Anda di halaman 1dari 8

Fungsi Folklore Tandampalik Sebagai Alat Pendidik Anak

Di Susun Oleh :

Maoidotuen Nasiha

1800025030

Fakultas Sastra, Budaya, Dan Komunikasi

Sastra Indonesia 18

Universitas Ahmad Dahlan


Latar Belakang
Folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang kolektif bersifat tradisional yang
berbentuk lisan atau contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat.
Folklor juga merupakan bagian kebudayaan yang disebarkan melalui tutur kata atau lisan. Salah
satu bentuk yang dapat didengar dan dipelajari adalah dongeng. Folklor lisan yang berbentuk
dongeng, merupakan cerita pendek yang disampaikan turun-menurun secara lisan, dianggap
benar-benar terjadi dan tidak terikat apapun termasuk tempat. Menurut Danandjaja (1997:131)
dongeng tidak dianggap benar-benar terjadi, serta mengandung pesan-pesan yang merupakan
nilai-nilai dari bangsa atau masyarakat yang mendukungnya.

Tradisi bercerita atau mendongeng yang terdapat dalam masyarakat kini mulai menghilang.
Kegiatan tersebut telah tergantikan oleh berbagai media yang telah menguasai perhatian anak.
Sehingga anak tidak memperoleh pendidikan karakter seperti yang diharapkan. Padahal tradisi
bercerita mempunyai banyak sisi positif. Dalam hal ini kajian tentang folklor lisan yang
berkembang di suatu daerah dapat dimanfaatkan dan digali kembali. Penggalian folklor lisan
tersebut selain sebagai upaya pelestarian folklor lisan kebudayaan lokal juga digunakan sebagai
upaya penanaman pendidikan karakter pada anak melalui mite, legenda, dan dongeng yang
terdapat di daerah. 2

Folklore khususnya cerita verbal seperti cerita rakyat, legenda, mite, epos dan lainnya bisa
juga berfungsi sebagai alat pengajaran dan pewarisan nilai-nilai etik dan moral, serta kontrol
sosial pada kolektif masyarakat dimana folklor itu diciptakan, terutama dalam subgenre yang
disebut sebagai cautionary tale. 2

Kebudayaan, khususnya folklore, sebagai hasil kreativitas manusia, didalamnya mengandung


nilai-nilai dan idea-idea, gagasan, angan-angan, cita-cita, falsafah, dan kesadaran kolektif
masyarakat yang menciptakannya, yang direfleksikan baik secara alegoris maupun literal,
folklore mengungkapkan baik secara sadar atau tidak bagaimana suatu kolektif masyarakat
berpikir, bertindak, berperilaku, dan memanifestasikan berbagai sikap mental, pola pikir, tata
nilai, dan mengabadikan hal-hal yang dirasa penting oleh folk kolektif pendukungnya, hal yang
sama juga tedapat pada folklore-folklore yang ada dan berkembang di Indonesia. 2

Folklore nusantara adalah bagian dari perjalanan sejarah kebudayaan bangsa yang
merefleksikan cara pandang dan pola pikir bangsa dan identitas budaya bangsa Indonesia.
Melalui folklorelah suatu bangsa dapat melihat ke dalam diri sendiri, bercermin pada identitas
bangsa sendiri, meresapi nilai-nilai luhur bangsa dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung
didalamnya, sebagaimana pemikiran dan nilai-nilai masyarakat dan perilaku hidup masyarakat
Mandar misalnya, bisa tercermin dalam cerita rakyatnya seperti Tandampalik, Hawadiyah,
Patuddu dan lain-lain. Bahkan bermanifestasi dalam kebudayaan material (material lore) seperti
Lipa Sa'be. Dilihat dari aspek seni dan budaya, folklore sendiri, terutama jenis folklore yg biasa
mempergunakan alat bantu pengingat (mnemonic device), dapat dilihat sebagai sebuah artefak
budaya, hasil produk kebudayaan dan kreatifitas kolektif manusia, kekayaan pemikiran yang
sangat berharga, yang sudah selayaknya dilestarikan agar tidak punah. 3 dapat disimpulkan
bahwa Folklore adalah:

”Sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan secara turun temurun diantara kolektif
macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat/mnemonic device.”3

Rumusan Masalah
1. Bagaimana cerita Tandampalik?

2. Apa fungsi cerita Tandampalik dalam masyarakat?

3. Apa makna dari cerita Tandampalik?


Kajian Teori
Folklore merupakan gabungan dari dua kata Folk dan Lore, Kata Folklore Berasal dari bahasa
Inggris yang masing-masing memiliki arti yakni; Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri
khas tertentu seperti kebudayaan, fisik yang membedakan dengan kelompok lainnya. Lore
adalah kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan maupun Isyarat. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Folklore adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang
diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.

Dapat disimpulkan bahwa Folklore merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rekam jejak
perjalanan evolusi kebudayaan manusia, dan meresap menjadi bagian penting baik dalam aspek
kebudayaan maupun sistem sosial sebuah kolektif yang memilikinya, refleksi dari ide, gagasan,
nilai, dan cara pandang kolektif yang memilikinya. Karena fungsi, kegunaan, dan relevansinya
akan jaman sekarang, maka menjaga eksistensi folklore menjadi hal esensial dijaman sekarang
ini, terutama untuk folklore-folklore lokal bangsa seperti cerita rakyat Mandar 'Tandampalik'.
Dalam cerita ini terdapat fungsi Folklore sebagai alat pendidik anak. Cerita ini mengisahkan
tentang seorang putri yang diasingkan namun, ia tetap sabar dan tabah dalam pengasingan
tersebut. Dalam hal ini sudah jelas bahwa cerita ini dapat menjadi alat pendidik pada anak
untuk diajarkan sabar dan tabah dalam menghadapi musibah.

Selain sebagai alat pendidikan anak cerita 'Tandampalik' sendiri juga mempunyai fungsi lain
seperti sebagai pandangan hidup dalam bermasyarakat (Proyeksi) terdapat pada sikap Datu
Luwu yang bijaksana sebagai seorang Raja, hal ini terbukti pada saat ia mengambil keputusan
untuk mengasingkan putri kesayangannya ke tempat yang jauh, demi keselamatan rakyatnya
agar tidak ketularan penyakit kusta yang diderita putrinya itu. Sifat bijak yang dimiliki seseorang
akan menjadi suatu kenikmatan tersendiri bagi pemiliknya. Ketika menjadi seorang guru yang
bijak, guru tersebut akan disukai oleh murid-muridnya. Seorang pemimpin yang bijaksana
biasanya disegani oleh kawan maupun lawannya. Demikian pula orang tua yang bijaksana akan
dicintai oleh anak-anaknya.

Dan juga sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dengan
adanya pulau 'Wajo' di Sulawesi Selatan sebagai tanda bahwa putri Tandampalik pernah
diasingkan di pulau tersebut. Dan juga terdapatnya kerbau bule (kerbau putih) yang tidak
pernah disembelih dan dimakan oleh masyarakat disana sebagaimana permintaan sang putri
untuk tidak menyembelih kerbau tersebut kepada para pengawalnya yang masih dilakukan
sampai saat ini di pulau Wajo.

Sinopsis
Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi.
Yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil
Raja atau Datu Luwu. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik,
namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak.

Suatu hari, Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang
berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang
penyakit menular yang berbahaya. Datu Luwu pun memutuskan untuk mengasingkan anaknya
agar rakyat-rakyatnya tidak tertular. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal
setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai
tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.

Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau.
Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal
menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini
kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan
pengikutnya memulai kehidupan baru.

Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih
menghampiri dan menjilatinya. Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri
Tandampalik hilang tanpa bekas. "Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau
memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik
pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang
di Pulau Wajo hingga sekarang.

Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. Dan
Putri Tandampalik merasa mimpi itu merupakan tanda baik baginya. Sementara, nun jauh di
Bone, saat Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik-asyik berburu, ia terpisah dari
rombongan Anre Guru Pakanyareng dan tersesat di hutan. Akan tetapi tidak jauh dari hutan itu,
ia dipertemukan dengan Putri Tandampalik.

Setelah beberapa hari tinggal di desa itu, Putra Mahkota kembali ke negerinya. Mengetahui apa
yang dialami dan dirasakan anaknya dari Anre Guru Pakanyareng, Raja Bone pun setuju dan
segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.

Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik hanya memberikan keris pusaka
Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketika ia diasingkan. Putri Tandampalik mengatakan
bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima.

Putra Mahkota pun segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian dan penuh semangat. Setelah
sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri
Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri
sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan
tulus.

Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk
bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat
mengharukan.

Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau
Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan
bijaksana.

Pembahasan
Banyak sekali fungsi yang menjadikan Fungsi folklore terutama yang lisan dan sebagian lisan
sangat menarik serta penting untuk diselidiki ahli-ahli ilmu masyarakat dan psikologi kita dalam
rangka meleksanakan pembangunan bangsa kita.Fungsi-fungsi itu menurut William R.Bascom
ada empat, yaitu : (a) Sebagai sistem proyeksi,yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu
kolektif ; (b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (c)
sebagai alat pendidikan anak (d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma
masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya (Danandjaja, J, 1984: 18-19). Sementara
jika dikaji lebih mendalam, cerita Rakyat tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tapi juga
merupakan sarana untuk mengetahui (1) asal usul nenek moyang, (2) Teladan para pendahulu
kita, (3) hubungan kekerabatan(silsilah), (4) Asal mula tempat, (5) Adat istiadat (6) Sejarah
benda pusaka (Rukmini, D, 2009: 43).

Cerita Rakyat pada dasarnya mengandung nilai-nilai yang perlu ditanamkan kepada anak-anak
atau genersi muda. Dalam penelitian tesis (Rukmini, D, 2009: 55-61) terdapat beberapa nilai-
nilai penting dalam cerita rakyat yaitu: (1) Nilai moral, (2) Nilai Adat/tradisi, (3) Nilai Pendidikan
Agama, (4) Nilai Pendidikan Sejarah.

Seperti halnya cerita rakyat Mandar 'Tandampalik'. Cerita tersebut mengandung fungsi folklore
sebagai :

 Alat pendidik anak, Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang putri yang diasingkan
namun, ia tetap sabar dan tabah dalam pengasingan tersebut. Dalam hal ini sudah jelas
bahwa cerita ini dapat menjadi alat pendidik pada anak untuk diajarkan sabar dan tabah
dalam menghadapi musibah

 Sebagai sistem proyeksi, fungsi ini terdapat pada sikap Datu Luwu yang bijaksana
sebagai seorang Raja, hal ini terbukti pada saat ia mengambil keputusan untuk
mengasingkan putri kesayangannya ke tempat yang jauh, demi keselamatan rakyatnya
agar tidak ketularan penyakit kusta yang diderita putrinya itu.

 Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, Dengan


adanya pulau 'Wajo' di Sulawesi Selatan sebagai tanda bahwa putri Tandampalik pernah
diasingkan di pulau tersebut. 7

Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa: Dalam cerita
“ Putri Tandampalik” sebagai objek kajian dalam tulisan ini, ditemukan 3 fungsi folklore. Adapun
fungsi folklore tersebut adalah: sebagai alat pendidik anak, sebagai fungsi proyeksi, dan sebagai
alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan.8

Salah satu media yang tepat untuk mengajarkan karakter pada anak adalah cerita rakyat, karena
dalam cerita rakyat sarat dengan nilai-nilai moral yang ketika dibaca oleh anak langsung
dinikmati dan dipahami isinya. Selain itu, anak juga diajarkan untuk melestarikan cerita rakyat
akan tidak terlupakan kedepannya. Dan juga sebagai pandangan hidup (proyeksi) bagi para
pemimpin agar dapat bijak dalam mengambil setiap keputusan seperti Datu Luwuk.

Daftar Pustaka
https://www.google.com/amp/s/dongengceritarakyat.com/contoh-cerita-rakyat-singkat-
sulawesi-selatan/amp/?espv=1

Anda mungkin juga menyukai