Anda di halaman 1dari 4

Tingkat Minat Literasi di Indonesia

Pentingnya Minat Literasi Untuk Mewujudkan Masyarakat Literat Dalam


Upaya Mencerdaskan Bangsa Indonesia

Membaca merupakan jendela dunia, karena dengan membaca maka manusia dapat
mengetahui banyak hal yang belum di katahuinya. Kemampuan dan kemauan membaca akan
mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin orang banyak memabaca
semakin banyak informasi dan pengetahuan yang di dapat. Banyaknya informasi dan
pengetahuan seseorang akan membantu dirinya dalam malakukan banyak hal yang
sebelumnya belum pernah dikuasainya, sehingga manusia yang banyak membaca mempunyai
kualitas yang lebih dari orang yang sedikit membaca.
Sejarah mencatat bahwa peradaban manusia yang maju tidak di bangun hanya dengan
mengandalkan sumber daya alam melimpah, tetapi dengan membangun sumber daya manusia
yang literat dalam mengembangakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa denga budaya
literasi dan kecerdasan yang tinggi menunjukan kemampuan bangsa tersebut dalam
berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif, sehngga dapat memenangi persaingan
global. Hal ini sejalan dengan tujuan dan cita-cita luhur para pendiri bangsa yang tertera
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945, yakni untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Berbicara Sumber Daya Manusia (SDM), data yang di keluarkan Word Bank tahun
2018 menyebutkan kualitas SDM indonesia masih berada di peringkat 87 dari 157 nrgara. Di
tahun yang sama, Business World juga memaparkan bahwa peringkat daya saing SDM
Indonesia berada di rangking 45 dari 63 negara. Peringkat tersebut masih dari dua negara
tetangga, singapura dan malaysia, yang masing-masing berada di peringkat 13 dan 22. Maka
dari itu, tema pembangunan SDM selalu menjadi tantanganyang besar bagi bangsa Indonesia.
Literasi menjadi kunci bagi kemajuan suatu bangsa, karena pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi diraih dengan memiliki kemampuan membaca yang tinggi, bukan
dengan menyimak atau mendengarkan. Kemampuan berliterasi masyarakat, khususnya para
peserta didik di lembaga pendidikan formal, tentunya berkaitan erat dengan tuntutan
keterampilan membaca yang diharapkan berujung pada kemampuan masyarakat dalam
memahami dan mengolah informasi secara analitis, kritis dan reflektif. Sebuah kemampuan
berpikir yang sangat diperlukan di era disrupsi saat ini dengan persoalan budaya literasi yang
masih rendah.
Tidak di pungkiri bahwa pikiran yang kritis lahir dari kebiasaan membaca dalam
mempertanyakan segala sesuatu. Sayangnya, hal sepertiini belum menjadi kebiasaan cara
berpikir yang baik, karena tingkat literasi yang masih sangat rendah. Minat baca yang rendah
mengakibatkan kemampuan berpikir kritis juga ikut rendah, sehingga saat menerima beragam
informasi akan sulit mencerna dan memilah mana informasi yang benar dan yang hoax. Atas
dasar inilah penyebaran hoaks atau berita bohong sangat menjamur di Indonesia. Karena
intensitas mengakses internet dan media sosial sangat tinggi, sementara budaya literasi dan
daya berpikir kritis lemah untuk menganalisa informasi.

Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengakses Media. Sumber: Statistik Sosial
Budaya 2015.

Berbicara mengenai minat baca, peringkat minat baca Indonesia berdasarkan World’ s
Most Literate nations Ranked tahun 2016 menempatkan indonesia di peringkat 60 dari 61
negara yang di survei. Indonesia hanya unggul dari Botswana, sebuah negara bekas ajajahan
inggris yang terletak di benua afrika. Dibandingkan dengan negara teteangga di asia tenggara,
Indonesia jauh dibawah Singapura yang berada di peringkat 36, di ikuti malaysia dan
Thailand yang masing-masing di peringkat 53 dan 59. Empat tahun sebelumnya, tahun 2012
UNESCO pernah melansir data mengenai indeks tingkat literasi orang indonesia yang hanya
0,001 persen. Artinya, dari 1.000 penduduk hanya ada satu orang yang mempunyai minat
baca.
Tingkat minat baca masyarakat Indonesia termasuk siswa-siswi kita masih rendah.
Masayarakat kita lebih senang budaya lisan atau tutur. Kita belum menjadi society book
reader. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara di sekitar kita yang Telah menjadikan
membaca sebagai aktivitas rutin stiap hari. Kondisi tersebut tentu memicu rendahnya
kemampuan memebaca masyarakat kita.
Ada beberapa penyebab rendahnya minat baca masyarakat, Pertama pengaruh
lingkungan keluarga dan sekitar yang kurang mendukung kebiasaan memebaca.kesibukan
orang tua dalam berbagai kegiatan sehingga setiap hari waktu luang sangat minim bahkan
tidak ada yang melakukan kegiatan membaca. Kedua, disebabkan oleh rendahnya daya beli
buku masayarakat dan berkaitan dengan rendahanya ekonomi, sehingga mempengaruhi
kesdaran pentingnya buku. Apalagi untuk memebeli buku anak-anaknya, untuk mencukupi
kebutuhan sehari-haripun tidak mencukupi. Ketiga, disebabkan karena minimnya jumlah
perpustakaan yang kondisinya memadai. Keempat, disebakan oleh dampak negatif dari
perkembangan elektronik. Acara televisi dan radio kini dbuat sedemikian menarik dan
beragam sehingga masyarakat dari berbagai latarbelakang dan usia dimanjakan oleh acara-
acara yang mereka tonton dan dengar.
Pengembangan budaya literasi di masyarakat menjadi kunci pembangunan SDM
Indonesia, terutama di era disrupsi saat ini. Minat baca masyarakat yang tinggi dapat
meningkatkan pemahaman dan daya nalar dalam mengolah informasi secara analitis, kritis,
dan reflektif. Namun, strategi pengembangan minat baca yang dilakukan, khususnya di
sekolah dan perguruan tinggi, belum memperlihatkan hasil yang maksimal untuk menjadikan
semua warganya gemar membaca. Masih rendahnya minat baca di Indonesia tentu tidak
semata-mata disebabkan sarana perpustakaan yang tidak memadai, melainkan karena
minimnya kesadaran masyarakat mengenai peran dan fungsi perpustakaan.
Maka dari itu, semua pihak sebaiknya menyosialisasikan pentingnya membaca agar
intens berkunjung ke perpustakaan dan memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan sebagai
sumber informasi. Selain itu, secara bersama-sama mengambil peran dalam merancang
program-program literasi yang kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah Gempusta atau
Gerakan Gemar ke Perpustakaan. Sebagai gerakan penyadaran kolektif yang mengajak
masyarakat, terutama para peserta didik dan guru atau dosen, agar gemar ke perpustakaan dan
mengintegrasikan proses pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan literasi. Melalui Gempusta,
peserta didik diberikan pemahaman dan pembiasaan untuk menjadikan perpustakaan sebagai
sumber belajar yang penting dalam menunjang proses pembelajaran. Dengan demikian,
perpustakaan dapat menjadi pusat pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca bagi
masyarakat secara luas.

Referensi

Mansyur, U., & Indonesia, U. M. (2019, November). Gempusta: Upaya meningkatkan minat
baca. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa Dan Sastra II FBS UNM (pp. 203-2017).
Wahyuni, S. (2009). Menumbuhkembangkan minat baca menuju masyarakat literat. Diksi,
16(2).
Witanto, J. (2018). Minat baca yang sangat rendah. Publikasi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Anda mungkin juga menyukai