Anda di halaman 1dari 13

Sirosis Hepatis

Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan
dalam susunan parenkhim hati. (Arief Mansjoer, 1999)

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis (jaringan parut),
jaringan hepatik. (Sandra M. Nettina, 2001)

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul.

Sirosis hati adalah bentuk akhir kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak oleh jaringan
fibrotik yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan portal. Penyebab
sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan klasifikasi morfologis hati yang
mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat ini masih dianggap sering menyebabkan sirosis
yaitu hepatitis virus dan alkoholisme. bentuk hepatitis virus yang berat dapat berkembang menjadi sirosis
ialah Hepatitis virus B dan Hepatitis virus C. Di Indonesia kedua bentuk hepatitis merupakan penyebab
sirosis hati. Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alcohol jarang ditemukan di Indonesia. Sirosis
dekompensata adalah salah satu stadium dari gambaran klinik sirosis hati yang mempunyai gejala klinik
yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat karena timbulnya penyulit berupa hipertensi portal
ampai pada pendarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esophagus, asites yang
hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun dikatakan kerusakan hati pada penyakit
sirosis hati pada penyakit sirosis hati bersifat irreversible, tetapi dengan pengobatan yang baik maka
pembentukan jaringan

Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut
dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan
kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara
berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi
kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati
(Sujono Hadi).n ikat dapat dikurangi dan peradangan yang terjadi dapat dihentikan.

Ada dua kemungkinan patogenesis dari sirosis hati, yaitu :


1. Teori mekanisme

Yaitu yang menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dimana nekrosis conjuent,
retikulum nodul menjadi collaps merupakan kerangka terjadinya daerah parut yang luas. Proses
kolagenesis kerangka reticulum fibrosis hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka
jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul regenerasi. Istilah
yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini adalah jenis pasca nekrotik Istilah ini menunjukkan bahwa
nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab sirosis

2. Teori Imunologis

Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati tapi proses
tersebut terus melalui tingkat hepatitis kronik.

Patofisiologi
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu :

- tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal
albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga
terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar
albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.

- Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar
plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah
asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun
hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga
aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama
natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan.

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan
nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya
lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo
endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi
irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.
Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel
limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari
daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;

1. Tipe I : Lokasi daerah sentral


2. Tipe II : Sinusoid
3. Tipe III : Jaringan retikulin
4. Tipe IV : Membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada sirosis,
pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan
faktor perangsang.

Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik
dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan
jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik.
Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.

Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut
yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik
agresif didikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4
tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang
berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati.
Klasifikasi

Klasifikasi dari berbagai tipe sirosis berdasarkan pada etiologi atau morfologi saja biasanya tidak
memuaskan. Sebuah pola patologis saja dapat terjadi akibat sejumlah kejadian, sementara kejadian yang
sama dapat menyebabkan beberapa pola morfologi. Sehingga, kebanyakan tipe sirosis lebih berguna bila
diklasifikasikan dalam gabungan secara etiologi dan morfologi seperti :

1. Alcoholic Cirrhosis ( Laennec’s cirrhosis)


2. Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis
3. Biliary Cirrhosis
4. Cardiac Cirrhosis
5. Metabolic, genetik, dan drug-related Cirrhosis

1. Alcoholic Cirrhosis

Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat penggunaan minuman alkohol
yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan hati yang dirangsang oleh alkohol seperti fatty liver
alkoholik dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis parut yang tipis dan difus,
sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan nodul regeneratif kecil sehingga kadangkala disebut
sebagai sirosis mikronodular. Para pakar umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan efek toksik
langsung terhadap hepar. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik,
termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam
pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak.

Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncut pada lokasi perlukaan dan
mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat muncul di periportal dan zona
perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis ini
melingkupi sejumlah kecil massa dari sel hati yang tersisi, yang beregenerasi dan membentuk nodul.
Walaupun regenerasi muncul dalam sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi
penggantian sel parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut,
dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium akhir sirosis.

2. Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis


Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai tipe penyakit hati
kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular merupakan sebutan lainnya. Sekitar 75% kasus
cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 sampai 5 tahun. Sirosis postnekrotik
adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus
sebelumnya.

Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai bentuk yang rusak, dan terdiri
dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan oleh pita-pita fibrosis yang tebal dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan impresi secara makro. Sirosis posthepatitis mempunyai karakteristik :
kehilangan sel hati yang luas, kolaps stromal dan fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan ikat
yang berisi sisa dari portal triads, dan nodul irregular dari hepatosit yang beregenerasi.

3. Biliary Cirrhosis

Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang terganggu, destruksi dari parenkim hepatik,
dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi
fibrous dari duktus-duktus kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari
obstruksi lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan sekunder
dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak gejala klinis yang mirip.

Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam massa hepar dengan akibat sel-sel
hepar. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti sirosis
laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi
bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea.

4. Cardiac Cirrhosis
Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver kronis dan
sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul regeneratif membedakan sirosis
kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal jantung akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock
liver) yang diakibatkan dari hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari liver.

Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat melalui vena
kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-sinusoid hepar menjadi terdilatasi
dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan
iskemia dari perfusi sekunder yang buruk sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei
sentrilobular hepatosit menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis
sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena sentral.
Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif) dan daerah yang pucat
(fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”. Kemajuan dalam penanganan gangguan
jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.

Gejala Klinis Sirosis Hepatis

Gambaran klinis sirosis hati dapat dibagi dalam dua stadium :

1. Sirosis kompensata dengan gejala klinik yang belum tampak

Diagnosis untuk stadium ini ditegakkan pada saat melakukan evaluasi dengan gejala klinik yang belum
tampak. Diagnosis untuk stadium ini ditegakkan pada saat melakukan evaluasi terhadap fungsi hati pada
penderita hepatitis kronik. Kerusakan subjektif baru timbul bila sudah ada kerusakan sel-sel hati,
umumnya berupa penurunan nafsu makan, mual, muntah, kelemahan dan malaise.

Kelemahan otot dan cepat lelah sering dijumpai pada sirosis kompensata akibat kekurangan protein dan
adanya cairan dalam otot penderita.
2. Sirosis dekompensata dengan gejala klinik yang jelas

Pasien sirosi hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris,
spidernevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau
transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau
terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan
pembekuan darah seperti pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, atau haid berhenti.
Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis
itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematesis, hematemesis dan melena atau
melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien
jatuh kedalam renjatan. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa
ensefalopati hepatik sampai koma hepatik. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis
hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

Kegagalan parenkim hati ditandai dengan produksi protein yang rendah, gangguan mekanisme
pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormonal (eritema palmaris, spider nervi, ginekomastia,
atrofi testis dan gangguan siklus haid). Kekuningan tubuh atau ikterus biasanya meningkat pada proses
yang aktif, yang sewaktu-waktu dapat menghebat dan terjun pada fase prekoma dan koma hepatikum
(enselofati hepatik) bila penderita tidak mendapat perawatan intensif.

Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang
memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protombin.

- Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu
tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
adanya sirosis.

- Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas normal atas. Kadar yang tinggi bisa
ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) kadarnya seperti halnya alkalifosfatase pada penyakit hati.
Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal
hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

- Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang
lanjut.

- Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, kadarnya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.

- Globulin kadarnya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem
porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.

- Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis
memanjang.

- Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan
ekskresi air bebas.

- Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia monokrom, normositer,


hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan
netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme.

Pemeriksaan penunjang lainnya

- Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta.

- Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah
digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut
hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga
bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

- Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal.

- Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya.

- Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan jarum yang kecil untuk
memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya dibawah mikroskop.

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakan diagnosis sirosis hati.
Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mengkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG.
Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis
kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki
dengan pencegahan dan penaganan komplikasinya. Penurunan fungsi hati mempengaruhi tubuh dengan
berbagai macam cara. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis hati, adalah

1. Perdarahan Gastrointestinal

Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises
esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan
yang masif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita
Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED
pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya
koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma
hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.

Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan
normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati
diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas
beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya
amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak. Ensefalopati hepatik merupakan kelainan
neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

3. Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan
lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

4. Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita
disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.

5. Infeksi

Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita
sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis
kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

6.Batu empedu

Jika sirosis menghalangi empedu mencapai kantung empedu, batu empedu dapat terjadi.

7.Varises

Ketika aliran darah pada vena porta melambat, darah dari usus dan limpa kembali lagi ke
pembuluh darah lambung dan esofagus. Pembuluh darah ini dapat membesar karena sebenarnya tidak
membawa kapasitas darah yang banyak. Pembesaran pembuluh darah disebut varises, mempunyai
dinding tipis dan tekanan tinggi, dan sehingga dapat menyebabkan memar. Jika memar, dapat
menimbulkan masalah perdarahan yang serius di lambung atas atau esofagus yang memerlukan terapi
medis segera. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20% sampai 40% pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi,
sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulagi varises ini dengan beberapa cara.

8. Hipertensi porta
Normalnya, darah dari usus dan limpa menuju hati memalui vena porta. Tetapi sirosis
mengurangi aliran darah normal di vena porta, dengan meningkatkan tekanan didalamnya. Kondisi ini
disebut juga hipertensi porta.

9.Masalah dalam berbagai macam organ lainnya

Sirosis dapat menyebabkan disfungsi sistem imun, yang dapat menyebabkan infeksi. Cairan di
abdomen (asites) dapat terinfeksi dengan bakteri yang biasanya di temukan di usus. Sirosis dapat juga
menyebabkan impoten, disfungsi ginjal, dab osteoporosis. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain
peritonitis bacterial spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bacteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.1 Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan
perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat
hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

Hati yang sehat


Hati Sirosis

Penatalaksanaan
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (2.500 gr/hari) kadang-
kadang asitas dan edema yang telah dapat diatasi.

Adakalanya harus dibantu dengan mengatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1
liter atau kurang.

2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spinorolakton
50-100 mg/hr (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari setelah 3-4 hari terdapat perubahan.

3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamientosa yang
intensif). Dilakukan terapi parasintesis, walaupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong
kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya parasintesis parasimpatis banyak kembali
dicoba untuk digunakan. Pada umumnya parasintesis aman apabila disertai dengan infus albumin
sebanyak 6-8 untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan setelah parasintesis.
Pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.

4. Pengendalian cairan asites, diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/ 2 hari atau keseimbangan
cairan negatif 600-800 ml/hr. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatis.

Anda mungkin juga menyukai