Anda di halaman 1dari 2

Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia dengan jumlah penduduk mencapai

270,20 juta jiwa per tahun 20201. Namun di lain sisi, Indonesia justru menempati ranking ke 62 dari
70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang
memiliki tingkat literasi rendah berdasarkan survei yang dilakukan Program for
International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) pada 2019.

Tingginya budaya membaca dan menulis menjadi salah satu indikator


bangsa yang cerdas. Besarnya suatu bangsa tidak hanya diperoleh dari satu faktor
atau satu bidang saja. Pencapaian kesuksesan suatu bangsa adalah hasil sinergisitas berbagai
bidang. Konsep sinergisitas tersebut diperoleh di antaranya
melalui kegiatan membaca dan menulis. Generasi penerus bangsa pun akan terus
melakukan upaya pengembangan dengan dasar-dasar yang telah ditorehkan
pendahulunya. Upaya tersebut dapat terwujud melalui membaca dan menulis -dari
zaman ke zaman-. Mengingat kembali bahwa kepandaian dan keberanian para
pendiri bangsa didapat salah satunya dari antusiasme membaca. Membaca
mampu menjadikan seseorang bersinergi dengan lingkungannya, dan itulah yang
dilakukan para pendidiri bangsa ini. Soekarno dan Hatta adalah contoh pejuang
bangsa yang memiliki kecerdasan dan keberanian oleh sebab kegemarannya
membaca

Pengujian dilakukan untuk mengukur aspek memahami, menggunakan,


dan merefleksi hasil membaca dalam bentuk tulisan. PIRLS pun melakukan
kerjasama dengan Trends in International Mathematics and Science Studies
(TIMSS)  untuk pengujian kemampuan matematika dan sains. Kerjasama
dilakukan sejak tahun 2011. Pada PIRLS  tahun 2011 International Results In
Reading  Indonesia mendapat skor 428 dengan skor rata-rata 500 (skor rata-
rata OECD 493). Skor tersebut menjadikan Indonesia berada pada urutan ke-
45 dari 48 negara peserta. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan
membaca Indonesia berada pada skala rendah (Pangesti Wiedarti, GLS
Kemendikbud)

Dengan demikian maka masyarakat dapat dengan sukarela dan otomatis tergerak untuk
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. 

Bila dilihat dari kedudukan bahasa Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan maka penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur-campur dengan
bahasa lain termasuk bahasa Inggris adalah masalah yang perlu kita cermati dan kritisi

1
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-2020.html
keberadaanya apalagi dilakukan oleh beberapa kalangan khususnya generasi muda
sekarang yang biasa disebut dengan generasi milenial.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,


Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan disebutkanbahwa Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi negara yang berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan
nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah
dan antarbudaya daerah. Sebagai warga negara yang baik tentunya kita sudah seharusnya
menempatkan bahasa Indonesia sesuai kedudukannya dalam hati, sikap dan perilaku kita
sehari-hari. Kita seyogyanya bangga berbahasa Indonesia dengan baik dan benar karena
akan menunjukkan kepada bangsa lain jati diri kita bahwa kita adalah orang yang
berkebangsaan Indonesia.

Kontribusi dari hati untuk Negeri

Anda mungkin juga menyukai