SKRIPSI
Oleh :
MARISATUL KHASANAH
i
EFEKTIVITAS GEL JINTEN HITAM (Nigella sativa) SEBAGAI
ANTISEPTIK PUTING TERHADAP LAMA WAKTU REDUKTASE
DAN POTENSIAL HIDROGEN (pH) SUSU PADA KAMBING
PERANAKAN ETTAWA MASTITIS SUBKLINIS
Oleh :
MARISATUL KHASANAH
NIM : 23010116140136
ii
SURAT PERYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Marisatul Khasanah
Mengetahui :
Ir. Rudy Hartanto, S.Pt., M.P., Ph.D., I.P.M. drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D..
iii
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS GEL JINTEN HITAM
(Nigella sativa) SEBAGAI ANTISEPTIK
PUTING TERHADAP LAMA WAKTU
REDUKTASE DAN POTENSIAL
HIDROGEN (pH) SUSU PADA KAMBING
PERANAKAN ETTAWA MASTITIS
SUBKLINIS
Ir. Rudy Hartanto, S.Pt., M.P., Ph.D., I.P.M. drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.
Dr. drh. Enny Tantini Setiatin, M.Sc. Dr.Ir. Marry Christiyanto, M.P., I.P.M.
Dr. Ir. Bambang W.H.E.P., M.S., M.Agr., I.P.U. Dr. Ir. Sri Sumarsih, S.Pt., M.P., I.P.M.
iv
RINGKASAN
v
KATA PENGANTAR
(PE) karena memiliki kelebihan produk utama berupa susu yang berkualitas
ternak dwiguna yaitu penghasil susu dengan kualitas gizi yang baik serta
penghasil daging, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan bagi para
peternak kambing perah. Kambing perah juga memiliki kelemahan bagi peternak
menurunnya produksi susu dan kualitas susu. Antiseptik puting berbahan dasar
herbal dari jinten hitam (Nigella sativa) terdapat aktivitas senyawa yaitu
Jinten Hitam (Nigella Sativa) sebagai Antiseptik Puting terhadap Lama Waktu
Reduktase dan Potensial Hidrogen (pH) Susu pada Kambing Peranakan Ettawa
Mastitis Subklinis”.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, bantuan dan
vi
penghargaan setinggi-tingginya dengan penuh rasa hormat kepada Ir. Rudy
Hartanto, S.Pt., M.P., Ph.D., I.P.M. selaku dosen pembimbing utama dan
Koordinator Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah serta drh. Dian
Wahyu Harjanti, Ph.D. selaku dosen pembimbing anggota yang telah memberikan
kasih kepada Dr. Ir. Bambang Waluyo H. E. P., M.S., M.Agr., I.P.U. selaku
penulis untuk menempuh studi, Dr. Ir. Sri Sumarsih S.Pt., M.P.,I.P.M. selaku
Ketua Departemen Peternakan, Dr. drh. Enny Tantini Setiatin, M.Sc. selaku Ketua
Program Studi S1 Peternakan, serta Prof. Dr. Ir. Sunarso, M.S. selaku Dosen Wali
atas motivasi, doa, bimbingan dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Pak Yedi selaku Ketua Kelompok Tani
Kuncen Farm, Pak Yuli dan Pak Rois selaku pemilik kandang dan anggota
lainnya yang telah memberikan informasi dan ijin untuk melakukan penelitian di
KTT Kambing Perah Kuncen Farm, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa
Tengah.
Surana (Alm), Ibu Warsinah, Mas Rian, Mbak Iva dan Adik Kaivan yang
senantiasa memberikan doa, kasih sayang, nasehat, motivasi serta materi. Penulis
memberikan semangat, doa dan kasih sayang luar biasa kepada penulis. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada teman dekat Evy, Sita, Chania dan Thia
vii
yang selalu memberikan semangat dan doa dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis
ucapkan terimaksih kepada teman seperjuangan tim penelitian yang turut andil
dalam penelitian; serta keluarga besar kelas Peternakan D 2016 yang selalu
teman Tim II KKN Undip Desa Lodan Wetan 2019 dan keluarga Himpunan S1
Penulis mengucapkan terimaksih kepada Ibu Kos dan teman kos yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat; serta semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
kritik dan saran yang membangun dapat menambah kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, serta untuk
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN ............................................................................................. 38
ix
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 52
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
oleh masyarakat, karena selain sebagai penghasil daging juga berpotensi untuk
susu sekitar 1 – 1,5 L/hari dengan kadar lemak 6,5 – 7,3% (Ramadhan et al.,
2013; Adriani et al., 2014). Kualitas susu kambing tidak hanya ditentukan oleh
kandungan zat gizinya saja, namun juga jumlah cemaran bakteri. Lama waktu
reduktase memiliki hubungan erat dengan total bakteri dalam susu, apabila
semakin lama waktu reduktase menandakan jumlah bakteri dalam susu semakin
sedikit (Nababan et al., 2014). Syarat mutu susu segar berdasarkan uji reduktase
bakteri per ml sebesar 5×105 – 40×105 CFU/ml (Legowo et al., 2009). Uji
mikrobiologi susu dengan cepat. Total bakteri dalam susu memiliki pengaruh
pada kualitas susu yang dihasilkan dan mempengaruhi nilai jual susu. Susu yang
sudah terkontaminasi oleh bakteri akan terjadi perubahan nilai pH pada susu.
Nilai pH susu segar pada ternak normal berkisar 6,3 – 6,8 (Badan Standarisasi
Nasional, 2011). Ternak pada umumnya memiliki pH susu segar yaitu 6,3 – 6,75
sedangkan ternak yang terkena mastitis subklinis memiliki nilai pH yaitu diatas
yang baik. Nilai pH susu dan lama waktu reduktase dapat dijadikan indikator
terjadi kenaikan nilai pH susu dikarenakan adanya sel leukosit dalam kelenjar
dengan total bakteri karena semakin banyak pengasaman oleh bakteri dalam susu
maka nilai pH akan menurun (Swadayana et al., 2012). pH susu yang menurun
dapat berpengaruh terhadap lama waktu reduktase yang cepat yang menandakan
kualitas susu jelek. Ternak yang mengalami mastitis akan ditemukan jumlah
bakteri dan sel somatik yang tinggi. Sel somatis merupakan sumber endogenous
protein seperti enzim, salah satu enzim yang mampu menjaga stabilitas susu dan
daya simpan yaitu enzim lipoprotein lipase. Enzim tersebut tidak dapat dihambat
Sanitasi puting pada kegiatan pasca pemerahan yang perlu dilakukan yaitu
dipping atau pencelupan puting dengan antiseptik atau desinfektan yang bertujuan
untuk menutup permukaan lubang puting (teat meatus) dari cemaran bakteri yang
masuk ke dalam puting (Putri et al., 2015). Saluran susu pada puting yang
terlemah ambing yaitu setelah pemerahan karena spinchter terbuka selama 2–3
Martindah, 2015)
dibedakan menjadi dua yaitu mastitis klinis dan subklinis. Ternak yang terkena
mastitis klinis terdapat perubahan pada ambing menjadi bengkak, berwarna merah
dan terasa panas saat diraba (Mahpudin et al., 2017). Mastitis subklinis memiliki
ciri-ciri yaitu ambing tidak mengalami kebengkakan, tidak sakit, susu tidak
menggumpal dan tidak terdapat perubahan warna susu, namun mastitis subklinis
ini dapat merugikan peternak karena mengalami penurunan produksi susu (Udin
ambing (mastitis) pada ternak yaitu bakteri gram positif seperti Streptococus
kedalam ambing sehingga terjadi penurunan jumlah bakteri dalam ambing dan
nyeri, gatal, kemerahan (Aprilia et al., 2016). Sanitasi puting dalam bentuk
larutan yang banyak digunakan peternak dapat mengakibatkan bahan aktif yang
ada didalamnya cepat menguap atau bahkan hilang. Oleh karena itu, terdapat
4
inovasi dalam bentuk gel yang diharapkan lebih tahan lama melindungi puting
dari lingkungan luar sehingga dapat meminimalisir bakteri masuk. Gel adalah
salah satu sediaan farmasi dengan bentuk semipadat. Gel digemari masyarakat
karena penggunaannya yang mudah, penyebaran pada kulit yang baik dan
bahan herbal berupa jinten hitam (Nigella sativa). Jinten hitam (Nigella sativa)
dan antiinflamasi (Kooti et al., 2016). Kandungan minyak atsiri dan volatil pada
ekstrak Jinten hitam efektif melawan bakteri seperti Escherichia coli serta dapat
belum banyak dilakukan, khususnya untuk antiseptik gel puting pada kambing
sebagai antiseptik teat dipping terhadap cemaran bakteri pada kambing PE yang
informasi efektivitas penggunaan gel puting jinten hitam sebagai antiseptik teat
dipping terhadap pH susu dan lama waktu reduktase. Hipotesa penelitian adalah
penggunaan gel puting jinten hitam (Nigella sativa) sebagai antiseptik puting
mastitis subklinis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kambing Kacang dengan kambing Etawa, kambing ini sudah beradaptasi dengan
kondisi di Indonesia dan hidup tersebar di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa
dan susu yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dengan kelebihan
daya tahan ternak terhadap lingkungan yang baik serta mampu memanfaatkan
kambing PE memiliki ciri-ciri ternak yaitu bentuk tubuh tinggi, bentuk hidung
L/hari dengan kadar lemak 6,5 – 7,3% (Ramadhan et al., 2013; Adriani et al.,
2014). Kambing PE betina memiliki bentuk ambing besar, panjang dan berjumbai
memiliki produksi susu yang tinggi (Habib et al., 2014). Kambing PE memiliki
panjang masa laktasi yaitu 170 hari (Mulyati et al., 2007) dengan puncak produksi
susu yaitu terjadi pada minggu ke 3 – 4 masa laktasi (Christi dan Rohayati, 2017).
6
2.2. Mastitis
yaitu mastitis klinis yang memiliki ciri-ciri yaitu susu menggumpal atau cair serta
terdapat darah atau nanah dan mastitis subklinis yang tidak dapat dilihat secara
sakit, meningkatnya suhu tubuh dan frekuensi nafas, serta menurunnya nafsu
laboratoris dengan adanya infeksi yang ditandai dengan peningkatan sel somatik
kimia, dan luka. Kebersihan tempat, kebersihan alat pemerah dan kebersihan
ternak terkena mastitis serta ambing dan puting ternak setelah pemerahan yang
utama peradangan ambing (mastitis) pada ternak yaitu bakteri gram positif
Escherichia coli dan Klesbsilla sp. (Purwantiningsih et al., 2014). Bakteri sering
2019).
mencegah masuknya bakteri pada puting dan saluran – saluran susu (Sasongko et
dengan merusak dinding sel bakteri sehingga larutan antiseptik dapat menembus
(Mahardhika et al., 2012). Bakteri dari lingkungan luar yang masuk kedalam
ambing yang tidak dapat terhambat dapat berpengaruh pada nilai pH susu dan
Jinten hitam (Nigella sativa) adalah tanaman herbal yang banyak digunakan
sebagai pengobatan komplementer dan sering dikenal sebagai black seed. Jinten
hitam memiliki manfaat salah satunya sebagai antibakteri dan antiinflamasi yaitu
thymoquinone serta terdapat senyawa lain yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, dan
tanin (Mahfur, 2018; Nurhakim, 2010). Ekstrak jinten hitam memiliki kandungan
bahan aktif yang menonjol yaitu thymoquinone yang memiliki efek antiinflamasi,
pada jinten hitam mengandung banyak asam lemak tak jenuh dan asam linoleat
mengandung banyak asam lemak jenuh pada fosfolipid membran sel dan asam
lemak jenuh yang tinggi dapat mempengaruhi sistem imum yaitu terjadi
perubahan pada fluiditas membran sel, aktivitas beberapa enzim pada membran
sel, dan pembentukan senyawa penting lainnya yang berperan dalam regulasi
lisis (Zahro dan Agustini, 2013). Amalia et al. (2014) menyatakan bahwa
mekanisme kerja alkaloid yaitu melalui penghambatan sintesis dinding sel yang
menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati. Tanin mampu mengkerutkan
dinding sel, akibatnya permeabilitas sel dapat terganggu dan tidak dapat
mati (Giantara et al., 2019). Jinten hitam juga terdapat senyawa flavonoid yang
membran sel bakteri sehingga mengganggu metabolisme bakteri dan bakteri tidak
mampu menghasilkan energi untuk aktivitas sel dan akhirnya bakteri akan mati
Thymol adalah fenol yang diperoleh dari minyak Nigella sativa sebagai zat
al., 2012). Kandungan fenol pada bahan herbal juga berperan sebagai antioksidan
kerusakan sel (Tasia dan Widyaningsih, 2014). Antioksidan juga dapat ditemukan
pada jinten hitam yang di dalamnya mengandung zat aktif thymoquinone yang
menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi elektron pada radikal bebas dan
10
menghambat ikatan berantai pada radikal bebas yang dapat menimbulkan stres
Jinten Hitam (Nigella sativa) adalah bahan herbal yang berfungsi sebagai
kimia yang dapat menyebabkan nyeri, gatal, kemerahan dan bahkan meninggalkan
residu (Aprilia et al., 2016). Penggunaan antiseptik puting dengan bahan herbal
Bentuk sanitasi puting yang biasa digunakan oleh peternak dengan menggunakan
kurang efektif sehingga diperlukan inovasi yaitu antiseptik puting berbahan dasar
herbal jinten hitam dalam bentuk gel yang diharpakan mampu melindung puting
dari masuknya bakteri. Gel adalah sediaan farmasi yang mudah digunakan
al., 2017).
bakteri dalam susu dengan memiliki prinsip bahwa apabila terjadi perubahan
warna methylene blue pada susu dari warna biru menjadi putih dengan waktu yang
lama maka menandakan jumlah bakteri dalam susu semakin sedikit (Puspitarini
11
dan Kentjonowaty, 2015). Syarat mutu susu segar yang dapat dikonsumsi
Hubungan antara kualitas susu dengan perkiraan jumlah bakteri dalam uji
ditambahkan akan tereduksi menjadi putih metilen (Arjadi et al., 2017). Uji
reduktase yaitu adanya enzim reduktase yang dihasilkan oleh bakteri yang ada
didalam susu, semakin banyak bakteri yang ada dalam susu maka semakin banyak
Corynebacterium bovis yang masuk melalui saluran susu (sphincter) yang terbuka
2013). Faktor penting penyebaran mastitis dapat terjadi karena adanya cemaran
bakteri patogen dalam kuartir (puting susu) yang terinfeksi (Sudarman et al.,
jumlah bakteri dalam susu dapat dihitung dengan uji Total Plate Count (TPC)
(Giantara et al., 2019). Peradangan jaringan internal ambing (mastitis) ini disertai
dengan adanya perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, adanya kenaikan jumlah sel
radang (jumlah sel somatik/Somatic Cell Count) terutama leukosit dalam susu dan
kelenjar ambing yang telah rusak akan merangsang timbulnya reaksi jaringan
Peningkatan jumlah sel somatik dan rusaknya sel sekretori ambing akibat
sehingga akan berpengaruh pada kualitas susu yang dihasilkan (Fatonah et al.,
2020). Peradangan ambing berpengaruh pada kualitas susu yang dihasilkan yaitu
terjadi kenaikan nilai pH susu dikarenakan adanya sel leukosit dalam kelenjar
pemerahan dan penyakit yang diakibatkan bakteri susu sehingga terjadi perubahan
laktosa menjadi asam laktat dan asam organik (Sasongko et al., 2012).
13
Susu segar memiliki nilai pH susu 6,3 – 6,8 (SNI, 2011). Nilai pH susu
segar ternak pada umumnya berkisar 6,3 – 6,75 sedangkan ternak mastitis
pada ternak mastitis dikarenakan terdapat pertambahan sel leukosit dan NaCl, dan
apabila terjadi penurunan nilai pH susu dapat dikarenakan jumlah bakteri patogen
sehingga NaCl dan sel somatis yang dimobilisasi kedalam lumen alveoli
berkurang (Mahpudin et al., 2017). Nilai pH memiliki hubungan erat dengan total
bakteri karena semakin banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri dalam susu
maka nilai pH akan cenderung menurun atau menjadi asam (Swadayana et al.,
2012).
14
BAB III
Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah. Pembuatan gel puting ekstrak
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 ekor kambing perah
PE fase laktasi yang terindikasi mastitis subklinis yang dikonfirmasi positif pada
uji California Mastitis Test (CMT). Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pH meter dengan merek pH-01 (Pen-type pH Meter) untuk
mengukur pH susu, tabung reaksi untuk meletakkan sampel susu untuk pengujian,
rancangan acak kelompok (RAK) Split plot in time dengan perlakuan gel puting
ekstrak Jintem hitam sebagai main plot dan lama pemberian sebagai sub plot. Unit
kelompok I (498- 452 liter), kelompok II (532-534 liter), kelompok III (575-539
liter) dan kelompok IV (586-640 liter). Main plot dari penelitian ini yaitu sebagai
berikut :
T0 : Tanpa Perlakuan
H0 : Hari ke-0
sativa). Tahapan ekstraksi diawali dengan proses maserasi sesuai dengan metode
Harjanti et al. (2019) yaitu biji jinten hitam yang telah kering, kemudian
16
dihomogenkan selama 1 jam dengan ethanol 96% lalu dimaserasi selama 24 jam.
mendapatkan hasil filtrat yang bagus. Residu dan hasil filtrat maserasi dipisahkan.
Universitas Diponegoro untuk memperoleh hasil ekstrak jinten hitam. Gel puting
dibuat dengan mencampurkan carbopol, TEA, nipagin, aquades dan ekstrak jinten
Hasil ekstraksi yang akan digunakan untuk pembuatan gel akan diuji
fitokimia untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam jinten hitam di
ekstrak jinten hitam dan kandungan antiseptik gel disajikan pada Tabel 2 dan 3.
dengan cara pengumpulan sampel susu yang diambil secara aseptis pada
pemerahan pagi hari sebanyak 100 ml untuk pengujian pH susu dan lama
merek pH-01 (Pen-type pH Meter) pada sampel susu sebanyak 50 ml. Katoda
menggunakan tisu, kemudian katoda indikator dicelupkan pada susu sampai angka
yang tertera pada pH meter berhenti dan siap dibaca (Puspita, 2016).
methylene blue sebanyak 0,5 ml. Tabung reaksi tersebut ditutup dan digoyang-
perubahan warna yang terjadi setiap 30 menit, sampai warna biru berubah menjadi
analysis of variance) dengan taraf 5%. Model linier disusun menggunakan model
berikut:
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i (perlakuan antiseptik
puting gel jintem hitam dan kontrol positif) dan periode
percobaan ke-j (hari ke 10, 20 dan 30) serta ternak kambing
mastitis ke-k
= Nilai tengah umum (rata-rata populasi)
ρk = Pengaruh aditif dari kelompok ke – k
αi = Pengaruh aditif taraf ke i dari faktor antiseptik puting gel jintem
hitam
βj = Pengaruh aditif taraf ke j dari faktok lama perlakuan
(αβ)ij = Pengaruh aditif taraf ke i dari faktor antiseptik puting gel jintem
hitam dan taraf ke j dari faktor lama perlakuan
γik = Pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke i dari
faktor antiseptik puting gel jintem hitam dalam kelompok ke k
ijk = Pengaruh acak dari satuan percobaan ke k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij
H0 : (αβ)ij = 0 atau tidak ada pengaruh interaksi antara antiseptik puting gel jintem
hitam dengan lama perlakuan terhadap lama waktu reduktase dan pH susu.
H1 : minimal ada satu (αβ)ij ≠ 0, berarti minimal ada satu pengaruh interaksi
antara gel puting jintem hitam dengan lama perlakuan terhadap lama waktu
H0 : α i = 0 atau tidak ada pengaruh perlakuan (antiseptik puting gel jintem hitam)
puting gel jintem hitam) yang berpengaruh terhadap respon yang diamati (lama
H0 : βj = 0 atau tidak ada pengaruh lama perlakuan terhadap respon yang diamati
H1 : minimal ada satu βj ≠ 0, berarti minimal ada satu lama perlakuan yang
berpengaruh terhadap respon yang diamati (lama waktu reduktase dan pH susu).
Jika F Hitung < F tabel dengan α = 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika ditemukan pengaruh yang nyata pada uji ANOVA maka dilakukan uji
BAB IV
dengan menggunakan antiseptik puting gel jinten hitam yang berbeda terhadap
Lama Pemberian
Perlakuan Rata-rata
H0 H10 H20 H30
------------------------(Jam)----------------------
T0 9 9 9 8,51 8,88
T1 8 9 9 9 8,75
T2 8,56 9 9 9 8,89
T3 9 9 9 9 9
Rata-rata 8,64 9 9 8,88
diketahui bahwa tidak adanya interaksi antara perlakuan antiseptik puting gel
jinten hitam dengan lama penggunaan gel dan pada analisis ragam juga tidak ada
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap perlakuan antiseptik puting gel dan lama
penggunan serta tidak ada pengaruh nyata terhadap angka reduktase. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa penggunaan antiseptik puting gel jinten hitam dengan taraf
ekstrak jinten hitam 1 – 3% (T1, T2, T3) memberikan hasil yang sama dengan
reduktase akan membaik setelah diberikan gel puting selama 30 hari namun
perubahan tersebut tidak signifikan. Hal ini diketahui dari angka reduktase pada
hari ke-0 sebelum penelitian pada kelompok T1 (8), T2 (8,56) dan T3 (9), menjadi
T1 (8,51), T2 (9) dan T3 (9) pada hari ke-30, sedangkan pada kelompok kontrol
angka reduktase cenderung menurun yakni pada hari ke-0 sebesar 9 dan pada hari
ke-30 sebesar 8,51. Hal ini diduga disebabkan tidak adanya pelindung putting
puting jinten hitam yang menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam
jumlah bakteri dalam susu dan menurunkan tingkat peradangan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kooti et al. (2016) bahwa tanaman jinten hitam (Nigella sativa)
antioksidan dan anti inflamasi. Jumlah cemaran bakteri yang menurun dapat
disebabkan oleh senyawa tanin yang berperan mengkerutkan dinding sel yang
dapat mengganggu permeabilitas sel dan mengakibatan sel bakteri mati. Arlofa
(2015) bahwa terganggunya permeabilitas sel yang mengakibatkan sel tidak dapat
melakukan aktivitas dikarenakan adanya senyawa tanin yang bekerja dengan cara
mengkerutkan dinding sel atau membran sel bakteri yang berakibat terhambatnya
pertumbuhan bakteri.
Total bakteri yang menurun dalam susu tidak terlepas dari senyawa pada
jinten hitam yang juga berperan sebagai zat antibakteri yaitu saponin dan alkaloid
22
pembentukan lapisan sel sehingga sel tidak utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat
Dwicahyani et al. (2018) bahwa saponin yang berperan sebagai antibakteri pada
mengakibatkan dinding sel lisis sehingga zat antibakteri dapat masuk kedalam sel
dan akan mengganggu metabolisme dan akibatnya sel bakteri akan mati,
berbentuk utuh sehingga pembetukan sel tidak sempurna dan akibatnya akan
terjadi kematian sel. Permeabilitas sel yang terganggu juga dapat disebabkan oleh
sehingga cemaran baktei dalam susu dapat menurun. Kurniawan dan Aryana
histamin pada radang. Bekerjanya senyawa aktif yang terkandung pada jinten
jumlah bakteri dalam susu, hal tersebut dapat diindikasikan dari perbaikan lama
waktu reduktase kearah lebih baik walaupun menunjukkan hasil yang tidak
signifikan.
dengan mengetahui estimasi berupa kisaran jumlah bakteri yang terdapat dalam
susu yang dapat dilihat dari nilai reduktase. Hal ini didukung oleh pendapat
23
Amrulloh et al. (2018) bahwa uji reduktase merupakan salah satu uji kualitas susu
menunjukkan bahwa susu yang dianalisis memiliki rata-rata lama waktu reduktase
lebih tinggi dari SNI yaitu lebih dari 5 jam yang diduga memiliki kisaran jumlah
bahwa syarat mutu segar berdasarkan uji reduktase yaitu 2 – 5 jam. Hal ini
didukung oleh pendapat Legowo et al. (2009) bahwa susu dengan kualitas sangat
baik yaitu memiliki waktu reduksi >5 jam dengan perkiraan jumlah bakteri
lamanya waktu perubahan methylene blue dari biru menjadi putih ditentukan dari
sedikit banyaknya jumlah bakteri yang ada didalam susu yang mampu mereduksi
susu.
pengaruh pada setiap perlakuan diduga karena senyawa yang terkandung dalam
jinten hitam hanya efektif mencegah masuknya bakteri dan membunuh bakteri
disekitar bagian luar ambing dan puting, sehingga belum efektif untuk
mencegah bakteri tidak masuk dalam puting serta zat aktif pada antiseptik tidak
puting merupakan treatment dari luar tubuh untuk mencegah masuknya bakteri
24
kedalam ambing agar tidak bertambahnya bakteri dalam ambing pada ternak yang
terkena mastitis dan terdapat treatment dari dalam tubuh untuk megurangi tingkat
pencegahan mastitis dari luar tubuh sedangkan pencegahan dari dalam dengan
peradangan menurun.
Tabel 4. terlihat bahwa baik H0 maupun H10, H20 dan H30 menunjukkan
lama waktu reduktase yang tidak berbeda signifikan (P>0,05). Hal ini berarti
waktu reduktase, namun semuanya >8 jam yang artinya semua susu dalam
keadaan baik dan diduga cemaran bakteri sangat rendah. Krisharianti (2020)
bahwa berdasarkan hasil uji TPC dengan perlakuan gel puting jinten hitam pada
hari ke-30 sebesar 1,5×104 CFU/ml (T1); 0,2×104 CFU/ml (T2), dan 0,6×104
CFU/ml (T3). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai tersebut berada
dibawah SNI yaitu 1×106 CFU/ml (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Hal
tersebut berarti bahwa lama waktu reduktase dan total bakteri pada penelitian ini
menunjukkan hasil yang sesuai dalam penentuan kualitas susu berdasarkan uji
secara mikrobiologis yaitu susu memiliki cemaran bakteri yang aman untuk
dikonsumsi.
25
Hasil analisis ragam yang dihasilkan pada Tabel 5 dan lampiran 5. diketahui
bahwa tidak adanya interaksi antara perlakuan gel puting jinten hitam dengan
lama penggunaan gel dan pada analisis ragam juga tidak ada pengaruh nyata
(P>0,05) terhadap perlakuan gel puting dan lama penggunan serta tidak ada
pengaruh nyata terhadap nilai pH susu. Perlakuan antiseptik gel puting Jinten
hitam (T0, T1, T2 dan T3) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pH susu
dengan rata-rata secara berturut-turut yaitu 6,43 (T0), 6,45 (T1), 6,47 (T2) dan
6,47 (T3). Nilai rataan hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa pH susu
menyatakan bahwa susu segar memiliki nilai pH susu 6,3 – 6,8. Hal ini juga
didukung oleh pendapat Sudarwanto dan Sudarnika (2008) bahwa nilai pH susu
pada ternak normal berkisar 6,3 – 6,75 sedangkan ternak yang terkena mastitis
subklinis diatas 6,75. Mirdhayati et al. (2008) menyatakan bahwa pH susu yang
26
normal disebabkan oleh adanya kandungan dalam susu seperti kasein, buffer,
fosfat dan sitrat secara terbatas karena adanya globulin, albumin dan CO 2.
Antiseptik puting berupa gel puting jinten hitam terhadap nilai pH susu ini sejalan
dengan hasil uji angka reduktase yang tidak signifikan. Bakteri dalam ambing
sel somatik dan hal tersebut akan mengakibatkan pH susu cenderung kearah basa.
Pratiwi et al. (2018) bahwa bakteri yang masuk kedalam puting akan terjadi
sehingga untuk melawan infeksi bakteri maka tubuh akan memproduksi sel
leukosit lebih banyak dan akan terjadi pelepasan sel somatik dalam susu. Riyanto
et al. (2016) bahwa terdapat hubungan antara kenaikan nilai pH terhadap kenaikan
Tabel 5. terlihat bahwa lama pemberian baik H0 maupun H10, H20 dan H30
menunjukkan pH susu yang tidak berbeda signifikan (P>0,05). Hal ini berarti
susu, namun semuanya masih sesuai SNI (H0 = 6,46, H10= 6,46, H20= 6,47 dan
H30 = 6,44). Hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh pemberian antiseptik
puting jinten hitam terhadap semua perlakuan dapat dikarenakan hanya untuk
melindungi puting bagian luar dari masuknya bakteri kedalam ambing dan
27
kondisi tersebut maka nilai pH susu masih stabil. Giantara et al. (2019) bahwa
peradangan ambing. Puting yang tidak diberikan antiseptik puting maka akan
ambing akan bertambah sehingga ternak akan bergerak kearah mastitis klinis.
peradangan ambing dengan jumlah bakteri yang banyak maka pH susu akan
bergerak kearah basa. Pada penelitian ini karena tidak ada perubahan nilai pH
Tabel 5. terlihat bahwa baik H0 maupun H10, H20 dan H30 menunjukkan
nilai pH susu yang tidak berbeda signifikan (P>0,05), namun semuanya pada
kisaran pH normal yaitu 6,3 – 6,75 yang artinya susu dalam keadaan baik dan
diduga cemaran bakteri sangat rendah. Destira (2020) bahwa jumlah sel somatik
dengan perlakuan gel puting jinten hitam pada hari ke-30 sebesar 1,22 x 106
sel/ml (T0), 1,15×106 sel/ml (T1); 1,85×106 sel/ml (T2), dan 2,10×106 sel/ml (T3),
dengan hasil yang tidak berbeda nyata. Peningkatan jumlah sel somatik memiliki
hubungan terhadap meningkatnya nilai pH susu. Hal ini sesuai dengan pendapat
adanya peningkatan kadar NaCl dan sel somatis yang dimobilisasi kedalam lumen
alveoli.
28
timbulnya reaksi jaringan dalam bentuk peningkatan sel somatik di dalam kelenjar
susu. Hal tersebut didukung oleh pendapat Agustina et al. (2019) tingkat
keparahan peradangan ambing dapat dilihat dari jumlah sel somatik yang semakin
tinggi karena didalam susu terdapat sel leukosit dan sel epitel yang dieksresikan
pembentukan koloni kuman yang masuk ke dalam ambing pada saat peradangan
beratnya proses radang kelenjar susu, apabila ujung puting susu (streak canal)
terinfeksi kuman maka pertahanan seluler berupa sel darah putih (leukosit) akan
menghentikan infeksi kuman maka akan terjadi radang yang diikuti mobilisasi sel
susu, apabila terjadi peningkatan peradangan pada ambing maka pH susu akan
meningkat atau cenderung basa. Penelitian ini tidak ada penambahan nilai pH
karena antiseptik yang digunakan berupa gel puting jinten hitam mampu
melindungi puting dari masuknya bakteri kedalam ambing sehingga nilai pH susu
sehingga terjadinya peningkatan peradangan dan kenaikan kadar NaCl dan sel
29
leukosit dan apabila kadar NaCl dan sel leukosit berkurang dalam lumen maka
Nilai pH susu yang menyimpang dari angka normal juga dapat disebabkan
adanya aktivitas bakteri didalam susu. Hal ini didukung oleh pendapat Mudharyati
et al. (2008) adanya kenaikan dan penurunan pH susu dapat disebabkan oleh hasil
masuk kedalam susu sehingga terjadi aktivitas bakteri yang dapat mengubah
laktosa menjadi asam laktat sehingga terjadinya penurunan pH susu atau pH susu
cenderung asam. Dalam penelitian ini, data pH susu pada hari ke-30 pada
kelompok perlakuan menggunakan gel puting sejalan dengan hasil uji reduktase
dan data hasil uji TPC yaitu susu memiliki nilai pH yang stabil dengan jumlah
BAB V
5.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pemberian gel puting
Jinten hitam sebagai antiseptik puting pada kambing Peranakan Ettawa (PE)
5.2. Saran
Saran yang diberikan yaitu bahwa peternak bisa menggunakan gel puting
Jinten hitam dengan penambahan bahan herbal lainnya yang memiliki peran
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, D., P. Sambodho dan D. W. Harjanti. 2019. Jumlah sel somatik dan
komposisi susu sapi perah mastitis subklinis yang mendapat treatment
suplemen dan teat dipping temulawak. Buletin Sintesis. 23 (3): 31 – 36.
Arlofa, N. 2015. Uji kandungan senyawa fitokimia kulit durian sebagai bahn aktif
pembuatan sabun. J. Chemtech. 1 (1): 18 – 22.
Arjadi, L., Nurwantoro, D. W. Harjanti. 2017. Evaluasi cemaran bakteri susu yang
ditinjau melalui rantai distribusi susu dari peternak hingga KUD di
Kabupaten Boyolali. J. Ilmu – Ilmu Pertanian. 13 (1): 1 – 10.
Aziz, A. S., P. Surjowardojo dan Sarwiyono. 2013. Hubungan bahan dan tingkat
kebersihan lantai kandang terhadap kejadian mastitis melalui uji California
Mastitis Test (CMT) di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. J. Ternak
Tropika. 14 (2): 72 – 81.
Destita, F. 2020. Produksi Susu dan Jumlah Sel Somatik Susu Kambing
Peranakan Etawa Mastitis Subklinis yang Mendapat Sanitasi Puting Dengan
Gel Antiseptik Jintan Hitam. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas
Diponegoro. (Skripsi).
Krisharianti, E. 2020. Total Bakteri dan Skor California Mastitis Test pada
Kambing Peranakan Ettawa Mastitis Subklinis yang Menggunakan
Antiseptik Puting Gel Jinten Hitam (Nigella sativa). Fakultas Peternakan
dan Pertanian. Universitas Diponegoro. (Skripsi).
Christi, R. F. dan T. Rohayati. 2017. Kadar Protein, laktosa, dan bahan kering
tanpa lemak susu Kambing Peranakan Ettawa yang diberi konsentrat
terfermentasi. J. Ilmu Peternakan. 1 (2): 19 - 27.
Fatonah, A., D.W. Harjanti dan F. Wahyono. 2020. Evaluasi produksi dan kualitas
susu pada sapi mastitis. J. Agripet. 20 (1): 22 – 31.
Fitriyanto, T. Y. Astuti dan S. Utami. 2013. Kajian viskositas dan berat jenis susu
Kambing Peranakan Etawa (PE) pada awal punck dan akhir laktasi. J.
Ilmiah Peternakan. 1 (1): 299 – 306.
persentase penurunan California Mastitis Test dan Total Plate Count air
susu. J. Sains Peternakan. 17 (2): 1 – 4.
Hidayat, R., E. Harpeni, dan Wardiyanto. 2014. Profil hematologi kakap putih
(Lates calcallifer) yang distimulasi dengan Jinten hitam (Nigela sativa) dan
efektifitasnya terhadap infeksi Vibrio alginolyticus. J. Rekayasa dan
Teknologi Perairan. 3 (1): 327 – 334.
Legowo, A. M., Kusrahayu dan S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu.
Badan Penerbit Undip, Semarang.
Mahfur, 2018. Profil metabolit sekunder senyawa aktif senyawa aktif minyak
atsiri Jinten hitam (Nigella sativa L.) dari Habasyah dan India. J. Farmasi
Indonesia. 15 (1): 90 – 97.
Midharyati, I., J. Handoko dan K. U. Putra. 2008. Mutu susu segar di UPT
Ruminansia Besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. J.
Peternakan. 5 (1): 14 – 21.
Prajoga, S. B. K. 2007. Pengaruh silang dalam pada estimasi respon seleksi sapih
kambing Peranakan Etawa (PE), dalam populasi terbatas. J. Ilmu Ternak. 7
(2): 170 – 178.
Pratiwi, M. S., D. W. Harjanti dan P. Sambodho. 2018. Jumlah sel somatik pada
sapi perah penderita mastitis subklinis akibat suplementasi kombinasi herbal
dan mineral proteinat. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan
Terpadu. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro,
Semarang. Hal : 25 – 36.
Puspita, H. J. 2016. Jumlah bakteri dan pH susu sapi peranakan Friesian Holstein
yang dipelihara dalam kandang beralas karpet dan tidak beralas karpet.
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
(Skripsi).
Putri, P., Sudjatmogo, dan T.H. Suprayogi. Pengaruh lama waktu dipping
menggunakan larutan kaporit terhadap tampilan total bakteri dan derajat
keasamaan susu sapi perah. J. Animal Agriculture. 4 (1): 132 – 136.
Sriwahyuni, E., Y. Risza dan A. Yuni. 2010. Ekstrak jinten hitam memperbaiki
penyempitan jalan nafas pada model mencit asthma. J. Kedokteran
Brawijaya. 26 (1): 37 – 42.
Swadayana, A., P. Sambodo, dan C. Budiarti. 2012. Total bakteri dan pH susu
akibat lama waktu diping puting kambing peranakan ettawa laktasi. J.
Animal Agriculture. 1 (1): 12 – 21.
Udin, Z., N. Humaidah dan I. Kentjonowaty. 2020. Pengaruh jus daun kemangi
(Ocimum basilicum l) sebagai teat dipping terhadap penurunan skor mastitis
subklinis dan produksi susu pada sapi peranakan Frisian Holstein (PFH). J.
Rekasatwa peternakan. 3 (1): 95 – 100.
Ulfah, N. R. 2018. Pengaruh Karbopol dan Gliserin Pada Sediaan Gel Minyak
Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C) Terhadap Sifat Fisik dan
Aktivitasnya pada Staphylococcus aureus. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. (Skripsi).
Van Der Berg., J.C.T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC, Wageningen.
Yuniarti. 2018. Efektivitas salep Jinten Hitam (Nigella sativa) pada proses
penyembuhan luka Perineum Rupture ibu nifas. J. Kesehatan Manarung. 4
(2): 64 – 68.
Zahro, L. dan R. Agustini. 2013. Uji efektivitas antibakteri ekstrak kasar saponin
jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. J. Chemistry. 2 (3): 120 – 129.
38
Rata-rata =
= 545,70
Standar Deviasi = 61,97
CV Data = × 100%
= × 100%
= 11,36%
39
Lama Penggunaan
Perlakuan
H0 H10 H20 H30
----------------------(jam) ----------------------
T0K1 9 9 9 9
T0K2 9 9 9 7,025
T0K3 9 9 9 9
T0K4 9 9 9 9
T1K1 9 5 9 9
T1K2 9 9 9 9
T1K3 9 9 9 9
T1K4 9 9 9 9
T2K1 7,225 9 9 9
T2K2 9 9 9 9
T2K3 9 9 9 9
T2K4 9 9 9 9
T3K1 9 9 9 9
T3K2 9 9 9 9
T3K3 9 9 9 9
T3K4 9 9 9 9
Rata-rata
Perlakuan
H0 H10 H20 H30
----------------------(jam) ----------------------
T0 9 9 9 8,51
T1 8 9 9 9
T2 8,56 9 9 9
T3 9 9 9 9
Rata-rata =
= = 8,88
CV Data = × 100%
= × 100%
= 6,67%
40
Lama Penggunaan
Perlakuan
H0 H10 H20 H30
T0K1 6,47 6,33 6,42 6,44
T0K2 6,46 6,46 6,40 6,42
T0K3 6,43 6,44 6,50 6,43
T0K4 6,44 6,40 6,50 6,34
T1K1 6,38 6,30 6,42 6,28
T1K2 6,46 6,52 6,34 6,44
T1K3 6,55 6,53 6,57 6,58
T1K4 6,40 6,50 6,46 6,38
T2K1 6,45 6,45 6,59 6,47
T2K2 6,38 6,46 6,45 6,45
T2K3 6,63 6,56 6,60 6,38
T2K4 6,47 6,55 6,39 6,39
T3K1 6,40 6,50 6,46 6,38
T3K2 6,45 6,45 6,59 6,47
T3K3 6,38 6,46 6,45 6,45
T3K4 6,63 6,56 6,60 6,38
Rata-rata
Perlakuan
H0 H1 H2 H3
T0 6,45 6,41 6,45 6,41
T1 6,46 6,47 6,43 6,42
T2 6,46 6,49 6,52 6,42
T3 6,47 6,47 6,47 6,50
Rata-rata =
= 6,45
Standar Deviasi = 0,09
CV Data = × 100%
= × 100%
= 1,33%
41
Perhitungan :
r =4
a =4
b =4
db Total = (rab) – 1
= (4 x 4 x 4) – 1
= 63
db R = (r – 1)
= (4 – 1)
=3
42
Lampiran 4. (Lanjutan)
db A = (a – 1)
= (4 – 1)
=3
db Galat (a) = (r – 1)(a – 1)
= (4 – 1)(4 – 1)
=9
db B = (b – 1)
= (4 – 1)
=3
db AB = (a – 1 )(b – 1)
= (4 – 1)(4 – 1)
=9
db Galat (b) = a (r – 1)(b – 1)
= 4(4 – 1)(4 – 1)
= 36
FK =
= 5045,6161
JK (X) = ∑X2 – FK
JK (R) = - FK
= 5045,6161
= 1,4873
43
Lampiran 4. (Lanjutan)
JK (A) = – FK
= 5045,6161
= 0,5023
= 5045,6161 1,4873
0,5023
= 2,8278
JK B = – FK
= 5045,6161
= 1,3873
JK AB = – FK – JK (A) – JK (B)
= 5045,6161 0,5023 –
1,3873
= 2,9278
JK Galat (b) = JK (Total) – (JK (R) + JK (A) + JK Galat (a) + JK B + JK (AB))
= 22,0777 – (1,4873 + 0,5023 + 2,8278 + 1,3873 + 2,9278)
= 12,9453
KT (R) =
=
44
Lampiran 4. (Lanjutan)
= 0,4958
KT (A) =
= 0,1674
KT Galat (a) =
= 0,3142
KT (B) =
= 0,4624
KT (AB) =
= 0,3253
KT Galat (b) =
= 0,3596
F hit A =
=
45
Lampiran 4. (Lanjutan)
= 0,5329
F hit B =
= = 1,2860
F hit AB =
= = 0,9047
Sumber F Tabel
Db JK KT F Hitung 5% 1%
Keragaman
Kelompok 3 1,4873 0,4958
Faktor (A) 3 0,5023 0,1674 0,5329 ns 3,86 6,99
Galat (a) 9 2,8278 0,3142
Faktor (B) 3 1,3873 0,4624 1,2860 ns 2,87 4,38
A×B 9 2,9278 0,3253 0,9047 ns 2,15 2,95
Galat (b) 36 12,9453 0,3596
Total 63 22,0777
Keterangan : ns = Tidak Berbeda Nyata
Nilai signifikasi > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
perlakuan dan lama penggunaan terhadap lama waktu reduktase.
CV (a) = × 100%
= × 100%
= 6,3130
CV (b) = × 100%
= × 100% = 6,7536
46
Perhitungan :
r =4
a =4
b =4
db Total = (rab) – 1
= (4 x 4 x 4) – 1
= 63
db R = (r – 1)
= (4 – 1)
=3
47
Lampiran 5. (Lanjutan)
db A = (a – 1)
= (4 – 1)
=3
db Galat (a) = (r – 1)(a – 1)
= (4 – 1)(4 – 1)
=9
db B = (b – 1)
= (4 – 1)
=3
db AB = (a – 1 )(b – 1)
= (4 – 1)(4 – 1)
=9
db Galat (b) = a (r – 1)(b – 1)
= 4(4 – 1)(4 – 1)
= 36
FK =
= 2666,6251
JK (X) = ∑X2 – FK
JK (R) = - FK
= 2666,6251
= 0,0611
48
Lampiran 5. (Lanjutan)
JK (A) = – FK
= 2666,6251
= 0,0252
= 2666,6251 0,0611
0,0252
= 0,2158
JK B = – FK
= 2666,6251
= 0,0095
JK AB = – FK – JK (A) – JK (B)
= 2666,6251 0,0252 –
0,0095
= 0,0311
JK Galat (b) = JK (Total) – (JK (R) + JK (A) + JK Galat (a) + JK B + JK (AB))
= 0,4624 – (0,0611 + 0,0252 + 0,2158 + 0,0095 + 0,0311)
= 0,1197
KT (R) =
=
49
Lampiran 5. (Lanjutan)
= 0,0204
KT (A) =
= = 0,0084
KT Galat (a) =
= = 0,0240
KT (B) =
= = 0,0032
KT (AB) =
= = 0,0035
KT Galat (b) =
= = 0,0033
F hit A =
= = 0,3509
F hit B =
= 0,9509
50
Lampiran 5. (Lanjutan)
F hit AB =
= 1,0378
Sumber F Tabel
Db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Kelompok 3 0,0611 0,0204
Faktor (A) 3 0,0252 0,0084 0,3509 ns 3,86 6,99
Galat (a) 9 0,2158 0,0240
Faktor (B) 3 0,0095 0,0032 0,9509 ns 2,87 4,38
A×B 9 0,0311 0,0035 1,0378 ns 2,15 2,95
Galat (b) 36 0,1197 0,0033
Total 63 0,4624
Keterangan : ns = Tidak Berbeda Nyata
Nilai signifikasi > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
perlakuan dan lama penggunaan terhadap pH susu.
CV (a) = × 100%
= × 100%
= 2,3988
CV (b) = × 100%
= × 100%
= 0,8933
51
Lama Perlakuan
Perlakuan Rata rata
H0 H10 H20 H30
6
--------------------- (10 sel/ml) --------------------
T0 2,01 3,03 1,99 1,22 2,06
T1 3,80 2,05 1,44 1,15 2,11
T2 2,92 2,66 2,07 1,85 2,38
T3 8,61 4,62 2,38 2,10 4,43
a b b
Rata rata 4,33 3,09 1,97 1,58c
Sumber : Destira (2020)
52
RIWAYAT HIDUP
Negeri 1 Sedan lulus pada tahun 2013 dan melanjutkan pendidikannya di bangku
sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Rembang lulus pada tahun 2016. Pada
2016 – 2017 menjadi Staff Muda bidang Komunikasi UKM Indonesia Marketing
Association, selanjutnya pada tahun 2017 – 2018 penulis menjadi Staff Ahli
Penulis telah mengikuti Praktik Kerja Lapangan selama 1 bulan di PT. Charoen
Pokphand Jaya Farm Unit 3 lebak, Banten. Penulis juga telah melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) TIM II di Desa Lodan Wetan, Kabupaten Rembang,