Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA LITERASI UNTUK SDM BERKUALITAS

Fauzia Afriyani
Universitas Indo Global Mandiri
fauziah@uigm.ac.id

Abstrak

Budaya literasi dapat membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang


berkualitas karena literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan
bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre dan kultural. Menciptakan generasi
yang literat membutuhkan proses yang panjang dan sumber daya yang berharga, serta
dukungan dari semua pihak dengan cara mengadakan program yang dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, seperti penyediaan sarana taman bacaan masyarakat,
perpustakaan desa berbasis IT, memberikan pelatihan dan mengadakan perlombaan
bidang menulis, jurnalisme, public speaking, computer serta pelibatan mahasiswa
KKN untuk mengajar baca tulis. Budaya literasi turut membentuk etika dan moral
SDM dan berpengaruh pada sikap personal, moral, dan kecerdasan.

Kata kunci: Literasi, Budaya Literasi dan SDM Berkualitas

1. Pendahuluan
Literasi menggambarkan kemampuan berinteraksi, berkomunikasi,
mengekspresikan diri secara verbal dan non verbal. Keaksaraan memiliki dampak
kunci pada keberhasilan dan membantu memahami informasi, baik lisan maupun
tulisan. Pemerolehan keterampilan literasi dalam kehidupan sangat penting untuk
menunjang kompetensi SDM, yang dapat diartikan sebagai kemampuan membaca,
menulis dan mengatur informasi yang dapat mendukung keberhasilan dalam hidup.
UNESCO menemukan bahwa indeks minat baca Indonesia hanya mencapai
0,001. Artinya, hanya 1 dari 1.000 orang yang tertarik membaca. Rata-rata, orang
Indonesia membaca 1 buku per tahun. Sementara orang Amerika terbiasa membaca
10 hingga 20 buku per tahun. Pada saat yang sama, orang Jepang membaca 10-15 buku
per tahun, dan tingkat melek huruf Indonesia hanya berada di urutan ke 64 dari 65
negara yang disurvei (https://mediaindonesia.com/opini/481249/budaya-dan-literasi).
Fakta menyedihkan lainnya adalah tingkat membaca siswa Indonesia hanya berada di

1
urutan ke-57 dari 65 negara. Padahal kualitas suatu negara ditentukan oleh kecerdasan
dan pengetahuan yang diperoleh dari informasi lisan dan tertulis. Semakin banyak
penduduk suatu daerah belajar, semakin tinggi peradabannya. Budaya nasional
biasanya terkait erat dengan faktor budaya dan peradaban, seperti budaya literasi serta
dipengaruhi oleh membaca (Nielsen 2018,)
Kebiasaan membaca buku di Indonesia mengalami penurunan dalam 20 tahun
terakhir (Mustafa, 2018), beberapa hal yang diduga menjadi faktor rendahnya
kebiasaan membaca di Indonesia adalah harga buku yang tinggi, ketersediaan
infrastruktur yang kurang memadai, perpustakaan yang buruk, bahan bacaan yang sulit
di akses, kebiasaan membaca yang tidak ditanamkan orang tua sejak dini, dan
banyaknya media digital yang menimbulkan rendahnya minat baca. Padahal dengan
membaca buku, ilmu pengetahuan akan didapatkan karena buku adalah jendela dunia
dan membaca adalah kuncinya. Kegiatan membaca akan menambah wawasan
sekaligus mempengaruhi mental dan perilaku seseorang, serta memiliki pengaruh besar
bagi masyarakat. Pada gilirannya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya
literasi yang berperan penting dalam menciptakan SDM yang berkualitas.

2. Literasi Dan Budaya Literasi

Menurut KBBI (2019), literasi adalah sesuatu yang berhubungan dengan tulis
menulis. Dalam konteks masa kini, literasi memiliki defenisi yang sangat luas. Literasi
berarti melek teknologi, politik, data, berpikir kritis dan peka terhadap lingkungan.
Dalam paradigma berpikir modern, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan
bernalar untuk mengartikulasikan segala fenomena melalui huruf dengan baca dan
tulisan. Menurut Setyawan (2018) istilah literasi sudah mulai digunakan dalam skala
yang lebih luas tetapi tetap merujuk pada kemampuan atau kompetensi dasar literasi
yakni kemampuan membaca serta menulis.
Padmadewi & Artini (2018) mendefinisikan literasi secara luas sebagai
kemampuan berbahasa yang mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis serta kemampuan berpikir yang menjadi elemen di dalamnya. Menurut
Indarto (2017) literasi adalah kegiatan memahami dan mengakses melalui berbagai

2
aktivitas yang dilakukan seperti membaca, menulis, dan melakukan kegiatan praktik
yang disesuaikan dengan pengetahuan dan hubungan sosial. Selaras dengan Indarto,
Saomah (2017) menyatakan literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial,
dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui
tulisan. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa
tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.
Menciptakan generasi yang literat membutuhkan proses yang panjang dan
sumber daya yang berharga. Proses ini dimulai pada masa kanak-kanak dan di mulai
dari lingkungan rumah serta didukung atau dikembangkan di sekolah, lingkungan
sosial dan lingkungan kerja. Budaya literasi juga erat kaitannya dengan pola
pembelajaran di sekolah dan ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan. Literasi tidak
harus diperoleh di sekolah atau perguruan tinggi dan prestasi akademik yang tinggi
tidak menjamin literasi. Pada dasarnya kepekaan lingkungan dan kapasitas kritis
diprioritaskan sebagai jembatan menuju generasi terpelajar, generasi yang memiliki
kemampuan berpikir kritis terhadap segala informasi untuk mencegah reaksi
emosional.
Budaya literasi sebenarnya membutuhkan dukungan politik dari pemerintah
dan DPR. Budaya literasi adalah tentang masa depan bangsa dan perlu ditanggapi
dengan serius. Budaya literasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi
ide atau gagasan yang dimiliki oleh manusia. Hasil dari budaya literasi menjadikan
manusia akan siap dalam segala tantangan dalam permasalahan kehidupan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya budaya literasi dikalangan masyarakat,
faktor yang paling menonjol yaitu rendahnya minat baca. Kemampuan membaca yang
baik akan sangat mempengaruhi peningkatan mutu sumber daya manusia pada suatu
bangsa, karena dengan menumbuhkan minat baca akan menjadikan SDM cepat
menyesuaikan dengan segala bentuk perkembangan zaman yang meliputi segala aspek
kehidupan (Susanto,2016).

3
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas
Menurut Tilaar dapat ditemukan ciri-ciri SDM yang berkualitas, yaitu yang
beriman, bertakwa, kreatif, inovatif, produktif, mandiri, disiplin dan memiliki motivasi
yang tinggi dalam suatu rekayasa pencapaian dalam dimensi waktu; tahapan dan
berbagai ruang lingkup kehidupan dari keluarga sampai kancah nasional. Sementara
karakteristik ideal bagi SDM berkualitas dalam landasan legal-yuridis, sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003 bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Kualitas bersifat dinamis dan selalu berubah, kualitas bukanlah pemberian
melainkan diperoleh lewat pembelajaran yang terus menerus. Siapa saja bisa menjadi
orang yang berkualitas, bukan hanya orang yang secara genetik cerdas yang dapat
menjadi orang cerdas; cerdas tidaknya seseorang tergantung dari seberapa banyak
orang itu belajar.

4. Budaya Literasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Berkualitas

Zaman digital sekarang ini harusnya dapat lebih mudah dan cepat dalam
meningkatan budaya literasi di setiap tempat. Dengan meningkatkan budaya literasi
akan berpengaruh baik terhadap kecakapan SDM Indonesia untuk bernalar dan
berpikir kritis terhadap kehidupan sehari-hari, khususnya menghadapi tantangan
globalisasi. Selain itu, Indonesia juga akan menghadapi defisit SDM yang cerdas dan
berkualitas jika generasi penerus atau generasi muda dan pegiat literasi tidak mampu
meningkatkan kapasitas diri secara mandiri serta memperluas diri dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, meningkatkan
penguatan budaya literasi pada era digital sangat perlu dan dipertahankan guna
mengembangkan kecakapan dan upaya pemerataan pendidikan serta pemberantasan

4
buta aksara, juga meningkatkan pemahaman intelektual dan kesiapan dalam
menghadapi tantangan globalisasi serta mengubah pola pikir dan bernalar masyarakat
dalam menghadapi perkembangan dunia.
Persaingan global menjadi sebuah tantangan yang tercipta seiring
perkembangan zaman. Tantangan tersebut dapat dijawab melalui penguasaan literasi
dalam segala aspek kehidupan yang menjadi tulang punggung kemajuan peradaban
bangsa. Tidak mungkin menjadi bangsa yang besar dan dapat bersaing dalam kancah
internasional, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pendidikan.
Untuk itu, literasi harus menjadi budaya yang ditanamkan sejak dini sehingga
menghasilkan generasi kompeten yang mampu memahami, melibati, menggunakan,
menganalisis, dan mentransformasikan informasi yang ada. Hal tersebut dapat
menjadikan SDM mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri sebagai upaya
meningkatkan kualitas diri sehingga mampu bersaing.
Peningkatan pengetahuan SDM melalui budaya literasi dapat dilakukan
dengan kegiatan membaca, mengadakan program yang dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, seperti penyediaan sarana taman bacaan masyarakat, perpustakaan
desa berbasis IT, memberikan pelatihan dan mengadakan perlombaan bidang menulis,
jurnalisme, public speaking, komputer, pelibatan mahasiswa KKN untuk mengajar
baca tulis, bekerjasama dengan sekolah terdekat untuk memberi akses kesempatan
belajar bagi masyarakat yang putus sekolah.
Generasi muda harus mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dunia dengan
meningkatkan kualitas SDM. Kualitas SDM berarti kemauan dan kemampuan individu
dalam menyerap ilmu yang kemudian dikembangkan dan diimplementasikan. Oleh
karena itu, salah satu langkah sederhana namun penting adalah menanamkan budaya
literasi bagi generasi muda.

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

Pentingnya kesadaran berliterasi sangat mendukung keberhasilan seseorang


dalam menangani berbagai persoalan. Melalui kemampuan literasi, seseorang tidak

5
saja memperoleh ilmu pengetahuan tetapi juga bisa mendokumentasikan sepenggal
pengalaman yang menjadi rujukan di masa yang akan datang. Literasi menjadi
kecakapan hidup yang menjadikan manusia berfungsi maksimal dalam masyarakat.

Kecakapan hidup bersumber dari kemampuan memecahkan masalah melalui


kegiatan berpikir kritis. Selain itu, literasi juga menjadi refleksi penguasaan dan
apresiasi budaya. Masyarakat yang berbudaya adalah masyarakat yang menanamkan
nilai-nilai positif sebagai upaya aktualisasi dirinya. Aktualisasi diri terbentuk melalui
interpretasi, yaitu kegiatan mencari dan membangun makna kehidupan. Hal tersebut
dapat dicapai melalui penguasaan literasi yang baik. Menurut Fosudo dampak lain
yang ditimbulkan dari rendahnya literatur masyarakat ialah rendahnya kualitas
diri, karena pada dasarnya kemelekan literasi, budaya membaca turut membentuk
etika dan moral seseorang (Olasehinde, M.O., 2015), membaca juga dapat
berpengaruh pada sikap personal, moral, dan kecerdasan (Canisius, 2012)

Penguatan literasi berperan penting bagi kemajuan bangsa, untuk itu perlu
dilaksanakan program “Gerakan Literasi Nasional” yang bersumber dari berbagai
elemen masyarakat, salah satunya adalah memasukkan pembelajaran literasi ke dalam
kurikulum pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa faktor
pendukung, antara lain: penguatan kapasitas sebagai fasilitator, peningkatan jumlah
dan kualitas sumber bacaan, perluasan akses sumber belajar dan cakupan
pembelajaran, meningkatkan keterlibatan publik, dan memperkuat tata kelola.
Kolaborasi antar pemangku kepentingan pendidikan nasional mulai dari pemerintah
sampai kesatuan yang terkecil yaitu keluarga sangat penting agar faktor-faktor tersebut
dapat berjalan beriringan dan mampu menjalankan fungsinya secara optimal. Program
literasi yang berjalan dengan baik akan membentuk generasi bangsa yang unggul.
Individu yang sudah memiliki pemahaman literasi akan memiliki karakteristik, antara
lain: memiliki ketahanan diri, menjadi pribadi yang memiliki perilaku positif dan
produktif , menjadi bagian dari komunitas dunia.

6
Referensi
Permatasari, Ane. 2015. Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi. ,
Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB
Canisius, Peirre. 2012. The Makin Of Reading Society, Developing a Culture of
Reading in Rwanda. Linköping Studies in Behavioural Science No. 165.
Linköping University, Department of Behavioural Sciences and Learning.
Susanto, Heru. 2016. Membangun Budaya Literasi Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Menghadapi Era Mea. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1 Nomor 1 Maret 2016. Page 12-16 p-ISSN: 2477-5932 e-ISSN: 2477-
846X.
Indarto. 2017. Penginderaan Jauh Metode Anlaisis dan Interpretasi Citra Satelit.
Yogyakarta.
KBBI, 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at:
https://kbbi.web.id. Diakses tanggal 8 November 2022.
Mustafa, 2018. Cakrawala Pendidikan, Februari 2018, Th. XXXVII, No. 1.
Nielsen. 2019.Millenials on Millenials-news-consumption-report.pdf. Diakses pada 3
November 2022. https://www.nielsen.com/wp.
Olasehinde, M.O. (2015). Promoting the Reading Culture towards Human Capital
and Global Development. [Journal]. English Language Teaching; Vol. 8, No. 6;
2015. Published by Canadian Center of Science and Education. Nigeria.
Padmadewi, N. N., & Artini, L. P. (2018). Literasi Di Sekolah, Dari Teori Ke Praktik.
Bandung: Nilacakra.
Saomah, Aas. 2017. Implikasi Teori Belajar Terhadap Pendidikan Literasi.
http://file.upi.edu. Diakses pada tanggal 10 November 2022.
Setyawan, Ibnu Aji. (2018). Kupas Tuntas Jenis dan Pengertian Literasi.
http://repository.unpas.ac.id. Diakses tanggal 10 November 2022.
H.A.R. Tilaar. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003
https://mediaindonesia.com/opini/481249/budaya-dan-literasi

Anda mungkin juga menyukai