AKUNTANSI
PUBLIK
TEKNIK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Dosen Pengampuh :
Azwar Anwar, S.E., M.S.i, Ak., CA.
Disusun Oleh :
Kelompok 6
Nirmala (210902500011)
Ardillah Fadillah (210902501004)
Marwa Nur (210902501005)
Adhe Widi Cahyani (210902501007)
Firda Yulia Karmila (210902501013)
Mutmainnah (210902501015)
Muhammad Taufan Radhitya (210902502007)
Alda Ameliana (210902502016)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya dengan sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam Akuntansi Public.
Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara
teknis maupun materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan makalah
ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak - pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan setimpal
kepada mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan itu sebagai
ibadah. Amin Ya Rabbal Alamin.
PENULIS
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akuntansi sektor publik di Negara Indonesia semakin pesat
perkembangannya karena adanya pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitikberatkan pada
Pemerintah Daerah. Selain itu, maraknya globalisasi yang menuntut daya
saing di setiap negara juga menuntut daya saing di setiap pemerintah
daerahnya. Yang perlu dikembangkan di Negara Indonesia adalah
mewujudkan suatu iklim ke-pemerintahan yang baik (good governance)
yang ditandai dengan adanya tiga pilar elemen dasar yaitu transparansi,
partisipasi dan akuntabilitas.
Transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dapat dilihat dari
kualitas laporan keuangan yang telah disajikan. Laporan keuangan
pemerintah di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dikaji, karena
semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas di lembaga publik baik di
pusat maupun di daerah yang dapat menimbulkan implikasi bagi
pemerintahan sektor publik untuk memberikan informasi yang lebih baik
lagi. Tujuan penyusunan laporan keuangan sebagaimana dinyatakan dalam
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas
pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Dasar pengelolaan laporan keuangan yang baik perlu adanya
sistem dan prosedur kelembagaan yang mendukung terciptanya kualitas
laporan keuangan (Fransiska dkk, 2016). Laporan keuangan yang
berkualitas harus dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
memenuhi empat karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah
yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 yakni
relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
Faktor pertama yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan
yaitu Sistem Pengendalian Intern (SPI). Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang
integral pada suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan dengan terus
menerus oleh pimpinan dan semua pegawai untuk memberikan keyakinan
yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara serta ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan.
1
Hasil penelitian terdahulu terkait variabel sistem pengendalian
intern terhadap kualitas laporan keuangan menunjukkan adanya perbedaan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mutianadkk (2017) dan Wijayanti
(2017). Menurut Mutiana dkk (2017) memberikan hasil penelitian bahwa
sistem pengendalian intern berpengaruh positif terhadap kualitas laporan
keuangan. sedangkan menurut Wijayanti (2017) memberikan hasil
penelitian bahwa sistem pengendalian intern berpengaruh secara statistik
signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
Faktor kedua yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan yaitu
teknologi informasi. Dengan menggunakan teknologi informasi seperti
computer dalam menghitung dan menyusun laporan keuangan maka akan
lebih cepat, akurat dan otomatis daripada menggunakan sistem manual.
Dalam penjelasan PP Nomor 56 Tahun 2005 pada sistem informasi
keuangan disebutkan bahwa dalam menindaklanjuti proses perkembangan
sejalan dengan tata kelola yang baik, pemerintah berkewajiban
mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk
meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah serta menyalurkan
informasi keuangan daerah kepada pelayanan publik.
Hasil penelitian terdahulu terkait dengan variabel teknologi
informasi terhadap kualitas laporan keuangan terdapat perbedaan sesuai
dengan penelitian Mutiana dkk (2017), Wijayanti (2017) dan Riandani
(2017). Menurut Mutiana dkk (2017) dalam hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa teknologi informasi berpengaruh positif terhadap
kualitas laporan keuangan. Menurut Wijayanti (2017) dalam hasil
penelitiannya bahwa teknologi informasi berpengaruh secara statistik
signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Sedangkan menurut
Riandani (2017) dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi
informasi tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Faktor ketiga, permasalahan mendasar dalam penyusunan laporan
keuangan adalah SDM. Menurut Delanno (2013) menyatakan bahwa
kualitas sumber daya manusia adalah manusia untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan dengan bekal pendidikan, pelatihan
dan pengalaman yang memadai. Upaya untuk mengembangkan sumber
daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual
dan kepribadian serta keterampilan khusus seseorang atau kelompok dapat
dilakukan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Defenisi Akuntansi Sektor Publik ?
2. Bagaimanakah Teknik Akuntansi Sektor Publik ?
3. Apakah Fokus Keuangan Sektor Publik ?
4. Bagaimana Sistem Pencatatan Sektor Publik ?
5. Bagaimana Basis Akuntansi Sektor Publik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan Mengidentifikasi Defenisi
Akuntansi Sektor Publik
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan Menjelaskan Teknik Teknik
Akuntansi Sektor Publik
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan Memaparkan Fokus Keuangan
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan Menjelaskan Sistem Pencatatan
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan Menyebutkan Basis akuntansi
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Sistem akuntansi yang dirancang dan dijadikan secara baik akan
menjamin dilakukannya prinsip stewardship dan accountability dengan
baik pula. Pemerintah atau unit kerja pemerintah perlu memiliki sistem
akuntansi yang tidak saja berfungsi sebagai alat pengendalian transaksi
keuangan, akan tetapi sistem akuntansi tersebut hendaknya mendukung
pencapaian tujuan organisasi.
Dalam materi ini akan dibahas mengenai teori akuntansi sektor
publik dan teknik - teknik akuntansi yang terdiri atas akuntansi anggaran
(budgetary accounting), dan akuntansi komitmen (commitment
accounting) , akuntansi dana (fund accounting), akuntansi kas (cash
accounting), dan akuntansi akrual(accrual accounting).
1. Akuntansi Anggaran
Teknik akuntansi anggaran adalah teknik akuntansi yang menyajikan
jumlah yang dianggarkan dengan jumlah aktual dan dicatat secara
berpasangan (double entry). Akuntansi anggaran merupakan praktik akuntansi
yang banyak digunakan organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan,
yang mencatat dan menyajikan akun operasi dalam format yang sama dengan
anggarannya. Jumlah belanja yang dianggarkan dikreditkan terhadap akun
5
yang sesuai kemudian apabila akun tersebut direalisasikan, maka akun
tersebut di debit kembali. Saldo yang ada dengan demikian menunjukan
jumlah anggaran yang belum dibelanjakan. Teknik akuntansi anggaran dapat
membandingkan secara sistematik dan kontinyu jumlah anggaran dengan
realisasi anggaran.
Tujuan utama teknik ini adalah untuk menekankan peran anggaran dalam
siklus perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas.Alasan yang
melatarbelakangi teknik akuntansi anggaran adalah bahwa anggaran dan
realisasi harus selalu dibandingkan sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi
apabila terdapat varians (selisih). Namun, akuntansi anggaran lebih
menekankan pada bentuk akun-akun keuangan bukan isi (content) dari akun
itu sendiri. Salah satu kelemahan teknik akuntansi anggaran adalah bahwa
teknik ini sangat kompleks. Akan lebih mudah dan lebih komprehensif apabila
akun - akun yang ada menunjukan pendapatan dan biaya aktual, dan anggaran
menunjukan pendapatan dan biaya dianggarkan.
2. Akuntansi Komitmen
Akuntansi komitmen adalah sistem akuntansi yang mengakui
transaksi dan pencatatannya pada saat order dikeluarkan. Sistem
akuntansi akrual mengakui biaya pada saat faktur diterima dan
mengakui pendapatan ketika faktur dikeluarkan. Akuntansi komitmen
dapat digunakan bersamasama dengan akuntansi kas atau akuntansi
akrual. Akuntansi komitmen terkadang hanya menjadi subsistem dari
sistem akuntansi utama yang dipakai organisasi. Akuntansi komitmen
mengakui transaksi ketika organisasi melakukan transaksi tersebut. Hal
ini berarti bahwa transaksi tidak diakui ketika kas telah dibayarkan atau
diterima, tidak juga ketika faktur diterima atau dikeluarkan, akan tetapi
pada waktu yang lebih awal, yaitu ketika order dikeluarkan atau
diterima.
Tujuan utama akuntansi komitmen adalah untuk pengendalian
anggaran. Agar manajer dapat mengendalikan anggaran, Ia perlu
mengetahui berapa besar anggaran yang telah dilaksanakan atau
digunakan jika dihitung berdasarkan order yang telah dikeluarkan.
Dengan menerima akun atas faktur yang diterima atau dibayarkan, ia
dapat dengan mudah menghabiskan anggaran (overcommit). Tentu saja
manajer yang teliti akan tahu bahwa akun-akun tidak memasukan order
yang dikeluarkan yang mana faktur belum diterima dan oleh karena itu
ia membuat catatan sendiri agar ia tidak melakukan pemborosan
anggaran (over commit the budget).
Akuntansi komitmen berfokus pada order yang dikeluarkan. Order
yang diterima terkait dengan pendapatan tidak akan dicatat sebelum
faktur dikirimkan. Meskipun akuntansi komitmen dapat memperbaiki
6
pengendalian terhadap anggaran, namun terdapat masalah dalam
pengadopsian sistem tersebut ke dalam akun-akun keuangan. Akun
yang dicatat hanya didukung oleh order yang dikeluarkan. Pada
umumnya tidak ada kewajiban hukum (legal liability) untuk patuh
terhadap order yang terjadi dan order tersebut dapat dengan mudah
dibatalkan. Hal ini menjadikan sulit untuk mengakui biaya-biaya untuk
periode akuntansi yang bersangkutan yang mana hanya mendasarkan
pada order yang dikeluarkan.
7
a) Dana yang dapat dibelanjakan (expendable fund) digunakan untuk
mencatat nilai aktiva, utang, perubahan aktiva bersih, dan saldo
dana yang dapat dibelanjakan untuk kegiatan yang tidak bertujuan
untuk mencari laba. Jenis akuntansi dana ini digunakan pada
organisasi pemerintahan (governmental fund).
b) Dana yang tidak dapat dibelanjakan (nonexpendable fund) untuk
mencatat pendapatan, biaya, aktiva , utang dan modal untuk
kegiatan yang sifatnya mencari laba. Jenis dana ini digunakan
pada organisasi bisnis.
4. Akuntansi Kas
Penerapan akuntansi kas, pendapatan dicatat pada saat kas diterima,
dan pengeluaran dicatat pada saat kas dikeluarkan. Kelebihan cash basis
adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil dan obyektif.
Namun demikian GAAP tidak menganjurkan pencatatan dengan
menggunakan kas karena tidak dapat mencerminkan kinerja yang
sesungguhnya. Dengan cash basis, tingkat efisiensi dan efektivitas suatu
kegiatan, program atau aktivitas, tidak dapat diukur dengan dengan
baik. Sebagai contoh, penerimaan kas dari pinjaman akan dicatat
sebagai pendapatan (revenue) bukan sebagai utang. Untuk mengoreksi
hal tersebut, kebanyakan sistem akuntansi kas tidak hanya mengakui
kas saja, akan tetapi juga aktiva dan utang yang timbul sebelum terjadi
transaksi kas.
Namun demikian, koreksi semacam ini tidak dapat mengubah
kenyataan bahwa pada setiap waktu, obligasi yang beredar dalam
bentuk kontrak atau order pembelian yang dikeluarkan tidak tampak
dalam catatan akuntansi. Konsekuensinya adalah saldo yang tercatat
akan dicatat lebih (overstated). Hal tersebut dapat menyebabkan
pemborosan anggaran.
5. Akuntansi Akrual
Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas.
Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan
keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan
relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik.
Basis akrual diterapkan agak berbeda antara proprietary funds (full
accrual) dengan governmental fund (modified accrual) karena biaya
(expense) diukur dalam proprietary fund sedangkan expenditure
difokuskan pada general fund. Expense adalah jumlah sumber daya
yang dikonsumsi selama periode akuntansi. Karena governmental fund
tidak memiliki catatan modal dan utang (dicatat/dikategorikan dalam
8
aktiva tetap dan utang jangka panjang) expenditure yang diukur bukan
expense.
Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada
dasarnya adalah untuk menentukan cost of services dan charging for
service , yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk
menghasilkan pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan yang
dibebankan kepada publik. Hal ini berbeda dengan tujuan
pengaplikasian accrual basis dalam sektor swasta yang digunakan untuk
mengetahui dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan.
Akuntansi berbasis akrual membedakan antara pemerintah kas dan
hak untuk mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan kewajiban untuk
membayarkan kas. Oleh karena itu, dengan sistem akrual pendapatan
dan biaya diakui pada saat diperoleh (earned) atau terjadi (incurred),
tanpa memandang apakah kas sudah diterima atau dikeluarkan.
C. Fokus Pengukuran
Akuntansi keuangan sektor publik adalah salah satu dari beberapa
jenis akuntansi Jadi, dalam akuntansi keuangan sektor publik ini terdapat
proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan
transaksi ekonomi yang terjadi pada organisasi sektor publik ini. Proses
pengidentifikasian disini diartikan pengidentifikasian transaksi ekonomi
agar dapat membandingkan transaksi yang bersifat ekonomi maupun tidak.
Transaksi yang bersifat ekonomi yaitu segala tindakan yang melibatkan
lembaga ekonomi untuk melakukan kegiatan. Oleh sebab itu, proses
pengidentifikasian berhubungan erat dengan proses pengukuran.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, pengukuran adalah proses pemutusan
nilai uang untuk mengakui dan memuatkan setiap pos dalam laporan
keuangan. Pengukuran setiap pos dalam laporan keuangan menggunakan
nilai historis atau sejumlah nilai wajarnya. Aktiva dicatat sejumlah
pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sejumlah nilai wajar
dari kompensasi yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut.
Kewajiban dicatat sejumlah nilai wajar sumber daya ekonomi yang
digunakan pemerintah untuk mencukupi kewajiban tersebut atau nilai
nominal, Pengukuran setiap pos laporan keuangan pemerintah
menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang
asing harus dikonversi terlebih dahulu dan selanjutnya dinyatakan dalam
mata uang rupiah.
9
D. Sistem Pencatatan
Proses selanjutnya setelah pengidentifikasian dan pengukuran tadi
yaitu pencatatan. Disamping, sistem pencatatan di dalam akuntansi terbagi
menjadi 3 macam, yaitu sistem pencatatan single entry, double entry, dan
triple entry.
1. Single Entry
Sistem pencatatan single entry dikenal dengan sistem tata buku
tunggal atau tata buku satu. Nah pada sistem ini, pencatatan transaksi
ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu kali. Jika suatu transaksi
menambah kas maka dicatat pada sisi penerimaan dan jika transaksi
mengurangi kas maka dicatat pada sisi pengeluaran. Pencatatan
semacam ini dikenal dengan pembukuan dan merupakan bagian kecil
dari akuntansi
Sistem pencatatan single entry atau tata buku mempunyai beberapa
keunggulan yaitu simpel dan mudah untuk dimengerti. Akan tetapi,
sistem ini juga memiliki kelemahan antara lain kurang keren untuk
pelaporan (kurang memudahkan penyusunan laporan), sulit untuk
menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi dan sulit ditinjau
Pada era reformasi, dasar hukum bagi pelaksanaan akuntansi
pemerintahan adalah Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974, PP
No. 5 & 6 Tahun 1976 dan Manual Administrasi Keuangan Daerah
(MAKUDA) Tahun 1981. Sistem pencatatan single entry ini
digunakan untuk pengelolaan keuangan pemerintah saat era pra
reformasi. Laporan tunggal pertanggungjawaban keuangan pemerintah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya berupa Perhitungan
Anggaran Negara (PAN) yang disediakan berdasarkan sumbangan
perhitungan anggaran dari departemen/ lembaga yang disusun secara
manual dan sistem pencatatan yang digunakan yakni single entry.
Konsekuensinya, pemerintah tidak memiliki catatan mengenai aset
tetap, piutang, utang, dan ekuitas dari suatu entitasnya pada kala itu.
Oleh karena itu, pada era tersebut, pemerintah tidak pernah
menyajikan neraca sebagai bentuk laporan keuangan sebagai bentuk
gambaran mengenai posisi keuangan pemerintah.
2. Double Entry
Sistem pencatatan double entry atau dikenal dengan tata buku
berpasangan yakni sistem pencatatan dimana transaksi ekonomi
dicatat 2 kali. Oleh sebab itu, pada sistem pencatatan double entry
terurai 2 sisi yaitu debit disisi kiri dan kredit disisi kanan. Setiap
1
pencatatan transaksi harus mengawasi keseimbangan persamaan dasar
akuntansi sebagai berikut.
Aset = Utang + Ekuitas
Aset + Belanja = Utang + Ekuitas Dana + Pendapatan
Pada sistem pencatatan double entry dalam organisasi sektor
publik, termasuk pemerintah, transaksi yang berdampak bertambahnya
aset akan dicatat pada sisi debit sedangkan yang berdampak
berkurangnya aset dicatat pada sisi kredit. Hal yang sama juga
dilakukan dalam mencatat pembelanjaan. Sedangkan untuk utang.
ekuitas dana, dan pendapatan dicatat disisi debit jika suatu transaksi
berkurang dan dicatat disisi kredit jika suatu transaksi bertambah
Kelemahan yang dimiliki sistem pencatatan sebelumnya yakni
single entry. menyebabkan pemerintah sebagai salah satu organisasi
sektor publik beralih ke sistem pencatatan double entry. Berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002
yang kemudian diputuskan oleh PP No. 24 Tahun 2005 mengenai
standar akuntansi pemerintahan, sistem pencatatan yang sah
digunakan saat itu adalah sistem pencatatan double entry.
3. Triple Entry
Sistem pencatatan triple entry adalah perwujudan pencatatan dengan
menggunakan sistem pencatatan double entry, ditambah dengan
pencatatan pada buku anggaran Dengan demikian, untuk sistem
pencatatan double entry dijalankan pada pemerintahan, pejabat
penatausahaan keuangan (PPK) satuan kerja pemerintah daerah
(SKPD) maupun bagian keuangan atau satuan kerja pengelola
keuangan daerah (SKPKD) juga mencatat transaksi tersebut pada
buku anggaran, sehingga pencatatan tersebut berimbas pada sisa
anggaran
E. Basis Akuntansi
Salah satu proses dalam akuntansi yang bemilai adalah problem
pengakuan (recognition). Proses ini berhubungan dengan kapan suatu
transaksi ekonomi diakui lalu dicatat. Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010,
pengakuan dalam akuntansi adalah proses terkabulkan tolok ukur
pencatatan suatu kejadian dalam catatan akuntansi maka akan menjadi
elemen yang memenuhi komponen aset. kewajiban, ekuitas dana,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sebagaimana yang tercantum dalam
laporan keuangan satuan pelaporan yang bersangkutan.
Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap
setiap pos pada laporan keuangan yang terbujuk oleh kejadian atau
1
perisitiwa terkait Pengakuan dapat diputuskan sebagai penentuan kapan
suatu transaksi dicatat. Oleh sebab itu, dalam penentuan tersebut,
digunakan bebagai basis dasar akuntansi. Basis akuntansi adalah kompilasi
dari standar-standar akuntansi yang menetapkan kapan efek keuangan dari
transaksi dan peristiwa lainnya harus diakui untuk tujuan pelaporan
keuangan. Secara umum, basis akuntansi terbagi atas 2 jenis yaitu basis
kas dan basis akrual. Dalam basis akuntansi pada organisasi sektor publik,
khususnya institusi pemerintah, mencakup basis kas, basis kas
modifikasian, basis kas menuju akrual, dan basis akrual.
1. Basis Kas
Basis kas hanya melegalkan arus kas masuk dan kas keluar Basis
kas mengukuhkan pengakuan transaksi ekonomi hanya dilakukan
apabila transaksi tersebut mengakibatkan perubahan kas. Apabila
suatu transaksi belum memunculkan perubahan pada kas, maka
transaksi tersebut tidak dicatat.
Basis kas digunakan di berbagai organisasi sektor publik. Basis kas
telah dijalankan dalam akuntansi pemerintahan di Indonesia pada era
pra reformasi. Hal ini disebabkan pada era tersebut pemerintah hanya
fokus pada perhitungan anggaran negara yang mana dalam hal
anggaran dirancang dan dilaksanakan berdasarkan basis kas bahwa
pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima.
Untuk belanja, transfer, dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat
kas dikeluarkan.
Keunggulan basis kas adalah menggambarkan pengeluaran yang
aktual, riil, dan objektif. Akan tetapi dengan basis kas, tahap efisiensi
dan efektivitas pada kegiatan, program, atau aktivitas tidak dapat
ditakar dengan baik. Oleh sebab itu, muncul basis kas modifikasian
dimana orgamsasi tidak hanya menyetujui kas saja, akan tetapi juga
aset dan utang yang muncul.
1
mendesak bendahara pengeluaran mencatat transaksi dengan basis kas
selama tahun anggaran dan melakukan penyesuaian pada akhir tahun
anggaran berlandaskan basis akrual.
4. Basis Akrual
PP No. 71 Tahun 2010 hadir menggantikan PP No. 24 Tahun 2005
sebagai standar akuntansi pemerintahan yang aktual. Tercapainya
penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pemerintah Selandia
Baru menyodorkan dorongan perubahan basis akuntansi di Indonesia.
Basis akrual dipercayai dapat mencetuskan laporan keuangan yang
lebih dapat diyakini, lebih akurat. komperhensif, dan relevan untuk
pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik.
Pengoperasian basis aktual di dalam akuntansi sektor publik pada
dasarnya untuk memutuskan banyaknya biaya yang diperlukan untuk
membuahkan pelayanan publik dan harga pelayanan yang dibebankan
kepada publik. Hal ini berbeda dengan sektor swasta karena orientasi
organisasi sektor publik diarahkan pada optimalisasi pelayanan publik.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, pemerintah pusat dan daerah
harus mewujudkan akuntansi berbasis aktual penuh (full accrual)
selambat-lambatnya pada tahun 2015. Basis akrual adalah basis
1
akuntansi yang menanggapi transaksi dan peristiwa lainnya pada saat
transaksi dan peristiwa tersebut berlangsung (dan bukan hanya pada
saut kas atau setara kas didapat atau dikeluarkan). Oleh sebab itu,
transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan
akuntansi dan ditanggapi dalam laporan keuangan pada periode
berlangsungnya.
Jenis laporan dalam konsep akrual tidak dibuat seragam. Tiap
organisasi sektor publik memiliki daftar laporan yang berpotensial
jumlahnya berlainan antara satu dengan yang lain. Perbedaan yang
terjadi mayoritas disebabkan karena perbedaan kerja antar organisasi.
Namun, persamaannya berlangsung dalam proses pelaporan posisi
keuangan dan pelaporan operasional di berbagai organisasi karena plot
penerimaan dan pembayaran yang konsisten antar organisasi.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, laporan keuangan yang wajib
disajikan pemerintah pusat dan daerah terbagi atas 2 jenis pelaporan
yaitu pelaporan finansial dan pelaporan pelaksanaan anggaran.
Pelaporan finansial melingkupi neraca, laporan arus kas, catatan atas
laporan keuangan, laporan operasional, dan laporan perubahan
ekuitas. Disamping itu, untuk pelaporan pelaksanaan anggaran
meliputi laporan realisasi anggaran dan laporan perubahan saldo
anggaran lebih. Pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
pelaporan finansial ditanggap berdasarkan basis akrual. Sedangkan,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan
anggaran ditanggapi berdasarkan basis yang ditentukan dalam
anggaran pendapatan belanja negara/daerah (APBN/D).
Penerimaan dan pengeluaran dalam laporan operasional berkaitan
dengan penerimaan dan pemasukannya, yang dimaknai bahwa basis
akrual memberikan alat takar untuk barang dan jasa yang dikonsumsi,
diganti, dan didapat. Basis akrual juga mengekspos gambaran
pendapatan dan sebagai alat ukur modal. Akan tetapi, basis akrual
memerlukan pertimbangan subjektivitas dalam penentuan pos dan
besaran transaksi yang dicatat dan memerlukan prosedur administrasi
yang sukar serta peluang manipulasi keuangan yang sulit
dikendalikan.
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap pencatatan transaksi harus mengawasi keseimbangan persamaan
dasar akuntansi sebagai berikut.
1
Menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, basis kas menuju akrual adalah kala pendapatan, belanja, dan
pembiayaan ditulis berdasarkan basis kas, sedangkan untuk aset, utang, dan
ekuitas dana ditulis dengan basis akrual. Oleh karena itu, pada PP No. 24
Tahun 2005, laporan keuangan pemerintah hanya melingkupi laporan
realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan.
Basis kas untuk laporan realisasi anggaran bermaksud bahwa pendapatan
diakui pada saat kas diterima dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan.
Hal ini berbeda dengan sektor swasta karena orientasi organisasi sektor
publik diarahkan pada optimalisasi pelayanan publik.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, pemerintah pusat dan daerah harus
mewujudkan akuntansi berbasis aktual penuh selambat-lambatnya pada tahun
2015. Basis akrual adalah basis akuntansi yang menanggapi transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut berlangsung .
Oleh sebab itu, transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam
catatan akuntansi dan ditanggapi dalam laporan keuangan pada periode
berlangsungnya.
Jenis laporan dalam konsep akrual tidak dibuat seragam. Tiap organisasi
sektor publik memiliki daftar laporan yang berpotensial jumlahnya berlainan
antara satu dengan yang lain. Perbedaan yang terjadi mayoritas disebabkan
karena perbedaan kerja antar organisasi. Namun, persamaannya berlangsung
dalam proses pelaporan posisi keuangan dan pelaporan operasional di
berbagai organisasi karena plot penerimaan dan pembayaran yang konsisten
antar organisasi.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, laporan keuangan yang wajib
disajikan pemerintah pusat dan daerah terbagi atas 2 jenis pelaporan yaitu
pelaporan finansial dan pelaporan pelaksanaan anggaran.
1
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 20003. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta : BPFE
Drebin, A.R, Chan, J.L and Ferguson, L.C. 1981. Objectives of Accounting and
Finacial Repoeting For Govermental Unit : a Research Study National
Council on Govermental Accounting. Vol. 1 and 2 Chincago.
Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas Hertiati. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Edisi
2. Jakarta : Salembah Empat.