustakaan wajib melirik dan mencari inovasi baru untuk mengantisipasi bahwa dengan berjalannya waktu maka
koleksi pustaka yang ada tidak hanya melulu dari segi koleksi fisik saja. Koleksi pustaka non buku juga terus perlu
diusahakan. Beberapa tambahan lagi layanan ‘gaul’ yang patut diperhitungkan untuk segera dihadirkan, saat ini
gejala electronic book (e-book) atau buku elektronik mulai booming dan menjadi sesuatu yang perlu direspon. E-
book pada saatnya nanti akan trend yang tak bisa dipungkiri untuk mendampingi koleksi buku dalam hal
kepraktisan. Perpustakaan bisa mencoba layanan ini dengan menawarkan jurnal atau buku elektronik dengan cara
berlangganan online. Selain hal tersebut, perpustakaan kini harus mencoba menyediakan dan menata koleksi non
buku lainnya, seperti CD ROM atau kaset. Dalam format data digital tidak hanya memuat dokumen atau buku
tetapi juga termasuk multimedia seperti rekaman audio dan video.
F. Kesimpulan Dan Saran
Banjir informasi dan kebutuhan perkembangan ilmu semakin terasa dampaknya. Di sana-sini orang
membutuhkan dan terus mencarinya. Perpustakaan pun hadir untuk mengakomodirnya. Layanannya diharapkan
sejalan dengan perkembangan zaman yang terjadi disekitarnya yang menjadi gaya hidup per’gaul’an di sekitarnya,
termasuk teknologi, media, dan trend gaya. Tidak pantas rasanya dengan perkembangan itu, perpustakaan terus
berdiam diri dengan layanan konvensional. Apakah perpustakaan dapat menjamin pelanggan tetap terpuaskan
dengan layanan yang selalu monoton dan kurang terjamah teknologi. Semua tantangan ini patut dijadikan
perhatian untuk melangkah kepada perpustakaan yang mempunyai daya saing berkualitas. Satu hal yang pasti,
hampir semua atau sebagian besar orang telah hidup dengan perkembangan zaman.
Layanan yang diidamkan para pengguna saat ini adalah layanan yang terkini yang lebih inovatif, kreatif,
fleksibel, sesuai trend, nyaman dan yang paling penting adalah kepraktisan. Intinya, layanan ‘gaul’ yang
memudahkan per’gaul’an mereka dalam aktivitasnya di percaturan peradaban. Layanan yang dimaksud tersebut
menurut penulis bisa diartikan bahwa perpustakaan tidak cukup dengan menghasilkan produk yang baik saja,
tetapi suguhan menarik juga diperlukan. Dengan kreativitas akan memunculkan aktivitas-aktivitas yang selalu
menguntungkan pengguna. Dengan harapan melalui kreativitas, pengguna akan merasa betah dan tertarik untuk
selalu memanfaatkan serta datang kembali ke perpustakaan. Sehingga akhirnya perpustakaan adalah menjadi
sebuah paket menarik.
Perpustakaan ‘gaul’ bisa diartikan dalam konsep fisik dan jasa atau layanannya. Dalam konteks fisik,
perpustakaan sepantasnya dapat mulai mewarnai dirinya dengan lebih kreatif. Perpustakaan sebenarnya sudah
harus terlepas dari gambaran klasik yang terlalu standar, monoton atau terkesan formal. Intinya bahwa secara fisik
perpustakaan harus punya gaya, tidak terkungkung dalam aturan tampilan tertentu. Biarkan trend tampilan terbaru
menjadi calon adopsi gaya perpustakaan, baik runag, desain, dekorasi, maupun pernak-pernik lainnya. Di sisi
lainnya, konsep ‘gaul’ harus muncul dari sisi layanan. Layanan perpustakaan harus disesuaikan dengan trend
kebutuhan para penggunanya, jika memungkinkan sebuah perpustakaan bisa menampung banyak aktivitas
sekunder lain yang menjadi kebutuhan mereka. Intinya perpustakaan harus multifungsi yang bisa mencakup
pelayanan informasi, pelayanan pendidikan, komersil, rekreasi, dan hiburan. Pemanfaatan teknologi dan media
mutlak dilakukan, sarana gaul para pengguna sangat penting untuk disediakan. Namun kesemuanya haruslah
ditopang dengan inovasi dan kreativitas, kehadirannya tetap harus menghadirkan nuansa filosofi dasar dari
perpustakaan, kemajuan teknologi dan media serta sarana gaul lainnya hanya bersifat sebagai alat bantu
menciptakan perpustakaan yang ideal di zaman yang dilaluinya.
 

Referensi Pustaka

Ernawati, Endang. (2003). Pengembangan Perpustakaan Digital Dalam Mendukung Pembelajaran Elektronik di Universitas
Bina Nusantara. Makalah Seminar Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Mendukung e-Learning.
Tanggal 23 April 2003 di Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Evans, G. Edward and Zarnosky, Margaret R. (2000). Developing Library and Information Center Collections. Libraries
Unlimited. Englewood, Colorado
Hohmann, Tina. New Aspects of Libraries Design. http://www.zhbluzern.ch/liber-
lag/PP_LAG_06/Wednwsday/Hohmann_LibDesign-oA.pdf
Jakovlevas-Mateckis, dkk. Conceptual Principles of the Planning of the Modern Public Libraries.
http://www.zhbluzern.ch/LIBER-LAG/PP_LAG_04/Thursday/K_Jakovlevas-Mateckis/Venice1.pdf
Munandar, Utami. 2002. Kreativitas & Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Wen, Sayling. 2003. Future of Education. Alih bahasa : Arvin Saputra. Batam : Lucky Publishers.
Sudarsono, B. Peran Pustakawan di Abad Elektronik: Impian dan Kenyataan.Makalah Seminar Sehari Peran Pustakawan
di Abad Elektronik: Impian dan Kenyataan. Tanggal 2 Juni 2000 di PDII-LIPI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai