Anda di halaman 1dari 4

Selintas Perkembangan dan Sisa-sisa Agama Kultur

oleh A.D. El Marzdedeq


2 April 2009

     Agama-agama yang ada dimuka bumi ini menurut asal pertumbuhannya terbagi dalam
dua rumpun. 

I. Agama Wahyu (Samawi)


      Agama samawi ialah dien yang turun dari Allah, disampaikan dengan wahyu kepada
rasul-Nya melalui Jibril, untuk kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. Agama ini
ada yang tidak berlaku lagi dan sejak semula bersifat lokal, seperti agama yang
diturunkan pada Bani Israil. Pada umumnya agama wahyu ini sudah rusak, karena
ditumbuhi benalu sehingga hilanglah pokok dan sebagian besar yang tertinggal hanyalah
benalunya itu. Contoh: agama yang dibawa Nabi Musa as dengan dengan Tauretnya dan
agama yang dibawa Nabi Isa as dengan Injilnya. Ada pun Islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw adalah agama untuk sepanjang zaman, berlaku untuk sekalian bangsa,
berpokok pangkal pada kitab Al-Qur’an dan sunah Rasul-Nya. Muhammad Saw adalah
rasul terakhir dan tiadalah nabi-rasul sesudahnya itu. “Tiadalah Aku utus engkau, hai
Muhammad, melainkan untuk rahmat sekalian alam” (QS. Al-Anbiya: 107).
 
II. Agama Thabi’i (Kultur, Budaya)
      Agama ini merupakan hasil budaya manusia. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan
dengan fitrah (insting) beragama. Ia ingin beribadat, tetapi karena pelbagai jalan
penyimpangan, tumbuhlah suatu kepercayaan yang melahirkan suatu peribadatan
tersendiri dan adakalanya karena dilahirkan oleh seorang yang berpengaruh, ajarannya itu
berkembang lalu dibukukan menjadi sebuah kitab pegangan. Biasanya kitab itu berupa
kumpulan mitos, nasihat, sifat-sifat ketuhanan dan sebagainya. Kitab ini biasanya ditulis
kemudian setelah Sang Guru meninggal dan si penulis tidak mencantumkan namanya.
Maka ada juga sebagian kitab-kitab agama thabi’i itu, ditulis sendiri oleh sang guru.
Contoh kitab-kitab agama thabi’i: Weda, Tripitika, Zenda-awesta. Ada kemungkinan pula
agama kultur nerkitab itu semula tumbuh dari agama wahyu, lalu karena bidah-bidah
yang kian banyak, menyebabkan agama itu berubahlah, kian lama kian jauh dari
pangkalnya. Ahli sejarah perkembangan agama membagi agama kultur itu menjadi tiga
tingkatan:
 
II.A. Agama Primitif 
      Manusia Naenderthal yang diperkirakan hidup di antara 50-30 ribu sebelum Masehi
telah mengenal upacara penguburan dan ritus-ritus lainnya yang menunjukkan adanya
kepercayaan tentang akhirat. Manusia purba ini yang bermukim di Shanindar Kurdistan
telah mengenal cara menaburkan bunga di kuburan, lalu sebangsanya yang mendiami
Libanon telah mengenal sihit untuk berburu. Agama primitif lahir karena dorongan fitrah
manusia sendiri, tetapi karena otaknya belum mampu untuk memecahkan persoalan aneh
yang merangsang alam pikirannya, timbullah perwujudan angan-angan, berupa mitos
yang melahirkan mitos-mitos tertentu.
 
II.A.1. Animisme
     Mereka percaya bahwa roh itu bukan hanya menempati makhluk hidup tetapi juga
benda-benda mati. Dengan begitu, roh itu terdapat dalam: Batu-batuan, pohon-pohon
besar, tombak, kepala manusia yang dimumi, korwar, bukit-bukit, dan sebagainya. Ada
roh alam dan ada roh dari lepasan seorang pahlawan, dukun, atau kepala suku yang gagah
berani. Karena adanya kepercayaan pada roh dan hantu-hantu, timbullah pemujaan pada
tempat dan benda yang dianggap dihuni roh atau hantu itu. Ada yang dipuja agar
membalas kebaikan dan ada pula yang dipuja berupa bujukan, agar roh atau hantu itu
tidak mengganggu. Agar terhindar dari kemarahan hantu dan roh itu, timbullah pelbagai
macam pantang-tabu. Segala upaya ritus itu dipimpin seorang pendeta suku dan dukun.
Pendeta suku dan dukun dianggap sakti karena mereka dianggap dapat langsung
berhubungan dengan roh nenek moyang. 
 
Adakalanya mereka membujuk roh-roh alam dengan mengadakan penguburan hewan
atau manusia yang dikubur hidup-hidup atau diambil kepalanya dalam pengayauan atau
dilemparkan ke dalam kepundan gunung manakala sebuah gunung meletus. Mereka
beranggapan bahwa jika ada bencana alam berarti roh-roh alam sedang marah.
 
Sisa-sisa animisme masa kini: bendera kerajaan, tombak, keris, dan gamelan
dianggap memunyai roh sehingga dipuja dan dinamakan datuk, kiai, tuan, dsb. Wayang
pun dianggap berjiwa sehingga diberi pelbagai macam sajian.
 
II.A.2. Dinamisme
Pada dasarnya, pemujaannya hampir sama dengan animisme, hanya menurut dinamisme:
setiap benda itu memunyai kekuatan gaib. Karena sifatnya yang luar biasa, ada kekuatan
besar, ada kekuatan kecil dan ada kekuatan besar serta istimewa, ada pula:
Orang cebol karena kecebolannya
Orang tua karena ketuaannya
Dukun karena kesaktiannya
Kerbau bulai karena kebulaiannya
Buaya putih karena langkanya
Pohon kerdil dan bengkok karena anehnya dsb.
 
Gigi, rambut, kuku dianggap berkekuatan gaib, sehingga senjata dihiasi rambut, gigi,
dan kuku musuh. Nafas dan ludah dukun dianggap berkekuatan gaib. Tatu dan cecah
dianggap berkekuatan sebagai penangkal. Benda-benda aneh dianggap berkekuatan besar
dan dijadikan benda sihir.
 
Sisa-sisa dinamisme masa kini: zimat dianggap berkekuatan gaib sehingga disimpan
di atas kendaraan atau ditaruh di atas pintu untuk menghindarkan diri dari gangguan
penyakit, bergelang azimat, berkalung azimat, atau bersabuk azimat. Orang Yunani
percaya pada kekuatan gambar besi tapak kuda. Boneka kecil digantungkan di kaca spion
dalam mobil, semula untuk menghindarkan diri dari gangguan hantu jalan. Konon orang-
orang Portugis dan Spanyol biasa menggambari layar kapalnya dengan salib besar agar
selamat dari gangguan hantu laut dan sebagainya. Kini sebagian umat Nasrani masih
percaya kekuatan gaib pada salib. Sebagian kaum sufi masih percaya kekuatan gaib
tulisan Arab pada kulit yang dijadikan sabuk. Sebagian orang-orang besar masih percaya
pada kekuatan gaib batu merah delima atau batu intan Koh-i-nur.
 
II.A.3. Totemisme
     Totemisme sesungguhnya masih bagian dari animisme dan dinamisme. Sebagian
penganut animisme atau dinamisme percaya akan benda atau hewan yang melahirkan
nenek moyang mereka. Contoh: orang Eskimo biasa makan daging beruang; mereka
beranggapan bahwa nenek moyangnya pun berasal dari seekor beruang. Jika seseorang
itu sudah tua renta, ia harus menyediakan dirinya menjadi mangsa beruang. Ia diantarkan
sanak keluarganya ke padang salju untuk menanti beruang datang memangsanya. Ada
yang beranggapan bahwa manusia itu keturunan atau penjelmaan ikan lumba-lumba,
harimau, buaya, dan sebagainya. Sebagian suku Indian beranggapan bahwa manusia itu
berasal dari burung elang, sehingga bulu burung elang dianggap berkekuatab gaib. Ada
pula sebagian mereka beranggapan bahwa manusia itu berasal dari tongkat di waktu
malam. Ada pula sebagian suku primitif beranggapan bahwa nenek moyangnya itu
berasal dari akar-akaran, pohon sagu, kepiting, kelapa, dsb.
 
Totemisme perseorangan dinamakan Nagualisme (nagual dalam kepercayaan suku
Indian ialah hewan yang erat bertautan dengan seseorang). Jika roh seseorang itu
berpindah pada hewan tertentu dinamakan Lycanthropi. Pada suku bangsa primitif
terdapat patung-patung nenek moyang, adakalanya digambarkan berupa binatang totem.
 
II.B. Agama Madia-Pertengahan
Agama ini kebanyakan bersifat panteisme, politeisme, atau pun monoteisme yang tidak
murni. Agama madia ada kemungkinan berasal dari perkembangan agama primitif atau
kemungkinan pula sebagian berasal dari agama wahyu yang telah jauh menyimpang.
Pada umumnya, agama madia sudah mempunyai kitab pegangan dan ritus-ritus teratur.
 
II.C. Agama Filsafat
Agama ini lahir dari filsafat seseorang yang diagamakan, seperti ajaran Fitagoras
(Phytagoras) yang akhirnya menjelma menjadi semacam agama yang memegang teguh
teosofi. Seorang filosof melukiskan tentang kekuasan Tuhan Maha Pengatur. Seorang
murid filosof itu mencoba untuk beribadat kepada maha pengatur dengan kebijaksanaan
sendiri.
 
Sebagian ajaran agama filsafat itu menjurus pada mistik tetapi dengan membawakan
dalih-dalih menyerupai ilmiah. Ada agama atau kepercayaan yang menamakan diri
“Penganut Agama Damai”, yang diambil saripati setiap agama. Ada pula agama buatan
yang sengaja dibentuk untuk kepentingan suatu golongan.  Ada aliran Sikh yang
bersaripati ajaran Hindu dan Sufi.
 
Ada gerakan persatuan Sun Moon yang didirikan oleh seorang pendeta kaya Sun
Moon dari Korea, berkeinginan menyatukan seluruh agama. Ada agama Bahai yang
didirikan oleh Abdulbaha di bawah bayang-bayang Masuniyah Yahudi, untuk
mempersatukan seluruh agama dalam agama Bahai.
 
Ada Ahmadiyah yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad, membuat Islam
tandingan, mengaku: menerima wahyu, penjelmaan Krisna, Isa, Mahdi, dan Nabi Akhir
Zaman. Dibuatnya buku-buku seperti Anjam Atham dan Hakikatil Wahyu, yang berupa
wahyu buatan, dan diduga erat kaitannya dengan Masuniyah Yahudi.
 
II.C.X. Asimilasi-Akulturasi-Sinkretisme
Ada yang sengaja dicampurbaurkan, ada yang bercampur karena desakan, ada yang
bercampur karena pergaulan dan ada yang bercampur karena hidup berdampingan. Di
Cina tumbuh ajaran Sam Kaw yang menyatukan ajaran Kong Hu Cu, Lao Cu (Lao Tse),
dan Buddha. Di Jawa tumbuh ajaran Kejawen, campuran Hindu, Sufi, Buddha, Yang, dan
Animisme dengan gaya sendiri. Di Persia lahir aliran Zandakar yang mengembangkan
kembali ajaran Zenda dengan menyatukan ajaran Majusi dan Islam, di antara pecahannya
dinamakan Qaramithah.
 
Dalam Islam menyatukan ajaran hak dan batal itu terlarang. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu asimilasikan hak dan batal dan kamu sembunyikan hak, padahal
kamu mengetahuinya” (QS. Al Baqarah:42). Sabda Rasulullah Saw: “Segala didah
(tambahan-tambahan yang dibuat) itu sesat dan semua yang sesat itu di neraka” (HR.
Muslim). Maka segala bidah yang berupa bidah dalam itikad dan perbuatan itu:
1. merupakan sisa dari agama thabi’;
2. merupakan sisa dari bidah agama samawi yang terdahulu;
3. ciptaan baru, karena dianggap baik atau sengaja dimasukkan melalui hadis-hadis palsu
dsb.
 
Dalam istilah, segala sisa-sisa yang berasal dari ajaran agama thabi’i dan sisa-sisa
dari bidah agama samawi yang terdahulu dinamakan “sunnah jahiliyah”.
 
 Sumber: A.D. El Marzdedeq dalam Parasit Aqidah: Selintas Perkembangan dan
Sisa-sisa Agama Kultur

Anda mungkin juga menyukai