Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDIVIDU

BAHASA INDONESIA PENDIDIKAN DASAR

CERITA RAKYAT DAN TRADISI KEBUDAYAAN SELUMA

Disusun Oleh : Yoan Leo Azmi


NPM :
Dosen Pengampu : Dr. Abdul Muktadir, M.Si.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam
masyarakat secara turun temurun dan disampaikan secara lisan (Dewi Tasliyatun, 2015).
Cerita rakyat menjadi ciri khas setiap daerah yang mempunyai kultur budaya yang
beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing – masing
daerah. Salah satu cerita rakyat Indonesia adalah Timun Mas yang berasal dari Jawa.
Cerita rakyat ini memiliki nilai moral yang menjunjung budaya patuh dan pantang
menyerah dalam menghadapi suatu masalah yang menghadapinya
(dongengceritarakyat.com)

Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam budaya dan seni.
Salah satu berupa bentuk legenda yang diangkat dari cerita rakyat sebagai kekayaan
budaya bangsa warisan para pendahulu yang di dalamnya terkandung suri teladan, nilai
pendidikan, nilai moral, nilai etika, dan masih banyak lagi hal-hal positif yang amat
penting ditanamkan ke dalam jiwa anak semenjak usia dini. Cerita rakyat
mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat.
Cerita dan tokoh-tokoh yang ada cukup menarik, unik namun sangat disayangkan anak-
anak pada jaman sekarang kurang begitu mengenal mengenai cerita rakyat (Ristina,
2011).

Kurangnya minat anak – anak dalam mengenal budaya Indonesia melalui cerita
rakyat (Humaeni, 2012: 160), padahal kebudayaan Indonesia sangat kaya dan variatif
(Dirgantarra, 2011 : 10), sehingga diperlukan media yang bersifat fun dan atraktif agar
anak – anak dapat lebih tertarik mengenali budaya Indonesia melalui cerita rakyat.
Banyak unsur modernitas mengalir dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, salah
satunya hiburan. Hiburan dapat diklasifikasikan dalam beberapa media, ada musik, seni
populer, film, media elektronik, dan media interaktif (Henry, 2010: 63). Hal tersebut
menyebabkan unsur – unsur budaya lokal semakin tertelan oleh perkembangan zaman.
Masih banyak masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang cerita rakyat Nusantara
karena banyaknya media hiburan lain yang lebih menarik. Kenyataannya, saat ini cerita
rakyat mulai ditinggalkan karena dianggap tidak relevan dengan gaya hidup dan
kebutuhan modern (Humaeni, 2012 : 174). Untuk menghadapi permasalahan yang ada,
maka diperlukan pembuatan game dengan menggunakan tema cerita rakyat. Dengan
adanya game yang bertemakan cerita rakyat diharapkan anak – anak dapat memahami
dengan baik cerita rakyat serta melestarikannya.

Cerita dan tokoh-tokoh yang dimiliki cerita rakyat cukup menarik, unik dan
hebat, sangat disayangkan anak-anak pada jaman sekarang ini kurang begitu
mengenal atau bahkan tidak tahu menahu mengenai isi-isi jalannya cerita tersebut.
Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia sendiri untuk tetap
mempertahankan keberadaanya. Masyarakat tidak melestarikan karya tersebut dengan
cara menurunkanya secara turun menurun, tentunya dengan pengemasan baru yang
disesuaikan dengan perkembangan jaman. Mungkin ada beberapa komikus yang
mencoba memperbaharui cerita, namun pembaharuan ini nampaknya kurang dapat
diterima oleh masyarakat modern, khususnya anak-anak dan remaja,kesan yang ada
tetaplah sama, kuno dan tingkat cerita tergolong rumit (kurangnya penyederhanaan),
contoh: karangan Oerip dan R.A Kosasih. Buku yang diterbitkan tidak dikemas dengan
gambar-gambar yang menarik dan modern, tampak kuno (baik segi visual maupun
bahasa) dan nilai historical masih kental. Hal inilah yang mendorong anak-anak
menjadi suka dan lebih tertarik pada cerita-cerita luar negeri seperti negara-negara barat
dan Jepang, yang dikemas sesuai trend masa kini. Sesuatu yang kuno dan
membosankan hanya akan dipandang sebelah mata. Mereka tidak peduli dengan cerita-
cerita rakyat yang sebenarnya tidak kalah menarik dan unik dengan cerita-cerita luar
negeri (Walujo, 2000).
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian cerita rakyat.
2. Menjelaskan manfaat dari membaca cerita rakyat, beserta contohnya.
3. Menjelaskan jenis dan membahas hal apa saja yang menarik dari contoh cerita
rakyat yang di berikan.
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Cerita Rakyat


Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang disetiap daerah dan menceritakan
asal usul atau legenda yang terjadi disuatu daerah. Cerita rakyat juga merupakan bagian
dari dongeng. Ciri-ciri cerita rakyat, yaitu :
1. Cerita rakyat disampaikan secara lisan
2. Disampaikan secara turun-temurun
3. Tidak diketahiu siapa pertama kali membuatnya
4. Kaya nilai-nilai luhur
5. Bersifat tradisional
6. Memiliki banyak versi dan variasi
7. Mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapannya.

Beberapa contoh cerita rakyat yang sangat terkenal di Seluma Asal Mula
Budaya Sekujang, Batu Amparan Gading, dan sebagainya.

Manfaat Membaca Cerita Rakyat


Kita dapat memperoleh pengalaman yang berharga dari cerita tersebut, melalui
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam cerita rakyat, serta memperoleh pesan moral
dan nilai luhur yang terkandung dalam cerita tersebut. Cerita rakyat juga dapat
digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.

Jenis cerita rakyat

1. Fabel atau cerita binatang, yaitu sebuah cerita rakyat yang tokoh pelakunya
berupa binatang, dan binatang tersebut bisa berperilaku seperti manusia.
Misalnya, Kancil yang Cerdik dan cerita Serigala yang Licik.
2. Legenda, yaitu sebuah cerita yang berisi tentang asal-usul terjadinya suatu
tempat, misalnya saja cerita Asal-Usul Banyuwangi, Asal Usul Danau Toba, dan
Terbentuknya Tangkuban Perahu. Diwilayah Jawa Tengah terkenal dengan
cerita " Baru Klinting"
3. Mite, adalah cerita yang berisi mengenai dewa-dewi atau cerita sifatnya sakral
dan penuh mistis misalnya, kisah Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, dan Hikayat Sang
Boma.
4. Sage, yaitu sebuah cerita yang isinya mengandung unsur sebuah sejarah,
misalnya, Damarwulan, Ciung Wanara, dan Rara Jonggrang.
5. Epos, yaitu sebuah cerita kepahlawanan, misalnya, Ramayana dan Mahabarata.
6. Cerita jenaka, yaitu sebuah cerita yang menceritakan mengenai kebodohan atau
sesuatu yang lucu, misalnya cerita Pak Pandir, Pak Belalang, dan Cerita Si
Kabayan.

Contoh Cerita Rakyat

ASAL MULA BUDAYA SEKUJANG

Sekujang tidak ada kaitannya dengan Hantu, Jin, sesajen dan lain-lain. Sekujang
sebenarnya memiliki nilai luhur yaitu persaudaraan dan agamis. Namun ada sebagian
yang menganggap budaya ini mistik bahkan mengarah kepada kesyirikan. Berikut saya
rangkum kisah sekujang yang penuh makna dan bisa diambil ibroh, bebas dari
kesyirikan.

Asal Mula Seni Budaya Sekujang


(Masyarakat yang Terusir oleh Harimau Sumatera)
Oleh: Muzanip Alperi (Darah Semidang Padang Capo)

Alkisah, pada zaman dahulu kala sekitar tahun 1940-an terdapat sekelompok
masyarakat yang tinggal di Petalangan Padang Capo yang jauh dari keramaian kota.
Petalangan ini dipimpin oleh Pasirah yang bernama Pasirah Mustafa. Pasirah Mustafa
terkenal pemberani dan disegani warga. Selama ini Petalangan Padang Capo terkenal
damai dan sejahtera.
Pasirah Mustafa memiliki dua anak laki-laki yang bernama Ujang dan Kaghut.
Si bungsu Ujang merupakan seorang pemuda yang taat beragama dan berperilaku baik.
Ia selalu menunaikan ibadah sholat 5 waktu di langgar yang tidak jauh dari rumahnya.
Ia merupakan seorang pemuda yang berbudi pekerti luhur, suka menolong, sosial tinggi,
cinta lingkungan, dan sangat ramah jika bertemu dengan sesama. Ia juga sangat sayang
dan bersahabat dengan binatang yang ada di hutan, termasuk Harimau Sumatera. Ujang
suka memberi makan binatang-binatang di hutan dengan umbi-umbian yang ia miliki
atau sisa-sisa makanan yang ada.
Ujang dikenal sebagai pemuda yang cerdas. Walaupun belum ada sekolah
formal, ia sudah menunjukkan tentang pentingnya menuntut dan mengajarkan ilmu.
Setiap selesai magrib di malam hari, Ia belajar ilmu agama di rumah pemuka agama dan
setiap sore ia mengajarkan ilmu yang didapat kepada anak-anak dan pemuda Padang
Capo secara sukarela. Berkat kerja keras dan kegigihannya, banyak anak-anak dan
pemuda yang mengerti dan menjalankan ilmu agama di Padang Capo.
Ujang juga mempunyai jiwa seni. Ia pandai bergaul dan bisa berpantun.
Ditambah lagi ia mewarisi bakat kepemimpinan dari ayahnya dan ilmu pengobatan dari
kakeknya. Lengkaplah sudah potensi yang dimiliki Ujang, ia disenangi semua kalangan
dan usia.
Sementara kakaknya Kaghut berbeda 180 derajat dengan Ujang. Kaghut
tumbuh menjadi pemuda yang berjiwa kasar, tidak peduli dengan lingkungan, dan suka
membuat kegaduhan di lingkungannya. Kaghut juga suka merusak hutan dan
membunuh hewan, tak terkecuali Harimau pun dibunuhnya. Pengaruh lingkungan yang
tidak baik mengubah perilaku Kaghut berbeda dengan Ujang.
Ujang dan Pasirah Mustafa sudah sering memperingatkan Kaghut untuk rajin
belajar dan beribadah, namun nasehat tersebut tidak pernah diindahkannya. “Nak,
pelajarilah ilmu agama dan tinggalkanlah perbuatan yang tidak baik, agar menjadi
manusia yang selamat dunia akhirat”, kata Ayahnya. Bukannya mengikuti nasehat
tersebut, tapi Kaghut menjawab, ” Tak usahlah ayah mengatur orang, aku bisa
menyelamatkan diri sendiri”. Nasehat orang tua dianggap angin lalu saja, tidak pernah
dihiraukan.
Karena badannya yang besar dan gagah, Kaghut menjadi ketua geng kelompok pemuda
yang suka merusak dan berkelahi di lingkungannya. Untuk melengkapi kehebatannya
sebagai ketua geng, Kaghut mempelajari ilmu bela diri. Kaghut bahkan sering berguru
dengan dukun-dukun yang memegang ilmu hitam. Jadilah Kaghut pemuda yang merasa
hebat sendiri ditambah lagi dengan dukungan pemuda-pemuda di gengnya. Setiap hari
kerjanya membuat keributan dan mengganggu orang lain. Semakin jauhlah kehidupan
Kaghut dari nilai-nilai agama.
Petalangan Padang Capo terdiri dari masyarakat yang beraneka ragam tingkah
laku. Masyarakat di Petalangan ini semakin ramai, hingga bermacam tingkah laku
muncul di sana, ada yang berperilaku baik seperti Ujang dan ada juga yang berperilaku
tidak baik seperti Kaghut.
Masyarakat yang berperilaku tidak baik adalah masyarakat yang tidak jelas
tujuan hidupnya, yang hanya bermalas-malasan dan jauh dari nilai-nilai agama. Karena
perilaku yang jelek dan tidak saling menghormati, sering terjadi perkelahian antar
individu dan kelompok keluarga. Akibatnya tidak jarang sampai berdarah-darah dan
berujung kematian. Perkelahian, saling menghina, dan perampokan menjadi
pemandangan setiap hari pada masyarakat kelompok ini.
Selain tidak harmonis dengan sesama masyarakat, geng yang berperilaku tidak
baik ini juga sering membunuh binatang dan merusak lingkungan. Mereka sering
merusak hutan dengan menebang pohon dan membakarnya. Binatang-binatang yang
menjaga keseimbangan lingkunganpun tidak luput mereka bunuh. Hewan yang mereka
bunuh pun dibiarkan saja bergelimpangan di hutan dengan alasan yang tidak jelas.
Ujang yang terkenal sebagai pemuda yang baik, telah mengingatkan masyarakat
agar jangan merusak hutan karena akibatnya akan mebahayakan lingkungan berupa
sampah yang berserakan dan kebakaran hutan. Selain itu, Ujang juga mengingatkan
tidak boleh membunuh binatang, apalagi kalau hanya untuk mainan saja. “Wahai
saudara-saudaraku, jangan membunuh binatang, terutama Harimau apalagi hanya untuk
permainan saja”, ungkap Ujang. Dengan sombongnya Kaghut menjawab, “Aku tidak
takut dengan Harimau, mudah bagiku untuk membunuhnya”.
Harimau Sumatera adalah binatang yang sangat pendendam bagi yang
menantangnya, apalagi sampai membunuh kawanannya. Anehnya Harimau akan tahu
siapa yang berperilaku tidak baik, sampai-sampai ia tahu betul bau darah orang yang
membunuh kawanannya. Dalam bahasa Serawai Harimau disebut juga “Niak”, artinya
raja hutan yang menakutkan.
Semakin hari semakin banyak binatang yang dibunuh oleh warga petalangan
Padang Capo. Kelompok warga yang suka berburu binatang dipimpin oleh Kaghut.
Kaghut dan kelompoknya tidak mempedulikan nasehat Ujang dan ayahnya, bahkan
mereka menertawakan Ujang dan menyebutnya sebagai orang penakut.
Pasirah Mustafa sangat malu pada warga dan marah dengan sikap menentang
yang ditunjukkan oleh Kaghut anaknya. Suatu hari Pasirah Mustafa memanggil Kaghut
untuk menasehatinya. “Hai anakku Kaghut, ke sinilah ada yang ingin bapak
sampaikan!” kata Pasirah Mustafa. Kaghut menjawab, “Sudahlah, Bapak pasti mau
menasehati dan menggurui Kaghut kan? Kaghut tidak perlu lagi digurui karena sudah
besar dan bisa berpikir sendiri”. Terkejutlah Pasirah Mustafa atas jawaban Kaghut,
“Nak, siapa yang mengajari menjawab kasar terhadap orang tua? Berlaku sopanlah
dengan orang tua”. Bukannya meredah malah Kaghut semakin menentang dengan
berkata, “Bapak masih juga menasehati, memangnya Kaghut anak kecil apa? Kaghut
sudah tidak nyaman lagi di rumah ini dan mau menginap di rumah teman-teman saja,
Kaghut mau bebas”.
Akhirnya Kaghut pergi dari rumah ayahnya ke rumah teman-teman satu
gengnya. Jadilah Kaghut tambah bebas berkelakuan sekehendaknya saja dan tidak
mempan lagi dinasehati siapapun.
Puncak kejadian yang merupakan awal petaka, saat geng yang dipimpin Kaghut
pergi berburu ke hutan sekitar Petalangan mereka. Binatang apa saja yang ditemui di
hutan langsung dibunuh oleh mereka, tak peduli binatang yang dibunuh untuk dijadikan
makanan atau sekedar untuk permainan saja. Tiba-tiba mereka menemukan dua ekor
anak Harimau Sumatera yang terpisah dari induknya. Tanpa banyak membuang waktu,
langsung saja dua anak Harimau itu dikepung dan dibunuh dengan menggunakan
senjata tombak, panah, dan parang. Anak Harimau ini dikuliti, lalu kulitnya mereka
jemur dan dijadikan gendang untuk begadang dan bersenang-senang. Kaghut dan
sebagian masyarakat lupa pesan Ujang dan ayahnya, ia tidak menyadari insting Harimau
sangat tajam jika kawanan mereka dibunuh dengan semena-mena.
Perilaku masyarakat inilah yang menyebabkan puncak kemarahan komunitas
Harimau Sumatera yang mendiami hutan tersebut. Sehari setelah kejadian tersebut, tiba-
tiba banyak Harimau masuk ke Petalangan Padang Capo dan membunuh masyarakat di
sekitarnya. Harimau tersebut membalas serangan yang dilakukan oleh masyarakat yang
membunuh anak-anaknya. Masyarakat petalangan Padang Capo porak poranda, ada
yang lari dan ada yang menyembunyikan diri di rumah dan di atas pohon. Kawanan
Harimau mengejar terus sampai dapat, menunggu dan mengintai sampai masyarakat
keluar dan membunuhnya. Peristiwa ini berlangsung sehari, dua hari, seminggu,
sampailah sebulan berlangsung seperti peperangan.
Anehnya juga, ternyata Harimau-Harimau tersebut seolah-olah tahu siapa yang
berperilaku tidak baik dan telah membunuh kawanannya. Buktinya, yang dibunuh
Harimau adalah kelompok orang yang telah membunuh anaknya saja. Ujang tidak
diganggu oleh Harimau-Harimau itu. Bahkan Harimau-Harimau tetap bersahabat
dengan Ujang dan teman-temannya yang berperilaku baik pada binatang.
Suatu malam, datanglah kawanan Harimau menyerang petalangan Padang Capo
mencari sasarannya. Saat itu ada sebuah rumah yang sedang terjadi pertemuan keluarga.
Dalam pertemuan tersebut ada yang dicari oleh Harimau ada juga orang baik yang tidak
dicari Harimau. Tiba-tiba Harimau mendobrak pintu belakang rumah “krak”, semua
orang terkejut dan merasa takut. Namun karena pintu belakang dikunci dengan tunjang
kayu yang besar, belum dapat dibuka oleh Harimau. Merasa belum berhasil, Harimau
tersebut mendobrak pintu lagi sebanyak tiga kali “krak, krak, krak”. Karena sering
didobrak, pintu rumah sudah hampir terbuka. Pada saat mau mendobrak yang kelima
kalinya dan hampir masuk, beberapa kawanan Harimau seolah-olah mengetahui bahwa
orang yang ada di rumah tersebut ada orang-orang yang baik juga. Akhirnya Harimau-
Harimau tersebut mengurungkan niatnya untuk masuk ke rumah tersebut. Mereka
mencari ke rumah yang lain lagi.
Tidak hanya malam, siang hari pun banyak Harimau yang menyerang warga di
Petalangan Padang Capo. Seperti biasanya pemuda-pemuda Padang Capo
bercengkerama dan bermain di sungai setiap pagi dan petang untuk membersihkan
badan sebelum dan sesudah beraktivitas. Setelah selesai mandi mereka pun pulang
berjalan kaki melewati jalan setapak. Tiba-tiba di tengah perjalanan datanglah kawanan
Harimau mengejar untuk menculik pemuda-pemuda tersebut. Saat berangkat ke sungai
berjumlah sepuluh orang, pulangnya tinggal berjumlah delapan orang. Anehnya yang
hilang tersebut adalah pemuda-pemuda yang ikut membunuh anak Harimau. Pemuda
yang baik lainnya tidak diganggu Harimau. Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi.
Petalangan Padang Capo sudah tidak aman lagi, penuh ancaman, dan penuh ketakutan.
Setiap hari ada saja orang yang meninggal dibunuh Harimau yang mengamuk. Suasana
semakin mencekam, tidak hanya malam, siang hari pun Harimau datang untuk
membunuh orang yang telah membunuh anaknya.
Selain terkenal sebagai pemimpin pemuda yang jahat, Kaghut terkenal sebagai
pemberani dan jago silat. Walaupun petalangan Padang Capo sudah diserang Harimau,
namun Kaghut belum menyadari akan kesalahannya. Kaghut tetap melawan dengan
rekannya dan ingin terus menyerang Harimau. Suatu hari, Kaghut kembali berburu
untuk membunuh Harimau yang menyerang petalangangnya. Kaghut dan beberapa
rekannya membawa beberapa senjata dan perlengkapan berburu. Tiba-tiba Kaghut
melihat dua ekor Harimau yang sedang berjalan di hutan dan Kaghut pun bersiap
melemparkan tombaknya. Namun ada Harimau yang menyadari bahaya tersebut, ia
segera menghindar dan segera berbalik arah untuk menyerang Kaghut. Khagut melawan
dengan menyerang Harimau menggunakan senjata pedang dan tombak. Terjadilah
pertarungan sengit, serang menyerang dan saling menghindar. Pertempuran berlangsung
kurang lebih satu jam. Karena Harimau sangat tangguh, akhirnya Kaghut tidak berdaya
dan mampu dikalahkan Harimau dan Ia pun terbunuh dalam peristiwa tersebut. Teman
Kaghut ada yang mampu menyelamatkan diri dan ada juga yang bernasib sama dengan
ketua gengnya.
Setelah kematian Kaghut, ternyata serangan Harimau ke petalangan Padang
Capo meredah. Harimau-Harimau tersebut seolah-olah tahu betul bahwa sasaran utama
penyerangan mereka sudah tercapai, yaitu membunuh ketua geng yang berperilaku tidak
baik. Walau hampir tidak ada lagi serangan dari Harimau, suasana mencekam dan
trauma atas kejadian tersebut tetap ada di petalangan Padang Capo. Masyarakat merasa
takut pergi ke kebun dan ke luar rumah. Perasaan sedih dan takut masih menghantui.
Sedih karena teman dan keluarga banyak yang menjadi korban keganasan Harimau.
Takut kalau-kalau Harimau tersebut kembali menyerang warga.
Beberapa pemuka masyarakat dan Pasirah Mustafa berembuk, mereka
memikirkan bagaimana untuk kebaikan warga pasca serangan Harimau. Akhirnya
mereka sepakat sebaiknya pindah saja dari tanah kelahiran tersebut. Hal ini dikarenakan
tidak tahan memendam rasa sedih, takut, dan trauma berkepanjangan. Banyak yang
setuju, tapi ada juga yang tetap ingin tinggal di tanah kelahiran karena merasa sayang
meninggalkan rumah dan tanah pertanian. Perpindahan yang direncanakan pun belum
tentu ke mana tujuannya.
Di tengah keraguan tersebut, akhirnya Pasirah Mustafa memutuskan bahwa yang
berkeinginan pindah diperbolehkan dan nanti akan dipimpin dirinya. Warga yang ingin
pindah mempersiapkan diri dan perbekalan untuk berangkat. Warga masyarakat
petalangan Padang Capo pindah dari kampungnya secara besar-besaran. Perpindahan ini
juga diikuti beberapa masyarakat yang dulunya tidak ikut membunuh anak Harimau
karena ada kaitan secara kekeluargaan.
Pasirah Mustapa juga pindah ikut rombongan karena Ia merasa bertanggung
jawab sebagai pemimpin warga. Pasirah tetap memberikan arahan dan semangat warga
agar tidak putus asa dengan kejadian luar biasa yang menimpa Petalangannya. Untuk
memimpin warga Petalangan Padang Capo yang tinggal, Pasirah Mustafa menunjuk
Ujang anaknya.
Kepergian sebagian besar masyarakat ini sangat menyedihkan di antara kedua
bela pihak yang mau pindah atau yang masih tetap tinggal. Penduduk yang ingin pindah
pun berangkat hanya mengikuti langkah kaki belum tahu tujuan yang jelas, apalagi
harus berpisah dengan Ujang dan beberapa warga yang terkenal baik lainnya.
Sedangkan yang ditinggalkan sedih karena akan berpisah dengan saudaranya dalam
waktu yang lama atau bahkan bisa jadi berpisah selama-lamanya.
Ujang harus berpisah dengan ayahnya Pasirah Mustafa. Selama ini, ia belum pernah
berpisah dengan ayahnya. Meskipun berpisah, namun ayahnya merasa yakin dengan
kepribadian dan bekal yang dimiliki Ujang. Ujang sudah menjadi pribadi yang baik dan
siap untuk hidup dan bermasyarakat dimanapun.
Ujang sangat sedih dengan perpindahan warga petalangannya. Selain berpisah
dengan Ayah tercinta dan warga petalangannya, Ia juga berpisah dengan wanita pujaan
hatinya Idut. Idut pindah ikut ayah dan ibunya serta keluarga besarnya. Berat memang
bagi Ujang dan Idut untuk berpisah. Berpesanlah Idut pada Ujang, “Dang Ujang
walaupun kita dipisahkan oleh jarak, namun kalau Tuhan menghendaki kita berjodoh
pasti akan ketemu juga”. Dengan rasa sedih Ujang pun merelakan kepergian Idut,
“Ding Idut, pergilah bersama orang tuamu, jaga dirimu baik-baik, jangan lupa terus
berbuat baik, selalu beribadah, dan semoga Tuhan selalu mendengar doa-doa kita”.
Pada hari yang sudah ditentukan, berangkatlah rombongan warga petalangan Padang
Capo meninggalkan tempat kelahiran mereka. Mereka berjalan ke arah Selatan, namun
tidak tahu tujuan yang jelas. Perpindahan ini terjadi hanya dalam waktu 1 hari saja.
Masyarakat pergi di bawah pimpinan Pasirah Mustafa.
Setelah kepergian warga petalangan Padang capo, tinggallah beberapa orang
saja. Akhirnya, Ujang sebagai pemimpin memulai hidup baru dengan kondisi
pertalangan yang sepi. Namun dalam dirinya Ujang mempunyai keinginan suatu saat
nanti ia bisa mencari dan menemukan kembali orang sepetalangan dengannya.
Ujang hidup di Petalangan yang jauh dari keramaian. Ujang juga terpisah
dengan teman-teman sepermainannya yang sudah pergi. Kehidupan Ujang sangat
tergantung dari alam. Untuk sekedar makan, Ujang mencari makanan di hutan berupa
buah-buahan atau umbi-umbian. Kehidupan seperti inilah yang dilalui Ujang hingga
hampir satu tahun. Namun Ujang tetap tabah dan selalu beribadah kepada Allah. Ia tetap
menjadi pemuda yang baik dan bersahabat dengan lingkungan. Karena kebaikannya
Ujang terlindungi dari bahaya termasuk dari serangan Harimau.
Suatu ketika saat bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri, Ujang sangat
merindukan kebersamaan dengan saudara-saudaranya yang berpisah dulu. Ia ingin
sahur, takbiran, dan lebaran bersama lagi. Terlebih Ujang sangat merindukan ayahnya.
Ia berusaha lebaran tahun ini juga akan mencari saudara-saudaranya dan ingin bertemu
lagi.
Kerinduan Ujang juga dengan wanita pujaannya Idut. Ujang tidak pernah
mendapatkan kabar tentang Idut karena tidak ada sarana transportasi dan komunikasi.
Ingin rasanya Ujang menanyakan kabar, tapi melalui siapa pesan tersebut disampaikan.
Ingin rasanya Ujang berpantun mengungkapkan rasa simpati, tapi berteriak pun
pesannya tidak akan sampai. Bertambahlah rasa rindu Ujang dan ingin segera menyusul.
Ujang merencanakan untuk menyusul ayah, Idut dan saudara-saudaranya. Walau tidak
tahu di mana mereka berada, Ujang tetap nekat ingin bertemu. Perjalanan yang akan
ditempuh pun sulit ditebak karena memang tanpa arah. Selain itu juga Ujang tidak
mempunyai perbekalan makanan untuk melakukan perjalanan yang belum tahu berapa
lama perjalanan mencari saudara-saudaranya.
Suatu ketika berembuklah Ujang dengan kerabatnya untuk pergi mencari saudara-
saudaranya yang berpisah dulu. Saat pagi Ramadhan yang ke-28, Ujang dan sembilan
kerabatnya melakukan perjalanan ke arah Selatan. Dalam perjalanan, ia terus
menelusuri gunung, lembah, dan hutan belantara tanpa kenal menyerah. Perjalanan terus
ditempuh walau perut terasa sangat lapar. Saat Magrib, Ujang hanya berbuka dengan
minum air sungai yang ditemui di perjalanan.
Selama perjalanan Ujang dan kerabatnya diikuti oleh Harimau yang berfungsi
melindungi Ujang agar selamat sampai tujuan. Suatu hari saat Ujang dihadang ular dan
serigala, Harimaulah yang mengusirnya. Bahkan ketika Ujang tersesat ke daerah yang
berbahaya Harimau juga yang menunjukkan jalan yang menuju ke arah pemukiman
penduduk. Harimau di daerah hutan Padang Capo tahu betul akan kebaikan Ujang
selama ini. Harimau merasa berhutang budi selama ini dengan Ujang, sehingga
Harimau mau membelas budi baik tersebut.
Tidak terasa, sudah tiga hari perjalanan ditempuh oleh Ujang dan kerabatnya
untuk mencari saudara-saudara sepetalangan dengannya dulu. Tepat tengah hari, Ujang
istirahat dibawah pohon karena sangat lelah. Menurut perhitungan dan tanda-tanda
bulan yang ia pahami selama ini bahwa hari itu sudah masuk bulan Syawal, artinya
orang sudah lebaran. Sehingga tidak boleh lagi berpuasa. Lalu, Ujang mencari air di
sungai terdekat untuk berbuka. Kemudian melanjutkan perjalanan lagi.
Saat menjelang magrib tanggal 1 Syawal, Ujang melihat perkampungan dari
jauh, ia pun langsung gembira dan mempercepat langkah agar segera tiba. Setibanya di
kampung tersebut, Ujang langsung menuju masjid dan melaksanakan sholat Magrib.
Ternyata kampung tersebut dihuni sebagian besar saudara-saudara sepetalangan dengan
Ujang dulu. Sekarang kampung tersebut adalah Desa Sukamaju Kecamatan Sukaraja
Seluma. Ujang merasa sangat bahagia bertemu dengan saudara-saudaranya. Orang-
orang langsung tahu kedatangan Ujang. Karena dulu Ujang orangnya baik dan disenangi
banyak, ia langsung disambut seperti seorang raja.
Ujang menceritakan bahwa ia sangat lapar karena tidak mempunyai perbekalan
makanan, sudah tiga hari tidak makan. Mendengar hal tersebut, semua orang di
kampung tersebut kasihan dan ingin memberi Ujang makanan kue lebaran. Karena
semua orang ingin langsung memberi makanan pada Ujang, akhirnya diputuskan Ujang
dan beberapa pemuka masyarakat mendatangi setiap rumah penduduk untuk meminta
atau menjemput makanan. Warga akan memberikan makanan dengan syarat Ujang
harus berpantun, mengobati penyakit, dan memanjatkan doa selamat. Sambil
menjemput kue tersebut, Ujang yang terkenal bisa berpantun langsung menunjukkan
kebolehannya. Setelah Ujang dan orang yang ikut bepantun, masyarakat memberikan
makanan. Beberapa syair pantun Ujang yang dilantunkan:
Jang……
Sekujang…..
Mintak lemang sebatang
Batan Pengisi Peghut Panjang
Jang sekujang
Mintak lemang gak sebatang
Mintak gelamai gak semato
Kami kini ndak rerayo
Lelalang gumput lelalang
Batang panah muncul tengelam
Atang kami lambat datang
Dusun jauah bulan tenggelam
Anai-anai bawa batang
Betutup daun bulua
Anak moanai la datang
Kalu ado dua pulua
Yam sekiam
Seraut mato kalo
Ngapola ibung diam-diam
Bukan lak itu caro kalo
Cit bedecit munyi kelambit
Muni kucira di gunung dempo
Alangka kaghut uma ini
Monyenkan lemang baling tungku
La lamo nido ketemu
Dalam ati tengiang rindu
Kini kito la betemu
Marilah kito saling bepadu

Artinya:
Jang
Si Ujang
Meminta kue Lemang satu batang
Untuk mengisi perut lapar
Jang… Si Ujang
Meminta kue lemang satu batang
Meminta kue dodol satu ons
Kami sekarang mau lebaran
Ilalang rumput ilalang
Anak panah turun naik
Kenapa kami terlambat datang
Karena dari Desa jauh
Anai-anai di bawah batang
Di tutupi daun bambu
Sanak keluarga sudah datang
Sekitar dua puluh orang
Tajam
Pisau Besi lama
Kenapa bibi suka diam (tidak ramah)
Bukan seperti itu adat kita lama
Berdecit suara kelelawar
Bunyi burung Kucira di Gunung Dempo
Alangkah Jelek rumah keluargaku ini
Menyembunyikan kue di balik tungku
Sudah lama tidak ketemu
Dalam hati terpendam rindu
Kini kita sudah bertemu
Marilah kita saling bersatu

Selain pandai berpantun, Ujang adalah tabib yang terkenal. Sambil menjemput
makanan, Ujang mengobati bagi warga yang tertimpa penyakit dan terakhir
memanjatkan doa selamat. Warga sangat senang dan antusias dikunjungi Ujang dan
rekan-rekannya, warga pun rela memberikan makanan terbaiknya.
Akhirnya terkumpullah makanan dari masyarakat. Makanan yang sudah terkumpul
kemudian dibawa dengan keranjang-keranjang besar menuju masjid. Setelah tiba di
masjid, makan tersebut diwadahi dengan piring yang terbuat dari bambu dan rotan.
Layaknya sebuah acara pesta, sebelum menyantap makanan dibacakan doa terlebih
dahulu yang dipimpin langsung oleh Ujang. Do’a yang dipanjatkan dalam rangka
ucapan syukur dan bahagia sudah mampu menyelesaikan ibadah puasa, berkumpul
bersama, rezeki halal, kesejahteraan warga, dan minta perlindungan dari Allah atas
segala bahaya.
Ujang baru tahu dari warga, bahwa delapan bulan setelah meninggalkan
Petalangan Padang Capo, Pasirah Mustafa meninggal dunia di daerah Sukomaju
Sukaraja Seluma. Ujang sudah tidak bertemu lagi dengan ayahnya setelah perpisahan
dulu. Peristiwa ini menambah kesedihan bagi semua warga terutama Ujang, tapi ia
menyadari bahwa maut adalah ketentuan dari Yang Maha Kuasa. Untuk menggantikan
Pasirah Mustafa secara kompak warga menunjuk Ujang sebagai pemimpin mereka.
Selain peristiwa yang menegangkan dan kesedihan, Ujang juga merasa gembira bertemu
kembali dengan wanita pujaannya Idut. Idut pun merasa senang bertemu kembali
dengan Ujang pemuda pujaan hati yang baik hati. Banyak hal berbagi cerita antara
keduanya, seperti cerita-cerita panjang yang tak ada habisnya. Keluarga Idutpun sangat
senang dengan pribadi baik yang dimiliki Ujang.
Selanjutnya karena sudah merasa mantap dan yakin, Ujang dan Idut pun
menikah dan dirayakan dengan meriah. Semua orang merasa bahagia dengan bersatunya
pemuda dan pemudi baik tersebut. Masyarakat Sukamaju hidup berbahagia dan aman
dari bahaya di bawah kepemimpinan Ujang.
Kebaikan Ujang selama ini berbuah kebahagiaan dan ketenteraman. Ujang
menjadi pemimpin baik, mendapatkan istri yang baik, dan dihormati semua orang.
Sampai saat ini masyarakat Sukomaju Seluma hidup sejahtera, rukun, damai, dan
berpendidikan. Sebagian masyarakat Sukomaju pindah ke Kabupaten Kepahiang
khususnya Desa Tapak Gedung. Saat ini banyak sekali keturunan Padang Capo di
Provinsi Bengkulu yang sudah sukses di segala bidang baik pemerintahan maupun
swasta. Kegigihan bekerja dan mencari ilmu serta perilaku baik menjadi modal besar
bagi suku Serawai untuk meraih kesuksesan.
Peristiwa Ujang meminta makanan inilah yang kemudian diingat oleh
masyarakat agar suka berbuat baik, bersedekah, dan selalu berdo’a terutama dalam
menyambut datangnya bulan Syawal. Sebagaimana yang telah dilakukan Ujang.
Pepatah mengatakan, “Orang yang baik meninggalkan namanya”.
Cerita ini merupakan cerita dari mulut ke mulut yang terjadi di masa lalu. Saat
ini cerita ini diabadikan dalam bentuk kegiatan seni budaya yang rutin dilakukan pada
saat datangnya Hari Raya Idul Fitri di Desa Tapak Gedung Kepahiang dan beberapa
desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
Jika ingin menyaksikan langsung seni budaya ini, datang saja pada tanggal 1
Syawal setelah sholat Magrib di desa Tapak Gedung Kepahiang Provinsi Bengkulu.
Seni budaya ini sekarang diberi nama “Sekujang” berasal dari nama “Si Ujang”. Acara
ini biasanya disaksikan banyak penonton yang datang langsung ke desa Tapak Gedung.
Acara ini juga dilatarbelakangi untuk mengenang kebaikan Ujang
Biasanya juga nama panggilan kesayangan untuk anak laki-laki suku Serawai
adalah Ujang atau Jang, tujuannya adalah agar anak laki-lakinya kelak menjadi baik
seperti Ujang. Sebaliknya, Kaghut diabadikan dalam bahasa Serawai dengan arti
“Jelek”. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat suku Serawai sangat membenci
perilaku yang ditunjukkan oleh Kaghut. Contoh bahasa orang tua yang menegur
anaknya agar berperilaku baik : “Ubahlah tingka kaba tu, Alangke Kaghut o tu”,
artinya: “ Perbaikilah tingkah laku mu yang sangat jelek itu”. Cerita ini ditulis untuk
memantapkan kita bahwa kebaikan akan mendatangkan kebahagiaan dan sebaliknya.
Banyak kisah-kisah yang dituturkan orang tua dari Padang Capo yang memiliki
pelajaran yang mendidik dan berharga bagi generasi yang akan datang. Kisah-kisah itu
dijadikan cerita turun temurun sampai saat ini. Biasanya orang tua menceritakan cerita
turun temurun tersebut sebagai cerita pengantar tidur atau saat suasana santai berkumpul
dengan anak-anaknya. Sehingga cerita zaman dahulu tetap abadi dalam ingatan anak-
anak sampai generasi saat ini. Pada umumnya cerita tersebut belum pernah ditulis, baru
generasi modern saat inilah cerita rakyat ini dituliskan. SEKIAN

Arti Kata
Petalangan : Kampung yang letaknya di daerah perkebunan
Sepetalangan : Sekampung
Pasirah : Ketua/pemimpin kelompok Masyarakat
Langgar : Musholah/tempat ibadah
Niak : Harimau
Dang : Kakak
Ding : Adik
BIODATA PENULIS

Nama : Muzanip Alperi, S.Pd., M.Si.


Tempat Tanggal Lahir : Tapak Gedung, 6 Oktober 1979
Pekerjaan : PNS di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
Bengkulu
Alamat KTP : Jl WR. Supratman Gang Karya No.27 RT 18 Kandang
Limun Bengkulu
Nomor Telpon/HP : 081367937379
E-mail : zan1p@yahoo.com
Pengalaman Menulis :
1. Biografi Muhammad Syamlan, Lc (Wakil Gubernur Bengkulu)
2. Mahasiswa Baru di Persimpangan Jalan, Buletin Kampus FKIP UNIB
3. Keseimbangan Akademik dan Organisasi, Buletin Kampus UNIB
4. Strategi Cepat Tamat Kuliah, Buletin Kampus UNIB
5. Guru adalah Komponen Penting Peningkatan Mutu Pendidikan, Koran Rakyat
Bengkulu.
6. Peningkatan Mutu Pendidikan Suatu Keniscayaan, Buletin LPMP
7. Strategi Peningkatan Pembelajaran Matematika, Buletin LPMP Bengkulu.
8. Penerapan Metode Drill dalam Pembelajaran Matematika, Juara 2 LKTI tingkat
Universitas 2002.
9. Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika SMA, Juara 3 LKTI
tingkat Universitas 2001.
10. Analisis Ujian Nasional Propinsi Bengkulu Tahun 2007, Dirjen PMPTK
11. Strategi Sekolah dalam Menghadapi Ujian Nasional 2008, Dirjen PMPTK.
12. Bilangan Ramseys Kombinasi Graf Star dan C4, akan terbit di Jurnal FMIFA
ITB
13. Penerapan Alat Peraga dan Pengeditan Film Sebagai Media Pembelajaran untuk
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Aljabar Linier, DIKTI.
14. Statistika Pendidikan Lanjutan 2017
15. Graf Tripartit Kombinasi Bintang dan Lingkaran 2017
SEKUJANG, HALLOWEEN ALA MELAYU

Bila Amerika dan beberapa Negara Eropa memiliki perayaan Halloween, maka
di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu ada perayaan Sekujang.
Sekujang merupakan tradisi masyarakat Serawai yang dilakukan setiap tahun
pada malam Rayo Pertamo (Lebaran Pertama). Tradisi Sekujang dilakukan sebagai
upaya mendo’akan 'jemo putus'. Jemo putus adalah orang yang meninggal tanpa
memiliki keturunan. Termasuk di dalamnya adalah para ibu yang meninggal saat
melahirkan anak pertama, waria, orang yang mati dalam keadaan membujang, anak-
anak yang meninggal, bahkan orang yang mati tanpa diketahui keberadaannya dan tidak
memiliki kubur (misalnyanya mati hanyut, hilang di tengah hutan, di laut, jatuh ke
jurang dan tidak ditemukan).
Sekujang sendiri sebenarnya merujuk pada arwah-arwah yang tidak mendapat
doa dari keturunan karena tidak diziarahi kuburnya (diyakini dalam kepercayaan
masyarakat Serawai). Roh atau arwah mereka diyakini akan kembali ke kampung pada
saat Lebaran Kedua. Roh-roh ini jika tidak mendapat doa, dipercaya akan mencegah
melekatnya benih yang menghasilkan bunga dan buah-buahan (mencegah proses
pembuahan pada tumbuh-tumbuhan) seperti durian, manggis, petai, rambutan dan lain-
lain. Bunga-bunga itu akan gugur dan tidak ada buah yang bisa dipanen. Tradisi ini
merupakan wujud doa masyarakat agar arwah-arwah tersebut tenang dan tidak
mengganggu tanaman mereka.

Layaknya Festival Halloween, para peserta tradisi Sekujang merupakan orang-


orang yang berbalut kostum tertentu yang disebut sekura. Para sekura ini merupakan
lambang arwah Sekujang. Pada mulanya kostum sekura hanya terbuat dari ijuk untuk
arwah Pak Pandir dan karisiek (pelepah pisang kering) untuk istrinya. Sekura
menggunakan topeng yang disebut sekura dayi yang terbuat dari upin pinang atau kayu.

Pada saat ini, sejalan dengan perkembangan dan makna jemo putus, maka
jumlah dan jenis sekura ikut berkembang, berbentuk ibu hamil, pocong anak-anak dan
waria.

Para sekura ini akan berkeliling kampong untuk meminta kue ke rumah-rumah
penduduk. Sebelum berkeliling kampong, tetuo Sekujang akan meminta izin
kepada Puyang Mulo Jadi untuk melepas para sekura. Lalu untuk menghindarkan
bahaya, digunakan air tepung setawar sebagai pelindung mereka dari rasa gerah, gatal
karena ijuk, dan bahaya tersulut api. Setelah itu barulah mereka dilepas dengan terlebih
dahulu melakukan Tari Nelas.
Para sekura akan menyanyikan 'Ratapan Sekujang' sepanjang perjalanan mereka.
'Ratapan Sekujang' berupa lima hingga tujuh bait pantun yang bergantung dengan
respons tuan rumah. Sebagai balasan kue yang diberikan, tuan rumah dapat meminta
sekura untuk melakukan sesuatu, seperti bernyanyi, menari, berpantun, bersilat atau
minta didoakan keselamatan dan kesembuhan. Kue-kue yang terkumpul dibawa ke
masjid untuk didoakan imam atau perangkat desa.

Sekujang, sebuah tradisi unik dan perlu dilestarikan.


BATU AMPARAN GADING

Batu Amparan Gading ~ Pada suatu masa, hiduplah seorang raja bernama Raja
Muda. Permaisurinya bernama Putri Gani. Mereka dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa
dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Kehidupan rumah tangga mereka sangat
bahagia.

Halaman istana mereka sangat luas dan dihiasi taman bunga yang tertata rapi. Di
halaman depan terdapat sebuah batu besar yang datar permukaannya, berwarna kuning
gading, bernama Batu Amparan Gading.

Dikala sore hari, sangat sering Raja Muda beserta Putri Gani dan anak-anaknya
duduk bersantai. Mereka bercengkerama di atas Batu Amparan Gading itu.

Nasib malang yang menimpa keluarga Raja Muda tidak dapat ditolak. Istrinya
yang tercinta, Putri Gani, sakit, kemudian meninggal dunia. Rasa sedih dan pilu hati
Raja Muda semakin mendalam melihat kedua anaknya yang masih kecil. Tiada lagi
belaian kasih sayang ibu tercinta.

Hari demi hari berlalu. Raja Muda beristri lagi. Ia menikah dengan seorang putri
Raja Hulu Sungai Kedua anaknya telah memiliki ibu kembali, walau ibu tiri. Pada awal
pernikahan, istri Raja Muda yang baru sangat baik kepada kedua anak tirinya.
Kehadirannya di tengah-tengah keluarga Raja Muda menjadi penghibur bagi kedua anak
tirinya.
Akan tetapi, suasana ceria yang dirasakan kedua anak kecil itu tidak berlangsung
lama. Segala gerak dan tingkah laku mereka mulai tidak disenangi oleh ibu tiri. Ibu tiri
mereka mulai tidak disenangi ibu tiri. Ibu tiri mereka mulai nyinyir dan sering marah
kepada mereka. Apa saja yang mereka inginkan dan kepada mereka. Apa saja yang
mereka inginkan dan lakukan selalu salah. Lebih menyedihkan lagi bagi mereka jika
Raja Muda sedang tidak berada di istana. Mereka sering meminta makan kepada ibu tiri,
tetapi tidak dipenuhi. Kalaupun diberi, hanya sedikit sehingga mereka tetap merasa
lapar. Kasih sayang seorang ibu yang mereka harapkan tidak dapat gurau di atas Batu
Amparan Gading bersama orang tua pun tidak pernah mereka lakukan lagi.

Pada suatu hari, ibu tiri mereka pergi ke luar istana. Ayah mereka pun sudah
sejak pagi tidak berada di istana. Kakak-beradik ini belum diberi sarapan oleh ibu tiri.
Lalu mereka pergi ke halaman dan bermain-main diatas Batu Amparan Gading. Sejenak
bermain, perut mereka terasa amat lapar. Mereka ingin makan, tetapi tidak mungkin
sebab semua makanan disimpan ibu tiri di dalam lemari makan.

Untuk sekadar melupakan rasa lapar, sang kakak berkata, "Dik, kau tunggu
sebentar di tempat ini, ya. Kakak akan mencoba keluar untuk mencari mainan dan
makanan."

Sang adik menjawab,"Baiklah, Kak, Pergilah."

Sambil membawa seruas bumbung, kakaknya pun pergi sendiri. Setelah berjalan
sebentar, ia sampai ke tempat orang sedang menumbuk padi. Katanya, "ibu, bolehkah
saya meminta melukut (serpihan beras) sedikit untuk makanan ayam saya?"

"Boleh, Nak, Ambillah!" kata ibu itu.

Anak itu mengambil melukut dan memasukkannya ke dalam bumbung yang


dibawanya tadi, lalu pergi. Di dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seekor
bengkarung. Bengkarung itu ditangkapnya untuk mainan. Setelah itu, terlihat pula
bunga dadap berguguran di tanah. Ia pungut bunga itu untuk mainan adiknya. Tidak
berapa lama, ia pun sampai kembali di tempat adiknya yang sedang bermain. Mereka
berdua kembali bermain bersama dengan asyik.
Sementara asyik bermain, ibu tiri mereka pulang. Ia mendekati mereka. Terlihat
olehnya bekas permainan mereka berserakan di atas Batu Amparan Gading. Timbul
kesangsian ibu tiri kepada mereka. Ia melihat remah-remah bekas makanan di antara
mainan yang ada di situ. Tampak pula biji puar (sejenis tumbuhan hutan) nasi,
disangkanya remah nasi, bunga dadap merah, disangkanya sisik ikan. Tidak ragu lagi di
dalam pikirannya, bahwa kedua anak tirinya itu mencuri makanan.

Serta merta kemarahan ibu tiri mereka pun timbul. Ia mencerca kedua anak itu
habis-habisan. Bahkan kedua anak itu dipukul sekuat-kuatnya. Walaupun kedua anak
tirinya sudah menjerit kesakitan minta dikasihani, ia tidak menghiraukannya. Ia tetap
saja memukul mereka sampai puas. Sesudah itu, ia pulang ke istana. Adapun kedua
anak tirinya tetap berada di atas Batu Amparan Gading. Badan mereka terasa sakit dan
letih. Akhirnya, mereka berdua tertidur nyenyak di situ.

Beberapa saat kemudian, kakaknya terbangun dari tidur. Ingat akan kekejaman
perangai ibu tirinya, air matanya kembali meleleh ke pipi sampai memandang adiknya
yang masih tertidur nyenyak. Sedih hatinya mengenang nasibnya yang sangat malang
itu. Ingin rasanya ia pergi menjauh dari tempat itu, tetapi tidak berdaya, ia hanya
berharap agar penderitaannya dapat segera berakhir. Dengan air mata berlinang-linang
ia meratap sedih sambil mengucapkan kata-kata.

Entak-entak bumbung seruas, meninggilah batu ampuran gading, mak dan bapak
buruk makan, kami hendak pulang ke pintu langit, puar nasi bunga dadap disangka
udang, sisik bengkarung disangka ikan, kami dituduh maling makan.

Dengan kehendak Yang Maha Kuasa, Batu Amparan Gading yang didudukinya
itu meninggi. Dengan penuh keheranan dicobanya lagi mengucapkan kata-kata tadi,
Batu Amparan Gading pun bertambah tinggi. Lalu, ia pun mengucapkan kata-kata itu
berulang-ulang. Setiap diucapkannya, Batu Amparan Gading pun semakin tinggi.
Sementara itu, Raja Muda kembali dari perjalanan. Dengan sangat terkejut
bercampur heran, dilihatnya Batu Amparan Gading di halamannya sudah menjadi
tinggi. Pada saat itu, batu tersebut sudah jauh lebih tinggi dari puncak bubungan
istananya. Bertambah pula keheranannya setelah melihat kedua anak yang sangat
disayanginya berada diatas batu itu. Ia sangat cemas dan merasa takut jika anaknya,
terjatuh dari tempat setinggi itu. Ia pun segera menabuh kentong, memanggil semua
orang yang ada di sekitarnya untuk meminta pertolongan.

Orang banyak segera berdatangan dan berusaha memberikan pertolongan. Ada


yang mencoba menghancurkan bagian pangkal batu itu dengan berbagai penokok
(pemukul). Ada yang mencoba mendorong batu itu untuk merobohkannya. Ada pula
yang berupaya memanjatnya. Akan tetapi, semua usaha mereka itu gagal dan sia-sia
belaka. Batu Amparan Gading tetap berdiri dan semakin tinggi saja. Akhirnya, mereka
putus asa dan pasrah sambil menyaksikan Batu Amparan Gading yang semakin tinggi
itu.

Raja Muda termenung berdiam diri tenggelam dalam kesedihan yang telah
menimpanya berulang-ulang. Terlintas dalam benaknya, kesalahan apakah gerangan
cobaan ini. Adapun kedua anaknya tadi semakin tinggi saja keberadaannya, sejalan
dengan ungkapan kesedihan yang diucapkan berulang-ulang. Akhirnya, mereka sampai
ke pintu langit. Ketika mereka tiba di sana, pintu langit sedang tertutup. Dengan susah
payah mereka mencoba membukanya, tetapi tidak bisa. Secara kebetulan, pada saat itu
seekor burung garuda lewat di tempat itu. Mereka meminta pertologannya dan memberi
upah sebumbung melukut. Burung garuda menyanggupi permintaan mereka itu.

Dengan mencontokkan paruhnya yang besar dan tajam, pintu langit pun terbuka.
Kakak-beradik itu langsung melangkah masuk ke langit menuju tempat kediaman yang
penuh kedamaian dan ketenteraman yang abadi. Setelah mereka naik ke langit, dengan
kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa pula, Batu Amparan Gading kembali merendah
seperti semula. Tinggalah ayahanda tercinta, Raja Muda, bersama istri mudanya yang
durjana, dan Batu Amparan Gading sebagai saksi bisu yang tetap setia menghias
halaman istana.

Kesimpulan :
Cerita Batu Amparan Gading ini adalah cerita rakyat yang berkembang di daerah
Kabupaten Bengkulu Selatan sejak zaman dahulu. Diceritakan sebagai hiburan bagi
anak-anak menjelang tidur di malam hari. Secara ringkas, pesan cerita ini adalah Tuhan
Yang Maha Kuasa selalu akan memberikan bantuan kepada hamba-Nya yang tidak
berdosa yang sedang teraniaya.
Sumber : Cerita Rakyat Dari Bengkulu oleh H. Syamsuddin dkk.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang disetiap daerah dan menceritakan asal
usul atau legenda yang terjadi disuatu daerahJenis jenis cerita rakyat berupa fabel,
mitos, legenda, sage, epos, dan cerita jenaka.

Saran

Jangan bosan untuk membaca atau mendengarkan cerita rakyat, karena kita bisa
mendapat banyak manfaat atau pelajaran dari cerita tersebut.
Daftar Pustaka

Anwar, Khairil. 2011. Pembelajaran Sastra Lisan: Upaya Pelestarian Mutiara yang
Terlupakan. Makalah dalam Seminar Internasional Pemikiran-Pemikiran Inovatif dalam
Kajian Bahasa,

Sastra, Seni, dan Pembelajarannya. FPBS UPI, Bandung, 30 November.

Ayawaila, Gerzon R. tanpa tahun. Dari Ide Sampai Produksi.


http://kusendony.wordpress.com diakses tanggal 18 Agustus 2015.

Danandjaya, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu, Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain.
Jakarta: Grafiti press.

Anda mungkin juga menyukai