Anda di halaman 1dari 15

DESKRIPSI BUKU

Judul : Perpustakaan Digital: Kesinambungan dan Dinamika

Pengarang : Pendit, Putu Laxman

Penerbit : Cita Karyakarsa Mandiri

Tahun terbit : 2009

Kota terbit : Jakarta

ISBN : 9791695229

2
REVIEW BUKU

“Perpustakaan Digital: Kesinambungan dan Dinamika”

Aldella Putri Saraswati (155030700111007)

carolinaaldella3026@gmail.com

Program Studi Ilmu Perpustakaan, Jurusan Administrasi Publik,

Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PERPUSTAKAAN DIGITAL DAN KEPUSTAKAWANAN

Pada paragraf awal bab pertama ini, penulis memberikan pengetahuan dasar
dari perpustakaan digital. Tidak langsung membahas pengertian perpustakaan digital,
namun lebih menekankan pada teknologi dan komputer. Dikatakan pula bahwa
perpustakaan digital seringkali hanya dikaitkan dengan teknologi komputer yang
dianggap berdiri sendiri dan hadir di dunia ini seperti turun dari langit. Penggunaan
majas ‘turun dari langit’ ini dapat berarti sesuatu yang tidak datang melalui sebuah
proses, melainkan sesuatu yang tiba-tiba hadir tanpa ada proses dan perjuangan dari
para pustakawan dan lembaga perpustakaannya.

Penulis menyebutkan bahwa buku melahirkan peradaban yang sekarang ini


sedang dijalani. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bayu Setiawan dalam “Buku:
Harta Abadai Peradaban Manusia”, yang diterbitkan pada laman Kompasiana.com
pada 25 Mei 2011, bahwa perkembangan peradaban manusia digerakkan oleh entitas
agung bernama ilmu pengetahuan. Sudah menjadi hal yang umum diketahui
masyarakat bahwa buku adalah jendela dunia yang berisi ribuan ilmu pengetahuan.
Maka pernyataan Penulis bahwa buku melahirkan peradaban adalah benar adanya.
Tanpa adanya buku, manusia-manusia tidak akan berkembang. Manusia tidak akan
tahu apa yang leluhur pernah berusaha ciptakan namun gagal, apa yang leluhur
harapkan telah diciptakan di masa kini, dan apa yang leluhur ingin lakukan namun
belum selesai dilakukan. Sebagai contoh sederhana, pada zaman dahulu sudah ada
jam batu yang diletakkan di tengah kota guna menunjukkan waktu setempat, namun
seiring berjalannya waktu mulailah tercipta jam dinding, jam tangan, dan yang
tercanggih zaman ini ialah jam pada ponsel. Apabila manusia-manusia tersebut tidak

3
mengetahui adanya jam batu kuno, mereka tidak akan termotivasi untuk menciptakan
inovasi jam yang praktis dan mudah dimiliki siapapun.

Pengelola institusi perpustakaan disebut sebagai pustakawan. Dalam bahasa


inggris, pustakawan ialah “librarianship”. Akhiran penggunaan “-ship” memiliki 4 arti
dalam kamus bahasanya. Namun istilah “librarianship” lebih mengacu pada profesi.
Dijelaskan pula pengertian pustakawan, pada konferensi IFLA yang diselenggarakan
24-28 Agustus 1992 di New Delhi, yang menunjukkan bahwa kepustakawanan
berkaitan dengan kualitas hidup manusia, terutama kualitas intelektual.

Menurut PNRI pada artikel berjudul “Tantangan Menuju Era Perpustakaan


Digital”, menyatakan sebuah pergerakan  ke arah perpustakaan digital di Indonesia
menjadi menarik dan beresiko. Pasalnya secara keseluruhan masyarakat kita belum
lagi usai bertransformasi di begitu banyak aspek, seperti dari budaya feodal menuju
demokrasi, dari budaya lisan menuju budaya baca, bahkan dari budaya paper menuju
paperless. Sementara di sisi lain kita harus selalu menyelaraskan langkah dengan
pergerakan dan perkembangan yang ada. Di sinilah tantangan bagi pustakawan untuk
terus mengembangkan perpustakan digital agar perpustakaan-perpustakaan di
Indonesia tidak tertinggal dengan perpustakaan yang ada di negara-negara maju.

Perpustakaan digital masih melanjutkan tradisi kepustakawanan. Perpustakaan


digital tidak secara keseluruhan ‘merebut’ pekerjaan pustakawan, namun perpustakaan
digital diciptakan untuk mempermudah pustakawan, pemustaka, dan bahan pustaka
dalam mencari dan mengolah informasi. Pustakawan dituntut agar dapat menguasai
teknologi informasi dengan fasih, sehingga dapat turut membangun perpustakaannya
menjadi perpustakaan digital berbasis pada sistem informasi. Penguasaan terhadap
teknologi informasi dan sistem informasi merupakan salah satu kunci sukses para
pustakawan dalam menghadapi era perpustakaan digital.

Selama puluhan tahun pustakawan berkutat dalam kontradiksi, yang mana di


satu sisi pustakawan ingin menambah koleksi untuk memperbaharui dan
memperbanyak ilmu pengetahuan dan di sisi lainnya pustakawan kebingungan dengan
keterbatasan ruangan untuk mengelola dan menyimpan buku-buku perpustakaan. Hal
itulah mengapa perpustakaan digital perlu untuk dikembangkan. Selain itu, dengan
adanya produk-produk kemas ulang informasi menjadikan informasi yang dimiliki
perpustakaan agar terus berkembang dan meningkatkan pelayanan pada pemustaka.
Salah satu perkembangan terpenting dalam teknologi yang mempercepat kelahiran

4
perpustakaan digital adalah teknologi penyimpanan koleksi elektronik/digital, yaitu
microfilm, DVD, CD-ROM, dan sebagainya. Dengan semakin banyaknya jenis sumber
pustaka, pustakawan tidak perlu khawatir dengan ruangan yang penuh sesak dengan
buku-buku, apalagi ditambah dengan adanya koleksi digital lainnya, seperti e-book
(buku elektronik) dan e-journal(jurnal elektronik).

MODEL DASAR DIGITALISASI PERPUSTAKAAN

Pada bab berikut, Penulis memberikan gambar yang menunjukkan model


perpustakaan biasa dan perpustakaan digital sebagai sebuah continuum (rentang
berkelanjutan) dari Rowland dan Bawden(1999), sebagai berikut:

Gambar 1. Continuum Perpustakaan menurut Rowlans dan Bawden (sumber: buku)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin ke kanan, jenis


perpustakaannya semakin “maya” atau virtual. Semakin ke kiri semakin bersifat “fisik”
yang berarti dapat didatangi pemustaka dan dapat dihuni manusia dan buku.
“Perpustakaan” (tabel paling kiri. Lihat Gambar 1), menurut deskripsinya, dapat
diketahui bahwa perpustakaan “biasa” yang telah dikenal masyarakat luas dan bersifat
kuno atau tradisional. Perpustakaan Elektronik hanya menambahkan koleksi
elektroniknya dan secara keseluruhan mirip dengan perpustakaan biasa. Perpustakaan
Hibrida memiliki koleksi fisik dan elektronik, namun memiliki ruang virtual yang dapat
digunakan untuk mengakses internet. Perpustakaan Digital sudah mulai banyak di
Indonesia dengan koleksinya berbentuk digital atau elektronik dan dapat memiliki
gedung perpustakaan ataupun tidak. Sementara Perpustakaan Maya adalah
perpustakaan yang murni hanya dapat diakses secara virtual dengan koleksi yang
seluruhnya berbentuk elektronik dan tidak memiliki gedung atau lokasi fisik.

5
Saat ini ada lebih banyak perpustakaan hibrida dan merupakan model yang
paling pragmatis. Hampir seluruh perpustakaan di Indonesia sudah menyediakan
akses internet bagi pemustakanya untuk menunjang pencarian sumber informasi dan
penggunaan OPAC. Mulai dari perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi,
perpustakaan umum hingga perpustakaan instansi sudah banyak menyediakan akses
internet untuk memberikan pelayanan maksimal pada para pemustakanya.

Gambar 2. Untaian Umpanbalik Rowland dan Bawden(sumber: buku)

Selain itu, Rowland dan Bawden memberikan pemikiran lainnya yang disebut
“Feedback Looping” atau Untaian Umpanbalik. Dalam Gambar 2 dapat dijelaskan
bahwa semuanya bermula dari dunia pikiran(ide). Melalui dunia pikiran dapat berubah
menjadi dunia praktik(aplikasi) melalui teknologi. Dunia pikiran terdiri dari 3 ranah
dalam perpustakaan dan kepustakawanan, yaitu ranah sosial, ranah informasional dan
ranah sistem.

Ranah Sosial ini berarti memiliki keterampilan dan keberaksaraan(literasi)


informasi, dampak pada organisasi dan kegiatannya, kebijakan, peraturan dan
perundangan tentang informasi. Pustakawan harus memiliki keterampilan informasi
agar dapat memilah informasi-informasi mana yang dapat dipertanggunjawabkan
kebenarannya dan yang tidak. Pustakawan juga harus tahu apa saja perlakuan yang
dapat berdampak pada organisasi dan kegiatan perpustakaan sehari-hari, sebagai
contoh pustakawan harus ramah pada pemustaka agar dampaknya pada
perpustakaan memiliki peningkatan kualitas dalam bidang pelayanan. Pustakawan

6
perlu memahami kebijakan, peraturan dan perundangan tentang informasi.
Pustakawan harus tahu betul konsekuensinya apabila ada bahan pustaka yang
disalahgunakan, seperti pemelintiran informasi(hoaks), memperbanyak bahan pustaka
tanpa izin dan sebagainya.

Ranah Informasional berarti sebuah organisasi pengetahuan, simpan-temu-


kembali pengetahuan dan implikasi bagi proses transfer informasi. Dimaksudkan
bahwa perpustakaan merupakan organisasi pengetahuan dimana berorientasi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan pengelolaannya. Pustakawan harus ahli dalam
simpan-temu-kembali pengetahuan sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada
pemustaka. Pustakawan harus memahami kebutuhan pemustaka guna meningkatkan
kualitas pelayanan perpustakaan dan profesi pustakawan.

Ranah Sistem berarti interaksi manusia-komputer, perangkat lunak dan


arsitektur sistem. Seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa perpustakaan digital tidak
seluruhnya mengambil alih pustakawan, hal inilah yang dimaksudkan dalam interaksi
manusia-komputer dimana pustakawan harus menguasai teknologi informasi agar
dalam pengolahan perpustakaan digital dapat terus diperbarui seiring bertambahnya
informasi. Selain itu, perlunya penggunaan perangkat lunak yang dapat menunjang
proses pustakawan dalam menjalankan profesinya, seperti , contohnya Slims.
Arsitektur sistem informasi (arsitektur teknologi informasi/infrastruktur teknologi
informasi) merupakan suatu rencana/ pemetaan kebutuhan-kebutuhan informasi di
dalam suatu organisasi (Turban, McLean,Wetherbe, 2004). Arsitektur system ini
digunaka untuk mengetahui bagaimana cara mengumpulkan data-data yang
diinginkan, dimana dan bagaimana data-data tersebut dikumpulkan, bagaimana cara
mengirim data dan dimana data akan disimpan.

DIGITALISASI DAN SIMPANAN PENGETAHUAN BERSAMA

Penulis telah mengumpulkan berbagai definisi terkait data, informasi dan


pengetahuan. Hal inilah yang menjadi nilai plus dimana pembaca tidak perlu mencari-
cari definisi-definisi lainnya melalui sumber informasi yang lain. Yang lebih menarik,
definisi-definisi tersebut dikemas dalam bentuk tabel, sebagai berikut:

7
Gambar 3. Definisi Data, Informasi dan Pengetahuan(sumber:buku)

Definisi-definisi tersebut, menurut Putu Laxman sendiri, justru semakin


memperlihatkan problematika menyimpan dan mengelola pengetahuan. Manusia
memiliki masalah dalam mengelola pengetahuan, oleh karena itulah diciptakan
teknologi komputer. Komputer sendiri sering dimaknai sebagai “otak” karena mampu
menyimpan ribuan data tanpa perlu takut lupa menyimpan data dan keterbatasan
tenaga perpustakaan untuk mengelola pengetahuan. Maka dari itulah, perpustakaan
digital dapat membantu pustakawan dalam menyimpan ribuan koleksi perpustakaan
melalui komputer dan mempercepat proses pengelolaan pengetahuan, seperti,
misalnya penginputan buku baru melalui OPAC.

Hal yang menarik dalam bab ini ialah Putu Laxman Pendit mampu
mengimbangi antara informasi terkait perpustakaan dan teknologi komputer. Suatu hal
yang jarang sekali dapat ditemui pada buku-buku yang lebih memusatkan pada subyek
perpustakaannya, bukan subyek teknologi atau digitalnya. Penulis juga menyebutkan
obyek digital sebagai obyek tak kasat mata. Obyek tak kasat mata ini mampu disalin
dalam jumlah yang tidak terbatas dan dapat dilakukan kapan saja secara terus
menerus.

8
KOLEKSI DAN ASET DIGITAL

Salah satu ciri yang membedakan sebuah obyek digital antara sebagai “isi” dan
sebagai “aset” ialah kenyataan bahwa aset digital merupakan obyek yang sudah
bercirikan kegunaan jelas. Melalui contoh yang diberikan Penulis dalam bukunya,
dapat dimaknai bahwa “aset” obyek digital adalah isi obyek digital yang sudah jelas
berpotensi menjadi pengetahuan untuk digunakan sebagai pengetahuan.

Koleksi online adalah salah satu perubahan penting pertama dalam


pengembangan koleksi. Koleksi online terdapat ribuan informasi yang tersedia di
dalamnya. Koleksi online cukup digemari di zaman teknologi saat ini karena dapat
diakses dimanapun dan kapanpun dibutuhkan dan tidak perlu membawa buku-buku
tebal kemana-mana. Koleksi online merupakan pengembangan koleksi yang paling
luar biasa dalam bidang perpustakaan. Koleksi online dapat berupa e-book ataupun e-
journal. Saat ini sudah ada banyak sumber jurnal online dan buku online, seperti
Emerald Insight, ProQuest, IEEE, Scopus, EBSCO, Wiley, Ebrary, Springers dan
sebagainya. Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya mengeluarkan uang
setidaknya 2 miliar rupiah setiap tahunnya untuk melanggan jurnal dan buku online
guna memfasilitasi pemustaka dan meningkatkan kualitas perpustakaan.

Di era digital saat ini, masyarakat mulai menginginkan informasi instan yang
dapat diperoleh dengan cepat dan efektif. Namun saat ini internet memiliki banyak
sekali informasi-informasi hoaks yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Maka dari itu, perpustakaan digital adalah solusi tepat untuk mencari
informasi-informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan
semua sumber informasi di perpustakaan memiliki keterangan yang jelas terkait
pengarang, penerbit dan sebagainya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam dunia kepustakawanan, istilah yang bertahan cukup lama ialah


pengembangan koleksi. Pengembangan koleksi  merupakan upaya meningkatkan
kualitas bahan pustaka agar mencukupi kebutuhan pemustaka. Koleksi senantiasa
terbarui sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan mengikuti perkembangan
zaman. Saat ini ada banyak perpustakaan di luar negeri yang melakukan
pengembangan koleksi dengan cara digitalisasi buku-buku lama yang sudah rusak
agar dapat terus digunakan oleh pemustaka. Ada pula perpustakaan

9
METADATA, BAHASA DAN KOMUNIKASI

Menurut situs Wikipedia, metadata adalah informasi terstruktur yang


mendeskripsikan, menjelaskan, menemukan, atau setidaknya menjadikan suatu
informasi mudah untuk ditemukan kembali, digunakan, atau dikelola. Metadata sering
disebut sebagai data tentang data atau informasi tentang informasi.

Menurut Penulis, metadata masih menjalankan 5 fungsi utamanya seperti yang


diuraikan Haynes(2004), yaitu:

1. Deskripsi untuk memberikan gambaran ringkas tentang kandungan sebuah


obyek, dokumen, berkas dan sebagainya di dalam sebuah kumpulan sumber
daya.
2. Temu kembali informasi, berkaitan dengan hal di atas, jika setiap obyek dapat
dengan mudah dikenali maka akan lebih mudah dicari dan ditemukan.
3. Manajemen sumber daya informasi untuk memastikan bahwa keseluruhan
kandungan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
4. Kepemilikan dan otentitas, khususnya ketika ingin memastikan sebuah
kumpulan informasi adalah aset legal.
5. Keselarasan prosedur operasi mengingat keragaman teknologi yang digunakan
dalam pembuatan, pengumpulan dan penggunaan sumber daya informasi.

Dalam berkomunikasi, pasti membutuhkan bahasa yang tepat. Tidak hanya


persamaan bahasanya, melainkan juga ketepatan dalam pemilihan kata. Hal itu juga
berlaku pada metadata. Dalam proses melakukan metadata pada informasi, diperlukan
format-format tertentu untuk mempermudah proses pencarian kembali informasi di
masa mendatang.

10
Gambar 4. Diagram Polan(sumber:buku)

Dalam Gambar 4 dapat dilihat ilustrasi penggunaan bahasa dalam metadata.


Apabila kata kunci yang ditulis tidak sesuai atau tidak sehimpunan/sekelompok dengan
jenisnya, maka akan terpisahkan meskipun memiliki makna yang sama. Data akan
ditemukan apabila ada kecocokan antara kata kunci dengan data dalam sistem
tersebut.

Metadata erat kaitannya dengan komunikasi, berikut 3 aspek dalam skema


metadata:

1. Semantik; adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan makna kata. Di


dalam metadata, semantik berarti penyamaan atau kesepakatan dalam
penggunaan istilah pada kata kunci tiap data agar lebih mudah ditemukan.
Contoh, menggunakan “pengarang” bukan “penulis”.
2. Isi; dimaksudkan sebagai isi dalam unsur yang dimaksudkan pada poin 1.
Pada bagian isi adalah menentukan kesepakatan tentang cara
menyantumkan informasi unsur tersebut.
3. Sintaksis; adalah tata bahasa dan struktur untuk memastikan bahasa
tersebut dapat dibaca oleh komputer.

11
Gambar 5. Contoh skema metadata METS(sumber:buku)

Tiap metadata memiliki skemanya masing-masing. Dari satu metadata ke


metadata lainnya dapat terjadi perpindahan data. Perpindahan data dari satu metadata
ke metadata lainnya disebut “crosswalk”. Dalam melakukan crosswalk, ada beberapa
data yang mungkin dimiliki suatu metadata namun tidak dapat masuk dalam metadata
lainnya. Hal itu terjadi karena perbedaan format tiap metada. Hal itu dapat diantisipasi
dengan mengedit atau mengolah format data yang tidak terbaca tersebut.

DIGITALISASI DAN PELESTARIAN PUSTAKA

Dalam bab ini lebih mengulas pada benda-benda pustaka yang dapat
dilestarikan dan digitalisasi. Dalam bab ini, Penulis juga menyebutkan UNESCO dalam
pelestarian pusaka. Di dalam pusaka, terdapat pusaka digital. Sebagian dari pusaka
digital merupakan hasil reproduksi digital dari karya-karya yang telah ada, dapat
berupa teks, gambar, suara, audio-visual, suara atau film. Seperti, contohnya,
digitalisasi teks Proklamasi Kemerdekaan RI, digitalisasi Piagam Jakarta, digitalisasi
foto Bung Karno dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan sebagainya.

12
Hal ini sebagai upaya melestarikan pusaka negeri agar tidak hilang terkikis
zaman. Apabila teks-teks kuno itu telah rusak dan tidak dapat dibaca lagi, maka
masyarakat dapat mengakses bentuk digitalnya melalui internet. Hal ini juga dapat
menghindari melupakan sejarah dan tradisi negara, juga pencurian pusaka negara
oleh negara lain. Sebagai contoh, Malaysia telah banyak mengklaim budaya asli
Indonesia sebagai budaya mereka. Apabila Indonesia tidak punya bukti-bukti
budayanya sendiri, maka Indonesia tidak berhak memprotes Malaysia. Namun, jika
Indonesia memiliki banyak bukti fisik terkait budayanya sendiri, seperti foto, video,
lukisan dan sebagainya , hal itu dapat menjadi kecaman bagi Malaysia.

Gambar 6. Proses digitalisasi(sumber:buku)

Seperti yang ditampilkan pada Gambar 6, ada proses pemindaian dari bentuk
fisik menuju bentuk digital. Setelah proses pemindaian selesai, maka melalui OCR
sudah dapat menjadi bentuk digital dengan format sesuai yang dibutuhkan.

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DAN SKENARIO PENGEMBANGAN

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perpustakaan hibrida adalah


perpustakaan yang paling pragmatis. Perpustakaan hibrida mengandung unsur koleksi
fisik dan koleksi online dan tersedia ruang virtual atau internet. Perpustakaan hibrida
berarti perpustakaan fisik dan perpustakaan online.

13
Pada bab ini, Penulis menampilkan pula sejarah awal perpustakaan hibrida
pada Perpustakaan Universitas California, Perpustakaan Universitas Harvard,
Perpustakaan Universitas Virginia dan Perpustakaan Universitas Michigan. Dinyatakan
pula perpustakaan hibrida pada Universitas California sudah dimulai pada tahun 1996
guna mengantisipasi krisis finansial yang sedang melanda Amerika Serikat kala itu.
Jadi, sejak adanya teknologi komputer dan jaringan internet, pustakawan sudah mulai
membuat perpustakaan online guna menambah koleksi online agar koleksi-koleksi
perpustakaan tidak hanya terpusat pada buku-buku saja.

Penulis juga meringkas skenario-skenario terkair perpustakaan digital menjadi


tiga jenis, yaitu skenario minimalis, skenario menengah dan skenario maksimalis.
Skenario minimalis mencakup jumlah pengguna yang terbatas, homogen dan tidak
menggunakan komputer. Skenario menengah meliputi jumlah pengguna yang
bertambah, relatif homogen, dan menggunakan komputer. Sementara skenario
maksimalis dengan jumlah pengguna tersebas luas, heterogen, menggunakan
komputer dan dapat diakses dimana saja.

DESAIN, PROFESI INFORMASI DAN INFRASTRUKTUR

Dikatakan bahwa untuk merancang perpustakaan digital sering diperlukan


pihak luar perpustakaan yang bertugas menjadi perancang sistem berbasis komputer.
Dalam model DELOS, ada pihak yang menjadi perancang(designer) dan
pengembang(developer) yang terpisah dari pengelola(administrator). Desain sistem
sebenarnya dapat dilihat sebagai proses menentukan arsitektur, komponen, modul,
antarmuka dan data bagi kepentingan pengguna. Dalam hal ini pengguna menjadi
pihak yang mendapatkan pelayanan dan pengembang bekerja sesuai kebutuhan
pengguna. Kuncinya terletak pada pemahaman pengelola terhadap kebutuhan
pengguna.

Desain perpustakaan digital yang menarik akan meningkatkan ketertarikan


pemustaka dalam mengakses perpustakaan digitalnya. Namun desain yang terlalu
berlebihan, bahkan cenderung keluar dari konteksnya, akan menimbulkan kurangnya
perhatian pemustaka terhadap konten perpustakaan digitalnya. Maka dari itu, desain
perpustakaan digital dibuat dengna mempertimbangkan hal utama yang dibutuhkan
pemustaka dan kemudahan aksesnya atau tidak berbelit-belit dalam menjalankan
perpustakaan digitalnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. [s.d]. Metadata. Diakses melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Metadata pada


8 Februari 2018

Rachmat Sidik. 2016. Arsitektur Sistem Informasi. Diakses melalui


https://goindoti.blogspot.co.id/2016/08/arsitektur-sistem-informasi.html pada 8
Februari 2018

Antonius Rachmat. 2014. Menjadi Pustakawan di Era Perpustakaan Digital dengan


Sistem Informasi Perpustakaan. Diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/263833266_Menjadi_Pustakawan_di_Er
a_Perpustakaan_Digital_dengan_Sistem_Informasi_Perpustakaan pada 8
Februari 2018

Jaka Anindita. 2000. Tantangan Menuju Era Perpustakaan Digital. Diakses melalui
http://www.pnri.go.id/magazine/tantangan-menuju-era-perpustakaan-digital-2/
pada 8 Februari 2018

Bayu Setiawan. 2011. Buku: Harta Abadi Peradaban Manusia. Diakses melalui
https://www.kompasiana.com/sahadbayu/buku-harta-abadi-peradaban-
manusia_5500d137813311275efa7fcd pada 8 Februari 2018

15

Anda mungkin juga menyukai