Anda di halaman 1dari 12

1

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Di era globalisasi persaingan di berbagai bidang sangat ketat, khususnya dalam bidang ekonomi. Para
pemilik perusahaan saling bersaing dengan perusahaan lain untukmenghasilkan produk yang
bermanfaat dengan harga yang murah. Semakin produk tersebut bermanfaat dan murah, semakin
banyak masyarakat yang akan mengkonsumsi produktersebut. Produk yang semakin disenangi
masyarakat untuk dikonsumsi akan menghasilkanlaba yang tinggi bagi perusahaan.Dalam menghasilkan
laba yang tinggi, perusahaan harus berusaha memenuhi permintaan pasar yang selalu meningkat dari
tahun ke tahun. Usaha tersebut diwujudkandengan membuka pabrik baru dilokasi yang secara ekonomis
menguntungkan sehingga hasil produksi dapat memenuhi permintaan pasar. Selain perusahaan
mendirikan pabrik yang baru, perusahaan juga mendirikan anak perusahaan di bidang yang lain untuk
menunjang kegiatan produksi perusahaan induk, misalnya: anak perusahaan dalam bidang transportasi,
anak perusahaan dalam bidang pengemasan, atau anak perusahaan yang mengolah bahan
baku.Transaksi antar induk perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain atauanak
perusahaan dinamakan transaksi transfer pricing. Ditinjau dari aspek pajak, transfer pricing memiliki 2
pengertian. Pertama berasumsi bahwa transfer pricing adalah murnimerupakan strategi dan taktik bisnis
tanpa motif pe ngurangan beban pajak. Kedua berasumsi bahwa transfer pricing dianggap sebagai usaha
untuk menghemat beban pajaksecara keseluruhan dengan taktik, anta ra lain: menggeser laba ke negara
yang beban pajaknya kecil. (Gunadi, 1994:56).Menurut pasal 18 ayat (2) Undang- Undang No. 36 tahun
2008 tentang PajakPenghasilan mengisyaratkan adanya kemungkinan pendistribusian laba oleh para
wajib pajak

yang memiliki hubungan istimewa. “Transfer pricing merupakan instrumen yang dapat

dipakai untuk melaksanakan maksud tersebut, sehingga transaksi tersebut dapat berpengaruh

terhadap besar kecilnya pajak yang akan dibayar.” Pajak penghasilan ya

ng akan dipungutdihitung berdasarkan laba kena pajak, yaitu laba kotor dikurangi biaya - biaya yang
terdapatdalam pasal (6) Undang- Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Untukmenghindari maksud tersebut, maka transaksi yang memiliki hubungan istimewa perlu
ditelitisecara seksama.

2
Dengan demikian diperlukan koreksi fiskal pajak penghasilan terhadap perusahaanyang memiliki
hubungan istimewa dengan pihak lain atau anak perusahaan. Hal ini dilakukanuntuk mengetahui sejauh
mana transaksi transfer pricing yang dilakukan sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku,
sehinggatidak ada penghindaran pajak penghasilan yang dilakukan oleh wajib pajak

B.

TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :1.

Mengetahui bagaimana praktek transfer pricing di Indonesia dan bagaimana pengaruhnya terhadap
perpajakan Indonesia.2.

Memenuhi tugas mata kuliah Pajak Internasional

PEMBAHASANASPEK TRANSFER PRICING DALAM PERPAJAKAN INDONESIA

A.

DEFINISI TRANSFER PRICING

Menurut Charles T.Hongren :

“Transfer price is the price one subunit (department or division) charges for product orservice supplied
to another subunit of the same organization”


Dr. Gunadi :

“Transfer pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan

penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai
hubunganistimewa dan suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksudmengurangi
laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau

bea di suatu negara”

Dirjen Pajak :

“Penetapan harga atas transaksi penyerahan barang berwujud, barang tidak berwujud, atau penyediaan
jasa antar pihak yang memiliki hubungan istimewa (transaksi afiliasi)”

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa transfer pricing adalah hal yangwajar dalam
dunia usaha (definisi netral), namun menurut Prof. Dr. Gunadi (mantan direktur pemeriksaan pajak)
transfer pricing mempunyai konotasi negatif sebagai suatu praktik bisnisyang tidak baik, yaitu
pengalihan atas penghasilan kena pajak (

taxable income

) dari suatu perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan multinasional ke negara-negara yang tarif
pajaknyarendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan
multinasionaltersebut.

B.

TUJUAN PENETAPAN TRANSFER PRICING

Tujuan penetapan Transfer pricing adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antaradepartemen-
departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka salingmenggunakan barang dan jasa satu
sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakanuntuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembelimenuju keputusan-keputusan yang serasi dengan
tujuan perusahaan secara keseluruhan.
4

Menurut Horngren, Datar dan Foster (2008:375) penetapan Transfer pricing (transfer pricing)
seharusnya membantu mencapai strategi dan tujuan perusahaan dan sesuai denganstruktur organisasi
perusahaan. Secara khusus, transfer pricing seharusnya mendukungkesesuaian tujuan dan tingkat usaha
manajemen puncak. Subunit yang menjual produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan
biaya mereka; subunit yang membeli produkatau jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan
menggunakan input secara efisien.Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak
mengevaluasi kinerja darisubunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung
tingkatdesentralisasi yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi subunityang
tinggi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer subunit yang inginmemaksimalkan laba operasi
dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untukmelakukan transaksi dengan subunit lain dari
perusahaan (atas dasar harga transfer) atauuntuk melakukan transaksi dengan pihak eksternal.Menurut
Suryana dalam Zenit (2012), tujuan dilakukannya transfer pricing, pertamauntuk mengakali jumlah profit
sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadirendah. Kedua, menggelembungkan profit
untuk memoles (window-dressing) laporankeuangan. Negara dirugikan triliunan rupiah karena praktik
transfer pricing perusahaan asingdi Indonesia (Kontan, 20 Juni 2012).

C.

METODE PENENTUAN TRANSFER PRICING

Metode dalam penentuan transfer pricing antara lain:1. Metode Tradisionala. Comparable Uncontrolled
Price Method (CUPM)Metode perbandingan harga antara pihak yang independen
(comparableuncontrolled price) atau disingkat CUPM adalah metode penentuan harga transfer
yangdilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak- pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan harga dalam transaksi yangdilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa dalam kondisiatau keadaan yang sebanding.Kondisi yang tepat
untuk menggunakan CUPM ini adalah :

Barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalamkondisiyang sebanding;
atau


Kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai HubunganIstimewa dengan pihak-
pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik ataumemiliki tingkat kesebandingan yang tinggi
atau dapat dilakukan penyesuaian yangakurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi
yang timbul.Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka CUPM tidak dapat digunakandan Wajib
Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai. b . Cost-Plus Method (CPM)Harga pasar wajar
ditentukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yangdiperoleh yang sama dari transaksi
dengan pihak yang tidak mempunyai hubunganistimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan lain dari transaksisebanding dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa pada
harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.Kondisi yang
tepat untuk menggunakan CPM adalah:

Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;

Terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement)atau kontrak jual-
beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa; atau

Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai,maka metode CPM
tidak dapat digunakan dan Wajib Pajak harus menggunakanmetode lainnya yang sesuai.c. Resale Price
Method (RPM)Metode harga penjualan kembali (resale price method) atau disingkat RPM
adalahmetode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalamtransaksi
suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubunganistimewa dengan harga jual
kembali produk tersebut setelah dikurangilaba kotor wajar,yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko,
atas penjualan kembali produk tersebutkepada pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa
atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.Kondisi yang tepat untuk
menggunakan metode ini adalah :

Tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang
6

mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidakmempunyai Hubungan
Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasilanalisis fungsi, meskipun barang/jasa yang
diperjualbelikan berbeda dan

Pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa
yang diperjualbelikan.2. Metode Transactional Profit:1. Profit Split

Metode ini digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.

Laba dari transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dapatdiketahui dengan cara
melakukan analisis fungsi atas kegiatan usaha yangdilakukannya.2. Transactional Net Margin Method
(TNMM)

Metode ini juga digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.

Membandingkan laba bersih dengan Harga Pokok Penjualan (HPP), Penjualan atauaktiva yang
dipergunakan untuk menghasilkan laba bersih tersebut, setelah itu laba bersih atas transaksi antara
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.3. Metode LainnyaOECD Guidelines tidak
memperkenankan metode lainnya untuk menentukan harga pasar wajar karena metode ini tidak
mencerminkan harga pasar wajar yang sesungguhnya.Metode ini terdiri dari global split method dan
juga formulary apportionment method.Dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh, dinyatakan bahwa Direktur
Jenderal Pajak berwenanguntuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta
menentukan utangsebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
yangmempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran
dankelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakanmetode
perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali,metode biaya-plus
atau metode lainnya.Maksud diadakannya ketentuan ini (pasal 18 ayat 3 UU PPh) adalah untuk
mencegahterjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.
Apabilaterdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang
darisemestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian,

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilandan/atau biaya
sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidakterdapat hubungan
istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biayatersebut digunakan metode
perbandingan harga antara pihak yang independen (ComparableUncontrolled Price Method), metode
harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus Method) atau metode
lainnya seperti metode pembagian laba (ProfitSplit Method) dan metode laba bersih transaksional
(Transactional Net Margin Method).

D.

KONSEP TRANSFER PRICING DALAM PERPAJAKAN DI INDONESIA

Transfer pricing

merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya menyangkuttransaksi internasional yang


dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi pemerintahan,transfer pricing diyakini mengakibatkan
berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajaksuatu negara karena perusahaan multinasional
cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi
(

high tax countries

)ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (

low tax countries

). Di pihak lain darisisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (

cost efficiency

)termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (

corporate income tax

).Kunci utama keberhasilan


transfer pricing

dari sisi pajak adalah adanya transaksi karenaadanya hubungan istimewa.Hubungan istimewa adalah
hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena
adanya keterkaitan, pertalian atauketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat
pada hubungan biasa,Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting dalam
menentukan besarnya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung
penghasilan kena pajak.Pengertian mengenai hubungan istimewa menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan(PSAK No.7) adalah sebagai berikut:1.

Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (

intermediaries

), mengendalikan,atau dikendalikan oleh, atau berada di bawah pengendalian bersama, dengan


perusahaan pelapor (termasuk

holding companies

subsidiaries

dan

fellow subsidiaries

)2.

Perusahaan asosiasi (

associated company

3.

Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatukepentingan hak suara di
perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dananggota keluarga dekat dari perorangan
tersebut (yang dimaksudkan dengan anggotakeluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan
mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan
pelapor)4.

Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawabuntuk
merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelaporyang meliputi anggota
dewan komisaris, direksi dan manajer dari perusahaan sertaanggota keluarga dekat orang-orang
tersebut5.

perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki baiksecara langsung
maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam 3 atau4, atau setiap orang tersebut
mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut.Pengertian hubungan istimewa menurut
Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17Tahun 2000 (UU PPh) adalah: hubungan istimewa dianggap
ada apabila:a) Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara WajibPajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua WajibPajak atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yangdisebut terakhir; atau b) Wajib Pajak menguasai Wajib
Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung; atauc) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunanlurus dan atau ke samping satu derajat

E.

PENTINGNYA ISU TRANSFER PRICING DAN BAGAIMANAMENGANTISIPASINYA

Secara umum

transfer pricing

, dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya
dari satu wajib pajak ke wajib pajaklainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah
pajak terhutang atas wajib pajak-wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Praktek
transfer pricingdapat terjadi antar Wajib Pajak dalam negeri atau antara Wajib Pajak dalam Negeri
dengan

pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di


Tax Haven Countries

(negara yang tidakmemungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia).Dari sudut pandang Dirjen
Pajak, tidak diragukan lagi bahwa tansfer pricing sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara. Berdasarkan perhitungan Dirjen Pajakdinyatakan bahwa negara berpotensi telah kehilangan
1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktik tranfer pracing. Bahkan lebih dipertegas lagi menurut informasi
internal Dirjen Pajak bahwa kehilangan tersebut kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti
sertaIntragroup Service, sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayarantersebut
negara sudah tidak perlu menambah hutang lagi.transfer pricing menjadi penting bagi wajib pajak
karena setiapWajibPajak yangmempunyai transaksi afiliasi diwajibkan mengisi form 3A atau 3B pada SPT
badannya,sehingga dari isian form ituDirjenPajak akan mudah mengetahui adanya transaksi transfer
pricing yang nantinya akan dijadikan bahan pemeriksaan. Meskipun sejak tahun 1993keharusan itu telah
ada, namun mulai tahun 2009 keharusan itu menjadi penting karenaformat isian form 3A atau 3B lebih
detail dan memaksa wajib pajak lebih transparan dalammenginformasikan transfer pricing.Skema
transfer pricing sering dijadikan metode penghindaran pajak oleh perusahaanmultinasional dengan
menggunakan berbagai cara. Skema transfer pricing yang seringdilakukan oleh perusahaan
multinasional adalah dengan cara mengalihkan laba mereka darinegara yang tarif pajaknya tinggi ke
negara yang tarif pajaknya rendah. Untuk mencegahadanya pengalihan atas laba adalah dengan
berbagai macam cara antara lain:1. Otoritas pajak di berbagai Negara membuat aturan transfer pricing
yang ketat seperti penerapan hukuman atau sanksi.2. Persyaratan dokumen yang lengkap.3.
Pemeriksaan pajak terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricingDalam hal pemeriksaan
terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricing,Direktorat Jenderal Pajak telah
mengeluarkan surat Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-

01/PJ.7/1993 tentang “Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yangMempunyai Hubungan
Istimewa”, dalam Surat Keputusan ini diatur mengenai tahap

-tahap pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berwenang berkaitan dengan adanya praktek

transfer pricing

yaitu :

10

1.

Mempelajari berkas Wajib Pajak dan berkas data. Tahap ini dilakukan denganmempelajari akte notaris
dan perubahannya. Harus diteliti apakah dari struktur pemilikan saham-saham Wajib Pajak yang
diperiksa tampak adanya hubungan istimewasebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4)
Undang-Undang PajakPenghasilan No. 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 11 tentang
PajakPertambahan Nilai pasal 2 ayat (1).Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui gambaran
umum Wajib Pajak yangantara lain adalah :

Mengenai usaha dan karakteristik perusahaan

Mengenai struktur kepemilikan saham, apakah ada kemungkinan hubunganistimewa antara pemegang
saham dan Wajib Pajak yang diperiksa.

Mempelajari struktur organisasi perusahaan terkait. Sedapat mungkindiusahakan menggambarkan


bagan organisasi perusahaan-perusahaan yangmempunyai hubungan istimewa dan hubungan ekonomis
dengan wajib pajakyang diperiksa yang memberikan gambaran dan lokasi kegiatan

Mempelajari sifat dan jenis kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedapat mungkindigambarkan aktivitas usaha
Wajib Pajak sejak adanya order hingga penyelesaian order, baik itu mengenai pembelian maupun
mengenai penjualan.

Mempelajari kemungkinan over/under invoicing. Pembelian/impor maupun penjualan/ekspor yang


dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyaihubungan istimewa dengan pemasok maupun pelanggan
yang terutama berkedudukan di Tax Heaven Countries, harus dipelajari kemungkinan adanyaover dan
under invoicing.

Mempelajari laporan pemeriksaan terdahulu. Hal ini bertujuan untukmengetahui hal-hal sebagaimana
yang dimaksud dalam hurf b, c dan huruf ddi atas sehingga dapat dijadikan petunjuk di dalam
pemeriksaan yang akandilaksanakan.2. Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Tujuan
dilaksanakan analisa iniadalah untuk mendeteksi ketidak-wajaran harga penjualan atau pembelian
diantara pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Untuk melakukan hal inidigunakan analisa
rasio yang berlaku secara umum.

Anda mungkin juga menyukai