71
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
Gunung
Tangkuban
Perahu
pada
cerita
yang
menampilkan
tokoh
raksasa
pema-‐
Sangkuriang,
Candi
Sewu
pada
Legenda
kan
manusia.
Candi
Sewu,
sepatu
kaca
pada
cerita
Dalam
konteks
sastra
Bugis,
do-‐
Cindarella,
serta
Bawang
Merah
dan
Ba-‐ ngeng
NP
dapat
dikategorikan
sebagai
wang
Putih.
Hal
yang
sama
juga
dapat
di-‐ Pau-‐Pau
Rikadong
atau
fairy
tales
(cerita
temukan
pada
cerita
yang
berasal
dari
peri),
nursery
tales
(cerita
kanak-‐kanak),
Sulawesi
Selatan,
seperti
Si
Jello
To
atau
wonder
tales
(cerita
ajaib).
Dalam
Mampu,
La
Padoma,
I
Marabintang,
Datu
bahasa
Inggris
lebih
dikenal
dengan
isti-‐
Lumuran,
NP,
Pau-‐Paunna
Sehek
Mara-‐ lah
marchen,
dalam
bahasa
Jerman;
ae-‐
dang,
dan
Nenek
Pakande
(Hadrawi,
ventyr,
dalam
bahasa
Denmark;
sporkje
1993:51).
dalam
bahasa
Belanda;
siao
suo
dalam
Cerita
Nene
Pakande
(selanjutnya
bahasa
Mandarin;
satua
dalam
bahasa
disingkat
NP)
merupakan
salah
satu
ju-‐ Bali,
dan
seterusnya
(dalam
Danandjaya,
dul
sastra
lisan
yang
berbentuk
dongeng
1984:53).
Akan
tetapi,
dongeng
hakikat-‐
dalam
masyarakat
Bugis
di
Sulawesi
Se-‐ nya
bukanlah
teks
picisan,
ringan,
dan
latan.
Cerita
ini
sangat
akrab
dalam
ke-‐ sekadar
penyegar
rasa
mengantar
anak-‐
hidupan
masyarakat
terutama
bagi
anak
meraih
mimpi
tidurnya.
Dongeng
anak-‐anak.
Cerita
ini
berkisah
tentang
sesungguhnya
adalah
teks
yang
menyaji-‐
dua
anak
laki-‐laki
yang
memiliki
kecer-‐ kan
imaji
dan
fakta
kehidupan,
yang
tak
dikan
dan
kepandaian,
sebagai
kekuatan
jarang
justru,
menyajikan
pola
berfikir
yang
dapat
mengalahkan
NP
dalam
per-‐ yang
rumit
dan
penuh
kejutan.
Tepatlah
tarungan.
Sosok
tokoh
di
dalam
cerita
apa
yang
diungkapkan
oleh
Grebstein
NP
digambarkan
sebagai
sosok
makhluk
(1986:29)
bahwa
karya
sastra,
termasuk
yang
bertubuh
besar,
suaranya
keras
dongeng,
sesungguhnya
merupakan
ob-‐
menggelegar,
wajahnya
seram
menakut-‐ jek
kultural
yang
rumit
terhubungkan
kan,
watak
kanibal,
dan
tidak
ada
se-‐ dengan
faktor-‐faktor
sosialnya
yang
orang
pun
yang
dapat
menandingi
keku-‐ kompleks.
atannya.
Penamaan
NP
dianalogikan
pa-‐ Teori
psikoanalisis
Freud
dan
ke-‐
da
sifatnya
yang
gemar
memangsa
ma-‐ lompok
poligenesis
mengungkapkan
nusia
dan
binatang.
bahwa
terdapatnya
kesamaan
mite-‐mite
Kata
nenek
dalam
bahasa
Bugis
me-‐ di
berbagai
tempat
di
dunia
ini
disebab-‐
rujuk
pada
esensi
manusia
yang
sudah
kan
oleh
penemuan-‐penemuan
yang
tua;
sedangkan
kata
pakande
dapat
di-‐ berdiri
sendiri,
bukan
karena
difusi.
Mite
maknakan
pemakan
atau
tukang
makan.
atau
dongeng
dapat
saja
mirip
satu
sama
Dalam
arti
yang
lain,
pakande
juga
diaso-‐ lain
karena
adanya
kesadaran
bersama
siasikan
dengan
makna
“orang
yang
me-‐ yang
terpendam
secara
komunal
(collec-‐
miliki
tabiat
atau
sifat
yang
gemar
me-‐ tive
unconscious)
pada
setiap
manusia
makan
sesuatu
secara
tidak
wajar”
se-‐ yang
diwariskan
secara
biologis.
Kesa-‐
perti
binatang
besar
atau
manusia.
Peri-‐ daran
itu
dapat
berupa,
antara
lain
ke-‐
laku
tidak
lazim
itu
tidak
dilakukan
oleh
inginan
untuk
bersetubuh,
keinginan
manusia
normal.
Begitulah
citra
dan
kembali
ke
rahim,
dan
keinginan
untuk
imaji
cerita
mengenai
sosok
NP
dalam
dilahirkan
kembali
(Danandjaya,
dongeng
sastra
Nenek
Pakande.
Dalam
1984:59).
konteks
umum
bagi
cerita-‐cerita
nasio-‐ Dongeng
NP
pada
dasarnya
adalah
nal,
sosok
NP
dapat
disejajarkan
dengan
cerita
khayali
orang
Bugis
mengenai
so-‐
sosok
genderuwo
pada
cerita
di
tempat
sok
makhluk
yang
sangat
menakutkan.
lain
seperti
di
Pulau
Jawa,
atau
cerita
lain
Biasanya
cerita
NP
ini
dijadikan
sebagai
salah
satu
media
untuk
menakut-‐nakuti
72
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
anak
kecil,
baik
pada
saat
dia
menangis
masyarakatnya
serta
kesejajaran
antara
atau
agar
mereka
tidak
keluar
rumah
pa-‐ mimpi
dan
sastra
yang
terjadi
melalui
da
malam
hari
(Yusuf,
1986:31).
Namun
proses
elaborasi
dan
pada
suatu
waktu
demikian,
pada
sisi
lain
cerita
NP
ini
me-‐ akan
muncul
kembali
dalam
wujud
yang
nunjukkan
kekuatan
yang
tersimpan
pa-‐ sama
atau
mirip.
Kerangka
pertama.
Se-‐
da
anak
kecil
untuk
mengungkap
hal-‐hal
jalan
dengan
pendapat
Freud
(Milner,
yang
spektakuler
dengan
cara
penuh
ke-‐ 1992:86)
yang
mengatakan
bahwa
ter-‐
jutan
atau
tidak
pernah
diprediksi
secara
dapat
kesamaan
di
antara
hasrat-‐hasrat
natural.
Hal
ini
dapat
dijelaskan
apabila
yang
tersembunyi
dalam
setiap
jiwa
ma-‐
ada
usaha
untuk
menyejajarkan
antara
nusia.
Kesamaan
tersebut
menyebabkan
dongeng
NP
sebagai
hasil
karya
sastra
karya
sastra
menyentuh
perasaan
kita
dengan
mimpi
yang
dapat
saja
membuat
karena
memberikan
jalan
keluar
pada
realitas
terbalik
terhadap
tokoh-‐tokoh-‐ hasrat-‐hasrat
rahasia.
Mekanismenya
nya.
Cerita
NP
dengan
segala
imaji
yang
adalah
melalui
suatu
analogi
antara
kar-‐
membangunnya
merupakan
sebuah
ya
sastra
dan
mimpi,
sedangkan
efeknya
kondensasi
mengenai
karakter
dan
tipi-‐ adalah
memberikan
kepuasan
tak
lang-‐
kal
tokoh
NP,
anak
kecil,
serta
sang
ibu
sung
pada
hasrat-‐hasrat
manusia.
tiri.
Melalui
dongeng
NP
ini
akhirnya
ter-‐ Hubungan
antara
mimpi
di
satu
pi-‐
jelma
hasrat-‐hasrat
tak
sadar
dalam
ma-‐ hak
dan
wilayah
sastra
pada
pihak
lain
syarakat
kolektif
Bugis
tentang
sosok-‐so-‐ tampak
dengan
jelas.
Mekanisme
kerja
sok
tokoh
yang
digambarkan
dalam
ce-‐ mimpi
melibatkan
proses
kondensasi,
ritanya.
pemindahan
atau
pengalihan,
dan
sim-‐
Pada
dasarnya,
interpretasi
karya
bolisasi
(Milner,1992:86—88).
Konden-‐
sastra
dalam
perspektif
psikoanalisis
sasi
adalah
penggabungan
atau
penum-‐
berorientasi
untuk
melihat
hubungan
pukan
beberapa
pikiran
tersembunyi
ke
antara
teks
dan
pengarang.
Oleh
karena
dalam
satu
imaji
tunggal
atau
peleburan
itu,
pengamatan
dalam
dongeng
NP
ini
beberapa
tokoh
atau
hal-‐hal
yang
ber-‐
difokuskan
hanya
pada
dua
masalah,
sifat
umum
ke
dalam
satu
gambar
atau
yaitu
unsur-‐unsur
yang
terkandung
da-‐ kata.
Kondensasi
dalam
sastra
lahir
me-‐
lam
NP
sekaligus
sebagai
refleksi
dari
lalui
penciptaan
neologisme
dari
suatu
wilayah
tak
sadar
masyarakat
Bugis
(ter-‐ kata
yang
tidak
ada.
Namun,
bisa
saja
kondensasi)
selaku
kolektif
pemilik
dan
merupakan
lokusi
umum
biasa
yang
di-‐
pencipta
dongeng
NP
serta
imaji-‐imaji
modifikasi
untuk
mengkondensasikan
pengarang
atau
masyarakat
yang
ter-‐ makna-‐makna.
Misalnya,
ketika
penga-‐
gambar
melalui
pengalihan
mimpi
di
ba-‐ rang
itu
menciptakan
latar
tempat,
ia
lik
dongeng
NP
yang
direpresentasikan
menggabungkan
beberapa
tempat
yang
lewat
citraan
terhadap
tokoh-‐tokoh
ceri-‐ ditemuinya
dalam
realitas
ke
dalam
kar-‐
ta.
Oleh
karena
itu,
tulisan
ini
bertujuan
ya
sastra
sehingga
menjadi
suatu
tempat
menggambarkan
proses
cipta
sastra
do-‐ tersendiri
yang
bersifat
fiktif
dan
akan
ngeng
dengan
melihat
mekanisme
kon-‐ sia-‐sia
jika
kita
mencarinya
dalam
ke-‐
densasi
imaji
dan
pengalihan
mimpi
ber-‐ nyataan.
Pengalihan
atau
pemindahan
dasarkan
pada
teori
psikoanalisis
Freud.
adalah
mimpi
yang
menonjolkan
sesuatu
yang
sama
sekali
tidak
berhubungan
TEORI
dengan
isi
mimpi
berdasarkan
realitas.
Hubungan
antara
teks
dan
pengarang
Mimpi
tersebut
merupakan
rincian
yang
dapat
dilihat
dalam
dua
kerangka,
yaitu
tidak
berarti
dan
kadang-‐kadang.
Pemin-‐
antara
sebuah
karya
sastra
dan
apa
yang
dahan
juga
berarti
menampilkan
gam-‐
terjadi
dalam
wilayah
tak
sadar
pada
baran
mimpi
yang
kurang
berarti
dan
73
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
menyimpang
dari
isi
mimpi
yang
pokok,
hubungan
dengan
teks
mimpi.
Mimpi
sedangkan
pengalihan
dalam
proses
cip-‐ adalah
semacam
teks
dalam
sastra.
Yang
ta
memiliki
mekanisme
penggunaan
ka-‐ membedakan,
bahwa
wujud
tulisan
sas-‐
ta
mental
yang
didasarkan
pada
penga-‐ tra
hanyalah
berupa
tulisan
biasa
yang
lihan.
Medianya
adalah
dialog-‐dialog
bersifat
linear
dan
memiliki
tujuan
untuk
yang
diucapkan
tokoh
dengan
saling
membangun
komunikasi
sebuah
pesan
melukiskan
cerita
sehingga
dapat
meng-‐ lewat
hubungan-‐hubungan
yang
logis,
hubungkan
antara
kreator
(pencipta)
sedangkan
pada
mimpi
tidak
ditemui
dan
penikmat
(pembaca),
sedangkan
adanya
sarana
untuk
menyajikan
hu-‐
simbolisasi
adalah
mimpi
yang
muncul
bungan-‐hubungan
logis
antarpikiran-‐pi-‐
dalam
bentuk
simbol
tertentu
dalam
hu-‐ kiran
yang
membentuknya.
Itulah
sebab-‐
bungan
analogis.
Konsep
simbolisasi
di-‐ nya,
mengapa
mimpi
dikategorikan
lebih
sebut
sebagai
pengungkapan
secara
ti-‐ bersifat
seni
figuratif
daripada
sebagai
dak
langsung
dengan
perangkat
khusus
tulisan.
seperti
alusi
atau
perbandingan
yang
Fenomena
seperti
itu
oleh
Eco
membuat
kita
berfikir
dan
menafsirkan-‐ (1987:49)
disebutnya
sebagai
hipereali-‐
nya.
Kata
menjadi
sarana
untuk
memain-‐ tas.
Hiperealitas
tidak
dilihat
sebagai
en-‐
kan
objek
yang
dimaksudkan
dengan
titas
negatif,
tetapi
sebagai
replikasi
dari
mengarahkan
pada
acuan
lain
yang
disu-‐ unsur-‐unsur
masa
lalu
yang
dihidupkan
gestikan
secara
implisit
dan
eksplisit.
kembali
dalam
konteks
masa
kini
seba-‐
Simbolisasi
dapat
disamakan
dengan
gai
hasil
imajinasi.
Eco
lebih
melihat
fe-‐
metafora,
yaitu
mengganti
sebuah
ujaran
nomena
hiperealitas
sebagai
persoalan
dengan
penanda
lain
yang
memunyai
ke-‐ jarak
waktu
kejadian
yang
mana
sebuah
miripan
analogi
dan
figurasi
adalah
peristiwa
terjadi
pada
masa
lampau
dan
transformasi
pikiran
ke
dalam
gambar.
pada
masa
tertentu
akan
muncul
kem-‐
Misalnya,
ketika
di
waktu
sadar
kita
me-‐ bali,
mungkin
dalam
bentuk
mimpi.
Pada
nginginkan
suatu
benda,
gambaran
ben-‐ salah
satu
bagian
bukunya,
“Tamasya
da-‐
da
itu
akan
muncul
dalam
mimpi.
lam
Hiperealitas”,
Eco
menuliskan
rata-‐
Terkait
dengan
mekanisme
tersebut
rata
imajinasi
bangsa
Amerika
pada
ma-‐
sebuah
objek
akan
dielaborasi
oleh
mim-‐ sa
lampau
dilestarikan
dalam
bentuk
ko-‐
pi
dan
karya
sastra
yang
pada
akhirnya
pi
otentik
dengan
skala
penuh,
filsafat
memberikan
kepuasan
pada
hasrat-‐has-‐ tentang
keabadian
sebagai
duplikasi.
Ini
rat
manusia.
Mimpi
menampilkan
figuri-‐ membuktikan
kerinduan
romantisme
sasi-‐figurisasi
yang
menjadi
hasrat
kita.
masa
lalu
yang
hendak
dicapai
melalui
Pencipta
sastra
pun
akan
menyajikan
pe-‐ hiperealitas,
tetapi
ketika
masa
lalu
ter-‐
ristiwa
yang
terkondensasi
dalam
has-‐ sebut
dihadirkan
di
dalam
konteks
masa
rat
yang
akan
ditonjolkan
melalui
imaji
kini,
maka
ia
kehilangan
kontak
dengan
dan
sikap
terhadap
objek
itu.
realitas.
Kerangka
kedua.
Terdapat
keseja-‐
jaran
proses
elaborasi
antara
mimpi
dan
Mekanisme
Mimpi
sastra.
Menurut
Freud
(Milner,
1992:32),
Freud
(2001:19)
menginterpretasikan
teks
hanya
memberikan
suatu
pengerti-‐ mimpi
sebagai
sesuatu
yang
berhubung-‐
an
yang
masih
bersifat
kira-‐kira
menge-‐ an
dengan
pemenuhan
hasrat,
khusus-‐
nai
hubungan
antara
sastra
dan
apa
yang
nya
hasrat
tersamar.
Menurutnya,
terjadi
dalam
mimpi.
Hal
ini
disebabkan
menafsirkan
mimpi
berarti
memasuki
karena
kata-‐kata
hanya
sebatas
membe-‐ mekanisme
penyamaran
tersebut
yang
ri
kesan
pengertian
adanya
sebuah
teks
dalam
hal
ini
memaksa
pemimpi
untuk
pikiran
mimpi,
tetapi
tidak
memiliki
dapat
menjelaskan
hasrat
atau
74
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
75
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
Proses
Pengalihan
Dongeng
NP
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Dalam
kesehariannya,
kedua
anak
Dongeng
Nenek
Pakande
itu
tinggal
di
rumah
bersama
ibu
tirinya
Dongeng
ini
menceritakan
dua
anak
laki-‐ karena
ayahnya
harus
ke
kebun
dan
laki
bersaudara.
Sang
kakak
berumur
li-‐ selalu
pulang
pada
malam
hari.
Ibu
itu
ma
tahun
dan
sang
adik
berumur
dua
ta-‐ tidak
menyukai
kedua
anak
tirinya
terse-‐
hun.
Mereka
tinggal
bersama
ayah
kan-‐ but.
Apabila
sang
ayah
tidak
berada
di
dung
dan
ibu
tirinya
yang
bernama
I
rumah,
keduanya
tidak
diberi
makanan.
Nagauleng
Daeng
Sitappa.
Bila
sehari
bapaknya
di
kebun,
sehari
pula
mereka
tidak
makan
dan
minum.
76
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
Akan
tetapi,
bila
ayahnya
bertanya,
maka
berserakan.
Keduanya
masuk
ke
rumah
ibu
tirinya
akan
menjawab
bahwa
anak-‐ itu.
Karena
sangat
lapar,
mereka
mema-‐
anak
tersebut
tidak
henti-‐hentinya
me-‐ sak
dan
makan
seadanya
sambil
ber-‐
minta
makanan.
hadap-‐hadapan.
Suatu
ketika,
saat
kedua
anak
itu
su-‐ Tiba-‐tiba
pemilik
rumah
yang
ber-‐
dah
besar,
keduanya
bermain
lempar
ra-‐ nama
Nenek
Pakande
(NP)
datang.
Sua-‐
ga
di
muka
rumah.
Tiba-‐tiba
dengan
ti-‐ ranya
menggelegar
seperti
guntur,
jalan-‐
dak
sengaja
raganya
mengenai
sang
ibu
nya
menggetarkan
bumi,
dan
wajahnya
tiri
yang
membuatnya
sangat
marah
dan
sangat
menyeramkan.
Saat
mencium
bau
memberontak.
Ibu
tiri
itu
akan
merasa
manusia,
NP
mencari-‐cari
asal
bau
itu
puas
dan
berhenti
marah
bila
ia
dapat
sambil
berteriak-‐teriak.
Suaranya
meng-‐
memakan
hati
kedua
anak
tirinya.
Sang
hentakkan
kedua
anak
itu.
Mereka
bergi-‐
ayah
tidak
bisa
menasihati
dan
mence-‐ dik
ketakutan.
Mereka
mulai
teringat
ce-‐
gah
kemurkaan
istrinya
karena
ia
sangat
rita
orang-‐orang
tentang
sosok
NP
yang
sayang
kepada
perempuan
itu.
Sang
menakutkan.
Mereka
takut
akan
dijadi-‐
ayah
menurut
saja
kehendak
istrinya
un-‐ kan
mangsa.
tuk
membunuh
dan
memakan
hati
ke-‐ Nenek
Pakande
meminta
agar
ke-‐
dua
anak
itu.
dua
anak
itu
tinggal
bersama
untuk
me-‐
Mendengar
niat
busuk
tersebut,
se-‐ nemaninya
setiap
hari.
Demikianlah,
se-‐
orang
tetangga
merasa
prihatin
dan
ber-‐ tiap
hari
kedua
anak
itu
menunggui
usaha
menyelamatkan
kedua
anak
yang
rumah
NP
hingga
mereka
menjadi
besar
tidak
berdosa
itu.
Ia
pun
mencari
akal.
dan
sudah
dapat
membedakan
hal
yang
Segera
ia
menemui
orangtua
kedua
anak
baik
atau
buruk.
Sementara
itu,
NP
yang
itu
dan
mengatakan
akan
mengajak
ke-‐ setiap
pagi
pergi
dan
baru
pulang
sore
dua
anak
itu
ke
hutan
dan
berjanji
akan
senantiasa
membawa
rusa,
babi,
dan
bi-‐
membawakan
hati
mereka
kepada
istri
natang
hutan
lainnya
untuk
dimakan.
tetangganya
itu.
Ibu
tiri
kedua
anak
itu
Kedua
anak
itu
pun
berpikir
jangan-‐ja-‐
sangat
senang
mendengar
tawaran
ter-‐ ngan
kelak
mereka
akan
dimangsa.
Me-‐
sebut.
Keesokan
harinya,
sang
tetangga
reka
pun
mulai
mengatur
siasat
bila
ber-‐
membawa
kedua
anak
itu
ke
hutan.
Ke-‐ temu
dengan
NP.
dua
anak
tersebut
disuruh
pergi
ke
tem-‐ Nenek
Pakande
yang
senang
karena
pat
yang
jauh
dan
dilarang
pulang
agar
di
rumahnya
ada
dua
mangsa
empuk,
se-‐
tidak
lagi
mendapat
siksaan
dari
ibu
tiri-‐ tiap
hari
selalu
bertanya
kepada
kedua
nya.
Untuk
mengelabui
ibu
tiri
kedua
anak
itu
sebesar
apa
hati
mereka.
Jika
anak
itu,
sang
tetangga
mengambil
hati
mendengar
pertanyaan
NP
tersebut,
ke-‐
binatang
dan
memberikan
kepadanya.
dua
anak
selalu
menjawab
bahwa
hati
Tanpa
curiga
si
ibu
tiri
menerima
pem-‐ mereka
baru
sebesar
biji
beras.
Mereka
berian
dengan
senang
hati.
Dia
sangat
sangat
gelisah
karena
tahu
bahwa
NP
bahagia
karena
kedua
anak
yang
diben-‐ bermaksud
memakan
hati
mereka.
Ke-‐
cinya
itu
sudah
mati
sehingga
tidak
ada
dua
anak
itu
mencari
cara
menyelamat-‐
lagi
yang
akan
mengganggunya.
kan
diri.
Mereka
pun
menemui
cecak
un-‐
Kedua
anak
itu
pun
pergi
jauh,
me-‐ tuk
minta
tolong
agar
dapat
menjawab
lewati
tujuh
gunung
dan
tujuh
dataran
apabila
NP
mencari
mereka
berdua.
hingga
masuklah
mereka
ke
sebuah
hu-‐ Cecak
merasa
iba
melihat
nasib
ke-‐
tan
yang
lebat.
Mereka
menemukan
se-‐ dua
anak
laki-‐laki
itu.
Tak
lama
kemudi-‐
buah
rumah
besar
tidak
berpenghuni.
an
datanglah
NP
bermaksud
menyantap
Rumah
itu
sangat
berantakan,
kotor,
dan
mereka.
Mengetahui
rencana
NP,
kedua
banyak
tulang-‐belulang
hewan
yang
anak
itu
melarikan
diri
dengan
menaiki
77
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
kuda.
NP
terus
menerus
mencari
kedua
anak
kecil
yang
memiliki
akal
dan
pikir-‐
anak
itu.
Dimasukinya
semua
ruangan
an
yang
cerdas,
kekejaman
ibu
tiri,
dan
sambil
berteriak
memanggil
keduanya.
sosok
NP
sebagai
makhluk
primordial-‐
Sang
cecak
pun
selalu
menyahut
seakan-‐ kanibal.
Mekanisme
pusat
pengisahan
akan
kedua
anak
itu
yang
menjawab.
Ce-‐ cerita
(point
of
veiuw)
terletak
pada
ke-‐
cak
selalu
memancing
NP
sampai
ia
dua
anak
kecil,
hubungannya
dengan
mencapai
atap
rumah.
Dari
atap
rumah
ibu
tiri,
dan
dengan
NP.
Gambaran
dalam
dilihatnya
kedua
anak
itu
sudah
pergi
cerita
NP
menyajikan
pesan
yang
menja-‐
sambil
menunggangi
kudanya.
Melihat
di
gairah
batin
cerita
sekaligus
yang
itu,
NP
pun
geram.
Dia
melompat
turun
menjadi
pesan
yang
akan
disampaikan
dan
segera
menunggang
kudanya
yang
kepada
khalayak.
lain
dan
memburu
kedua
anak
itu.
Gejala
kondensasi
dalam
cerita
NP
Suara
kuda
NP
sangat
hebat
hingga
dengan
penciptaan
tokoh-‐tokohnya
ber-‐
terdengar
seperti
guntur
di
angkasa.
Bila
dasarkan
pada
apa
yang
menjadi
kenya-‐
kuda
NP
menghembuskan
nafas,
keluar-‐ taan
dalam
realitas
kemudian
yang
ada
lah
api
dari
hidung
dan
mulutnya.
Dunia
dalam
imajinasi
maka
lahirlah
citraan
kelihatan
gelap
seperti
akan
kiamat,
kilat
tentang
kemampuan
akal
anak
kecil
de-‐
juga
sambut
menyambut.
Kedua
anak
ngan
segala
usahanya
untuk
menakluk-‐
kecil
itu
merasakan
takut
yang
amat
sa-‐ kan
NP
(raksasa),
tentang
ibu
tiri
yang
ngat.
Namun,
keduanya
tidak
kehabisan
jahat
pada
anak
tirinya,
dan
tentang
sifat
akal.
Mereka
teringat
kata-‐kata
NP
dulu,
buruk
dan
kekuatan
NP.
bahwa
nyawanya
ada
pada
botol
yang
Mitos
tentang
nasib
anak
tiri
dan
digantung
di
dinding.
Si
adik
pun
meng-‐ kerinduan
sosok
ibu
kandungnya
serta
ambil
botol
yang
sempat
dibawanya
ke-‐ kekurangpedulian
seorang
ayah
kepada
tika
lari
dari
rumah
itu.
Dengan
sekuat
anaknya
merupakan
peristiwa
pertama
tenaga
ia
melemparkannya
ke
batu.
Bo-‐ yang
muncul
dan
mengawali
cerita
NP.
tol
itu
pun
pecah
berserakan.
Bersamaan
Selanjutnya
disusul
bagian
peristiwa
dengan
pecahnya
botol
itu,
NP
yang
me-‐ yang
menggambarkan
kekejaman
dan
nunggang
kudanya
dengan
kecepatan
kebusukan
hati
ibu
tiri
terhadap
anak
tinggi
pun
terhempas.
Ia
jatuh
terguling-‐ tirinya.
Berikut
keacuhan
ayah
terhadap
guling
hingga
mati.
nasib
anak
kandungnya.
Bagian
ini
me-‐
Demikianlah,
sehingga
tidak
ada
lagi
maparkan
proses
pencitraan
anak
tiri,
NP
hingga
sekarang.
Kedua
anak
itu
su-‐ ibu
tiri,
dan
bapak
kandung.
Bagian
ini
dah
menjadi
kaya
raya
karena
mengam-‐ tergambar
dalam
kutipan
cerita
berikut.
bil
semua
harta
NP
sebagai
barang
pusa-‐
kanya.
Merekalah
yang
dulu
menunggui
“Jaji
nakko
jokka
i
ko
elei
ambekna
iapa-‐
rumah
NP
(Enre,
1981:151—156)
si
nalisu
ko
tennga
essoi.
Biasato
ro
mad-‐
doko
inanre
memenni
iapa
nalisu
ko
la-‐
Kondensasi
Imaji
dalam
Cerita
NP
bu
i
esso
e.
Jaji
terpaksa
kasik
iaro
anak-‐
anak
beccuk
e,
koni
poro
indokna
mon-‐
Cerita
NP
adalah
sebuah
wacana
yang
ro.
Ia
poro
indokna
maladdek
nacacca
menyajikan
hal-‐hal
yang
bekerja
dalam
poro
anakna.
Iaro
ladekna
nacacca,
nak-‐
wilayah
ketidaksadaran
masyarakat
Bu-‐ ko
dek
i
gaga
ambekna,
dek
napanre
i.
gis
terhadap
objek-‐objek
yang
dikemu-‐ Maderito
nakko
siessoi
Ambo,
kna
mon-‐
kakan
dalam
ceritanya.
Secara
mekanis,
ro
ki
Palaunna,
siessotoi
tu
anak-‐anak
e
NP
adalah
wujud
dari
imaji-‐imaji
terha-‐ temmanre,
temminung.
Aga
akkalenna
dap
objek
(tokoh,
tindakan,
lakuan,
sua-‐ iae
poro
indokna
onro
jakna
akkalena,
sana)
yang
dikondensasikan
dalam
ben-‐ na
rekko
engkani
natiro
merro
Ambo,
tuk
sastra
dengan
kisah
tentang
dua
kna
lisu,
teppa
mappari-‐parinitu
nren-‐
reng
i
iaro
anak-‐anak
dua
e
lao
ki
78
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
79
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
semua
orang
termasuk
orang
dewasa.
dalam
karya
sastra.
Adanya
keinginan
Hal
ini
dapat
dilihat
pada
kutipan
dan
hasrat
kedua
anak
kecil
itu
untuk
berikut.
mengalahkan
NP
tergambar
jelas
di
akhir
cerita
NP.
Fenomena
ini
sekaligus
“....Dek
namaitta,
teppa
engka
manaha
menunjukkan
kerinduan
pencipta
untuk
sadda
naengkalinga
pada
guttu
pareppa
mengingat
kembali
hasrat
atau
keingin-‐
e
.
Makkeda,
“E,
engka
romabbau
to
lino,
an
terpendamnya
pada
masa
kanak-‐ka-‐
engka
ro
mabbau
to
lino!”
Jaji
nasadari
nak.
iae
anak-‐anak
e
makkeda,
barak
bolana
Ada
dua
hal
yang
ditonjolkan
mela-‐
iae
NP.
Niaseng
NP
nasabak
maloppo,
pakkanre
tau,
nakko
bangsa
tedong
tap-‐
lui
mekanisme
kondensasi
terhadap
has-‐
pa
natunu
bawammi
nanre
i.
Olok-‐olok
rat-‐hasrat
tak
sadar
dalam
cerita
NP,
yai-‐
laing
e
makko
toro
toppa
natunu
bawa-‐ tu
penderitaan
anak
tiri
karena
kekejam-‐
mmi
nanre
i.
Yakko
tau,
maderi
nanre
an
ibu
tiri
dan
pemanfaatan
akal-‐pikiran
mamatami
aga.
Jaji
itella
i
NP.”
(Enre,
manusia
yang
menjadi
kekuatan
utama
1981:
75)
dalam
mengalahkan
niat
jahat
tokoh
lain.
Wacana
ini
merupakan
aspek
yang
‘“....Tidak
berselang
lama
kemudian,
bekerja
dalam
wilayah
ketidaksadaran
terdengarlah
suara
seperti
guntur,
sam-‐ terhadap
penciptaan
cerita
atau
dongeng
bil
berkata,
“Eh,
seperti
ada
bau
manu-‐ NP.
sia;
ada
bau
manusia!”
Sadarlah
kedua
anak
itu
bahwa
barangkali
rumah
ini
adalah
rumah
NP,
seperti
yang
biasa
di-‐
Pengalihan
Realitas
Mimpi
dalam
ceritakan
orang.
Ia
dinamai
NP
karena
Pencitraan
Tokoh
Cerita
NP
badannya
besar,
pemakan
orang.
Kalau
Imaji
menjadi
bagian
dari
hasrat
tak
sa-‐
kerbau
dan
binatang-‐binatang
lain
di-‐ dar
manusia
atau
pengarang
terhadap
bakarnya
saja
kemudian
dimakannya.
sesuatu
yang
selanjutnya
dialihkan
atau
Kalau
manusia
biasa
dimakan
mentah
ditransformasikan
menjadi
cerita,
sekali-‐
saja.
dengan
demikian,
ia
dinamai
NP”’
pun
tidak
semua
imaji
itu
dapat
teralih-‐
(Enre,
1981:152—153)
kan.
Seperti
halnya
mimpi,
tidak
semua
dapat
diungkapkan
kembali,
sebab
tidak
Akan
tetapi,
cerita
menyajikan
pe-‐ ada
logika
berstruktur
yang
memba-‐
ristiwa
untuk
menunjukkan
sebuah
geja-‐ ngunnya.
Imaji
dan
mimpi
hanya
menya-‐
la
di
luar
logika
biasa
sebagai
reaksi
tak
jikan
figurasi-‐figurasi
tentang
sebuah
ob-‐
sadar
bahwa
ada
kekuatan
yang
tersim-‐ jek.
Namun
demikian,
baik
mimpi
mau-‐
pan
(terkondensasi)
pada
anak
kecil
se-‐ pun
imaji
dapat
memunculkan
karakter
hingga
mampu
mengalahkan
sesuatu
yang
tercipta
secara
tak
sadar.
yang
lebih
besar
dan
kuat
dengan
cara-‐ Terkait
dengan
hal
tersebut,
karak-‐
nya
sendiri.
Dalam
cerita
tersebut
dipa-‐ ter
tiap-‐tiap
tokoh
dalam
NP
dimuncul-‐
parkan
bagaimana
usaha
dan
strategi
kan
sebagai
hasil
kondensasi
dari
penga-‐
kedua
anak
kecil
itu
untuk
dapat
menga-‐ laman,
realitas,
dan
imaji
itu
sendiri
yang
lahkan
dan
menaklukkan
NP.
Logikanya,
dirumuskan
dan
dikemas
dalam
bentuk
secara
fisik
kedua
anak
itu
pasti
tidak
bi-‐ yang
baru.
Mengacu
pada
realitas
terse-‐
sa
mengalahkan
sang
raksasa,
tetapi
de-‐ but
muncullah
citraan
terhadap
tokoh
ngan
memanfaatkan
akal-‐pikiran
mere-‐ dua
anak
lelaki
yang
cerdik
dan
pandai,
ka
maka
keinginannya
untuk
menjatuh-‐ ibu
tiri
yang
kejam,
dan
NP
sebagai
so-‐
kan
dan
menaklukkan
NP
akhirnya
ter-‐ sok
yang
menakutkan
dan
menyeram-‐
capai.
Fenomena
seperti
ini
merupakan
kan.
Berikut
adalah
citraan
tokoh-‐tokoh
gejala
pengalihan
khayali
dari
mimpi
dalam
cerita
dongeng
NP
sebagai
bagian
yang
biasa
dialami
setiap
manusia
ke
80
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
dari
kajian
interpretasi
psikoanalisis
ter-‐ mereka
masih
kecil.
Penderitaan
demi
hadap
teks
cerita
tersebut.
penderitaan
dialami
oleh
kedua
anak
ke-‐
cil
itu,
terutama
bila
ayah
mereka
ke
ke-‐
Tokoh
Dua
Anak
Kecil
bun.
Mereka
tidak
diberi
makan.
Mereka
Tokoh
anak-‐anak
ditampilkan
dalam
dua
tak
luput
dari
amarah
besar
bila
satu
di
kualitas,
yakni
menderita
dalam
status
antara
keduanya
berbuat
salah.
Karena
anak
tiri
dan
kemampuan
akalnya
yang
masalah
sepele
saja,
ibunya
lalu
meng-‐
dapat
mengalahkan
NP
sang
raksasa.
To-‐ umpat
dan
memaki
mereka
berdua,
bah-‐
koh
anak
selaku
anak
tiri
tampil
dengan
kan
mengancam
akan
membunuh
dan
citraan
menyedihkan
dan
penuh
pende-‐ memakan
hatiya.
Peristiwa
seperti
ini
ritaan
yang
dapat
menggugah
rasa
iba
dapat
ditemui
pada
penggalan
cerita
NP
pembaca.
Fenomena
ini
tergambar
da-‐ berikut.
lam
penggalan
cerita
berikut.
“....Engkana
engka
seua
esso,
iaro
anak-‐
“....Ia
poro
indokna
maladdek
nacacca
anak
dua
e
maccule
ki
olo
bola
e,
toli
poro
anakna.
Iaro
ladekna
nacacca,
sirempek-‐rempek
raga,
matteru
maniha
makko
dek
i
gaga
ambekna,
dek
napa-‐ menrek
bola
matteru
teppa
ki
tennunna
nre
i.
Maderito
nakko
siessoi
Ambo,
,
kna
iae
poro
indokna.
Onro
caina
japa
nama-‐
monro
ki
palaunna,
siessotoi
tu
anak-‐ nyameng
nyawana
nakko
naro
i
atena
anak
e
temmanre,
temminung.
Aga
ak-‐ iaro
anak-‐anak
e.
Toli
purana
llokni-‐
kalenna
iae
poro
indokna
onro
jakna
gangka
engka
Ambo,
,
kna
iaro
anak-‐
akkalenna,
na
rekko
engkani
natiro
mer-‐ anak
dua
e
lisu.
Na
iaro
purana
nacari-‐
ro
Ambo,
,
kna
lisu,
teppa
mappari-‐pa-‐ tang
makkeda,
majaksipak
laddekni
rinitu
nrenreng
i
iaro
anak-‐anak
dua
e
anakmu,
nattungkaini
bukkekakak
lao
ki
bolanasung
e
mala
inanre
nasus-‐ raga....”
(Enre,
1981:74)
suingeng
maneng
i
rupanna
poro
anak-‐
na....”
(Enre,
1981:74)
‘“...Pernah
terjadi,
raga
dilemparkan
mereka
ke
rumah
lalu
mengenai
ibu
ti-‐
‘“....Ibu
tirinya
sangat
tidak
menyukai
rinya.
Berontaklah
ibu
tirinya
karena
kedua
anak
itu
sehingga
apabila
bapak
sangat
marah.
Oleh
karena
sangat
ma-‐
kedua
anak
ini
tidak
ada
di
rumah,
ia
ti-‐ rahnya
ia
baru
akan
merasa
senang
jika
dak
memberinya
makanan.
Bahkan
ia
dapat
memakan
hati
kedua
anak
itu.
apabila
sehari
bapaknya
bekerja
di
ke-‐ Lalu
diceritakannya
bahwa
anak
itu
su-‐
bun,
sehari
pula
kedua
anak
ini
tidak
dah
terlalu
nakal
sehingga
mereka
makan
dan
minum.
Kalau
ibu
tiri
ini
su-‐ sengaja
melemparnya
dengan
raga....”’
dah
melihat
bapak
kedua
anak
ini
da-‐ (Enre,
1981:152)
tang,
segera
membawa
anak
ini
ke
da-‐
pur
kemudian
ia
mengambil
nasi
dan
Ketidaksenangan
ibu
tiri
terhadap
dibedakinya
muka
anak
itu
dengan
na-‐ kedua
anak
itu
membuat
kedua
anak
itu
si....”
(Enre,
1981:151)
tidak
betah
tinggal
di
rumahnya,
apalagi
ayah
mereka
juga
bermaksud
mem-‐
Ungkapan-‐ungkapan
dalam
teks
buang
mereka
ke
hutan.
Dengan
bantuan
tersebut
memperlihatkan
bahwa
kedua
tetangganya,
kedua
anak
kecil
itu
mem-‐
anak
itu
tidak
mendapat
kasih
sayang
buang
diri
di
hutan
dan
tiba
di
rumah
dari
ibu
tirinya.
Padahal,
kedua
anak
itu
raksasa
yang
bernama
Nenek
Pakande.
sangat
mendambakan
kasih
sayang
se-‐ Semua
hal
ini
merupakan
gejala-‐gejala
bagaimana
kasih
sayang
dari
ibu
kan-‐ yang
ditemui
atau
yang
dikhayalkan
dungnya.
Kedua
anak
kecil
itu
memang
pengarang
tentang
nasib
anak
tiri
yang
terpaksa
beribu
tiri
lantaran
ibu
kan-‐ dikondensasikan
dalam
sosok
dua
anak
dung
mereka
meninggal
dunia
saat
yang
masih
kecil.
81
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
82
Proses
Kondensasi
Imaji
…
(Nuraidar
Agus)
iae
NP.
Niaseng
NP
nasabak
maloppo,
anak
yang
terkondensasi
untuk
dapat
pakkanre
tau,
nakko
bangsa
tedong
tap-‐ menjadi
pahlawan,
melakukan
sesuatu
pa
natunu
bawammi
nanre
i.
Olok-‐olok
yang
spektakuler.
Dua
tokoh
anak
kecil
laing
e
makko
toro
toppa
natunu
bawa-‐ mengalahkan
tokoh
antogonis
dalam
ce-‐
mmi
nanre
i.
Yakko
tau,
maderi
nanre
rita
NP
ini.
Hal
ini
dapat
dilihat
melalui
mamatami
aga.
jaji
itella
i
NP.”
(Enre,
1981:75)
perilaku
tokoh-‐tokohnya
yang
terkon-‐
densasi
pada
imaji
tokoh
NP,
ibu
tiri,
dan
‘“....Tidak
berselang
lama
kemudian,
ter-‐ dua
anak
lelaki
yang
hebat.
dengarlah
suara
seperti
guntur,
sambil
Berdasarkan
analisis
data
dapat
di-‐
berkata,
“Eh,
seperti
ada
bau
manusia;
katakan
bahwa
terdapat
beberapa
me-‐
ada
bau
manusia!”
Sadarlah
kedua
anak
kanisme,
kondensasi
dan
proses
penga-‐
itu
bahwa
barangkali
rumah
ini
adalah
lihan
mimpi
terhadap
hasrat-‐hasrat
tak
rumah
NP,
seperti
yang
biasa
dicerita-‐ sadar
dalam
cerita
NP,
yaitu
penderitaan
kan
orang.
Ia
dinamai
NP
karena
ba-‐ tokoh
dua
anak
kecil
atas
perlakuan
ja-‐
dannya
besar,
pemakan
orang.
Kalau
hat
ibu
tirinya
dan
keberhasilan
serta
ke-‐
kerbau
dan
binatang-‐binatang
lain
di-‐
suksesasan
dua
anak
kecil
dalam
menga-‐
bakarnya
saja
kemudian
dimakannya.
lahkan
kejahatan
NP
dan
ibu
tirinya.
Si-‐
Kalau
manusia
biasa
dimakan
mentah
saja.
dengan
demikian,
ia
dinamai
NP.”
fat
dan
karakter
kedua
anak
kecil
itu
ter-‐
(Enre,
1981:152—153)
cipta
secara
tidak
sadar
yang
sebelum-‐
nya
telah
muncul
dalam
figurasi
melalui
Tokoh
primordial
ini
merupakan
ar-‐ mimpi
dan
imajinya,
baik
untuk
meng-‐
ketif,
sebab
citra
dan
imaji
(masyarakat/
hindari
ibu
tirinya
yang
berwatak
jahat
pengarang)
tentang
sosoknya
sudah
me-‐ maupun
untuk
mengalahkan
NP.
lekat
dan
tak
berubah-‐ubah
lagi
semen-‐
jak
dahulu
hingga
sekarang.
Karakter
to-‐
koh
semacam
NP
atau
raksasa
adalah
re-‐ DAFTAR
PUSTAKA
presentasi
sosok
tokoh
jahat,
kuat,
tetapi
bodoh.
Oposisinya
adalah
tokoh
anak
Cassirer,
Ernst.
1990.
Manusia
dan
Kebu-‐
yang
ditampilkan
sebagai
tokoh
yang
dayaan
“An
Essey
on
Man”:
Sebuah
simpatik,
bertubuh
yang
kecil,
tetapi
pin-‐ Esei
tentang
Manusia.
Terj.
Alouis
tar.
Sementara
itu,
pemenang
dalam
per-‐ Nugroho.
Jakarta:
Gramedia.
sentuhan
peristiwanya
adalah
tokoh
Danandjaya,
James.
1984.
Folklor
Indo-‐
anak
dengan
segala
akal-‐pikiran
dan
ke-‐ nesia,
Ilmu
Gossip,
Dongeng,
dan
baikannya.
NP
secara
analogi
merupa-‐ Lain-‐lain.
Jakarta:
Grafitipers
kan
representasi
sifat-‐sifat
jahat
pada
di-‐ Eco,
Umberto.
1987.
Tamasya
dalam
Hi-‐
ri
manusia,
bahkan
bisa
pula
melekat
pa-‐ perealitas.
Yogyakarta:
Jalasutra.
da
diri
ibu
tiri
terhadap
anak
tirinya.
Enre,
Fahruddin
Ambo,
et
al.
1981.
Sas-‐
tra
Lisan
Bugis.
Jakarta:
Pusat
Pem-‐
SIMPULAN
binaan
dan
Pengembangan
Bahasa.
Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
dikata-‐ Freud,
Sigmund.
2001.
Tafsir
Mimpi.
Yog-‐
kan
bahwa
dongeng
NP
yang
dikategori-‐ jakarta:
Jendela.
kan
sebagai
Pau-‐Pau
Rikadong
merupa-‐ Grebstein,
Sheldon
Norman.
1986.
Pers-‐
kan
cerita
khayali
orang
Bugis
tentang
pectives
in
Contemporary
Critism.
sosok
makhluk
yang
sangat
menakut-‐ New
York:
Har
Per
Row.
kan.
Cerita
NP
ini
mengungkapkan
ke-‐ Hadrawi,
Muhlis.
1993.
Mitos
Dalam
Pau-‐
kuatan
yang
tersimpan
pada
diri
anak
Paunna
Sehek
Maradang.
Skripsi
Fa-‐
kecil
dengan
cara
yang
mengejutkan,
se-‐ kultas
Sastra
Unhas:
Makassar.
bagai
realitas
mimpi
atau
hasrat
seorang
83
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
71—84
Milner,
Max.
1992.
Freud
dan
Interpretasi
Yusuf,
Nurdin
dan
Muhlis
Hadrawi.
Sastra.
Seri
ILDEP.
Jakarta:
Interma-‐ 1996.
Mengenal
Sastra
Bugis.
Ujung
sa.
Pandang
:
Lephas.
Pigeaut,
Jean.
1995.
Strukturalisme.
Di-‐
terjemahkan
oleh
Hermoyo.
Jakarta:
Yayasan
Obor
Indonesia.
84