Anda di halaman 1dari 148

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT PISANG

AMBON (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI TINGKAT


KEMATANGAN DALAM MENURUNKAN GLUKOSA DARAH
MENCIT PENDERITA DIABETES

SKRIPSI

OLEH :

PETRICIA ELISABETH PAKPAHAN


130305040 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT PISANG
AMBON (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI TINGKAT
KEMATANGAN DALAM MENURUNKAN GLUKOSA DARAH
MENCIT PENDERITA DIABETES

SKRIPSI

OLEH :

PETRICIA ELISABETH PAKPAHAN


130305040 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


Judul Skripsi : Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Pisang Ambon ( Musa
paradisiaca L.) dari Berbagai Tingkat Kematangan Dalam
Menurunkan Glukosa Darah Mencit Penderita Diabetes
Nama : Petricia Elisabeth Pakpahan
NIM : 130305040
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Linda Masniary Lubis, STP, M.Si


Ketua Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti M.Si


Ketua Program Studi

Tanggal Lulus : 25 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

PETRICIA ELISABETH PAKPAHAN: Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit


Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) dari Berbagai Tingkat Kematangan Dalam
Menurunkan Glukosa Darah Mencit Penderita Diabetes dibimbing oleh HERLA
RUSMARILIN dan LINDA MASNIARY LUBIS.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif akibat kelainan pada
sekresi dan kinerja insulin yang tidak optimal, sehingga menimbulkan hiperglikemia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak albedo kulit pisang ambon
(200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB selama 14 hari) pada berbagai tingkat kematangan
(mentah, setengah matang, dan matang) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit
percobaan.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) pengamatan karakteristik kimia
albedo dan serbuk albedo kulit pisang, (2) pembuatan ekstrak albedo dan serbuk albedo
kulit pisang kemudian analisis aktivitas antioksidan, dan (3) pengujian in-vivo ekstrak
albedo kulit pisang yang terdiri dari: P1 (kontrol), P2 (STZ + 0,5% CMC 1%/kgBB), P3
(STZ + metmorfin 65 mg/kgBB), P4 dan P5 (STZ + ekstrak kulit pisang mentah), P6 dan
P7 (STZ + ekstrak kulit pisang setengah matang), P8 dan P9 (STZ + ekstrak kulit pisang
matang).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan kulit pisang
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, abu, protein,
lemak, karbohidrat, serat kasar, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan. Ekstrak serbuk
albedo kulit pisang ambon matang dosis 400 mg/kgBB memberikan hasil terbaik secara
signifikan pada penelitian ini dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit.

Kata Kunci: Albedo kulit pisang ambon, Diabetes melitus, Hiperglikemia,


Streptozotocin

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

PETRICIA ELISABETH PAKPAHAN: Antioxidant Activity of Ambon Banana


(Musa paradisiaca L.) Peel Extract from Various Levels of Maturity In Reducing
Blood Glucose Level of Diabetes Mice Model, supervised by HERLA
RUSMARILIN and LINDA MASNIARY LUBIS.
Diabetes mellitus is one of a degenerative diseases that occur due to
abnormalities of secretion and performance of insulin that are abnormal, causing
hyperglycemia. This study was aimed to determine the activity of the albedo of
ambon banana peel (200 mg/kgBW and 400 mg/kgBW for 14 days) in various
level s of maturity (raw, immature, and mature) in reducing blood glucose level
that mice model.
The study consisted of three steps: (1) observation of the chemical
characteristics of albedo banana peel and powder, (2) preparation of albedo
banana peel and powder extract then analyzed antioxidant activity, and (3) in vivo
test of powder of albedo banana peel extract which consisted of: P1 (control), P2
(STZ + 0,5% CMC 1%/kgBW), P3 (STZ + metformin 65 mg/kgBW), P4 and P5
(STZ + raw banana peel extract), P6 and P7 (STZ + immature banana peel extract),
P8 dan P9 (STZ + mature banana peel extract).
The result showed that the maturity level of banana peel had significant
effect (P<0,01) on water content, ash, protein, fat, carbohydrates, crude fiber, total
flavonoid, and antioxidant activity. Powder of mature albedo of ambon banana
peel extract in 400 mg/kg dose had significantly best effect in reducing blood
glucose levels of mice.

Keywords : Ambon albedo banana peel, Diabetis mellitus, Hyperglycemia,


Streptozotocin

ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

PETRICIA ELISABETH PAKPAHAN dilahirkan

di Medan pada tanggal 2 Februari 1996, dari

Ayahanda Fernando Affin Haradongan Pakpahan dan

Ibunda Linda Margarettha Manalu. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menempuh

pendidikan di SD Swasta Katolik Mariana

(2001-2007), SMP Swasta Katolik Budi Murni 1 (2007-2010), dan SMA Swasta

Santo Thomas 1 (2010-2013). Penulis berhasil masuk ke Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada tahun 2013.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, sebagai anggota dan

bendahara Paduan Suara TRANSEAMUS Fakultas Pertanian USU, dan sebagai

asisten Laboratorium Teknologi Pangan pada tahun 2015-2017. Penulis telah

melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Tirta Sibayakindo AQUA,

Doulu Pasar Sumatera Utara pada tanggal 25 Juli 2016 sampai 26 Agustus 2016.

Penulis pernah berkesempatan mewakili delegasi USU dalam kegiatan Pesparawi

Mahasiswa Tingkat Nasional pada tahun 2014 di Jakarta dan pada tahun 2016 di

Medan.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya sebagai syarat memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan

melakukan penelitian yang berjudul “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Pisang

iii
Universitas Sumatera Utara
iv

Ambon (Musa paradisiaca L) dari Berbagai Tingkat Kematangan Dalam

Menurunkan Glukosa Darah Mencit Penderita Diabetes”. Penelitian ini

sepenuhnya dibiayai oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk melalui program

Indofood Riset Nugraha tahun 2016-2017.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Pisang Ambon (Musa

paradisiaca L.) Dari Berbagai Tingkat Kematangan Dalam Menurunkan

Kadar Glukosa Darah Mencit Penderita Diabetes”.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis

selama penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Keluarga tercinta: Almarhum Papa, Mama, Abang Ramos, Abang Tommy,

Adik Kael, serta semua keluarga. Terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang,

semangat, motivasi, dan dukungan yang sudah diberikan.

2. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Terima kasih atas dana penelitian yang

telah diberikan dalam program Indofood Riset Nugraha 2016-2017.

3. Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi

dan Ibu Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku Anggota Komisi

Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, koreksi, saran, motivasi,

serta dukungannya dalam membimbing penyelesaian skripsi.

4. Prof. Ir. Zulkifli Lubis, M. App. Sc. Terima kasih atas kritik dan saran dalam

membantu penulis menyempurnakan skripsi.

5. Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil. Ph.D dan Mimi Nurminah, STP, M.Si. Terima

kasih telah bersedia menguji penulis dalam ujian meja hijau.

Universitas Sumatera Utara


vi

6. Bapak Prof. Dr. F. G. Winarno, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi,

Prof. Dr. Ir. Eko Handayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MS,

Prof. Dr. Ir. Budi Prasetyo Widyobroto, DESS, DEA dan tim pakar lainnya

dari PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk dalam program Indofood Riset

Nugraha 2016-2017. Terima kasih atas bimbingan, saran, serta motivasi yang

telah diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi.

7. Seluruh staf pengajar (Pak Zulkifli, Pak Ismed, Pak Terip, Pak Sentosa, Pak

Ridwansyah, Ibu Herla, Ibu Elisa, Ibu Era, Ibu Rona, Ibu Lasma, Ibu Mimi,

Ibu Hotnida, dan Ibu Linda) serta pegawai di Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Terima

kasih atas semua yang telah diberikan.

8. Staf Asisten Laboratorium Teknologi Pangan, Abang dan kakak ITP 2012,

teman-teman seperjuangan ITP 2013, terutama sahabat-sahabatku Juni

Parisdo Sinurat, Desni, Andrew, Egidya, Murti, Olivia, Bunda Jes, Jessica,

Indri, Eskana, Azmi, dan Fahri, serta adik-adik 2014 hingga 2016. Terima

kasih atas dukungan dan kebersamaannya serta semua pihak yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan.

Medan, Agustus 2017

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Hal
ABSTRAK ......................................................................................................... i

ABSTRACT ........................................................................................................ ii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI...................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
Kegunaan Penelitian .................................................................................. 6
Hipotesa Penelitian .................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7


Pisang Ambon ........................................................................................... 7
Tingkat Kematangan Pisang ...................................................................... 8
Kulit Pisang ............................................................................................... 13
Ekstraksi .................................................................................................... 16
Antioksidan................................................................................................ 18
Diabetes Melitus ........................................................................................ 22
Streptozotocin ............................................................................................ 24
Mencit ........................................................................................................ 26
Penelitian Terdahulu .................................................................................. 27

BAHAN DAN METODA ................................................................................. 29


Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 29
Bahan Penelitian ........................................................................................ 29
Reagensia ................................................................................................... 29
Alat Penelitian ........................................................................................... 30
Metode Penelitian ...................................................................................... 30
Model Rancangan ...................................................................................... 32
Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 32
Pembuatan serbuk albedo kulit pisang ............................................... 32
Pembuatan ekstrak albedo kulit pisang ............................................. 33

vii
Universitas Sumatera Utara
viii

Pengujian secara in-vivo aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit


pisang terhadap mencit percobaan ..................................................... 34
Pengamatan dan Pengukuran Data ............................................................ 35
Kadar air ............................................................................................. 35
Kadar abu ........................................................................................... 36
Kadar lemak ....................................................................................... 36
Kadar protein ...................................................................................... 37
Kadar serat kasar ................................................................................ 38
Kadar karbohidrat ............................................................................... 38
Uji kualitatif flavonoid ....................................................................... 38
Uji kuantitatif flavonoid total ............................................................. 39
Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ................................ 39
Pengukuran berat badan mencit.......................................................... 41
Pengukuran kadar glukosa darah ........................................................ 41

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 46


Karakteristik Kimia dari Albedo Kulit Pisang Segar ................................ 46
Pengujian Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Albedo Kulit Pisang
Segar .......................................................................................................... 46
Pengujian kualitatif flavonoid ............................................................ 46
Total flavonoid ................................................................................... 48
Aktivitas antioksidan (IC50)................................................................ 49
Karakteristik Kimia dari Serbuk Albedo Kulit Pisang .............................. 50
Kadar air ............................................................................................. 52
Kadar abu ........................................................................................... 54
Kadar protein ...................................................................................... 56
Kadar lemak ....................................................................................... 58
Kadar karbohidrat ............................................................................... 60
Kadar serat .......................................................................................... 62
Pengujian Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Serbuk Albedo Kulit
Pisang ........................................................................................................ 64
Pengujian kualitatif flavonoid ............................................................ 65
Total flavonoid ................................................................................... 66
Aktivitas antioksidan (IC50)................................................................ 68
Pengujian In Vivo Ekstrak Albedo Kulit Pisang Terhadap Mencit
Percobaan................................................................................................... 71
Berat badan mencit percobaan ........................................................... 71
Kadar glukosa darah mencit percobaan .............................................. 76

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 82


Kesimpulan ................................................................................................ 82
Saran .......................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 84

LAMPIRAN ....................................................................................................... 95

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Hal
1. Tingkat kematangan buah pisang............................................................. 12

2. Komposisi zat gizi kulit pisang................................................................ 15

3. Kandungan nutrisi kulit pisang pada berbagai tingkat kematangan....... 15

4. Pengaruh tingkat kematangan terhadap karakteristik kimia albedo kulit


pisang........................................................................................................ 46

5. Pengujian kualitatif flavonoid pada albedo kulit pisang segar................ 47

6. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kandungan total flavonoid dan


aktivitas antioksidan dari albedo kulit pisang........................................... 48

7. Pengaruh tingkat kematangan terhadap karakteristik kimia serbuk albedo


kulit pisang............................................................................................... 51

8. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,


setengah matang, dan matang) terhadap kadar air serbuk albedo kulit
pisang....................................................................................................... 52

9. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,


setengah matang, dan matang) terhadap kadar abu serbuk albedo kulit
pisang....................................................................................................... 54

10. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap kadar protein serbuk albedo kulit
pisang....................................................................................................... 56

11. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap kadar lemak serbuk albedo kulit
pisang....................................................................................................... 58

12. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap kadar karbohidrat serbuk albedo
kulit pisang.............................................................................................. 61

13. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap kadar serat serbuk albedo kulit
pisang....................................................................................................... 63

14. Pengujian kualitatif flavonoid pada serbuk albedo kulit pisang............. 64

ix
Universitas Sumatera Utara
x

15. Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang terhadap kandungan


total flavonoid dan aktivitas antioksidan dari albedo kulit pisang......... 65

16. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap aktivitas antioksidan (IC 50)
serbuk albedo kulit pisang....................................................................... 69

17. Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase perubahan berat badan


mencit...................................................................................................... 72

18. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase
perubahan berat badan mencit................................................................. 73

19. Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase perubahan kadar glukosa


darah mencit............................................................................................ 76

20. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase
perubahan kadar glukosa darah mencit................................................... 77

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Hal
1. Standar kematangan berdasarkan warna................................................... 11

2. Pisang ambon mentah............................................................................... 13

3. Pisang ambon setengah matang................................................................ 13

4. Pisang ambon matang............................................................................... 13

5. Struktur flavonoid.................................................................................... 21

6. Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas.............................. 22

7. Struktur kimia streptozotocin................................................................... 25

8. Mencit...................................................................................................... 27

9. Diagram alir pembuatan serbuk albedo kulit pisang................................ 43

10. Diagram alir ekstraksi albedo kulit pisang............................................... 44

11. Diagram alir uji aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit pisang ambon
terhadap mencit percobaan...................................................................... 45

12. Total flavonoid dari ketiga albedo kulit pisang....................................... 49

13. Aktivitas antioksidan (IC50) dari ketiga albedo kulit pisang................... 50

14. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar air serbuk albedo kulit pisang............................................ 52

15. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar abu serbuk albedo kulit pisang.......................................... 55

16. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar protein serbuk albedo kulit pisang.................................... 57

17. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar lemak serbuk albedo kulit pisang...................................... 59

18. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar karbohidrat serbuk albedo kulit pisang............................. 61

xi
Universitas Sumatera Utara
xii

19. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan kadar serat serbuk albedo kulit pisang........................................ 63

20. Total flavonoid dari ketiga serbuk albedo kulit pisang........................... 68

21. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang


dengan aktivitas antioksidan (IC50) serbuk albedo kulit pisang............. 69

22. Hubungan antara pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase


kenaikan berat badan mencit selama 14 hari........................................... 73

23. Hubungan antara pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase


penurunan kadar glukosa darah mencit selama 14 hari........................... 78

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal
1. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar air (%) albedo
kulit pisang............................................................................................... 95

2. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar abu (%) albedo
kulit pisang............................................................................................... 96

3. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar protein (%) albedo
kulit pisang............................................................................................... 97

4. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar lemak (%) albedo
kulit pisang............................................................................................... 98

5. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%)
albedo kulit pisang.................................................................................... 99

6. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar serat (%) albedo
kulit pisang................................................................................................ 100

7. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam aktivitas antioksidan (IC50)
(µg/ml) albedo kulit pisang...................................................................... 101

8. Data pengamatan total flavonoid albedo kulit pisang.............................. 105

9. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar air (%) serbuk
albedo kulit pisang.................................................................................... 107

10. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar abu (%) serbuk
albedo kulit pisang.................................................................................... 108

11. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar protein (%) serbuk
albedo kulit pisang.................................................................................... 109

12. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar lemak (%) serbuk
albedo kulit pisang.................................................................................... 110

13. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%)
serbuk albedo kulit pisang........................................................................ 111

14. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar serat (%) serbuk
albedo kulit pisang................................................................................... 112

15. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam aktivitas antioksidan (IC50)
(µg/ml) serbuk albedo kulit pisang.......................................................... 113

xiii
Universitas Sumatera Utara
xiv

16. Data pengamatan total flavonoid serbuk albedo kulit pisang.................. 117

17. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam persentase perubahan
berat badan mencit..................................................................................... 119

18. Data pengamatan dan data analisis sidik ragam persentase perubahan
kadar glukosa darah mencit........................................................................ 121

19. Perhitungan pembuatan larutan streptozotocin, metformin, dan ekstrak


serbuk albedo kulit pisang.......................................................................... 123

20. Konversi dosis mencit ke manusia.......................................................... 126

21. Foto-foto penelitian................................................................................. 127

22. Kode etik penelitian................................................................................. 131

Universitas Sumatera Utara


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang termasuk salah satu jenis buah yang paling banyak diproduksi di

Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui bahwa jumlah

produksi pisang di Indonesia tahun 2015 mencapai 7,29 juta ton. Hal inilah yang

menyebabkan negara Indonesia sering disebut sebagai salah satu produsen pisang

di Asia. Selain itu, tingkat konsumsi pisang di Indonesia menurut data kementrian

pertanian menunjukkan konsumsi paling tinggi dibandingkan dengan buah

lainnya. Pada tahun 2015, konsumsi pisang mencapai 5,68 kg per kapita per tahun

(BPS, 2015).

Berdasarkan jenisnya, pisang dapat dikelompokkan menjadi beberapa

bagian, salah satunya adalah pisang ambon. Pisang ambon merupakan salah satu

komoditi pangan yang kaya akan kandungan karbohidrat yang berpotensi

menghasilkan energi. Selain itu, pisang ambon juga memiliki kandungan nutrisi

yang cukup lengkap bagi tubuh sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Berdasarkan tingkat kematangannya pisang dapat dibedakan menjadi 3

bagian yaitu mentah, setengah matang, dan matang, dimana ketiga bagian ini

dapat diketahui dari kenampakan fisik yang terdapat pada pisang, seperti warna

kulit, tekstur dan rasa pisang. Selain kenampakan fisik, tingkat kematangan pada

pisang dapat diuji secara kimia yang dapat dilihat dari komponen yang terkandung

didalamnya.

Secara umum pisang ambon terdiri dari isi dan kulit dimana 40% dari

berat utuh merupakan bagian kulit. Kulit pisang merupakan bahan buangan atau

1
Universitas Sumatera Utara
2

limbah yang jumlahnya cukup banyak. Kulit pisang hanya dijadikan sebagai

limbah organik atau sebagai pakan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau.

Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang

menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan

(Susanti, 2006). Pada umumnya, kulit pisang masih jarang dimanfaatkan padahal

kulit pisang dapat bertindak sebagai alternatif yang efektif dan ekonomis untuk

menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini dikarenakan kulit pisang mengandung

zat antioksidan yang cukup tinggi dalam bentuk senyawa flavonoid. Berdasarkan

penelitian, jumlah kandungan antioksidan pada kulit pisang ini lebih tinggi

dibandingkan dengan kandungan antioksidan pada buahnya (Someya et al., 2002).

Adapun jenis dari flavonoid yang terdapat pada kulit pisang adalah naringenin dan

rutin (Kanazawa dan Sakakibara, 2000), serta kandungan katekin, galokatekin,

dan epikatekin (Someya, et al., 2002).

Di zaman sekarang ini, kebiasaan buruk seperti kurangnya aktivitas fisik,

merokok, penggunaan bahan-bahan kimia, kecanduan alkohol, pola makan yang

tidak tepat telah menjadi faktor utama munculnya penyakit degeneratif. Aktivitas

yang semakin padat menjadikan semua orang menginginkan hal yang serba

instan. Indonesia termasuk negara yang masyarakatnya cukup banyak mengalami

penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit diabetes melitus.

Diabetes melitus termasuk penyakit degeneratif yang sering terjadi di

Indonesia dan jumlahnya semakin bertambah setiap tahunnya. Penyakit ini dapat

terjadi akibat adanya kelainan pada sekresi insulin, kinerja insulin ataupun

keduanya yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia (jumlah glukosa dalam

darah melebihi batas normal) pada penderita. Faktor yang dapat memicu

Universitas Sumatera Utara


3

terjadinya diabetes melitus baik faktor dari luar maupun dari dalam seperti faktor

keturunan, obesitas, faktor usia, kehamilan, kebiasaan buruk seperti kurangnya

aktivitas fisik, merokok, penggunaan bahan-bahan kimia, kecanduan alkohol, dan

lain sebagainya.

Berdasarkan data WHO, jumlah penderita diabetes didunia terus

meningkat, pada tahun 1998 terdapat 108 juta jiwa, tahun 2000 meningkat

menjadi 220 juta jiwa dan data terakhir di tahun 2014 meningkat menjadi 442 juta

jiwa. WHO (2005) menyatakan bahwa Indonesia tergolong negara yang banyak

mengalami penyakit diabetes melitus yaitu menempati urutan ke-4 terbanyak

setelah negara India, China, dan Amerika Serikat. Jumlah pasien penderita

diabetes melitus di Indonesia ada sebanyak 8,3 juta jiwa pada tahun 2000. Jumlah

penderita penyakit ini akan semakin meningkat setiap tahunnya dimana diprediksi

bahwa peningkatan ini terus berlanjut sampai mencapai 21,3 juta dari total

keseluruhan penduduk sampai tahun 2030. Sedangkan menurut data Riskesdas

jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dimana

pada tahun 2007 sebanyak 5,7% dari jumlah penduduk, di tahun 2013 meningkat

menjadi 6,9% dari jumlah penduduk atau sekitar 9,1 juta jiwa, serta diperkirakan

pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa.

Data tersebut mengakibatkan banyak pihak yang berupaya untuk

mencegah ataupun mengurangi jumlah penderita penyakit diabetes melitus ini

(Perkeni, 2011). Berdasarkan data Kemenkes (2013), prevalensi diabetes melitus

pada perempuan cenderung lebih tinggi dari laki-laki, di perkotaan cenderung

lebih tinggi dibandingkan di pedesaan, serta cenderung lebih tinggi pada

masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi.

Universitas Sumatera Utara


4

Streptozotocin termasuk bahan kimia yang sering digunakan sebagai

bahan penginduksi. Jika streptozotocin diinduksi ke dalam tubuh dapat

menghambat kinerja insulin. Hal ini dikarenakan streptozotocin bekerja dengan

cara membentuk radikal bebas sangat reaktif yang dapat menimbulkan kerusakan

pada membran sel, protein, dan deoxyribonucleic acid (DNA), sehingga

menyebabkan gangguan produksi insulin oleh sel beta Langerhans pankreas dan

mengganggu kinerja insulin sehingga menimbulkan penyakit diabetes

(Erwin, et al., 2013). Berdasarkan penelitian Daud, et al. (2016) melaporkan

bahwa pada mencit yang diberikan streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgbb

secara intraperitoneal dapat mengalami diabetes. Streptozotocin yang digunakan

kemudian dilarutkan ke dalam 0,1 M buffer sitrat pada pH 4,5 secara

intraperitoneal mampu menyebabkan autoimun sehingga terjadi kerusakan pada

sel-sel beta pankreas (Ukwenya, et al., 2012).

Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah penyakit diabetes melitus

adalah dengan cara melakukan terapi bagi penderita baik secara non farmakologis

maupun farmakologis dengan tujuan untuk mengurangi jumlah kandungan

glukosa dalam darah pada penderita. Pengobatan secara non farmalogis sering

disebut sebagai alternatif yang bersifat alami dengan tujuan mengurangi

munculnya efek samping bagi penderita dan bersifat lebih ekonomis dalam segi

biaya pengobatan. Alternatif ini dianggap bersifat lebih efektif dan biasanya tidak

kalah hebat dengan obat antidiabetes.

Alternatif terapi ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jenis

tanaman herbal yang tumbuh disekitar kita yang diketahui berkhasiat

hipoglikemik sehingga dapat digunakan untuk menurunkan jumlah kandungan

Universitas Sumatera Utara


5

glukosa darah. Pustaka yang tersedia mengindikasikan bahwa terdapat lebih dari

800 spesies tumbuhan yang menunjukkan aktivitas hipoglikemik

(Rajagopal. et al., 2008). Berdasarkan penelitian WHO, diketahui bahwa sejak

tahun 1980 WHO telah menyarankan berbagai pihak untuk fokus dalam meneliti

berbagai jenis tanaman yang mengandung efek hipoglikemik. Hal ini dikarenakan

WHO menganggap bahwa penggunaan obat-obat antidiabetes bersifat kurang

aman bagi kesehatan tubuh dan kebanyakan menimbulkan efek samping yang

merugikan tubuh (Kumar dkk., 2005). Studi-studi terdahulu telah menunjukkan

bahwa kandungan kimia yang diisolasi dari tumbuhan telah banyak digunakan

untuk pencegahan berbagai penyakit degeneratif (Waltner, et al., 2002). Salah

satu tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes alami

adalah kulit pisang ambon, dimana jumlahnya tersedia cukup banyak di Indonesia.

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk terhadap pisang ambon

terutama pada buahnya dimana diketahui pada buah pisang ambon terkandung

senyawa yang mempunyai efek hipoglikemik yang jika diekstrak dengan etanol

sangat memberikan efek yang baik dalam menurunkan jumlah kandungan glukosa

dalam darah (Ojewole dan Adewunmi, 2003). Peranan kulit pisang dalam

menurunkan kadar glukosa darah masih kurang diketahui namun telah diteliti

bahwa kandungan antioksidan kulit pisang berperan penting dalam menurunkan

jumlah kandungan glukosa darah bagi penderita diabetes melitus. Berdasarkan hal

tersebut penulis melakukan penelitian tentang “Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) dari Berbagai Tingkat

Kematangan Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit Penderita

Diabetes.”

Universitas Sumatera Utara


6

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik

fisikokimia, aktivitas antioksidan serta ada tidaknya kandungan senyawa

flavanoid dari kulit pisang ambon mentah, setengah matang, dan matang,

mengetahui pengaruh tingkat kematangan serta pengaruh pemberian dari ekstrak

kulit pisang dengan dosis yang berbeda dalam menurunkan kadar glukosa darah

mencit penderita diabetes yang diinduksi streptozotocin.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pangan di

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan dan juga sebagai sumber informasi untuk mengetahui

pengaruh ekstrak kulit pisang dari berbagai tingkat kematangan dalam

menurunkan kandungan glukosa darah mencit penderita diabetes yang diinduksi

streptozotocin serta dapat diaplikasikan ke manusia.

Hipotesa Penelitian

Pemberian ekstrak kulit pisang dari berbagai tingkat kematangan dapat

menurunkan kadar glukosa darah mencit penderita diabetes.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Ambon

Tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari Asia Tenggara, India,

dan Brasil. Habitat asli tanaman pisang adalah hutan tropis, namun tanaman ini

dapat tumbuh subur baik di dataran rendah maupun tinggi. Tanaman pisang

merupakan tanaman semusim yang akan mati setelah sekali berbuah, namun tunas

anakan akan menggantikan tanaman induk dan siap menghasilkan buah baru.

Pisang merupakan tanaman hortikultura yang mulai berproduksi pada umur 12

bulan (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa

yang berdaun besar dan memanjang dari suku Musaceae. Tanaman ini terdiri dari

beberapa jenis seperti Musa acuminate, Musa balbisiana, dan Musa paradisiaca,

dimana ketiga jenis ini menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama.

Budidaya pisang sesuai dengan iklim Indonesia baik dataran rendah maupun

tinggi sampai dengan 1300 meter dari permukaan laut (Ishak, 1995).

Produksi pisang di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya,

yaitu pada tahun 2013 sebesar 6,28 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar

90 ribu ton atau sekitar 1,45% dibandingkan tahun 2012. Sementara itu, produksi

pisang di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 yaitu sebesar 342.298 ton , hal

ini menyebabkan Sumatera Utara merupakan provinsi penghasil pisang terbesar

kedua di Sumatera setelah provinsi Lampung (BPS, 2015).

Pisang ambon termasuk salah satu jenis buah yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat karena mengandung senyawa yang disebut asam lemak rantai pendek,

7
Universitas Sumatera Utara
8

yang memelihara lapisan sel jaringan dari usus kecil dan meningkatkan

kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi. Pisang ambon merupakan salah satu

varietas pisang yang digemari di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan telah

adanya penelitian yang menyatakan bahwa buah pisang ambon matang sangat

efektif digunakan bagi kesehatan tubuh dan banyak mengandung vitamin,

mineral, dan karbohidrat (Ishak, dkk., 1985).

Pisang ambon merupakan varietas pisang yang dibudidayakan untuk

dimanfaatkan buahnya sebagai buah pencuci mulut dan merupakan buah

komersial yang penting di Indonesia. Pisang ambon merupakan salah satu

tanaman buah yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Adapun klasifikasi dari tanaman ini, yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa

Jenis : Musa paradisiaca L.

(Warintek, 2011).

Tingkat Kematangan Pisang

Kematangan buah saat di panen merupakan salah satu faktor penting

dalam menjaga kualitas pada buah. Kematangan merupakan keadaan buah yang

siap untuk dikonsumsi, sedangkan ketuaan adalah suatu keadaan yang

berhubungan dengan umur buah yang cukup siap untuk memasuki stadium

Universitas Sumatera Utara


9

matang (Ahmad, 2002). Buah pisang merupakan jenis buah yang dapat diperam

karena mengeluarkan gas etilen yang memacu proses pematangan. Hal inilah yang

mengakibatkan buah pisang tergolong jenis buah yang memiliki umur simpan

yang pendek (Sunarjono, 2004).

Beberapa tanda yang sering digunakan sebagai kriteria untuk memutuskan

buah pisang dapat dipanen adalah penentuan dari ciri-ciri fisik buah seperti bentuk

buah, ukuran, dan warna kulit buah. Dapat juga diuji secara kimiawi, seperti

penentuan total padatan terlarut, kadar pati, dan kadar asam. Cara lain yang

dilakukan untuk penentuan kematangan buah pisang secara fisiologis yaitu

penentuan bunga mekar, yang kemudian dapat ditentukan umur panen dari buah

pisang, tergantung dari varietas pisang yang akan dipanen

(Prabawati, dkk., 2008).

Perubahan utama yang terjadi pada pematangan buah pisang adalah

berkurangnya pati secara nyata bersamaan dengan kenaikan kadar gula. Dalam

buah hijau kadar gula daging buah sekitar 1-2% sedangkan pada buah matang

penuh menjadi 15-20%. Kadar pati serentak turun dari 20% pada daging buah

hijau menjadi 1-2% pada daging buah matang. Kadar asam askorbat menjadi dua

kali lipat bila diperam dalam keadaan hijau menjadi kuning kecoklatan

(Harris dan Karmas, 1989).

Menurut Sunarjono (2002) buah pisang dikategorikan sudah matang jika

memenuhi kriteria yaitu bentuk rusuk buah (linggir) sudah tidak tampak jelas,

lingkar buah bulat dan berisi penuh, dan biasanya kulit buah tampak licin dan

berbedak, berkas putih bunga yang terdapat pada ujung buah sudah terlepas atau

hitam kering, daun paling kecil dan paling ujung dari tajuk daun sudah menguning

Universitas Sumatera Utara


10

atau kering, kulit buah dari sisir pertama sudah terjadi perubahan warna dan

tangkai tandan buah sudah tampak kekuningan.

Menurut Lodh, dkk. (1971) di dalam Pantastico (1993), pada waktu masak

berat buah pisang dapat dipertahankan secara tetap selama 2-4 hari, dan kemudian

beratnya akan berkurang seiring dengan perubahan warna kulit pada permulaan

pemasakan. Menurut Simmond (1966) di dalam Pantastico (1993), dengan

semakin masaknya buah pisang maka berat daging buah bertambah sedangkan

berat kulit pisang berkurang.

Warna merupakan salah satu faktor dalam penentuan matang atau tidaknya

buah-buahan. Konsumen sering menjadikan warna sebagai indikator utama dalam

penentuan tingkat kematangan produk buah-buahan (Winarno dan Aman, 1981).

Proses pertumbuhan buah pisang selama proses pematangan dilihat dari segi

perubahan warna pada kulitnya yang pada umumnya dari hijau kemudian berubah

menjadi kuning (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Hal tersebut terjadi karena klorofil

mengalami degradasi struktur disertai dengan menurunnya konsentrasi klorofil

dari 50-100 mg/kg pada kulit pisang hijau menjadi nol pada stadia matang penuh

sehingga terbentuk pigmen kuning (Simmonds, 1996). Perubahan warna menjadi

petunjuk yang mudah untuk melihat tingkat kematangan buah pisang

(Turner, 1997).

Adanya perubahan warna pada pisang akan menyebabkan pisang

mengalami perubahan komposisi kimia (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Selama

proses pematangan kandungan air akan meningkat dan mencapai 77,19% pada

buah yang matang (ripe) dan 79,2% pada buah yang sangat matang (over ripe).

Peningkatan kandungan air selama proses pematangan buah sangat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


11

tekstur buah pisang, dimana buah akan menjadi lebih lunak dengan meningkatnya

kandungan air. Selanjutnya kandungan Mg akan mengalami penurunan pada buah

yang matang dan buah yang sangat matang. Penurunan ini berkaitan dengan

degradasi klorofil dan pembentukan pigmen karotenoid yang bertanggung jawab

bagi karakteristik warna kuning pada buah yang matang

(Adeyemi dan Oladiji, 2009).

Buah pisang yang akan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi

syarat dan kriteria dengan kualitas yang baik. Dalam membeli pisang konsumen

biasanya memperhatikan nilai kualitas pisang dari tekstur, aroma, penampilan,

dan tingkat kematangan. Adapun kematangan pisang berdasarkan warna dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Standar kematangan berdasarkan warna (Caussiol, 2001)

Tingkat pematangan buah pisang dapat dibagi dalam beberapa tingkat.

Tingkat pertama berwarna hijau. Selanjutnya, warna hijau tetapi sudah ada bintik

kuning. Ketiga, warna kuning sudah banyak, tetapi warna hijau masih dominan.

Kemudian warna kuning lebih dominan, sudah merata dengan sedikit hijau

diujungnya. Pisang sudah mencapai kematangan optimum ketika seluruh kulitnya

Universitas Sumatera Utara


12

berwarna kuning. Proses sudah selesai dan memasuki pembusukan ketika bercak

cokelat muncul. Terakhir bila bintik cokelat sudah merata, berarti pisang mulai

membusuk (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

Tingkat kematangan buah pisang ditandai dengan melihat warna dari kulit

pisang dan kadar gula dari pisang. Hal ini secara umum dibagi menjadi 8

tingkatan warna seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat kematangan buah pisang


No. Warna Kulit %Gula Kriteria
1. Hijau 0,5 Keras, belum matang
2. Hijau kekuningan 2,5 Mulai terjadi pematangan
3. Hijau lebih banyak daripada kuning 4,5 -
4. Kuning lebih banyak daripada hijau 7,5 -
5. Kuning dengan ujung berwarna hijau 13,5 -
6. Kuning penuh 16,0 Matang penuh
7. Kuning penuh dengan bercak coklat 19,0 Matang penuh dengan
aroma yang kuat
8. Kuning dengan bercak coklat yang - -
luas
Sumber: Satuhu dan Supriyadi, 2000

Menurut Pantastico (1986) batas antara stadium kematangan buah sukar

ditentukan dengan mata telanjang, sehingga seringkali penentuan kematangan

bersifat subjektif. Secara umum kematangan buah pisang dibagi menjadi tiga

bagian yaitu mentah, setengah matang, dan matang. Pada umumnya, kematangan

tersebut dilihat dari segi warna pada kulit pisang, dimana pisang mentah memiliki

warna hijau, pisang setengah matang memiliki warna kuning kehijauan, dan

pisang matang memiliki warna kuning seluruhnya (Caussiol, 2001). Gambar

ketiga jenis pisang berdasarkan tingkat kematangannya dapat dilihat pada Gambar

2,3, dan 4.

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar 2. Pisang ambon mentah

Gambar 3. Pisang ambon setengah matang

Gambar 4. Pisang ambon matang

Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan salah satu bagian dari tanaman pisang yang selama

ini keberadaannya terabaikan. Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah

buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1988). Selain itu juga kulit pisang

adalah produk dari limbah industri pangan yang dimanfaatkan untuk pakan ternak

Universitas Sumatera Utara


14

(Zainuddin, 2002). Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah

pisang yang cukup bahan jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum

dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau

digunakan untuk dijadikan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan

kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang

menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan

(Susanti, 2006).

Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang dimanfaatkan adalah kulit

pisang (Anonim, 2008). Jumlah dari kulit pisang cukup banyak yaitu sekitar 1/3

dari buah pisang yang belum dikupas (Basse, 2000). Kulit pisang memiliki

kandungan gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium,

fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C, dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat

digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia

(Munadjim, 1988).

Kulit pisang merupakan sumber yang kaya akan zat pati (3%), protein

(6-9%), lemak (3,8-11%), serat (43,2-47,9%), polyunsaturated fatty acids, asam

linoleat, asam α-linolenat, pektin, dan asam amino esensial seperti leucine, valine,

phenylalanine, dan threonine. Sejalan dengan kematangan pisang, maka terjadi

peningkatan kadar gula, penurunan kadar zat pati dan hemiselulosa, serta

peningkatan kadar protein dan lemak. Degradasi zat pati dan hemiselulosa oleh

endogenous enzyme dapat menjelaskan peningkatan kadar gula dalam kulit pisang

yang sudah matang. Karbohidrat yang terdapat pada kulit pisang antara lain

glukosa, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, dan xylosa. Selain itu, kulit pisang

mengandung lignin (6-12%), pektin (10-21%), selulosa (7,6-9,6%), hemiselulosa

Universitas Sumatera Utara


15

(6,4-9,4%) dan galactouronic acid (Mohapatra dkk., 2010). Kulit pisang

mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin

(Ehiowemwenguan, 2014). Adapun komposisi zat gizi dari kulit pisang dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zat gizi kulit pisang


Unsur Jumlah
Air (%) 68,90
Karbohidrat (%) 18,50
Lemak (%) 2,11
Protein (%) 0,32
Kalsium (mg/100 g) 715
Fosfor (mg/100 g) 117
Besi (mg/100 g) 166
Vitamin B (mg/100 g) 0,12
Vitamin C (mg/100 g) 17,5
Sumber : Munadjim, 1988

Tingkat kematangan dari kulit pisang biasanya diketahui berdasarkan

warna pada kulit pisang serta kandungan nutrisi dari buahnya. Pada umumnya

kandungan nutrisi pada pisang akan berubah sesuai dengan tingkat

kematangannya. Selain itu, tingkat kematangan pada pisang juga mempengaruhi

kandungan nutrisi yang terdapat dalam kulitnya, seperti yang terdapat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi kulit pisang pada berbagai tingkat kematangan


Komposisi Nutrisi Kulit Pisang
Mentah Setengah Matang Matang
Bahan kering (%) 91,62 92,38 95,66
Protein kasar (%) 5,19 6,61 4,77
Lemak kasar (%) 10,66 14,2 14,56
Serat kasar (%) 11,58 11,1 11,59
Abu (%) 16,3 14,27 14,58
Kalsium (%) 0,37 0,38 0,36
Fosfor (%) 0,28 0,29 0,23
Energi (Kkal/kg) 4,383 4,692 4,592
Sumber: Tartrakoon dkk., 1999

Universitas Sumatera Utara


16

Ektraksi

Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat terlarut antara dua pelarut

yang tidak bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke

pelarut yang lain (Setiati, 2001). Sebagian metode untuk memisahkan komponen

organik dari campurannya, yang dikenal dengan ekstraksi cair-cair. Sebenarnya

setiap reaksi organik membutuhkan ekstraksi dalam beberapa tingkatan untuk

pemurnian produknya. Dalam bentuk sederhana, ekstraksi meliputi distribusi zat

terlarut yang tidak bercampur (Robert, dkk., 1974).

Ekstraksi kulit pisang dilakukan dengan menggunakan metode maserasi,

hal ini disebabkan tingkat keefisienan dan kemudahan dalam melakukannya.

Metode ini dikategorikan mudah dikarenakan hanya dilakukan dengan

menggunakan pelarut sebagai medium perendaman sampel serta digunakan pula

alat-alat yang sederhana dan sangat mudah ditemukan (Hayati, 2012). Metode

ekstraksi dengan cara maserasi sering disebut sebagai ekstraksi dingin atau tanpa

menggunakan pemanasan. Maserasi dilakukan untuk mengekstrak bahan yang

tidak tahan panas atau bahan yang belum diketahui kandungannya. Namun

proses maserasi ini membutuhkan waktu yang lama dan pelarut dalam jumlah

banyak (kekurangan proses maserasi). Adapun prinsip dari metode maserasi ini

adalah dengan menggunakan gerak kinetik pelarut yang dapat menembus

jaringan bahan, sehingga komponen yang diinginkan dapat larut dalam pelarut

(Winata, 2011).

Metode ekstraksi ini lebih efektif terutama dalam mempertahankan

sejumlah senyawa metabolit. Oleh karena itu dengan menggunakan metode ini

maka digunakan pelarut sehingga tidak akan merusak senyawa yang diinginkan

Universitas Sumatera Utara


17

dalam ekstraksi (Febrianti, dkk., 2014). Pelarut yang digunakan dalam

pengambilan senyawa aktif dalam tumbuhan harus mempertimbangkan beberapa

faktor antara lain selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas,

kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Larutan pengekstraksi harus

disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang diinginkan. Menurut prinsip like

dissolves like, suatu pelarut akan cenderung melarutkan senyawa yang memiliki

tingkat kepolaran yang sama sehingga pelarut polar akan melarutkan senyawa

polar dan sebaliknya (Harborne, 1987).

Senyawa kulit pisang yang ingin dipertahankan dalam ekstraksi ini

merupakan golongan senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa

golongan polifenol yang terdistribusi luas pada tumbuhan dalam bentuk glukosida

yang berikatan dengan suatu gula. Hal inilah yang mengakibatkan flavonoid

termasuk salah satu senyawa yang bersifat polar. Salah satu senyawa yang bersifat

polar yang dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa golongan flavonoid

adalah etanol (Harborne, 1987). Etanol merupakan pelarut yang memiliki sifat

semipolar sehingga sangat efektif dalam melarutkan semua jenis senyawa

metabolit atau dengan kata lain komponen aktif dengan kepolaran yang beragam

dapat terekstraksi lebih sempurna. Selain itu juga etanol merupakan pelarut yang

memiliki titik didih rendah sehingga sangat mudah menguap dan mudah

dipisahkan dengan komponen aktif dalam kulit pisang serta mengurangi

jumlahnya dalam ekstrak (Febrianti, dkk., 2014).

Tahap awal dari ekstraksi adalah melakukan penghalusan jaringan

tanaman yang akan diekstrak. Dengan ukuran bahan yang semakin kecil maka

akan memperbesar luas permukaannya sehingga akan lebih banyak komponen

Universitas Sumatera Utara


18

metabolit yang dapat diekstrak. Sebelum proses pengekstrakan, bahan yang

hendak diekstrak harus dikeringkan dahulu. Hal ini bertujuan untuk

mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman yang telah dipotong-

potong (Winata, 2011).

Antioksidan

Antioksidan didefenisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat

oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif dan membentuk

senyawa non-radikal bebas yang tidak reaktif dan relatif stabil (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas, atau suatu

bahan yang berfungsi untuk mencegah sistem biologi tubuh dari efek merugikan

yang timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang

berlebihan. Sementara, radikal bebas adalah senyawa kimia yang mempunyai satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan, senyawa ini harus mencari elektron

lain sebagai pasangan (Hernani dan Raharjo, 2005). Berbagai kemungkinan dapat

terjadi sebagai akibat dari kerja radikal bebas, termasuk gangguan fungsi sel,

kerusakan struktur sel, penyakit degeneratif hingga kanker (Winarsi, 2007).

Antioksidan adalah senyawa yang berada pada konsentrasi lebih rendah

dari substratnya secara signifikan dapat menunda, memperlambat, atau mencegah

proses oksidasi lipid (Moein, dkk., 2007). Dalam arti khusus, senyawa ini dapat

menghentikan reaksi oksidasi radikal bebas dalam lipid. Berdasarkan sumbernya,

antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan

sintetik yang merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia

dan antioksidan alami yang merupakan senyawa hasil ekstraksi dari bahan alami

(Pratt, 1992). Antioksidan alami dapat berupa senyawa fenolik sedangkan

Universitas Sumatera Utara


19

antioksidan sintetik yang dapat menghambat proses oksidasi lemak, kerusakan

dan perubahan komponen organik (Dungir, dkk., 2012).

Antioksidan yang sering digunakan sebagai pengawet pada bahan

makanan adalah antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA),

Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG), dan Etylene Diamine Tetra

Acetic Acid (EDTA). Penggunaan zat antioksidan ini dapat menimbulkan

gangguan kesehatan bagi konsumen antara lain fungsi hati, paru, mukosa usus,

dan keracunan (Suryo dan Tohari, 1995). Untuk mengatasi permasalahan tersebut

maka dicari alternatif lain dengan cara mengganti penggunaan antioksidan sintetik

dengan antioksidan alami yang bersifat lebih aman dan tidak memberikan efek

samping (Orhan, dkk., 2009).

Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alam

tumbuhan dimana kandungan antioksidannya berhubungan dengan komposisi

senyawa kimia yang terdapat di dalamnya (Kulisic, dkk., 2006). Antioksidan

alami yang terdapat pada tumbuhan umumnya merupakan senyawa fenolik yang

terletak pada hampir seluruh bagian tumbuhan seperti pada kayu, biji, daun, buah,

akar, bunga ataupun serbuk sari (Sarastani, dkk., 2002). Di dalam bahan pangan

keberadaan antioksidan untuk memperlambat kerusakan, ketengikan dan

perubahan warna yang disebabkan oleh proses oksidasi. Hal itu dikarenakan

adanya kemampuan antioksidan dalam menyumbangkan radikal hidrogen yang

dapat menunda tahap inisiasi dalam pembentukan radikal bebas

(Dungir, dkk., 2012).

Aktivitas dari antioksidan sangat tergantung pada sifat oksidan atau ROS

yang dikenakan pada sistem biologis, aktivitas dan jumlah antioksidan serta sifat

Universitas Sumatera Utara


20

sinergis dari antioksidan. Antioksidan sendiri memiliki mekanisme kerja dengan

beberapa cara, yaitu dengan memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas

dengan memberikan atom H misalnya pada α-tokoferol, dengan cara mengurangi

konsentrasi oksigen reaktif misalnya pada glutation, dengan mengurangi radikal

bebas pada tahap inisiasi misalnya pada superoksida dismutase, ataupun dengan

cara mengkelat katalis logam transisi seperti logam Fe2+ dan Cu2+ misalnya pada

flavonoid dan fenol (Kumar, 2011).

Berdasarkan penelitian Someya, dkk. (2002) diketahui bahwa kulit pisang

memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging

buahnya. Senyawa antioksidan yang terdapat pada kulit pisang yaitu katekin,

gallokatekin dan epikatekin yang merupakan golongan senyawa flavonoid. Selain

itu, kandungan unsur gizi yang terdapat pada kulit pisang cukup lengkap, seperti

karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan

air, sehingga kulit pisang memiliki potensi yang cukup baik untuk dimanfaatkan

sebagai sumber antioksidan pada bahan pangan.

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam

berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti

dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik

yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga. Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid

O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih)

terikat pada satu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan terhadap asam.

Pengaruh flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut air, sifat ini

Universitas Sumatera Utara


21

memungkinkan penyimpanan flavonoid dalam vakuola sel (Markham, 1988).

Adapun struktur dari flavonoid dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur flavonoid (Markham, 1998)

Flavonoid tergolong ke dalam antioksidan jenis secondary antioxidant

trap radicals yang dapat mencegah reaksi pembentukan rantai advanced

glycosylation end products (AGE) penyebab perubahan patologis pada keadaan

hiperglikemi akibat DM. Mekanisme kerja flavonoid dalam melindungi tubuh

terhadap efek radikal bebas adalah dengan mengurai oksigen radikal, melindungi

24 sel dari peroksidasi lipid, memutuskan rantai reaksi radikal, mengikat ion

logam dari kompleks inert sehingga ion logam tersebut tidak dapat berperan

dalam proses konversi superoxide radicals dan hidrogen peroksida menjadi

radikal hidroksil, mengurangi peningkatan permeabilitas vaskuler pada saat

peradangan. memblokade jalur sorbitol, menginhibisi aldose reduktase

(Wijaya, 1999).

Salah satu metode yang digunakan dalam mengetahui aktivitas antioksidan

adalah dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil). Metode ini memiliki

keunggulan karena lebih sederhana, mudah, cepat, peka serta sampel yang

digunakan juga sedikit. Pada umumnya parameter yang digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara


22

mengetahui aktivitas antioksidan ini adalah IC50 yang berarti sebagai konsentrasi

senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas dari DPPH.

Awalnya larutan DPPH berwarna ungu dan ketika bereaksi dengan antioksidan

alami yang banyak pada tanaman maka akan membentuk warna kuning. Dan

apabila semakin banyak antioksidan yang ada dalam suatu bahan maka warna

ungu larutan DPPH akan semakin hilang dan akan membentuk warna kuning

(Molyneux, 2004).

Peredaman DPPH terjadi karena adanya senyawa yang dapat memberikan

radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (1,1-

difenil-2-pikrilhidrazin) (Prakash, et al., 2001). Adapun reaksi reduksi DPPH dari

senyawa radikal bebas dapat dilihat dari Gambar 6.

Gambar 6. Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas (Molyneux, 2004)

Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh gen/

keturunan dan karena pengaruh gaya hidup. Diabetes berasal dari bahasa Yunani

Universitas Sumatera Utara


23

siphon yang berarti “mengalirkan” dan Mellitus berasal dari bahasa Latin yang

bermakna “madu atau manis”. Diabetes melitus ditandai hiperglikemia yang

berhubungan dengan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Sukandar, dkk., 2008).

Diabetes mellitus termasuk penyakit yang banyak ditemui di Indonesia

yang merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya,

bersifat kronik dan disertai komplikasi kronik ataupun akut. Sebagian penyandang

diabetes melitus tidak menyadari dan tidak berobat secara teratur sampai saat

timbul komplikasi (Sudoyo dkk., 2006).

WHO (2005) menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 di

dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah

India, China, Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2000 jumlah penderita

diabetes melitus di Indonesia mencapai 8,4 juta. Diperkirakan pada tahun 2030,

angka penderita diabetes di Indonesia mencapai 21,3 juta penderita, dengan

peningkatan sebanyak 430 ribu penderita pertahun. Berdasarkan data, prevalensi

dalam kasus diabetes ini berada pada rentan umur 18-69 tahun. WHO memastikan

peningkatan pada penderita diabetes melitus terutama tipe II paling banyak

dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Wild, 2004).

Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri,

polidipsi, dan polifagi yang disertai peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥ 200 mg/dl atau

glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl). Apabila tidak segera diatasi akan terjadi gangguan

metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskuler

Universitas Sumatera Utara


24

atau makrovaskuler meningkat (Tony dan Suharto, 2005). Penelitian terdahulu

juga telah membuktikan bahwa stres oksidatif menjadi dasar patomekanisme dari

resisten insulin dan diabetes melitus tipe 2 (Suherman, 2007).

Diabetes mellitus ditandai dengan kondisi hiperglikemia kronis yang

disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat, lipid, protein dan berkaitan dengan

defisiensi insulin (Adji, 2008). Kondisi hiperglikemia kronis akan mengakibatkan

meningkatnya produksi radikal bebas sehingga terjadilah stres oksidatif

(Kumawat dkk., 2011). Stres oksidatif adalah peristiwa dimana radikal bebas yang

berupa molekul reaktif, yang muncul melalui suatu reaksi biokimiawi dari sel

normal merusak membran sel dan menyebabkan berbagai gangguan fungsi tubuh

(Adji, 2008). Radikal bebas dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan DNA,

karbohidrat, protein dan lipid (Hanachi dkk., 2009). Stres oksidatif merupakan

salah satu komponen pada mekanisme kerusakan jaringan pada manusia. Stres

oksidatif dapat ditunjukkan dengan meningkatnya malondialdehid (MDA) serum

maupun jaringan. Malondialdehid terbentuk dari peroksidasi lipid pada membran

sel yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksil) dengan poly unsaturated fatty

acid (PUFA). Peningkatan MDA ini menandakan adanya proses peroksidasi

lemak yang berpotensi besar terjadinya komplikasi baik mikro maupun

makrovaskular (Marjani, 2010).

Streptozotocin

Streptozotocin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko

piranose] yang diperoleh dari Streptomyces achromogenes yang dapat digunakan

untuk menginduksi baik diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji

Universitas Sumatera Utara


25

(Arulmozhi dkk., 2004). Adapun struktur kimia dari streptozotocin dapat dilihat

pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur kimia streptozotocin (C8H15N3O7) (Lenzen, 2008)

Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter

(GLUT-2) dan akan menyebabkan alkilasi deoxyribonucleic acid (DNA) sehingga

terjadi kerusakan DNA. Kerusakan DNA tersebut nantinya akan mengaktifkan

poly adenosine diphosphate (ADP)-ribosylation. Proses ini akan mengakibatkan

penghabisan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) seluler, lebih lanjut akan

terjadi pengurangan adenosine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan

menghambat sekresi dan sintesis insulin. Peningkatan defosforilasi ATP sebagai

bentuk kompensasi terjadinya pengurangan ATP akan memacu peningkatan

substrat untuk enzim xantin oksidase (sel β pankreas mempunyai aktivitas tinggi

terhadap enzim ini). Xantin oksidase mengkatalisis reaksi pembentukan anion

superoksida aktif dalam mitokondria sehingga menghambat siklus Krebs dan

menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang

terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel β

pancreas (Szkudelski, 2001).

Selain itu, streptozotocin merupakan donor nitric oxide (NO) yang juga

mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas melalui peningkatan

Universitas Sumatera Utara


26

aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cyclic guanosine monophosphate

(cGMP). Nitric oxide dihasilkan sewaktu streptozotocin mengalami metabolisme

dalam sel (Lenzen, 2008).

Mencit

Mencit (Mus musculus L) merupakan hewan mamalia yang sering

digunakan sebagai hewan percobaan dalam pengujian di laboratorium dengan

kisaran penggunaan sekitar 40-80%. Hal ini dikarenakan mencit termasuk hewan

yang efisien dengan beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan seperti

memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup singkat, jumlah anak

per kelahiran banyak, tidak memerlukan tempat yang luas, variasi sifat-sifatnya

tinggi, mudah untuk ditangani, dan sifat produksi dan karakteristik reproduksinya

mirip hewan lain seperti sapi, kambing, dan domba (Moriwaki, et al., 1994).

Selain itu juga mencit cepat dalam perkembangbiakkannya, mudah dipelihara

dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi, dan sifat anatomi dan

fisiologinya terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pramono, 1989).

Adapun taksonomi dari mencit adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus L.

Universitas Sumatera Utara


27

Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan pengerat yang memiliki rambut

berwarna keabu-abuan atau putih, mata berwarna merah atau hitam, kulit

berpigmen, dan perut berwarna sedikit pucat. Mencit termasuk hewan yang sering

melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu faktor internal (seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan,

dan penyakit) dan faktor eksternal (makanan, minuman, dan lingkungan sekitar)

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus

L.) strain DDW. Mencit memiliki berat badan yang bervariasi dimana, berat

badan ketika lahir berkisar antara 2-4 g, sedangkan berat badan dewasa berkisar

20-40 g untuk mencit jantan dan untuk mencit betina dengan berat sekitar 25-40 g

(Setijono, 1985). Adapun gambar dari mencit percobaan dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Mencit percobaan (Medero, 2008)

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Someya, et al. (2002) dikatakan bahwa pisang

Musa cavendish yang berasal dari negara Filipina telah berhasil diisolasi menjadi

salah satu jenis antioksidan yaitu gallokatekin yang kandungannya ternyata lebih

Universitas Sumatera Utara


28

banyak terdapat dalam kulit dibandingkan dengan yang terdapat dalam buah.

Selain itu, aktivitas antioksidan bagian kulit lebih banyak jika dibandingkan

dengan buahnya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pisang ambon

terutama pada bagian buahnya dimana diketahui dalam buah pisang ambon

terkandung senyawa yang mempunyai efek hipoglikemik sehingga apabila

dilakukan proses pengekstrakan dengan pelarut etanol akan sangat memberikan

efek yang baik dalam menurunkan jumlah kandungan glukosa dalam darah

(Ojewole dan Adewunmi, 2003).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dalam kulit pisang terkandung

senyawa flavonoid, dimana jumlah kandungan flavonoidnya cukup tinggi yaitu

818 mg/100 g. Pada umumnya diketahui bahwa senyawa flavonoid sering terdapat

pada bahan-bahan alami, dimana senyawa flavonoid ini mampu mengatasi

berbagai macam penyakit degeneratif, salah satunya adalah dapat menurunkan

kandungan kadar glukosa darah (Berawi, dkk., 2014).

Berdasarkan penelitian senyawa flavonoid pada kulit pisang berpotensi

sebagai antioksidan, sehingga akibat dari tingginya flavonoid pada kulit pisang

maka aktivitas antioksidan pada kulit pisang juga tinggi. Dimana diketahui bahwa

tingginya kandungan antioksidan dalam produk makanan ternyata dapat

menurunkan berbagai penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan salah

satu penyebab kematian terbesar di dunia. Penyakit degeneratif adalah penyakit

yang disebabkan oleh penurunan fungsi sel, jaringan, dan organ tubuh seiring

dengan bertambahnya usia seseorang, beberapa di antaranya yaitu kanker,

diabetes melitus, jantung, dan stroke (Supriyadi, dkk., 2015).

Universitas Sumatera Utara


BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Program

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian dan Laboratorium Struktur

dan Fisiologi Hewan Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera

Utara, Medan. Pengujian total flavonoid dilakukan di Laboratorium Instrumentasi

Pusat Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Padang. Waktu pra

penelitian dan penelitian dilaksanakan selama 10 bulan yaitu November 2016

sampai Juni 2017.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah kulit pisang ambon

mentah, kulit pisang ambon setengah matang, dan kulit pisang ambon matang

yang diperoleh dari daerah Pancur Batu, Medan Sumatera Utara. Hewan uji yaitu

mencit jantan yang berumur 3-4 minggu dengan berat badan berkisar 20-30 g.

Reagensia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut heksan,

H2SO4 (asam sulfat), NaOH (natrium hidroksida), alkohol 96%, akuades, etanol

p.a, serbuk phenolpthalein, K2SO4 (kalium sulfat), CuSO4 (kupri sulfat), DPPH

(Sigma), C6H8O7 (asam sitrat), Na3C6H5O7 (natrium sitrat), streptozotocin

(Bioworld), metformin, CMC (Carboxil Metyl Celulose), asam askorbat, dan

asam oksalat.

29
Universitas Sumatera Utara
30

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk pembuatan

serbuk albedo kulit pisang adalah sendok stainless steel, pisau stainless steel,

baskom, blender, timbangan analitik, talenan, tirisan, oven, dan loyang. Peralatan

yang digunakan untuk analisa sifat fisika-kimia serbuk kulit pisang adalah

erlenmeyer, alat destruksi, alat destilasi, tabung soxhlet, cawan porselen, cawan

aluminium, oven, desikator, refraktometer, vortex, spektrofotometer, serta

peralatan lainnya dan peralatan yang digunakan untuk esktrak kulit pisang dengan

metode maserasi adalah beaker glass, botol kaca, rotary evaporator, kain saring,

dan corong. Peralatan yang digunakan untuk uji in-vivo pada mencit adalah spuit

injeksi tuberculin 1 cc, strip glukosa, glukometer (Gluco Dr), timbangan, dan

peralatan analisa lainnya.

Metode Penelitian

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3

tahap, yaitu:

Tahap I : Pembuatan serbuk albedo kulit pisang

Tahap II : Pembuatan ekstrak serbuk albedo kulit pisang

Penelitian tahap I dan tahap II dilakukan dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan

perlakuan tunggal berupa tingkat kematangan pisang (P), yang

terdiri 3 taraf, yaitu:

K1 = Kulit pisang mentah = 100% hijau

K2 = Kulit pisang setengah matang = 75% hijau : 25% kuning

K3 = Kulit pisang matang = 25% hijau : 75% kuning

Universitas Sumatera Utara


31

Tahap III : Pengujian secara in-vivo aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit

pisang terhadap mencit percobaan

Rancangan pada penelitian tahap III adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Non Faktorial dan desain penelitian dapat dilihat

pada Gambar 11. Subjek penelitian berupa tikus mencit. Populasi

berupa mencit (Mus musculus) jantan galur wistar berumur 3-4

minggu dengan berat badan sekitar 20-30 g. Jumlah sampel yang

digunakan berdasarkan pada rumus Federer (Purawisastra, 2001)

sebagai berikut :

(k-1) (n-1) > 15

(9-1) (n-1) > 15

8 (n-1) > 15

8n > 15 + 8

8n > 23

n>2~3

Keterangan :

k = Jumlah kelompok

n = Jumlah sampel dalam tiap kelompok

Untuk menjaga adanya kematian hewan coba, maka ditambah

masing-masing kelompok perlakuan 2 mencit sehingga total

hewan coba 45 ekor.

Mencit dibagi menjadi 9 kelompok yaitu kelompok kontrol normal dimana

mencit tidak diabetes, kelompok kontrol negatif dimana mencit diabetes diberi

larutan 0,5% CMC dengan dosis 1% dari berat badan, kelompok kontrol positif

Universitas Sumatera Utara


32

dimana mencit diabetes dan diberi metformin dengan dosis 65 mg/kgBB, 6

kelompok perlakuan dimana mencit diabetes dan diberi ekstrak albedo kulit

pisang mentah, diberi ekstrak albedo kulit pisang setengah matang, dan diberi

ekstrak albedo kulit pisang matang dengan dosis 200 mg/kgBB dan

400 mg/kgBB.

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian dengan faktor tingkat kematangan kulit pisang (K)

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial adalah sebagai

berikut:

Ŷij = μ + αi + + εij

dimana:

Ŷij : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

μ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor K pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least

Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan serbuk albedo kulit pisang

Kulit pisang dipisahkan dari daging buahnya kemudian dikupas bagian

luarnya. Kemudian direndam dalam 1% asam askorbat selama 30 menit. Setelah

itu ditiriskan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC selam + 15 jam.

Universitas Sumatera Utara


33

Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Skema pembuatan serbuk

albedo kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 9.

Serbuk albedo kulit pisang dilakukan pengujian analisa fisikokimia yaitu

pengujian kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan uji kualitatif dan

kuantitatif kandungan flavonoid. Setiap uji akan dilakukan pada albedo kulit

pisang mentah, albedo kulit pisang setengah matang, dan albedo kulit pisang

matang dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing uji.

Pembuatan ekstrak albedo kulit pisang

Pembuatan ekstrak albedo kulit pisang dengan berbagai tingkat

kematangan yang dilakukan menggunakan metode maserasi, dimana ditimbang

sebanyak 100 g serbuk albedo kulit pisang dan ditambahkan pelarut etanol dengan

perbandingan 1:6, kemudian dimasukkan ke dalam botol. Direndam selama + 10

jam pertama sambil diaduk. Setelah itu disaring dengan menggunakan kain saring.

Ampas yang diperoleh kemudian dimaserasi kembali sampai hasil filtrat maserasi

mendekati warna pelarut etanol 96% (tersari sempurna). Filtrat yang diperoleh

kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh

ekstrak kental. Diperoleh ekstrak albedo kulit pisang. Tahapan dapat dilihat pada

Gambar 10.

Ekstrak albedo kulit pisang yang dihasilkan dari proses ini dilakukan

pengujian terhadap aktivitas antioksidannya dengan menggunakan metode DPPH.

Universitas Sumatera Utara


34

Pengujian secara in-vivo aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit pisang


terhadap mencit percobaan

Disediakan mencit jantan dengan berat 20-30 g dan berumur 3-4 minggu.

Mencit dimasukkan ke dalam kandang kolektif dengan suhu 20-25oC dan

diadaptasi selama 1 minggu dengan pemberian makan dan minum secara ad

libitum. Setelah 1 minggu, diukur kadar glukosa darah mencit, dimana kadar awal

ini digunakan sebagai kadar glukosa darah normal. Kemudian ditimbang

45 mencit untuk menentukan dosis. Setelah penimbangan, 40 mencit diinduksi

streptozotocin dengan 55 mg/kgBB. Kemudian diukur kembali kadar glukosa

darah mencit 3 hari setelah dilakukan induksi, kadar glukosa yang akan digunakan

sebagai kadar glukosa darah mencit yang mengalami diabetes mellitus adalah

kadar glukosa darah puasa yaitu > 126 mg/dl. Penelitian ini menggunakan

45 mencit dikelompokkan menjadi 9 perlakuan, yaitu:

1. Kelompok kontrol normal = Pemberian akuades

2. Kelompok kontrol negatif = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

selanjutnya diberi 0,5% CMC, dosis 1% dari

berat badan

3. Kelompok kontrol positif = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

selanjutnya diberi metformin 65 mg/kgBB

4. Kelompok perlakuan I = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

mentah 200 mg/kgBB

5. Kelompok perlakuan II = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

mentah 400 mg/kgBB

Universitas Sumatera Utara


35

6. Kelompok perlakuan III = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

setengah matang 200 mg/kgBB

7. Kelompok perlakuan IV = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

setengah matang 400 mg/kgBB

8. Kelompok perlakuan V = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

matang 200 mg/kgBB

9. Kelompok perlakuan VI = Diinduksi streptozotocin dengan dosis 55 mg/kgBB

dan selanjutnya diberi ekstrak albedo kulit pisang

matang 400 mg/kgBB

Kemudian dilakukan kembali pengukuran kadar glukosa dan berat badan

setiap kelompok setelah 2 minggu berlangsung. Tahapan dapat dilihat pada

Gambar 11.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

mutu serbuk albedo kulit pisang yang dihasilkan terdiri dari kadar air, kadar abu,

kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji flavonoid, dan uji antioksidan

dengan metode DPPH.

Kadar air dengan metode oven (AOAC, 1995, dengan modifikasi)

Bahan ditimbang sebanyak 5 g di dalam aluminium foil yang telah

diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven

dengan suhu sekitar 50 oC selama 2 jam, kemudian suhu 70 oC selama 2 jam, dan

Universitas Sumatera Utara


36

suhu 105 oC selama 1 jam selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15

menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam

oven dengan suhu yang sama selama 1 jam, kemudian didinginkan kembali

dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai

diperoleh berat yang konstan.

Berat sampel awal (g) – Berat sampel akhir (g)


Kadar Air (%) = x 100%
Berat sampel awal (g)

Kadar abu (AOAC, 2005, dengan modifikasi)

Bahan yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan

porselin kering yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dipijarkan

hingga tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu

550-660 oC sampai pengabuan sempurna dengan cara bahan dibakar 1 jam dalam

tanur dengan suhu 100 oC, 2 jam dengan suhu 300 oC dan 2 jam dengan suhu 500
o
C. Cawan berisi sampel yang telah diabukan didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

Bobot abu (g)


Kadar abu (%) = x 100 %
Bobot sampel (g)

Kadar lemak (AOAC, 1995)

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sampel yang

telah dikeringkan ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring,

kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang

diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke

dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut

turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu

lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi

Universitas Sumatera Utara


37

lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga mencapai

berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya

ditimbang.

Bobot lemak (g)


Kadar lemak (%)  x 100 %
Bobot sampel (g)

Kadar protein (Metode KjeIdahl, AOAC, 1995)

Sampel yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 0,2 g yang telah yang

dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan

dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 2 g katalis, dan batu didih. Sampel dididihkan selama

1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan

lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan

NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi H2SO4

0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4

tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02%

dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus

terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar

125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan

sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH

0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko

dilakukan dengan cara yang sama.

(A - B) x N x 0,014 x 6,25
Kadar protein (%)  x 100 %
Bobot sampel (g)

A = ml NaOH untuk titrasi blanko

B = ml NaOH untuk titrasi sampel

N = Normalitas NaOH

Universitas Sumatera Utara


38

Kadar serat kasar (AOAC, 1995)

Sampel yang telah dihilangkan lemaknya ditimbang sebanyak 2 g

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml

H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 105oC.

Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml,

kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas

saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kertas

saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades panas lalu 25 ml H2SO4 0,325

N, kemudian dengan akuades panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%. Kertas

saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama satu jam, pengeringan

dilanjutkan sampai bobot konstan. Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Berat akhir (g) – Berat awal (g)


Serat Kasar (%) = x 100%
Berat sampel (g)

Kadar karbohidrat (by difference) (Winarno, 1986)

Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan

perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar

karbohidrat dengan metode by difference.

Kadar karbohidrat = 100 % – (kadar air+kadar abu+kadar protein+kadar lemak)

Uji kualitatif flavonoid (Farnsworth, 1996)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g yang telah dihaluskan diekstrak dengan

5 mL etanol panas selama 5 menit didalam tabung reaksi. Selanjutnya hasil

Universitas Sumatera Utara


39

ekstraksi disaring dan kepada filtratnya ditambahkan 2 tetes NaOH 10%. Adanya

flavonoid ditandai dengan perubahan warna kuning-orange-merah.

Uji kuantitatif flavonoid total (Widyastuti, 2010)

Larutan baku 2000 ppm kuersetin dibuat dengan variasi konsentrasi 200

ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, 1000 ppm, dan 1200 ppm. Sebanyak 0,5 ml

larutan dari berbagai konsentrasi direaksikan dengan 0,1 ml AlCl3 10%; 0,1 ml

natrium asetat 1 M, dan 2,8 ml akuades. Kemudian diukur absorbansinya pada

panjang 400-500 nm. Kuersetin digunakan untuk membuat kurva kalibrasi.

Sampel diambil sebanyak 0,5 ml sampel yang telah diencerkan (1:10 g/ml

etanol) ditambahkan 1,5 ml etanol, 0,1 ml AlCl3 10%, 0,1 ml natrium asetat 1 M,

dan 2,8 ml akuades. Campuran larutan tersebut dibiarkan selama 30 menit dan

diukur absorbansinya pada 417 nm. Larutan baku kuersetin dibuat dengan

menimbang 20 mg kuersetin dalam 10 ml etanol sehingga diperoleh konsentrasi

2000 ppm. Kandungan total flavonoid dalam ekstrak etanol diekspresikan sebagai

mg kuersetin/g serbuk kering.

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Frindryani, 2016)

a. Ekstraksi sampel

Sampel berupa albedo kulit pisang yang telah dipotong kecil-kecil

ditimbang 200 gr dan untuk serbuk albedo kulit pisang ditimbang 100 gr lalu

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L. Kemudian direndam dengan etanol teknis

dengan perbandingan 1:6. Dilakukan maserasi dengan menggunakan shaker

selama ± 10 jam. Hasil maserasi disaring dengan kain saring yang sudah

diblansing, sehingga diperoleh hasil maserasi 1. Kemudian ampasnya direndam

kembali dengan etanol teknis dan dimaserasi dengan perbandingan yang sama dan

Universitas Sumatera Utara


40

dimaserasi kembali selama ± 10 jam. Kemudian disaring kembali dengan kain

saring sehingga diperoleh hasil maserasi 2. Hal ini diulangi kembali hingga

diperoleh hasil maserasi ke 3. Kemudian hasil maserasi ke 1, 2, 3 digabungkan

lalu dievaporasi dengan rotary evaporator dengan suhu 50ºC sampai terbentuk

ekstrak kental. Sehingga diperoleh ekstrak etanol albedo kulit pisang dan serbuk

albedo kulit pisang.

b. Larutan DPPH

Larutan DPPH (0,12 Mm) dibuat dengan cara ditimbang 4,8 mg DPPH

(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) yang dilarutkan dengan etanol (pa) hingga tera 100

ml pada labu ukur dan ditempatkan dalam ruangan gelap selama 20 menit.

c. Larutan kontrol

Larutan kontrol dibuat dengan cara menambahkan larutan 1,5 ml etanol

(p.a) pada 1,5 ml larutan DPPH dalam tabung reaksi. Absorbansi ditentukan pada

panjang gelombang maksimum larutan kontrol. Penentuan panjang gelombang

maksimum diukur pada rentang 510-525 nm.

d. Penentuan aktivitas antioksidan

Larutan sampel dibuat dengan cara menimbang bahan 100 mg sampel yang

kemudian dilarutkan dalam 100 ml etanol (p.a) (1000 bagian per juta), larutan ini

adalah larutan induk. Kemudian dipipet 31,25 µl, 62,5 µl, 125 µl, 250 µl, dan 500

µl, ke dalam labu ukur 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 6,25 µg/ml, 12,5 µg/ml,

25 µg/ml, 50 µg/ml, dan 100 µg/ml. Penentuan antioksidan dilakukan dengan cara

masing-masing konsentrasi larutan sampel ditambahkan 1 ml larutan DPPH dan

etanol (p.a) sampai batas tera. Kemudian dimasukkan ke tabung reaksi dan

dihomogenkan dengan vortex lalu diinkubasi selama 30 menit dengan suhu 37ºC

Universitas Sumatera Utara


41

pada masing-masing larutan sampel. Pengukuran absorbansi dari sampel dalam

penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dan selanjutnya digunakan

untuk analisis data. Persentase inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus :

Perhitungan IC50 dengan cara memasukkan nilai dari konsentrasi larutan

sampel (sumbu x) dan % hambatan terhadap DPPH (sumbu y) ke dalam

persamaan garis regresi. Semakin rendah IC50 berarti semakin tinggi aktivitas

antioksidan sebagai peredam radikal bebas.

Pengukuran berat badan mencit

Hewan percobaan yang digunakan dikelompokkan menjadi 9 kelompok

perlakuan. Masing-masing kelompok mencit diberikan perlakuan yang berbeda-

beda. Masing-masing mencit ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik

merk Ohaus dengan ketelitian dua angka. Berat badan mencit diamati dilakukan

berat badan awal, berat badan setelah diinduksi streptozotocin, dan berat badan

akhir.

Pengukuran kadar glukosa darah

Berat badan mencit ditimbang kemudian diukur kadar glukosa darah

dengan menggunakan blood glucose stick meter (Gluco DrTM) dimana darah

diambil dari bagian ekor mencit. Kemudian darah yang keluar ditempelkan pada

strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur dan nampak pada layar

setelah 5 detik yang dinyatakan dalam mg/dl (Unitly, 2012). Sebelum dilakukan

pengukuran kadar glukosa darah, mencit dipuasakan selama 18 jam kemudian

diukur kadar glukosa darahnya. Mencit dikategorikan mengalami diabetes melitus

Universitas Sumatera Utara


42

apabila memiliki kadar glukosa darah puasa yaitu sebesar ≥ 126 mg/dl

(Perkeni, 2011). Hal yang dilakukan untuk membuat mencit model diabetes

adalah dengan pemberian streptozotocin secara intraperitoneal dengan dosis 55

mg/kgBB (Daud, et al., 2016) kemudian dilarutkan dalam 0,1 M buffer salin sitrat

pH 4,5. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit dengan kadar

glukosa darah ≥ 126 mg/dL.

Pemberian dosis ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis

200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB. Jadi apabila mencit mempunyai berat rata-rata

30 gram, maka:

200 (mg)
Dosis 200 mg/kgBB mencit = x 30 gBB = 6 mg
1000 (g)BB
400 (mg)
Dosis 400 mg/kgBB mencit = x 30 gBB = 12 mg
1000 (g)BB

Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada mencit adalah

1 ml/20 g BB (Ngatidjan,1991), disarankan takaran pemberian tidak melebihi

volume maksimalnya.

Universitas Sumatera Utara


43

Mentah, Setengah Kulit Pisang Ambon Uji Fisikokimia:


Matang, dan - Kadar air
Matang - Kadar abu
- Kadar protein
- Kadar lemak
Daging buah dipisahkan dan dikupas kulit luar - Kadar karbohidrat
- Kadar serat kasar
Uji Flavonoid
Albedo kulit pisang direndam dalam asam
askorbat 1% selama 30 menit

Diletakkan diatas loyang yang dilapisi


dengan aluminium foil

Dikeringan dengan oven dengan


suhu 50oC selama + 15 jam

Dihaluskan dengan blender

Serbuk albedo kulit


pisang

Uji Fisikokimia: Uji flavonoid


- Kadar air
- Kadar abu
- Kadar protein
- Kadar lemak
- Kadar karbohidrat
- Kadar serat kasar

Gambar 8. Diagram alir pembuatan serbuk albedo kulit pisang

Universitas Sumatera Utara


44

Mentah, Setengah Albedo dan serbuk albedo kulit


Matang, dan pisang ditimbang sebanyak 100 g
Matang

Ditambahkan pelarut etanol


dengan perbandingan 1:6

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Direndam selama sekitar 10 jam sambil diaduk

Disaring dengan kain saring

Dipekatkan dengan
rotary evaporator

Ekstrak albedo dan serbuk


albedo kulit pisang kental Residu

Uji aktivitas antioksidan


dengan metode DPPH

Gambar 9. Diagram alir ekstraksi albedo kulit pisang

Universitas Sumatera Utara


45

45 mencit jantan berat 20-30 g dengan umur 3-4 minggu

Mencit dimasukkan ke dalam kandang kolektif suhu 20-25oC

Diberi makan
Mencit diadaptasikan selama 1 minggu dan minum
secara ad libitum
Mencit diukur kadar glukosa darah awal (kadar normal)

Berat badan mencit ditimbang untuk menentukan dosis

45 mencit dibagi menjadi 9 kelompok:

5 Mencit 45 Mencit 40 Mencit


di
(+) Induksi streptozotocin 55
K0 mg/kgBB

Diberi 0,5%
(-) Induksi CMC dengan K(-) K(+) K(+)
streptozotocin dosis 1%/BB
selama 14 hari Diberi metformin 65 mg/kgBB
selama 14 hari

Diberi ekstrak albedo kulit pisang mentah 200 PI


mg/kgBB/hari selama 14 hari
Uji:
- - Berat badan Diberi ekstrak albedo kulit pisang mentah 400
- - Pengukuran mg/kgBB/hari selama 14 hari PII
Kadar Glukosa
Darah Diberi ekstrak albedo kulit pisang setengah matang
PIII
200 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Diberi ekstrak albedo kulit pisang setengah matang


PIV
sebanyak 400 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Diberi ekstrak albedo kulit pisang matang 200


PV
mg/kgBB/hari selama 14 hari

Diberi ekstrak albedo kulit pisang matang 400


PVI
mg/kgBB/hari selama 14 hari

Gambar 11. Diagram alir uji aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit pisang ambon
terhadap mencit percobaan

Universitas Sumatera Utara


46

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia dari Albedo Kulit Pisang Segar

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap albedo kulit pisang segar

dengan berbagai tingkat kematangan menunjukkan perbedaan kandungan kadar

air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat.

Karakteristik kimia dari ketiga albedo kulit pisang dengan berbagai tingkat

kematangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh tingkat kematangan terhadap karakteristik kimia albedo kulit pisang
Tingkat Kematangan
Parameter
K1 K2 K3
Kadar Air (%bb) 87,1182 + 86,1182 + 85,4191 +
0,1267a,A 0,2756b,B 0,2965c,C
Kadar Abu (%bk) 6,2308 + 5,6868 + 5,2877 +
b,B b,AB
0,1046 0,0550 0,4047a,A
Kadar Protein (%bk) 0,9752 + 0,6022 + 0,3916 +
c,C b,B
0,0537 0,0494 0,0461a,A
Kadar Lemak (%bk) 4,4827 + 5,6383 + 6,3859 +
c,C b,B
0,3070 0,0496 0,2655a,A
Kadar Karbohidrat(%bk) 75,2045 + 74,2082 + 73,3539 +
0,7230a,A 0,3550b,AB 0,1632b,B
Kadar Serat (%bk) 20,3713 + 18,5722 + 17,7180 +
0,4043c,B 0,2750b,B 0,1877a,A
Keterangan:- Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji
LSR
- Uji dilakukan 3 kali ulangan, tanda (+) menunjukkan standar deviasi
K1 = Albedo kulit pisang mentah
K2 = Albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Albedo kulit pisang matang

Pengujian Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Albedo Kulit Pisang Segar

Pengujian kualitatif flavonoid

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pengujian terhadap flavonoid secara

kualitatif pada albedo kulit pisang segar menunjukkan bahwa albedo kulit pisang

dengan tingkat kematangan yang berbeda-beda bernilai positif mengandung

46
Universitas Sumatera Utara
47

senyawa flavonoid. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari

warna putih menjadi kuning-merah-orange. Hasil yang diperoleh dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengujian kualitatif flavonoid pada albedo kulit pisang segar


Tingkat Hasil Hasil Gambar
kematangan albedo uji pengamatan
kulit pisang

Putih keruh
K1 +
jingga/orange

Putih keruh
K2 + merah
keorangean

Putih keruh
K3 + merah
keorangean

Perubahan warna yang terjadi diakibatkan oleh adanya penambahan

larutan basa ke dalam ekstrak etanol albedo kulit pisang. Hal ini sesuai dengan

literatur Harborne (1987) yang menyatakan bahwa flavonoid mempunyai sifat

serupa dengan senyawa fenol yaitu bersifat agak asam sehingga apabila

direaksikan dengan pelarut basa atau amonia akan menghasilkan warna yang

mudah dideteksi dengan kromatogram.

Jumlah total flavonoid dan aktivitas antioksidan (IC50) dari ekstrak albedo

kulit pisang dengan berbagai tingkat kematangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 6. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kandungan total flavonoid dan


aktivitas antioksidan dari albedo kulit pisang
Tingkat Kematangan
Parameter
K1 K2 K3
Total Flavonoid (µgQE/g) 527,1009 2129,7672 2655,7050
Aktivitas Antioksidan 176,3149 + 136,9277 + 106,8790 +
(IC50) (µg/ml) 1,2130a,A 1,4060b,B 0,4110c,C
Keterangan: - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut
uji LSR
- Uji antioksidan dilakukan 3 kali ulangan, tanda (+) menunjukkan standar deviasi
K1 = Albedo kulit pisang mentah
K2 = Albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Albedo kulit pisang matang

Total Flavonoid

Tabel 6 menunjukkan bahwa semakin matang albedo kulit pisang maka

jumlah kandungan total flavonoidnya akan semakin meningkat. Total flavonoid

dari ketiga albedo kulit pisang segar dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai total

flavonoid tertinggi terdapat pada albedo kulit pisang matang sebesar

2655,7050 µgQE/g dan terendah pada albedo kulit pisang mentah sebesar

527,1009 µgQE/g. Hal ini sesuai dengan literatur Rees, et al. (2012) yang

menyatakan bahwa selama masa perkembangan dan pematangan buah terjadi

perubahan senyawa fenolik. Pada kulit buah yang berwarna kuning terkandung

flavonoid dan senyawa fenolik yang lebih kaya jika dibandingkan dengan kulit

buah yang berwarna hijau (Alamsyah, et al., 2016). Menurut Chauchan, et al.

(2016), berdasarkan skrining fitokimia dengan menggunakan pelarut seperti

etanol maupun metanol dinyatakan bahwa kulit pisang matang maupun mentah

mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, dan

fenol. Jenis flavonoid yang terdapat dalam kulit pisang yang teridentifikasi adalah

naringenin dan rutin (Kanazawa dan Sakakibara, 2000) serta terdapat katekin,

galokatekin, dan epikatekin (Someya et al., 2002).

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 14. Total flavonoid dari ketiga albedo kulit pisang

Aktivitas Antioksidan (IC50)

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa tingkat

kematangan albedo kulit pisang segar yang berbeda memiliki aktivitas antioksidan

(IC50) yang berbeda sangat nyata (P<0,01). Aktivitas antioksidan (IC50) dari ketiga

albedo kulit pisang segar dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai aktivitas antioksidan

tertinggi terdapat pada albedo kulit pisang matang 106,8790 µg/ml dan terendah

pada albedo kulit pisang mentah sebesar 176,3149 µg/ml. Perbedaan nilai dari

aktivitas antioksidan ini diakibatkan oleh pengaruh tingkat kematangan. Tingkat

kematangan akan mempengaruhi kandungan gizi dari suatu bahan pangan

(Dwiari, 2008). Menurut Rees, et al. (2012) masa perkembangan dan pematangan

buah akan menyebabkan terjadinya perubahan senyawa fenolik. Senyawa fenolik

merupakan zat antioksidan alami yang terdapat pada tumbuhan. Aktivitas

antioksidan pada kulit pisang terdiri dari senyawa-senyawa organik yang

merupakan golongan flavonoid. Dalam Aquino, et al. (2016) dinyatakan bahwa

adanya peningkatan potensial antioksidan pada kulit pisang selama proses

pematangan buah sehingga kulit pisang matang memiliki aktivitas antioksidan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit pisang mentah.

Universitas Sumatera Utara


50

Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai IC50 rata-rata dari ekstrak

albedo kulit pisang segar menunjukkan aktivitas yang sedang, yaitu albedo kulit

pisang matang sebesar 106,8790 µg/ml, albedo kulit pisang setengah matang

sebesar 136,9277 µg/ml, dan albedo kulit pisang mentah sebesar 176,3149 µg/ml.

Hal ini sesuai dengan literatur Jun et al. (2003), dimana kategori aktivitas

antioksidan terdiri atas empat bagian yakni nilai IC50 <50 ppm kategori sangat

kuat, nilai IC50 50-100 ppm kategori kuat, nilai IC50 101-250 ppm kategori

sedang, dan nilai IC50 250-500 ppm kategori rendah. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan kandungan senyawa fenol termasuk kandungan flavonoid dari kulit

pisang. Dalam keadaan mentah senyawa fenol yang terkandung lebih sedikit

dibandingkan keadaan matang. Menurut Anggresani, dkk. (2017) adanya

kandungan flavonoid akan memberikan potensi aktivitas antioksidan dimana

apabila semakin besar kandungan flavonoid pada suatu tanaman maka aktivitas

antioksidannya akan semakin tinggi.

Gambar 15. Aktivitas antioksidan (IC50) dari ketiga albedo kulit pisang

Karakteristik Kimia dari Serbuk Albedo Kulit Pisang

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap serbuk albedo kulit pisang

dengan berbagai tingkat kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

Universitas Sumatera Utara


51

terhadap kandungan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar

karbohidrat, dan kadar serat. Hasil pengujian pengaruh tingkat kematangan

terhadap karakteristik kimia dari serbuk albedo kulit pisang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh tingkat kematangan terhadap karakteristik kimia serbuk albedo


kulit pisang
Tingkat Kematangan Albedo Kulit Pisang
Parameter
K1 K2 K3
Kadar Air (%bb) 5,7792 + 6,5826 + 7,6431+
0,1660b,B 0,7746b,AB 0,2941a,A
Kadar Abu (%bk) 9,6634 + 8,7564 + 7,7762 +
a,A b,B
0,2144 0,2314 0,3476c,C
Kadar Protein (%bk) 1,1546 + 0,9343 + 0,6776 +
a,A b,A
0,0427 0,0915 0,0804c,B
Kadar Lemak (%bk) 5,9208 + 8,6860 + 11,1556 +
c,C b,B
0,3210 0,4872 0,3764a,A
Kadar Karbohidrat(%bk) 83,2612 + 81,6233 + 80,3906 +
0,5451a,A 0,6089b,B 0,4683c,B
Kadar Serat (%bk) 11,8446 + 14,3287 + 17,4753 +
0,3176c,C 0,8019b,B 0,2739a,A
Keterangan: - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut
uji LSR
- Uji dilakukan 3 kali ulangan, tanda (+) menunjukkan standar deviasi
K1 = Albedo kulit pisang mentah
K2 = Albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Albedo kulit pisang matang

Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar air serbuk albedo kulit pisang tertinggi

diperoleh pada K3 yaitu sebesar 7,6431%, sedangkan terendah diperoleh pada K1

sebesar 5,7792%. Kadar abu serbuk albedo kulit pisang tertinggi diperoleh pada

K1 sebesar 9,6634%, dan terendah diperoleh pada K3 sebesar 7,7762%. Kadar

protein serbuk albedo kulit pisang tertinggi diperoleh pada K1 sebesar 1,1546%,

dan terendah pada K3 sebesar 0,6776%. Kadar lemak serbuk albedo kulit pisang

tertinggi diperoleh pada K3 sebesar 11,1556%, dan terendah diperoleh pada K1

sebesar 5,9208%. Kadar karbohidrat serbuk albedo kulit pisang tertinggi diperoleh

pada K1 sebesar 77,1037%, dan terendah diperoleh pada K3 sebesar 72,1114%.

Universitas Sumatera Utara


52

Kadar serat serbuk albedo kulit pisang tertinggi diperoleh pada K3 sebesar

17,4753%, dan terendah pada K1 sebesar 11,8446%.

Kadar air

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar air serbuk albedo kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa pengaruh

tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air serbuk

albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar air serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 5,7992 b B
2 0,9247 1,4012 K2 = Setengah Matang 6,5826 b AB
3 0,9584 1,4536 K3 = Matang 7,6431 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar air serbuk albedo kulit

pisang dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar air serbuk albedo kulit pisang

Universitas Sumatera Utara


53

Gambar 14 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar air

serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang maka kadar air akan semakin

meningkat. Hal ini dikarenakan adanya penyusutan pada bobot kulit buah.

Menurut Pantastico (1986), selama proses pematangan bobot daging buah akan

semakin bertambah sedangkan bobot kulit buah akan semakin berkurang. Bobot

kulit pisang menandakan tingkat ketebalan kulit pisang, dimana semakin tebal

kulit pisang maka air bebas dalam bahan pangan akan semakin lebih mudah

menguap (Nurhayati, dkk., 2016). Semakin banyak jumlah air yang diuapkan

maka kadar air yang dihasilkan menjadi berkurang (Harris dan Karmas, 1989).

Selain itu, peningkatan kadar air diakibatkan oleh terhidrolisisnya

protopektin menjadi pektin. Perombakan protopektin yang tidak larut air menjadi

pektin yang larut air akan menghasilkan hasil samping air. Hal inilah yang

mengakibatkan selama perubahan tingkat kematangan buah mengalami perubahan

komposisi seperti asam-asam organik, gula, karbohidrat, dan yang lainnya

sehingga kadar air serbuk semakin meningkat (Rachmayati, dkk., 2017).

Perbedaan kadar air yang terjadi diakibatkan oleh tingkat kematangan

yang berbeda. Menurut Santoso (2011), komposisi berbagai jenis gizi untuk setiap

buah-buahan berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

tingkat kematangan. Selain itu, perbedaan kadar air ini disebabkan oleh

karakteristik dari kulit pisang yang berbeda selama proses pematangan, sehingga

keterikatan air dalam matriks jaringan juga berbeda. Menurut Jamaluddin, dkk.

(2014), karakteristik air yang terikat dalam suatu bahan pangan berbeda akibat

adanya perbedaan jaringan matriks pada bahan pangan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


54

Kadar air pada semua serbuk albedo kulit pisang termasuk dalam kisaran

aman untuk kondisi penyimpanan, hal ini sesuai dengan literatur Depkes RI

(1985) yang menyatakan bahwa simplisia dinilai cukup aman apabila mempunyai

kadar air kurang dari 10%. Pengurangan kadar air pada keadaan segar menjadi

serbuk disebabkan adanya proses pengeringan pada albedo kulit pisang. Menurut

Harris dan Karmas (1989), proses pengeringan akan menambahkan kalor pada

albedo kulit pisang sehingga suhu pada albedo kulit pisang akan meningkat dan

jumlah air yang diuapkan dalam bahan pangan semakin banyak. Semakin banyak

jumlah air yang diuapkan maka kadar air yang dihasilkan menjadi berkurang.

Kadar abu

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar abu serbuk albedo kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa pengaruh

tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu serbuk

albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar abu serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 9,6634 a A
2 0,5591 0,8472 K2 = Setengah Matang 8,7564 b B
3 0,5795 0,8789 K3 = Matang 7,7762 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar abu serbuk albedo kulit

pisang dapat dilihat pada Gambar 15.

Universitas Sumatera Utara


55

Gambar 15. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar abu serbuk albedo kulit pisang

Gambar 15 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar abu

serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang kadar abu akan semakin

menurun. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kerja enzim selama proses

pematangan untuk melakukan degradasi. Menurut Haider, et al. (2014), selama

proses pematangan terjadi proses degradasi yang ditandai dengan adanya

peningkatan kerja enzim. Selain itu, selama proses pematangan buah terjadi

kerusakan jaringan. Adanya kerusakan jaringan selama proses pematangan

menyebabkan beberapa unsur mineral menjadi mudah lepas (Baiyeri, et al., 2011).

Perbedaan jumlah kadar abu pada setiap serbuk albedo kulit pisang disebabkan

oleh pengaruh tingkat kematangan yang berbeda. Tingkat kematangan merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kandungan gizi yang terdapat pada

bahan pangan (Santoso, 2011).

Berdasarkan hasil yang diperoleh jumlah kandungan abu pada serbuk

albedo kulit pisang lebih tinggi dibandingkan dengan albedo kulit pisang segar

yaitu pada albedo kulit pisang segar (mentah, setengah matang, dan matang)

secara berturut 6,2308%, 5,6868%, dan 5,2877% sedangkan pada serbuk secara

Universitas Sumatera Utara


56

berturut 9,6634%, 8,7564%, dan 7,7762%. Kenaikan ini terjadi akibat adanya

proses pengeringan yang menyebabkan terlepasnya air dslam bahan pangan

sehingga jumlah kandungan gula, lemak, mineral. Hal inilah yang menandakan

jumlah kadar abu menjadi meningkat (Fitriani, dkk., 2013). Kulit pisang

mengandung mineral yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kulit pisang

termasuk bahan buangan yang kaya akan kandungan mineral, seperti potasium,

kalsium, sodium dan mangan (Anhwange et al., 2009).

Kadar protein

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar protein serbuk albedo kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa pengaruh

tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein serbuk

albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar protein serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 1,1546 a A
2 0,1488 0,2255 K2 = Setengah Matang 0,9343 b A
3 0,1542 0,2340 K3 = Matang 0,6776 c B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar protein serbuk albedo kulit

pisang dapat dilihat pada Gambar 16.

Universitas Sumatera Utara


57

Gambar 16. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar protein serbuk albedo kulit pisang

Gambar 16 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar protein

serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang kandungan protein akan

semakin berkurang. Hal ini dikarenakan oleh adanya peningkatan kerja enzim

dalam buah selama pematangan. Menurut Haider, et al. (2014), selama proses

pematangan buah protein mengalami degradasi oleh radikal bebas serta adanya

peningkatan kerja enzim dalam buah.

Selain itu, penurunan protein diakibatkan oleh penurunan jumlah tanin.

Hal ini sesuai dengan literatur Leinmuller, et al. (1991) yang menyatakan bahwa

banyaknya tanin dapat mencegah pertumbuhan mikroba dengan cara

mengendapkan protein dari enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroba tersebut,

sehingga enzim-enzim menjadi inaktif dan metabolisme mikroba akan terganggu.

Interaksi antara kandungan tanin dengan enzim mengakibatkan terjadinya

penghambatan aktivitas enzim oleh senyawa fenolik dimana tanin menjadi terikat

dengan substrat sehingga substrat tidak dapat berinteraksi dengan sisi aktif enzim.

Tanin berperan menyamakan kulit sehingga dapat menurunkan absorbsi nutrisi

dalam bahan pangan seperti protein (Kumari dan Jain, 2012). Perbedaan jumlah

kadar protein pada setiap serbuk albedo kulit pisang disebabkan oleh pengaruh

Universitas Sumatera Utara


58

tingkat kematangan yang berbeda. Menurut Santoso (2011) dikatakan bahwa ada

banyak faktor yang menyebabkan kandungan gizi dari suatu bahan pangan

berbeda-beda, salah satunya adalah tingkat kematangan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah kandungan protein pada serbuk

albedo kulit pisang lebih tinggi dibandingkan dengan albedo kulit pisang segar

yaitu pada albedo kulit pisang segar (mentah, setengah matang, dan matang)

secara berturut 0,9752%, 0,6022%, dan 0,3916% sedangkan pada serbuk secara

berturut 1,1546%, 0,9343%, dan 0,6776%. Kenaikan ini diakibatkan oleh suhu

pengeringan yang tepat. Menurut Sukasih dan Setyadjit (2016), kenaikan jumlah

protein diakibatkan pada proses pembuatan serbuk menggunakan metode

pengeringan yang tepat sehingga kandungan protein dalam serbuk albedo kulit

pisang tetap terjaga walaupun telah mengalami proses pemanasan.

Kadar lemak

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar lemak serbuk albedo kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa pengaruh

tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak serbuk

albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar lemak serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 5,9208 c C
2 0,8008 1,2135 K2 = Setengah Matang 8,6860 b B
3 0,8300 1,2589 K3 = Matang 11,1556 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


59

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar lemak serbuk albedo kulit

pisang dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar lemak serbuk albedo kulit pisang

Gambar 17 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar lemak

serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang maka kadar lemak akan

semakin tinggi. Hal ini dikarenakan oleh adanya pigmen karotenoid yang bersifat

mengikat lemak. Semakin matang buah maka pigmen klorofil pada kulit buah

akan semakin hilang yang digantikan dengan meningkatnya pigmen karotenoid,

sehingga pigmen ini menyebabkan kulit buah berubah warna menjadi kuning

(Apandi, 1984). Karotenoid merupakan pigmen yang memiliki sifat larut dalam

lemak sehingga dengan adanya pigmen ini dapat melindungi lemak yang

terkandung dalam albedo kulit pisang (Palozza dan Krinsky, 1992). Menurut

Pantastico (1986), karotenoid yang ada dalam kulit pisang terdiri dari

α- carotenoid, β-caroten dan lutein dengan konsentrasi antara 5 sampai 10 µg/g

berat buah. Karotenoid memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang dapat

Universitas Sumatera Utara


60

mencegah terjadinya proses oksidasi lemak (Dutta, et al., 2005). Selain itu,

perbedaan kadar lemak ini diakibatkan oleh tingkat kematangan yang berbeda.

Menurut Santoso (2011) tingkat kematangan salah satu faktor dalam menentukan

komposisi kimia suatu bahan pangan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh jumlah kandungan lemak pada serbuk

albedo kulit pisang lebih tinggi dibandingkan dengan albedo kulit pisang segar

yaitu pada albedo kulit pisang segar (mentah, setengah matang, dan matang)

secara berturut 4,4827%, 5,6383%, dan 6,3859% sedangkan pada serbuk secara

berturut 5,9208%, 8,6860%, dan 11,1556%. Hal ini diakibatkan oleh adanya

proses pengeringan yang menyebabkan terjadinya penguapan komponen ikatan

molekul air (H2O) yang ditandai dengan berkurangnya kadar air serta

meningkatkan jumlah kandungan gula, lemak, dan mineral menjadi meningkat

(Fitriani, dkk., 2013).

Kadar karbohidrat

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar karbohidrat serbuk albedo kulit
pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa

pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan

matang) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

karbohidrat serbuk albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat

dilihat pada Tabel 12.

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel 12. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar karbohidrat serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 83,2612 a A
2 0,9745 1,4767 K2 = Setengah Matang 81,6233 b B
3 1,0100 1,5319 K3 = Matang 80,3906 c B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar karbohidrat serbuk albedo

kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar karbohidrat serbuk albedo kulit pisang

Gambar 18 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar

karbohidrat serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang maka kadar

karbohidrat akan semakin rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi perkembangan

dan pertumbuhan dari buah pisang. Selama proses pertumbuhan, kandungan gizi

dalam buah pisang akan mengalami perubahan, salah satunya adalah kandungan

pati. Kandungan pati pada buah akan mengalami peningkatan saat pertumbuhan

mencapai 80% dari masa pertumbuhannya kemudian akan mengalami penurunan

(Liur, 2014). Selain itu, adanya perubahan protopektin menjadi pektin yang terjadi

Universitas Sumatera Utara


62

selama proses pematangan mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi kimia,

salah satunya karbohidrat (Rachmayati, dkk., 2017). Jumlah kandungan

karbohidrat yang berbeda diakibatkan oleh pengaruh tingkat kematangan yang

berbeda. Menurut Santoso (2011), tingkat kematangan akan mempengaruhi

kandungan gizi yang terdapat dalam bahan pangan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh kandungan karbohidrat dalam serbuk

albedo kulit pisang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi segar yaitu pada

albedo kulit pisang segar (mentah, setengah matang, dan matang) secara berturut

83,2612%, 81,6233%, dan 80,3906% sedangkan pada serbuk secara berturut

77,1037%, 74,5764%, dan 72,1114%. Hal ini dikarenakan adanya proses

pengeringan dalam pembuatan serbuk. Menurut Nanin (2011), pengeringan

merupakan salah satu proses pengolahan panas yang bertujuan untuk

menghilangkan atau mengeluarkan sebagian kandungan air dari bahan pangan

sehingga akan memekatkan kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya.

Albedo kulit pisang mengandung banyak karbohidrat yang baik bagi tubuh.

Karbohidrat yang terkandung dalam kulit pisang adalah amilum atau pati

(Johari dan Rachmawati, 2006).

Kadar serat

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap kadar serat serbuk albedo kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa pengaruh

tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat serbuk

albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 13.

Universitas Sumatera Utara


63

Tabel 13. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah
matang, dan matang) terhadap kadar serat serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 11,8446 c C
2 0,6817 1,0329 K2 = Setengah Matang 14,3287 b B
3 0,7065 1,0715 K3 = Matang 17,4753 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar serat serbuk albedo kulit

pisang dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan kadar serat serbuk albedo kulit pisang

Gambar 19 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan kadar serat

serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang maka kadar serat akan semakin

tinggi. Hal ini dikarenakan oleh semakin tingginya kandungan air dalam kulit

pisang. Serat memiliki daya serap air yang tinggi sehingga semakin tinggi kadar air

pada bahan pangan maka kadar serat akan semakin meningkat (Julfan, dkk., 2016).

Jenis serat yang terkandung dalam kulit pisang berupa serat tidak larut air (selulosa,

hemiselulosa, dan lignin) dan serat larut air (pektin dan gum) (Ramli, et al., 2010).

Berdasarkan hasil yang diperoleh kandungan karbohidrat dalam serbuk

albedo kulit pisang lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi segar yaitu

Universitas Sumatera Utara


64

pada albedo kulit pisang segar (mentah, setengah matang, dan matang) secara

berturut 20,3713%, 18,5722%, dan 17,7180% sedangkan pada serbuk secara

berturut 11,8446%, 14,3287%, dan 17,4753%. Hal ini dikarenakan adanya

pengeringan yang menyebabkan terjadinya kerusakan dinding sel pada kulit

pisang. Proses pemanasan akan membantu degradasi dinding sel kulit pisang dan

membuat pektin larut air sehingga menurunkan kandungan serat kasar pada bahan

baku (Akmal, dkk., 2015).

Pengujian Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Serbuk Albedo Kulit Pisang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap serbuk albedo kulit

pisang menunjukkan bahwa serbuk albedo kulit pisang positif mengandung

senyawa flavonoid. Pengujian flavonoid secara kualitatif yang diperoleh dapat

dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengujian kualitatif flavonoid pada serbuk albedo kulit pisang
Tingkat Hasil Hasil Gambar
kematangan albedo uji pengamatan
kulit pisang

Hijau
K1 + kekuningan
jingga/orange

Hijau
K2 + kekuningan
merah
keorangean

Hijau
K3 + kekuningan
merah
keorangean

Universitas Sumatera Utara


65

Tabel 14 menunjukkan adanya perubahan warna pada larutan yang

dilakukan pengujian, dimana serbuk albedo kulit pisang terjadi perubahan warna

dari hijau kekuningan menjadi merah keorangean.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap ekstrak serbuk albedo kulit

pisang dengan berbagai tingkat kematangan menunjukkan perbedaan total

flavonoid dan aktivitas antioksidan (IC50). Jumlah total flavonoid dan aktivitas

antioksidan (IC50) dari ekstrak serbuk albedo kulit pisang dengan berbagai tingkat

kematangan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang terhadap kandungan
total flavonoid dan aktivitas antioksidan dari serbuk albedo kulit pisang
Tingkat Kematangan Albedo Kulit Pisang
Parameter
K1 K2 K3
Total Flavonoid (µgQE/g) 2332,0158 7020,8540 7311,0893
Aktivitas antioksidan 93,7214 + 75,8161 + 49,4311 +
(IC50) (µg/ml) 2,1748a,A 3,1628b,B 0,3960c,C
Keterangan: - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut
uji LSR
- Uji antioksidan dilakukan 3 kali ulangan, tanda (+) menunjukkan standar deviasi
K1 = Albedo kulit pisang mentah
K2 = Albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Albedo kulit pisang matang

Tabel 15 menunjukkan bahwa total flavonoid serbuk albedo kulit pisang

tertinggi diperoleh pada K3 yaitu sebesar 7311,0893 µgQE/g, sedangkan terendah

diperoleh pada K1 sebesar 2332,0158 µgQE/g. Aktivitas antioksidan (IC 50)

albedo dan serbuk albedo kulit pisang tertinggi diperoleh pada K3 sebesar

49,4311 µg/ml, sedangkan terendah diperoleh pada K3 sebesar 93,7214 µg/ml.

Universitas Sumatera Utara


66

Pengujian kualitatif flavonoid

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap pengujian kualitatif flavanoid albedo dan
serbuk albedo kulit pisang

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa ketiga albedo dan serbuk

albedo kulit pisang mengandung flavonoid, hal ini ditandai dengan adanya

perubahan warna. Degradasi warna yang terjadi pada pengujian ini diakibatkan

adanya penggunaan larutan basa pada ke dalam larutan etanol yaitu NaOH ke

dalam ekstrak albedo dan serbuk albedo kulit pisang. Hal ini sesuai dengan

penyataan Harborne (1987) yang menyatakan bahwa flavonoid yang memiliki

sifat menyerupai senyawa fenol bersifat agak asam sehingga dengan adanya

penambahan larutan basa akan memunculkan warna lain yang dapat dideteksi

dengan menggunakan kromatogram. Sifat senyawa flavonoid yang menyerupai

senyawa fenol adalah bersifat polar yang dimana untuk melarutkannya maka

memerlukan senyawa yang bersifat polar yaitu etanol termasuk pelarut yang

mampu melarutkan senyawa semi polar maupun polar (Monache, 1986). Etanol

merupakan pelarut yang sifatnya dapat melarutkan senyawa mulai dari yang

kurang polar sampai polar (Markham, 1988).

Total flavonoid

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap total flavonoid albedo dan serbuk albedo
kulit pisang

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Lampiran 9) diketahui bahwa semakin

matang albedo kulit pisang maka jumlah kandungan total flavonoid yang

terkandung didalamnya akan semakin meningkat. Total flavonoid dari ketiga

albedo serbuk albedo kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 20. Semakin matang

Universitas Sumatera Utara


67

buah maka kandungan flavonoid yang terkandung didalamnya akan semakin

meningkat. Hal ini dikarenakan dalam keadaan mentah proses biosintesis

pembentukan glikosida flavonoid belum sempurna yang ditandai dengan

tingginya kandungan klorofil pada buah mentah sehingga kandungan

flavonoidnya lebih sedikit, sedangkan dalam keadaan matang proses biosintesis

pembentukan glikosida flavonoid sudah terbentuk dengan sempurna yang ditandai

dengan terjadinya degradasi klorofil sehingga kandungan flavonoidnya lebih

tinggi (Tiarani, 2015). Selain itu berdasarkan literatur Rees, et al. (2012)

dinyatakan bahwa selama masa perkembangan dan pematangan buah terjadi

perubahan senyawa fenolik. Pada kulit buah yang berwarna kuning terkandung

flavonoid dan senyawa fenolik yang lebih kaya jika dibandingkan dengan kulit

buah yang berwarna hijau (Alamsyah, et al., 2016). Menurut Chauchan, dkk.

(2016), berdasarkan skrining fitokimia dengan menggunakan pelarut seperti

etanol maupun metanol dinyatakan bahwa kulit pisang matang maupun mentah

mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, dan

fenol. Jenis flavonoid yang terdapat dalam kulit pisang yang teridentifikasi adalah

naringenin dan rutin (Kanazawa dan Sakakibara, 2000) serta terdapat katekin,

galokatekin, dan epikatekin (Someya et al., 2002).

Berdasarkan hasil yang diperoleh kandungan flavonoid dalam serbuk albedo

lebih tinggi jika dibandingkan dalam bentuk segarnya yaitu pada albedo kulit pisang

segar (mentah, setengah matang, dan matang) secara berturut 527,1009 µgQE/g,

2129,7672 µgQE/g, dan 2655,7050 µgQE/g sedangkan pada serbuk secara berturut

2332,0158 µgQE/g, 7020,8540 µgQE/g, dan 7311,0893 µgQE/g. Hal ini

dikarenakan kandungan flavonoid pada bahan segar mudah mengalami degradasi

Universitas Sumatera Utara


68

enzimatik yang diakibat oleh kondisi lingkungan sekitar sehingga dihasilkan

jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dalam keadaan serbuk akibat dari proses

pengeringan dengan suhu rendah. Menurut Vongsak, et al. (2013) kandungan

flavonoid pada bahan yang dikeringkan lebih tinggi dibandingkan dalam keadaan

segar. Selain itu, jumlah flavonoid pada bahan pangan juga dipengaruhi oleh

pertumbuhan, cara pengolahannya serta kondisi sekitarnya, seperti adanya sinar

ultraviolet atau meningkatnya CO2 (Harnley, et al., 2006).

Gambar 20. Total flavonoid dari ketiga serbuk albedo kulit pisang

Aktivitas antioksidan (IC50)

Pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah


matang, dan matang) terhadap aktivitas antioksidan (IC50) serbuk albedo
kulit pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa

pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan

matang) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas

antioksidan (IC50) serbuk albedo kulit pisang. Hasil pengujian dengan uji LSR

dapat dilihat pada Tabel 16.

Universitas Sumatera Utara


69

Tabel 16. Uji LSR pengaruh tingkat kematangan albedo kulit pisang (mentah,
setengah matang, dan matang) terhadap aktivitas antioksidan (IC50)
serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K 1 = Mentah 93,7214 a A
2 4,4504 6,7438 K 2 = Setengah Matang 75,8161 b B
3 4,6125 6,9959 K 3 = Matang 49,4311 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang

(mentah, setengah matang, dan matang) dengan aktivitas antioksidan (IC 50)

serbuk albedo kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hubungan antara perbedaan tingkat kematangan albedo kulit pisang
dengan aktivitas antioksidan (IC50) serbuk albedo kulit pisang

Gambar 21 menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kematangan

albedo kulit pisang (mentah, setengah matang, dan matang) dengan aktivitas

antioksidan (IC50) serbuk albedo kulit pisang bahwa semakin matang maka

aktivitas antioksidan serbuk akan semakin tinggi. Nilai aktivitas antioksidan (IC50)

tertinggi terdapat pada serbuk albedo kulit pisang matang sebesar 49,4311 µg/ml

dan terendah pada serbuk albedo kulit pisang mentah sebesar 93,7214 µg/ml.

Perbedaan aktitivitas antioksidan ini diakibatkan oleh tingkat kematangan yang

Universitas Sumatera Utara


70

berbeda. Menurut Fatemah, et al. (2012), tahap kematangan akan mempengaruhi

kandungan senyawa oksidatif dan aktivitas antioksidan dari buah pisang baik pada

daging maupun kulit. Adanya perbedaan aktivitas antioksidan dari albedo kulit

pisang ini juga diakibatkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan flavonoid

yang terdapat di dalamnya. Semakin banyaknya flavonoid yang terkandung suatu

bahan pangan maka akan semakin meningkat pula aktivitas antioksidan bahan

pangan tersebut dimana flavonoid pada serbuk albedo kulit pisang mentah sebesar

2332,0158 µgQE/g sedangkan pada serbuk albedo kulit pisang matang sebesar

7311,0893 µgQE/g. Hal ini sesuai dengan literatur Damar, dkk. (2014) yang

menyatakan bahwa perbedaan angka antioksidan sangat erat hubungannya dengan

perbedaan kandungan flavonoid. Senyawa flavonoid semakin meningkat selama

proses pematangan yang ditandai dengan terjadinya degradasi klorofil

(Pantastico, 1986). Selain itu senyawa antioksidan yang terdapat didalam kulit

pisang matang berupa senyawa antosianin, delphinidin, sianidin dan katekolamin

(Kanazawa dan Sakakibara, 2000).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak

serbuk albedo kulit pisang lebih tinggi jika dibandingkan dari bahan segar. Hal ini

dikarenakan adanya proses pengolahan yang dapat menjaga kandungan gizi dari

kulit pisang dan kandungan aktivitas antioksidannya menjadi semakin aktif,

seperti kategori yang disebutkan oleh Jun, et al. (2003) bahwa bahan yang

memiliki kategori aktif jika memiliki nilai IC50 10-100 µg/ml. Menurut

Kumkrai, et al. (2015), flavonoid dalam tumbuhan berperan memperbaiki

metabolisme tubuh dan meregulasi glukosa darah sehingga memiliki efek

hipoglikemik dan berpotensi sebagai zat antidiabetik.

Universitas Sumatera Utara


71

Selain itu, aktivitas antioksidan dalam serbuk lebih tinggi dari pada dalam

keadaan segar diakibatkan oleh adanya perendaman dengan asam askorbat yang

yang mengakibatkan terhambatnya aktivitas enzim polifenol oksidase sehingga

saat dilakukan proses pengeringan antioksidan dari kulit pisang tidak mengalami

degradasi enzim sehingga tidak mengalami pencoklatan melainkan terlindungi

dengan adanya asam askorbat. Menurut Arifin, dkk. (2007), asam askorbat

merupakan vitamin C yang mempunyai sifat antioksidan yang dapat melindungi

molekul-molekul dalam bahan pangan. Aktifnya enzim polifenol oksidase akan

mengakibatkan berkurangnya senyawa fenol dimana senyawa fenol akan diubah

menjadi lignin (Winarno, 2002).

Pengujian In Vivo Ekstrak Albedo Kulit Pisang Terhadap Mencit Percobaan

Hasil pengujian in vivo yang dilakukan terhadap hewan percobaan,

diperoleh hasil bahwa perlakuan pada masing-masing kelompok mencit

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap berat badan mencit

dan kandungan glukosa darah mencit.

Berat badan mencit percobaan

Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase kenaikan berat badan mencit


percobaan

Berat badan mencit jantan dengan umur 3-4 minggu berkisar 20-30 g

sebelum dilakukan pengujian dengan berbagai perlakuan. Persentase kenaikan

berat badan mencit dapat dilihat pada Tabel 17.

Universitas Sumatera Utara


72

Tabel 17. Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase kenaikan berat badan mencit
Berat badan (g) Persentase kenaikan berat
Kelompok
Awal Akhir badan (%)
K1 31,6667 + 3,5119 37,0000 + 4,0000 16,8750 + 1,1399a,A
K2 36,0000 + 4,3589 32,6667 + 3,7859 -9,2235 + 0,4802e,E
K3 31,3333 + 1,5275 36,3333 + 1,5275 15,9824 + 0,7681a,A
K4 32,0000 + 1,7321 33,0000 + 1,7321 3,1313 + 0,1750d,D
K5 34,3333 + 3,7859 37,0000 + 4,3589 8,7063 + 0,8485c,C
K6 33,6667 + 2,5166 36,6667 + 2,5166 9,3226 + 1,3120c,BC
K7 37,3333 + 1,5275 41,6667 + 2,0817 11,5808 + 1,0841b,B
K8 33,0000 + 1,7321 38,3333 + 2,0817 16,1607 + 1,4708a,A
K9 32,6667 + 3,5119 38,3333 + 4,0415 17,3633 + 0,7649a,A
Keterangan : Pengujian dilakukan 3 kali ulangan, tanda (±) menunjukkan nilai standar deviasi
K1 = Kelompok kontrol tidak DM dan diberi akuades selama 14 hari
K2 = Kelompok negatif DM dan diberi suspensi 0,5% CMC/BB selama 14 hari
K3 = Kelompok positif DM dan diberi metformin 65 mg/kgBB selama 14 hari
K4 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
200 mg/kgBB selama 14 hari
K5 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
400 mg/kgBB selama 14 hari
K6 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 200 mg/kgBB selama 14 hari
K7 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 400 mg/kgBB selama 14 hari
K8 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
200 mg/kgBB selama 14 hari
K9 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
400 mg/kgBB selama 14 hari

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 10), dapat dilihat bahwa

pengaruh jenis perlakuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap rata-rata persentase kenaikan berat badan mencit. Hasil pengujian

dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 18.

Universitas Sumatera Utara


73

Tabel 18. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase
kenaikan berat badan mencit
LSR Notasi
Jarak (P) Kelompok Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - K1 16,8750 a A
2 1,6685 2,2863 K2 -9,2235 e E
3 1,7505 2,3845 K3 15,9824 a A
4 1,8027 2,4491 K4 3,1313 d D
5 1,8387 2,4963 K5 8,7063 c C
6 1,8645 2,5322 K6 9,3226 c BC
7 1,8847 2,5603 K7 11,5808 b B
8 1,8999 2,5839 K8 16,1607 a A
9 1,9117 2,6030 K9 17,3633 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase kenaikan berat badan tertinggi

terdapat pada perlakuan K9 yaitu sebesar 17,3633% dan yang terendah terdapat

pada perlakuan K2 yaitu -9,2235%. Hubungan antara jenis perlakuan terhadap

persentase kenaikan berat badan mencit dapat dilihat pada Gambar 22.

Keterangan: K1= kelompok kontrol, K2 = kelompok negatif, K3 = kelompok positif, K4 = kelompok


perlakuan 1, K5 = kelompok perlakuan 2, K6 = kelompok perlakuan 3, K7 = kelompok
perlakuan 4, K8 = kelompok perlakuan 5, dan K9 = kelompok perlakuan 6

Gambar 22. Hubungan antara jenis perlakuan terhadap persentase kenaikan berat
badan mencit selama 14 hari

Universitas Sumatera Utara


74

Gambar 22 menunjukkan bahwa persentase berat badan mencit percobaan

pada perlakuan K2 (kelompok negatif) mengalami perubahan yang paling rendah

(menjadi kurus) yaitu -9,2235%. Persentase nilai negatif (-) menandakan adanya

penurunan berat badan mencit percobaan selama dilakukan pengujian. Hal ini

dikarenakan adanya induksi streptozotocin yang bersifat diabetogenik yang

mengakibatkan mencit mengalami diabetes akibat hilangnya fungsi sel beta

pankreas dalam memproduksi insulin sehingga perubahan glukosa menjadi

glikogen dalam tubuh menjadi terhambat. Hewan hiperglikemia yang tidak diberi

terapi apapun akan mengalami penurunan berat badan yang diakibatkan oleh

rusaknya sel pankreas dan terganggunya kerja insulin sehingga produksi glukosa

dalam hati menjadi sulit untuk seimbang. Akibatnya kebutuhan energi dalam

tubuh menjadi tidak tercukupi. Hal inilah yang menyebabkan tubuh akan

menggunakan simpanan lemak, otot dan protein sehingga terjadi penurunan berat

badan (Kartika, dkk., 2016). Selain itu, penurunan berat badan terjadi diakibatkan

oleh ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan energi secara optimal

meskipun kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga energi diperoleh melalui

peningkatan katabolisme protein (Erwin, dkk., 2012).

Gambar 22 menunjukkan bahwa berat badan mencit pada perlakuan K1

(kelompok kontrol) mengalami peningkatan sebesar 16,8750%. Hal ini

menandakan kondisi mencit tetap sehat dan baik selama proses penelitian.

Peningkatan berat badan ini diakibatkan oleh tubuh hewan yang sehat dan hanya

diberikan pakan dan minum standar serta tidak mengalami stres oksidatif sehingga

kondisinya menjadi tetap baik (Kartika, dkk., 2016).

Universitas Sumatera Utara


75

Gambar 22 menunjukkan bahwa berat badan mencit pada perlakuan K3

(kelompok positif), serta K4, K5, K6, K7, K8, dan K9 (kelompok perlakuan)

mengalami peningkatan berat badan yang menandakan semakin sehat. Hal ini

ditandai dengan tidak adanya nilai negatif (-) pada persentase perubahan berat

badan. Kenaikan berat badan ini menandakan adanya perbaikan pada tubuh

mencit hiperglikemia. Peningkatan berat badan diakibatkan oleh hewan percobaan

mengalami kehilangan kalori yang cukup besar pada kondisi diabetik sehingga

hewan percobaan mengalami gejala kelaparan dengan adanya asupan makanan

dan terapi yang diberikan ke dalam tubuh hewan percobaan menyebabkan berat

badan menjadi meningkat (Fahri, dkk., 2005).

Dari Gambar 22 diketahui bahwa persentase perubahan terbesar terdapat

pada K9 (kelompok perlakuan) yaitu sebesar 17,3633%. Persentase perubahan ini

menunjukkan bahwa dosis ini paling efektif dalam meningkatkan berat badan

mencit yang mengalami diabetes. Hal ini dikarenakan kulit pisang mengandung

senyawa aktif yang berperan meningkatkan metabolisme glukosa dalam tubuh

sehingga mampu melemahkan efek toksik dari streptozotocin dan terjadilah

perbaikan metabolisme glukosa. Adanya perbaikan ini akan mengakibatkan

meningkatnya penggunaan zat gizi dalam makanan yang dimakan sehingga terjadi

kenaikan berat badan pada hewan percobaan (Permata dan Syauqy, 2015). Selain

itu, kulit pisang mengandung serat yang tinggi yang dapat memperbaiki

penyerapan makanan dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lunn dan

Buttriss (2007) bahwa serat larut air akan membentuk gel dalam perut dan usus

yang akan memperlambat pengosongan perut, mempercepat waktu transit di usus

halus, dan memperbaiki proses penyerapan nutrisi dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara


76

Kadar glukosa darah mencit percobaan

Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase penurunan kadar glukosa


darah mencit percobaan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap setiap perlakuan

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase penurunan kadar

glukosa darah mencit. Persentase perubahan kadar glukosa darah mencit dapat

dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase penurunan kadar glukosa
darah mencit
Kadar glukosa darah (mg/dl) Persentase penurunan
Kelompok kadar glukosa darah
Awal Akhir mencit (%)
K1 213,3333 + 5,7735 158,6667 + 4,9329 25,6061 + 2,3862a,AB
K2 156,0000 + 22,2711 166,3333 + 22,8983 -6,6985 + 2,1093e,E
K3 157,3333 + 8,0829 123,0000 + 6,5574 21,8272 + 0,1591b,B
K4 187,3333 + 17,0392 176,6667 + 16,1658 5,6935 + 0,6585d,D
K5 145,0000 + 7,0000 135,6667 + 6,4291 6,4342 + 0,0991d,D
K6 142,6667 + 19,6554 131,6667 + 17,6554 7,6996 + 0,2552d,D
K7 201,6667 + 82,7124 177,0000 + 72,8560 12,2601 + 0,2766c,C
K8 148,3333 + 21,5716 114,6667 + 17,7858 22,7651 + 0,7073b,B
K9 186,6667 + 55,8957 138,0000 + 42,5793 26,1933 + 0,6151a,A
Keterangan : Pengujian dilakukan 3 kali ulangan, tanda (±) menunjukkan nilai standar deviasi
K1 = Kelompok kontrol tidak DM dan diberi akuades selama 14 hari
K2 = Kelompok negatif DM dan diberi suspensi 0,5% CMC/BB selama 14 hari
K3 = Kelompok positif DM dan diberi metformin 65 mg/kgBB selama 14 hari
K4 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
200 mg/kgBB selama 14 hari
K5 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
400 mg/kgBB selama 14 hari
K6 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 200 mg/kgBB selama 14 hari
K7 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 400 mg/kgBB selama 14 hari
K8 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
200 mg/kgBB selama 14 hari
K9 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
400 mg/kgBB selama 14 hari

Tabel 19 menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang ambon dari berbagai

tingkat kematangan dengan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB memberikan

efek untuk menurunkan kadar glukosa darah. Sesuai Tabel 19 juga dapat

Universitas Sumatera Utara


77

disimpulkan bahwa pemberian dosis 400 mg/kgBB mengalami persentase

penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan dosis 200 mg/kgBB. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi dosis yang digunakan maka aktivitas antioksidan

yang bekerja dalam menangkal radikal bebas akan semakin meningkat. Selain itu,

adanya perbedaan persentase penurunan kadar glukosa darah diduga disebabkan

oleh banyak sedikitnya asupan serat yang masuk ke dalam saluran pencernaan,

sehingga dengan semakin tinggi dosis maka jumlah asupan serat yang masuk akan

semakin banyak (Candra, dkk., 2012).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11), dapat dilihat bahwa

pengaruh jenis perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap rata-rata persentase penurunan kadar glukosa darah mencit.

Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase
penurunan kadar glukosa darah mencit
LSR Notasi
Jarak (P) Kelompok Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - K1 25,6061 a AB
2 1,9501 2,6721 K2 -6,6985 e E
3 2,0459 2,7869 K3 21,8272 b B
4 2,1069 2,8624 K4 5,6935 d D
5 2,1489 2,9175 K5 6,4342 d D
6 2,1791 2,9595 K6 7,6996 d D
7 2,2028 2,9924 K7 12,2601 c C
8 2,2205 3,0199 K8 22,7651 b B
9 2,2343 3,0422 K9 26,1933 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Hubungan antara jenis perlakuan terhadap persentase penurunan kadar
glukosa darah dapat dilihat pada Gambar 23.

Universitas Sumatera Utara


78

Keterangan: K1= kelompok kontrol, K2 = kelompok negatif, K3 = kelompok positif, K4 = kelompok


perlakuan 1, K5 = kelompok perlakuan 2, K6 = kelompok perlakuan 3, K7 = kelompok
perlakuan 4, K8 = kelompok perlakuan 5, dan K9 = kelompok perlakuan 6

Gambar 23. Hubungan antara jenis perlakuan terhadap persentase penurunan kadar
glukosa darah mencit selama 14 hari

Gambar 23 menunjukkan bahwa setelah pengujian yang berlangsung

selama 14 hari mencit pada perlakuan K2 (kelompok negatif) mengalami

peningkatan kadar glukosa darah di atas normal yang ditandai diperoleh

persentase yang bernilai negatif. Sedangkan K3 (kelompok positif) dan kelompok

perlakuan (K4, K5, K6, K7, K8, dan K9) mengalami penurunan kadar glukosa darah

yang ditandai dengan diperolehnya persentase yang bernilai positif. Mencit

dengan perlakuan K2 (kelompok negatif) mengalami peningkatan kadar glukosa

darah dikarenakan tidak diberikannya terapi alternatif sehingga streptozotocin

yang diberikan menyebabkan meningkatnya kandungan glukosa darah pada

mencit akibat terjadinya kerusakan pada pankreas sehingga kerja insulin

terganggu. Hal ini sesuai dengan Erwin dkk., (2012) yang menyatakan bahwa

streptozotocin dapat membuat hewan dalam keadaan diabetes yang bekerja

dengan cara membentuk radikal bebas yang sangat reaktif yang dapat

menimbulkan kerusakan pada membran sel, protein, dan DNA. Penginduksian

Universitas Sumatera Utara


79

dengan streptozotocin akan menyebabkan nekrosis sel -pankreas dimana

streptozotocin akan masuk ke sel -pankreas melalui transporter glukosa

(GLUT2) sehingga sensitifitas reseptor insulin perifer atau menjadi terhambat dan

mengakibatkan meningkatnya resistensi insulin dan terjadinya hiperglikemia pada

hewan percobaan (Firdaus, dkk., 2016).

Gambar 23 menunjukkan bahwa mencit kelompok perlakuan (K4, K5, K6,

K7, K8, dan K9) mengalami penurunan kadar glukosa darah yaitu 5,6935%,

6,4342%, 7,6996%, 12,2601%, 22,7651%, dan 26,1933%. Setelah perlakuan

selama 14 hari, kelompok perlakuan mengalami penurunan kadar glukosa darah

yang diakibatkan oleh adanya aktivitas senyawa antioksidan dalam ekstrak kulit

pisang ambon yang memiliki efek hipoglikemik. Hal ini sesuai dengan Indrawati,

dkk. (2015) yang menyatakan bahwa ekstrak kulit buah pisang ambon memiliki

efek hipoglikemik karena adanya efek sinergis senyawa bioaktif yang terkandung

didalamnya seperti flavonoid, fenolik, dan tanin. Antioksidan dapat menangkap

radikal bebas serta mengurangi kerusakan oksidatif sehingga tidak terjadi

komplikasi dan kadar glukosa darah dapat terkontrol (Widowati, 2008). Menurut

Someya et al. (2002), jenis antioksidan yang terdapat pada kulit buah pisang

merupakan senyawa flavonoid. Menurut Jack (2012) flavonoid alami yang

terdapat dalam tumbuhan memiliki sifat sebagai zat antidiabetik sehingga

berperan penting dalam pencegahan penyakit diabetes dan komplikasinya.

Kandungan flavonoid dalam tumbuhan berperan memperbaiki metabolisme tubuh

dan meregulasi glukosa darah sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah

tikus dengan cara merangsang sel β-pankreas untuk memproduksi insulin lebih

banyak (Suarsana, 2004). Selain itu, adanya kandungan flavonoid akan

Universitas Sumatera Utara


80

mengurangi penyerapan glukosa dan mengatur aktivitas ekskresi enzim yang

terlibat dalam proses metabolise karbohidrat (Brahmachari, 2011).

Selain flavonoid, kulit pisang juga mengandung tanin yang berperan

dalam menurunkan kadar glukosa darah. Menurut Kumari dan Jain (2012) tanin

mampu menurunkan absorbsi nutrisi dengan meningkatkan penyerapan glukosa di

intestinal dan menginduksi regenerasi sel β-pankreas sehingga meningkatkan

kinerja insulin. Tanin dapat memperbaiki keadaan patologis oksidatif dalam

keadaan hiperglikemia.

Selain itu, penurunan kadar glukosa darah mencit pada kelompok

perlakuan disebabkan oleh adanya kandungan serat yang tinggi dalam serbuk

albedo kulit pisang. Jenis serat yang terdapat dalam kulit pisang antara lain

selulosa dan hemiselulosa. Hal ini sesuai dengan Weickert dan Pfeiffer (2008)

yang menyatakan bahwa serat dalam bahan pangan mampu menurunkan glukosa

postprandial yang berkaitan dengan sifatnya dalam membentuk gel dan larutan

yang kental. Serat makanan dapat mengakibatkan penyerapan glukosa terhambat

dan mencegah meningkatnya kadar glukosa setelah makan (Mark, dkk., 2000)

Berdasarkan Gambar 23 diketahui bahwa mencit kelompok perlakuan

(K8 dan K9) memiliki persentase penurunan kadar glukosa darah yang mendekati

mencit kelompok K1 (kelompok kontrol) dan K3 (kelompok positif). Penggunaan

metformin sebagai pembanding pada K3 adalah dikarenakan metformin mampu

meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa

darah (Soegondo, 2006). Mekanisme kerja metformin adalah dengan menambah

utilisasi glukosa di perifer dengan meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap

insulin, menekan produksi glukosa di hati, menurunkan oksidasi asam lemak dan

Universitas Sumatera Utara


81

meningkatkan pemakaian glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra

laktat yang terbentuk akan diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai bahan

baku glukoneogenesis. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan

glukosa darah. Secara umum, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah

sampai 20% (Balley dan Turner, 1996).

Nilai persentase pada kelompok perlakuan (K8) sebesar 22,7651% dan

persentase pada kelompok perlakuan (K9) sebesar 26,1933%. Adanya pemberian

ekstrak serbuk albedo kulit pisang ambon matang menunjukkan aktivitas

antioksidan dan jumlah kandungan serat yang tinggi yang lebih efektif dalam

menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan Sulistijani (2001) yang

menyatakan bahwa serat dapat memperlambat penyerapan glukosa dan

meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat menurunkan

kecepatan difusi permukosa usus halus sehingga kadar glukosa darah akan

mengalami penurunan secara perlahan yang disertai dengan berkurangnya

kebutuhan insulin dan penurunan jumlah insulin.

Universitas Sumatera Utara


83

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian aktivitas antioksidan ekstrak kulit pisang ambon

(Musa paradisiaca L.) dari berbagai tingkat kematangan dalam menurunkan

glukosa darah mencit penderita diabetes terhadap parameter yang diamati dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kematangan kulit pisang dalam keadaan segar dan serbuk

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air,

kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat, dan

aktivitas antioksidan.

2. Dari hasil pengujian secara kualitatif diketahui bahwa kulit pisang dengan

berbagai tingkat kematangan mengandung flavonoid. Tingkat kematangan

kulit pisang memberikan pengaruh signifikan (P<0,01) terhadap total

flavonoid dalam ekstrak kulit pisang.

3. Dari hasil penelitian in vivo terhadap mencit yang diberi perlakuan dapat

diketahui bahwa perbedaan tingkat kematangan memberi pengaruh yang

signifikan (P<0,01) terhadap persentase kenaikan berat badan mencit dan

persentase penurunan glukosa darah mencit.

4. Dari hasil penelitian in vivo terhadap mencit yang diberi perlakuan dapat

diketahui bahwa pemberian ekstrak albedo kulit pisang ambon matang

memberikan pengaruh yang paling signifikan (P<0,01) terhadap persentase

penurunan glukosa darah mencit dibandingkan dengan ekstrak albedo kulit

pisang lain.

Universitas Sumatera Utara


84

5. Dari hasil penelitian in vivo terhadap mencit yang diberi perlakuan dapat

diketahui bahwa dosis pemberian ekstrak memberikan pengaruh yang

signifikan. Dosis 400 mg/kgBB memberikan pengaruh yang paling signifikan

(P<0,01) dibandingkan dosis 200 mg/kgBB terhadap persentase penurunan

glukosa darah yang lebih baik.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat aplikasi produk kulit

pisang dan efeknya terhadap penurunan kandungan glukosa darah.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai metode ekstraksi

dengan pelarut yang berbeda untuk memperoleh aktivitas antioksidan yang

lebih tinggi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan waktu yang

lebih lama sehingga diperoleh kadar glukosa darah yang mencapai batas

normal.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap hispatologi pankreas mencit

percobaan untuk mengetahui jumlah kerusak sel pankreas akibat induksi

streptozotocin dan setelah diberi perlakuan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adeyemi, O. S. dan A. T. Oladiji. 2009. Compositional changes in banana (Musa


spp.) fruits during ripening. African Journal Biotechnology.
8 (5) : 858-859.

Adji, D. 2008. Hubungan Konsentrasi Malondialdehida, Glukosa dan Total


Kolesterol Pada Tikus Putih yang Diinjeksi Dengan Streptozotocin.
UGM-Press, Yogyakarta.

Ahmad, U. 2002. Pengolahan Citra Untuk Pemeriksaan Mutu Buah Mangga.


Buletin Keteknikan Pertanian, Yogyakarta.

Alamsyah, N., R. Diamil, dan D. Rahmat. 2016. Antioxidant activity of


combination banana peel (Musa paradisiaca) and watermelon rind
(Citrullus vulgaris) extract in lostion dosage form. Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research. 9(3) : 300-304.

Amirshahrokhi K., A. R. Dehpour, J. Hadjati, M. Sotoudeh, dan M. Ghazi-


Khansari. 2008. Methadone ameliorates multiple low dose streptozotocin
induced type 1 diabetes in mice. Toxicology and Applied Pharmachology.
232(1) : 119-124.

Anggresani, L., Yuliawatim dan E. Desriyanti. 201. Uji total kandungan flavonoid
dan aktivitas antioksidan ekstrak daun kembang bulan (Thitonia
diversifolia (Hemsley) A. Gray). Riset Informasi Kesehatan. 6(1) : 18-23.

Anhwange, B., T. Ugye, dan T. Nyiaatagher. 2009. Chemical composition of


Musa sapientum (banana) peels. Electronic Journal of Environmental,
Agricultural, and Food Chemistry. 8(6) : 437-442.

Anonim. 2008. Limbah Pisang pun Dapat Diolah Menjadi Makanan.


http://www.litbang.deptan.go.id [29 Juni 2016].

[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 1995. Official Methods of


Analysis. AOAC Publisher, Washington DC.

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.

Aquino, C. F., L. C. C. Salomao, S. M. R. Ribeiro, D. L. D. Siquera, dan P. R.


Cecon. 2016. Carbohydrates, phenolic compounds and antioxidant activity
in pulp and peel of 15 banana cultivars. Rev. Bras. Frutic. 38(4).

Arifin, Helmi, V. Delvita, dan A. Almahdy. 2007. Pengaruh pemberian vitamin C


terhadap fetus pada mencit diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.
12(1).

84

Universitas Sumatera Utara


85

Arulmozhi D. K., A. Veeranjaneyulu, dan A. L. Bodhankar. 2004. Neonatal


streptozotocin-induced rat model of type 2 diabetes mellitus: a glance.
Indian J. Pharmacol. 36(4): 217-221.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Pisang Seluruh Provinsi. Diakses
dari www.bps.go.id. [25 Agustus 2017].

Balley, C. J. dan R. C. Turner. 1996. Metformin (drug therapy, review articles).


Journal of Med. 334(9) : 8-74.

Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Basse. 2000. Compost Engineering. An Arbour Science, London.

Baiyeri, K. P., S. C. Aba, G. T. Otitoju, dan O. B. Mbah. 2011. The effects of


ripening and cooking method on mineral and proximate composition of
plantain (Musa sp. AAB cv. ‘Agbagba’) fruit pulp. African Journal of
Biotechnology. 10(36) : 6979-6984.

Berawi, K. N., N. I. B. Perkasa, dan S. Rachmanisa. 2014. The effect of the


ethanol extract of banana peel (Musa paradisiaca) on glucose levels in the
rat strain (Sprague dawley) induced alloxan. Laporan Penelitian.
3(1) : 111-114.

Brahmachari, G. 2011. Bio-flavonoids with promising antidiabetic potentials: a


critical survey. Research Signpost. 187-212.

Candra, T. S. A., E. N. Dewi, dan R. Ibrahim. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak


Gracilaria verrucosa terhadap kadar glukosa darah tikus putih (Rattus
norvegicus). Jurnal Saintek Perikanan. 8(1) : 1-6.

Caussiol, L. 2001. Postharvest Quality Conventional and Organically Grown


Banana Fruit. Master of Science by Research in Postharvest Technology.
Institute of Agriculture of Agritechnology. Crainfield University, Silsoe.

Chauhan, A., A. Nagar, K. Bala, dan Y. Sharma. 2016. Comparative study of


different parts of fruits of Musa sp. on the basis of their antioxidant
activity. Der Pharmacia Lettre. 8(15) : 88-100.

Damar, A. C., M. R. J. Runtuwene, dan D. S. Wewengkang. 2014. Kandungan


flavonoid dan aktivitas antioksidan total ekstrak etanol daun kayu kapur
(Melanolepsis multiglandulosa Reinch f). Jurnal Ilmiah Farmasi.
3(4) : 11-21.

Daud, N., Rosidah, dan M. P. Nasution. 2016. Antidiabetic activity of Ipomoea


batatas L. leaves extract in streptozotocin-induced diabetic mice.
International Journal of Pharm Tech Research. 9(3) : 167-170.

Universitas Sumatera Utara


86

Depkes, RI. 1985. Farmakope Indonesia. Ditjen POM, Jakarta.

Dungir, S. G., D. G. Katja, dan V. S. Kamu. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak


fenolik dari kulit mangis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA Unsrat
Online. 1(1) : 11-15.

Dutta, D., U. R. Chaudhuri, dan R. Chakraborty. 2005. Structure, health benefits,


antioxidant property and processing and storage of carotenoids. Jadavpur
University, India.

Dwiari, S. R., D. D. Asadayanti, Nurhayati, M. Sofyaningsih, S. F. A. R.


Yudhanti, dan I. B. K. W. Yoga. 2008. Teknologi Pangan. Jilid 2.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta.

Ehiowemwenguan, G., A. O. Emoghene, dan J. E. Inetianbor. 2014. Antibacterial


and phytochemical analysis of banana fruit peel. IQSR Journal of
Pharmacy. 4 : 18-25.

Erwin, Etriwati, dan Rusli. 2012. Mencit (Mus musculus) Galur Balb-C yang
diinduksikan streptozotocin berulang sebagai hewan model diabetes
mellitus. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(1) : 47-50.

Erwin, Etriwati, Muttaqien, T. W. Pangestiningsih, dan S. Widyarini. 2013.


Eksresi insulin pada pankreas mencit (mus musculus) yang diinduksi
dengan streptozotocin berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. 7(2) : 97-100.

Fahri, C., Sutarno, dan S. Listyawati. 2005. Kadar glukosa dan kolesterol total
darah tikus putih (Rattus norvegicus L.) hiperglikemik setelah pemberian
ekstrak metanol akar meniran (Phyllanthus niruri L.). Biofarmasi.
3(1) : 1-6.

Farnsworth, N. R. 1996. Biological and phytochemical screening of plants.


J. Pharm. 55(3) : 226-232.

Fatemah, S. R., R. Saifullah, F. M. A. Abbas, dan M. E. Azhar. 2012. Total


phenolics, flavonoids and antioxidant activity of banana pulp and peel
flours: influence of variety and stage of ripeness. International Food
Research Journal. 19(3) : 1041-1046.

Febrianti, A., G. Dwiyanti, dan W. Siswaningsih. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama
Pemanasan Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Total Antosianin
Minuman Sari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.). Jurnal Sains dan Teknologi
Kimia. 5(2) : 85-95.

Firdaus, Rimbawan, S. A. Marliyati, dan K. Roosita. 2016. Model tikus diabetes


yang diinduksi streptozotocin-sukrosa untuk pendekatan penelitian
diabetes melitus gestasional. Jurnal MKMI. 12(1) : 29-34.

Universitas Sumatera Utara


87

Fitriani, S., A. Ali, dan Widiastuti. 2013. Pengaruh suhu dan lama pengeringan
terhadap mutu manisan kering jahe (Zingiber Officinale Rosc.) dan
kandungan antioksidannya. SAGU. 12(2) : 1-8.

Frindryani, L. F. 2016. Isolasi dan uji aktivitas antioksidan senyawa dalam ekstrak
etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan metode DPPH.
Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta Guna.

Haider, M. S., I. A. Khan, M. J. Jaskani, S. A. Naqvi, dan M. M. Khan. 2014.


Biochemical attributes of dates at three maturation stages. Emir. J. Food
Agric. 26(11) : 953-962.

Hanachi, P., R. H. Moghadam., dan A. L. Latiffah. 2009. Investigation of lipid


profiles and lipid peroxidation in patients with type-2 diabetes. European
J. of Sci. Res. 28(1) : 6-13.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Penerjemah: K. Padmawinata


dan I. Soediro. ITB-Press, Bandung.

Harnley, J. M., R. F. Doherty, G. R. Beecher, J. M. Holden, D. B. Haytowitz, S.


Bhagwatt, dan S. Gebhardt. 2006. Flavonoid content of U. S. fruits,
vegetables, and nuts. J. Agric. Food Chem. 54 : 9966-9977.

Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penerjemah: S. Achmadi. ITB-Press, Bandung.

Hayati, E., U. Budi, dan R. Hermawan. 2012. Konsentrasi total senyawa


antosianin ekstrak kelopak bunga rosella (Hisbiscus sabdariffal): pengaruh
temperatur dan pH. Jurnal Kimia UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
2(1) : 138-147.

Hernani dan M. Raharjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Indrawati, S., Yuliet, dan Ihwan. 2015. Efek antidiabetes ekstrak air kulit buah
pisang ambon (Musa paradisiaca L.) terhadap mencit (Mus musculus)
model hiperglikemia. Galenika Journal of Pharmacy. 2(1) : 133-140.

Ishak. 1995. Biokimia Pangan 1. Widya Padjajaran, Bandung.

Ishak, Elly, dan S. Amrullah. 1985. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur, Ujung Pandang.

Jack. 2012. Synthesis of antidiabetic flavonoids and their derivative. Medical


Research.

Universitas Sumatera Utara


88

Jamaluddin, R., D. Molenaar, dan Tony. 2014. Kajian isotermi sorpsi air dan
fraksi air terikat kue pia kacang hijau asal kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan. 2(1) : 27-37.

Johari, J. M. C. dan M. Rachmawati. 2006. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XII.
Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

Jun, M., H. Y. Fu, J. Hong, X. Wan, C. S. Yang, dan C. T. Ho. 2003. Comparison
of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root (Pueraria lobata
Ohwi). J. Food Scie. 68(6) :2117-2122.

Kanazawa, K. dan H. Sakakibara. 2000. High content of dopamine, a strong


antioxidant, in cavendish banana. J. Agric. Food Chem. 48(3) : 844-848.

Kartika, N., B. Rachmawati, dan A. Johan. 2016. Pengaruh pemberian Zn


terhadap kadar glukosa darah dan kadar superoksida dismutase pada tikus
wistar yang diinduksi streptozotocin. Jurnal Kesehatan. 1(1) : 61-70.

Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Kumkrai, P., O. Weeranantanapan, dan N. Chudapongse. 2015. Antioxidant,


α-glucosidase inhibitory activity and sub-chronic toxicity of Derris
reticulata extract: its antidiabetic potential. BMC Complementary and
Alternative Medicine. 15(1) : 8-35.

Kulisic, T., V. Katalinic, M. Milos, dan M. Jukic. 2006. Screening of 70


medicinal plant extracts for antioxidant activity and total phenols. Food
Chemistry. 94(7) : 550-557.

Kumar, S. 2011. Free radicals and antioxidant: human and food system. Adv. In
App. Sci. Res. 2(1) : 129-135.

Kumar, V., A. K. Abbas, dan N. Fausto. 2005. Pathologic basic of disease.


Seventh Edition. Elsavier Saunders, Philadelphia.

Kumari, M. dan S. Jain. 2012. Tannins: an antinutrient with positive effet to


manage diabetes. Research Journal of Recent Science. 1(12) : 1-70.

Kumawat, M., I. Singh, N. Singh, V. Singh, S. Kharb. 2012. Lipid peroxidation


and lipid profile in type II diabetes mellitus. Webmed Central.
3(147) : 1-10.

Leinmuller, E. H. Steingass, dan K. H. Menke. 1991. Tannins in ruminant


feedstuffs. Anim. Res. Develop. 33 : 9-62.

Universitas Sumatera Utara


89

Lenzen S. 2008. Review: the mechanisms of alloxan-and streptozotocin-induced


diabetes. Diabetologia. 51(1) : 216–226.

Liur, I. J. 2014. Analisa sifat kimia dari tiga jenis tepung ubi jalar (Ipomoea
batatas L.). Jurnal Agrinimal. 4(1) : 17-21.

Lodh, S. B., P. Ravel, dan S. Singh. 1971. Studies on nitrogen metabolism in


tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) infected with tomato leaf curl
virus. Indian J. exp. Biol. 9 : 281-283.

Lunn, J. dan J. L. Buttriss. 2007. Carbohydrates and dietary fibre. Nutrition


Bulletin. 32 : 21-64.

Mahoptara D., S. Mishra, dan N. Sutar. 2010. Banana and its by-product
utilisation : an overview. Journal of Scientific & Industrial Research.
69 : 323-329.

Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan


Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Marjani, A. 2010. Lipid peroxidation alterations in type 2 diabetic patients. Pak. J.


Biol. Sci.13(15) : 723-730.

Mark, S., B. Dawn, D. M. Allanm dan M. S. Collen. 2000. Biokimia Kedokteran


Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. EGC, Jakarta.

Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB-Press, Bandung.

Medero. 2008. Mouse Lecture and Wet Lab. http://www.uprh.edu [22 Juni 2017].

Moein, S., B. Farzami, S. Khaghani, M. R. Moein, dan B. Larijani. 2007.


Antioxidant properties and prevention of cell cytotoxicity of phlomis
persica boiss. DARU. 15(2) : 83.

Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl


(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol. 26 (2) : 211-212.

Moriwaki, K. T. Shiroishi, dan H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice. Japan


Scientific Societies-Press, Tokyo.

Munadjim. 1998. Teknologi Pengolahan Pisang. Gramedia, Jakarta.

Nakhaee A., M. Bokaeian, dan M. Savarani. 2009. Attenuation of oxidative stress


in streptozotocin-induced diabetic rats by eucalyptus globulus. Indian
Journal of Clinical Biochemistry. 24 (4) : 419-425.

Universitas Sumatera Utara


90

Nanin, W. 2011. Daya antibakteri tumbuhan majapahit (Cresentia cujete L.)


terhadap bakteri vibrio alginolyticus. ITS, Surabaya.

Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam


Toksikologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM, Yogyakarta.

Nurhayati, N., M. Maryanto, dan R. Tafrikhah. 2016. Ekstraksi pektin dari kulit
dan tandan pisang dengan variasi suhu dan metode. Agritech.
36(3) : 327-334.

Ojewole, J. A. dan C. O. Adewunmi. 2003. Hypoglycemic effect of methanolic


extract of Musa paradisiaca (Musaceae) green fruits in normal and
diabetic mice. Methods Find. Exp. Clin. Pharmacol. 25(6) : 453.

Orhan, I., M. Kartal, M. A. Asaker, F. S. Senol, G. Yilmaz, dan B. Sener. 2009.


Free radical scavenging properties and phenolic characterization of some
edible plants. Food Chemistry. 114 : 276-281.

Palozza, P. dan N. I. Krinsky. 1992. Antioxidant effects of carotenoids in vivo and


in vitro: an overview. Methods Enzymol. 213 : 403-420.

Pantastico, E. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Penerjemah:
Kamariyani. UGM-Press, Yogyakarta.

. 1993. Perubahan-perubahan Fisikokimiawi Selama


Pertumbuhan Organ-organ Penimbun. UGM-Press, Yogyakarta.

Permata, S. P. A. dan A. Syauqy. 2015. Pengaruh pemberian pisang kepok (Musa


paradisiaca forma typical) terhadap kadar malondialdehyde (MDA) tikus
sprague dawley. Artikel Penelitian. UNDIP, Semarang.

Prabawati, S., Suyanti, dan A. S. Dondy. 2008. Teknologi Pasca Penen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.

Prakash, A., F. Rigelhof, dan E. Miller. 2001. Antioxidant activity. Medalliaon


Laboratories Analitycal Progress. 10(2) : 1-4.

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


PB PERKENI, Semarang.

Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengelolaan Sayur-sayuran dan Buah-buahan.


Graha Ilmu, Yogyakarta.

Purawisastra, S. 2001. Penelitian Pengaruh Isolat Galaktomannan Kelapa terhadap


Penurunan Kadar Kolesterol Serum Kelinci. Badan Litbang Kesehatan,
Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


91

Rachmayati, H., W. H. Susanto, dan J. M. Maligan. 2017. Pengaruh tingkat


kematangan buah belimbing (Averrhoa carambola L.) dan proporsi
penambahan gula terhadap karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik jelly
drink mengandung karaginan. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
5(1) : 49-60.

Rajagopal, K. dan K. Sasikala. 2008. Antihyperglycaemic and


antihyperlipidaemic effect of Nymphaea stellata in alloxan-induced
diabetic rats. Singapore Med. J. 49(2) : 137-141.

Rees, D., G. Farrell, dan J. Orchard. 2012. Crop Post-Harvest: Science and
Technology, Perishables. Wiley-Blackwell, USA.

Robert, R. M., Gilbert J. C., L. B. Rodewald, dan A. S. Wingrove. 1974.


An Introduction to Modern Experimental Organic Chemistry, Second
Edition. Holt, Reinhart and Winston, Inc, USA.

Santoso, B. B. 2011. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panen Holtikultura.


Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu dan Pengetahuan
Indonesia, Jakarta.

Sarastani, D., T. Suwarna, Soekarto, R. Tien, D. Fardiaz, dan A. Apriyantono.


2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung. Jurnal
Teknologi Industri Pangan. 13 : 149-156.

Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek


Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Schoenfelder, T., T. M. Cirimbelli, dan Z. Citadini. 2006. Acute effect of trema


micrantha on serum glukosa levels in normal and diabetic rats.
J. Ethnopharmacol. 107(3) : 456-459.

Setiati, S. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga, Jakarta.

Setijono, M. M. 1985. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. Skripsi.


Fakultas Kedokteran Hewan. Institur Pertanian Bogor, Bogor.

Simmonds. 1996. Numeric Taxonomy of Wild Bananas (Musa sp.) New Phyto l,
New York.

Sirosis, M. 2005. Laboratory Animal Medicine. Mosby, USA.

Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI-Press, Jakarta.

Someya, S., Y. Yoshiki, dan K. Okubo. 2002. Antioxidants compounds from


bananas (Musa cavendish). Food Chemistry. 79 (3): 351-354.

Universitas Sumatera Utara


92

Soegondo, S. 2006. Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes dan


Penatalaksanaan Terpadu. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.

Suarsana, I. N. 2004. Aktivitas antioksidatif ekstrak metanol tempe terhadap kadar


malondialdehide (MDA) dan profil enzim antioksidan intrasel pada
pankreas tikus diabetes. Skripsi. ITB, Bogor.

Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, dan S. Setiati. 2009. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Interna Publishing, Jakarta.

Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, dan Kusnandar. 2008. Iso Farmakoterapi.


ISFI, Jakarta.

Sukasih, E. dan S. Setyadjit. 2016. Pengaruh perendaman asam askorbat dan


natrium metabisulfit pada dua varietas bawang merah (Allium ascalonicum
L.) terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik tepungnya. Agritech.
36(3) : 270-278.

Sulffahri. 2008. Pemanfaatan Tumbuhan Pisang. Penerbit Indah, Bandung.

Sulistijani, A. D. 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Swara,


Jakarta.

Sunarjono, H. H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyanti, F. M. T., H. Suanda, R. Rosdiana. 2015. Pemanfaatan ekstrak kulit


pisang kepok (Musa bluggoe) sebagai sumber antioksidan pada produksi
tahu. Laporan Penelitian. 1(3) : 393-341.

Suryo, I. dan I. Tohari. 1995. Aktivitas antioksidan buah jambu mete dan
penerapannya pada abon. Biosains. 1(7) : 124-135.

Susanti, L. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas


Nata. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in


β cells of the rat pancreas. Physiology Research. 50(1) : 534-536.

Tartrakoon, T., N. Chalearmsan., T. Vearasilp, dan U. T. Meulen. 1999.


The Nutritive Value of Banana Peel (Musa sapieutum L.) in Growing Pigs.
Sustainable Technology Development in Animal Agriculture, Berlin.

Tiarani. 2015. Perbandingan kadar total flavonoid dari ekstrak metanol pisang
ambon kuning (Musa paradisiaca L. Varsapientum) dengan berbagai jenis
tingkat kematangan. Ejurnal, Bogor.

Tjahjadi. 1991. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. UGM-Press, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


93

Tony, H. dan B. Suharto. 2005. Insulin, Glikogen dan Anti Diabetik Oral.
Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru, Jakarta.

Turner, D. W. 1997. Banana and Plantains. Postharvest Phisiology and Storage of


Tropical and Subtropical Fruits. CAB Internasional Walling Ford, UK.

Ukwenya, V. O., J. O. Ashaolu, D. O. Adeyemi, O. B. Akinola, dan E. A. Caxton-


Martins. Antihyperglycemic activities of methanolic leaf extract of
Anacardium occidentale (Linn.) on the pancreas of streptozotocin-induced
diabetic rats. Journal of Cell and Animal Biology. 6(14) : 207-212.

Unitly, A. A. 2012. Keadaan puasa terhadap kadar glukosa darah tikus Rattus
norvegicus. JESBIO. 1(1): 29-33.

Vongsak, B., P. Sithisarn, S. Mangmool, S. Thongpraditchote, Y. Wongkrajang,


dan W. Gritsanapan. 2013. Maximasing total phenolics, total flavonoids
contents and antioxidant activity of Moringa oleifera leaf extract by the
appropriate extraction method. Ind. Crop. Prod. 44: 566-571.

Waltner-Law, M. E., X. L. Wang, dan B. K. Law. 2002. Epigallocatechin gallate,


a constituent of green tea, represses hepatic glukosa production. J. Biol.
Chem. 277 : 34933-34940.

Warintek. 2011. Pisang (Musa spp.). https://id.warintek.go.id [25 Juni 2016].

Weickert, M. O. dan Pfeiffer. 2008. Metabolic effect of dietary fiber consumption


and prevention of diabetes. American Society for Nutrition. Journal
Nutrition. 138: 439-442.

Widowati, W. 2008. Potensi antioksidan sebagai antidiabetes. JKM.


7(2) : 193-202.

Widyastuti, N. 2010. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode CUP-RAC,


DPPH, dan FRAP serta korelasinya dengan fenol, flavonoid pada enam
tanaman. Skripsi. IPB, Bogor.

Wijaya, A. 1999. Free Radicals and Antioxidant Status. Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.

Wild, S. 2004. Global prevalence of diabetes-estimates for the year 2000 and
projection for 2030. Diabetes Care. 5(27) : 1047-1053.

Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. dan W. M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Husada,


Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


94

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.

Winata, H. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Kimiawi Ekstrak Daun


Wungu (Graptophyllum pictum L.Griff). Skripsi. FMIPA, IPB.

Zainuddin. 2002. Pemanfaatan kulit pisang dan ampas tahu terhadap kinerja
pertumbuhan ayam buras. Jurnal Seminar Nasional Teknologi Pertanian.
13 (11) : 322-325.

Universitas Sumatera Utara


95

Lampiran 1.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar air (%) albedo kulit
pisang

Data analisis kadar air (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 87,0058 87,2554 87,0932 261,3545 87,1182
K2 86,4185 86,1200 85,8681 258,4066 86,1355
K3 85,4273 85,7114 85,1186 256,2573 85,4191
Total 776,0184
Rataan 86,2243

Daftar analisis sidik ragam kadar air (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 4,3656 2,1828 36,4019 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,3598 0,0600
Total 8 4,7254
Keterangan:
FK = 66911,6163
KK = 0,2840
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar air albedo kulit pisang segar
LSR Notasi
Jarak (P) Perlakuan Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 87,1182 a A
2 0,4892 0,7413 K 2 = Setengah Matang 86,1355 b B
3 0,5070 0,7690 K3 = Matang 85,4191 c B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


96

Lampiran 2.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar abu (%) albedo kulit
pisang

Data analisis kadar abu (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 6,1319 6,3404 6,2202 18,6925 6,2308
K2 5,6382 5,7465 5,6759 17,0605 5,6868
K3 5,1081 5,7512 5,0039 15,8632 5,2877
Total 51,6162
Rataan 5,7351

Daftar analisis sidik ragam kadar abu (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 1,3447 0,6723 11,3456 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,3556 0,0593
Total 8 1,7002
Keterangan:
FK = 296,0261
KK = 4,2446
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar abu albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 6,2308 a A
2 0,4863 0,7369 K2 = Setengah Matang 5,6868 b AB
3 0,5040 0,7644 K3 = Matang 5,2877 b B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


97

Lampiran 3.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar protein (%) albedo
kulit pisang

Data analisis kadar protein (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 0,9154 1,0194 0,9908 2,9256 0,9752
K2 0,5629 0,5860 0,6577 1,8066 0,6022
K3 0,4273 0,3395 0,4080 1,1748 0,3916
Total 5,9071
Rataan 0,6563

Daftar analisis sidik ragam kadar protein (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,5241 0,2621 105,3790 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,0149 0,0025
Total 8 0,5390
Keterangan:
FK = 3,8770
KK = 7,5978
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar protein albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 0,9752 a A
2 0,0996 0,1510 K2 = Setengah Matang 0,6022 b B
3 0,1032 0,1566 K3= Matang 0,3916 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


98

Lampiran 4.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar lemak (%) albedo
kulit pisang

Data analisis kadar lemak (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 4,2590 4,3564 4,8328 13,4481 4,4827
K2 5,6523 5,5832 5,6794 16,9149 5,6383
K3 6,5866 6,0849 6,4861 19,1576 6,3859
Total 49,5206
Rataan 5,5023

Daftar analisis sidik ragam kadar lemak (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 5,5162 2,7581 49,4805 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,3344 0,0557
Total 8 5,8507
Keterangan:
FK = 272,4768
KK = 4,2909
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar lemak albedo kulit pisang segar
LSR Tingkat kematangan Notasi
Jarak (P) Rataan
0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 4,4827 c C
2 0,4716 0,7147 K2 = Setengah Matang 5,6383 b B
3 0,4888 0,7414 K3 = Matang 6,3859 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


99

Lampiran 5.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%)
albedo kulit pisang

Data analisis kadar karbohidrat (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 75,6994 75,5393 74,3747 225,6134 75,2045
K2 74,5651 74,2044 73,8551 222,6246 74,2082
K3 73,3052 73,5359 73,2206 220,0617 73,3539
Total 668,2997
Rataan 74,2555

Daftar analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 5,1469 2,5735 11,4299 ** 5,14 10,92
Galat 6 1,3509 0,2252
Total 8 6,4978
Keterangan:
FK = 49624,9441
KK = 0,6390
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar karbohidrat albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 75,2045 a A
2 0,9479 1,4363 K2 = Setengah Matang 74,2082 b AB
3 0,9824 1,4900 K3 = Matang 73,3539 b B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


100

Lampiran 6.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar serat (%) albedo kulit
pisang

Data analisis kadar serat (%) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 20,3350 20,7925 19,9864 61,1139 20,3713
K2 18,2825 18,6044 18,8296 55,7165 18,5722
K3 17,5301 17,9056 17,7183 53,1540 17,7180
Total 169,9844
Rataan 18,8872

Daftar analisis sidik ragam kadar serat (%) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 11,0063 5,5032 60,1895 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,5486 0,0914
Total 8 11,5549
Keterangan:
FK = 3210,5203
KK = 1,6010
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar serat albedo kulit pisang segar
LSR Tingkat kematangan Notasi
Jarak (P) Rataan
0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K 1 = Mentah 20,3713 c B
2 0,6040 0,9153 K 2 = Setengah Matang 18,5722 b B
3 0,6260 0,9495 K 3 = Matang 17,7180 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


101

Lampiran 7.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam aktivitas antioksidan (IC50)
(µg/ml) albedo kulit pisang

Data analisis antioksidan (IC50) (µg/ml) albedo kulit pisang segar


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 177,7064 175,4808 175,7576 528,9448 176,3149
K2 136,2252 136,0116 138,5465 410,7832 136,9277
K3 106,8212 106,5000 107,3158 320,6370 106,8790
Total 1260,3650
Rataan 140,0406

Daftar analisis sidik ragam antioksidan (IC50) (µg/ml) albedo kulit pisang segar
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 7275,6253 3637,8127 3017,3029 ** 5,14 10,92
Galat 6 7,2339 1,2057
Total 8 7282,8592
Keterangan:
FK = 176502,2110
KK = 0,7841
** = Sangat nyata

Kurva % inhibisi uji aktivitas antioksidan pada ekstrak albedo kulit pisang segar

(a)

Universitas Sumatera Utara


102

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(b)

(c)

(d)

Universitas Sumatera Utara


103

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(e)

(f)

(g)

Universitas Sumatera Utara


104

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(h)

(i)

Gambar kurva % inhibisi aktivitas antioksidan ekstrak albedo kulit pisang untuk
yang mentah ulangan 1 (a), ulangan 2 (b), ulangan 3 (c), dan untuk yang setengah
matang ulangan 1 (d), ulangan 2 (e), ulangan 3 (f), serta untuk yang matang
ulangan 1 (g), ulangan 2 (h), ulangan 3 (i)

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap aktivitas antioksidan albedo kulit pisang
LSR Tingkat kematangan Notasi
Jarak (P) Rataan
0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 176,3149 a A
2 2,1934 3,3238 K2 = Setengah Matang 136,9277 b B
3 2,2733 3,4480 K3 = Matang 106,8790 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


105

Lampiran 8.
Data pengamatan total flavonoid albedo kulit pisang
Nilai absorbansi standar kuersetin
Sampel x (ppm) y (abs) Persamaan regresi
Kuersetin 200 0,375 y = 0,001x + 0,189
400 0,549
600 0,713
800 0,910
1000 1,115
1200 1,258

Grafik total flavonoid

Total flavonoid albedo kulit pisang


Berat sampel Volume Total Flavonoid
Kode y (abs) x (µg/mL)
(g) (ml) (µgQE/g)
K1 2,011 0,5 0,295 106 527,1009
K2 2,019 0,5 0,612 430 2129,7672
K3 2,007 0,5 0,722 533 2655,7050
Keterangan: Uji total flavonoid diakukan dengan 1x ulangan
K1 = Albedo kulit pisang mentah
K2 = Albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Albedo kulit pisang matang

Universitas Sumatera Utara


106

Contoh perhitungan:

K3 (Albedo kulit pisang matang)

Dari kurva standar diperoleh persamaan regresi yaitu:

y = 0,001x + 0,189

0,722 = 0,001x + 0,189

x = (0,722-0,189)

x = 533 µg/ml

Diketahui, berat sampel = 2,007 g

Maka, total flavonoid content (TFC):

TFC = 533 µg/ml x 0,5 x 20


2,007 g

= 2655,7050 µgQE/g

Universitas Sumatera Utara


107

Lampiran 9.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar air (%) serbuk albedo
kulit pisang

Data analisis kadar air (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 5,4066 5,7728 6,2182 17,3976 5,7992
K2 6,8553 6,5002 6,3923 19,7479 6,5826
K3 8,3902 7,2873 7,2518 22,9293 7,6431
Total 60,0748
Rataan 6,6750

Daftar analisis sidik ragam kadar air (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 5,1383 2,56914 11,9905 ** 5,14 10,92
Galat 6 1,2856 0,21427
Total 8 5,1383
Keterangan:
FK = 400,9981
KK = 6,9347
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar air serbuk albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 5,7992 b B
2 0,9247 1,4012 K2 = Setengah Matang 6,5826 b AB
3 0,9584 1,4536 K3 = Matang 7,6431 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


108

Lampiran 10.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar abu (%) serbuk albedo
kulit pisang

Data analisis kadar abu (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 9,8306 9,7379 9,4216 28,9901 9,6634
K2 8,6815 8,4372 9,1507 26,2693 8,7564
K3 7,7071 8,0430 7,5785 23,3287 7,7762
Total 78,5881
Rataan 8,7320

Daftar analisis sidik ragam kadar abu (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 5,3447 2,6724 34,1158 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,4700 0,0783
Total 8 5,8147
Keterangan:
FK = 686,2320
KK = 3,2052
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar abu serbuk albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 9,6634 a A
2 0,5591 0,8472 K2 = Setengah Matang 8,7564 b B
3 0,5795 0,8789 K3 = Matang 7,7762 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


109

Lampiran 11.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar protein (%) serbuk
albedo kulit pisang

Data analisis kadar protein (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 1,1064 1,1698 1,1877 3,4639 1,1546
K2 1,0175 0,8364 0,9489 2,8028 0,9343
K3 0,7617 0,6016 0,6694 2,0328 0,6776
Total 8,2995
Rataan 0,9222

Daftar analisis sidik ragam kadar protein (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,3420 0,1710 30,8114 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,0333 0,0056
Total 8 0,3753
Keterangan:
FK = 7,6536
KK = 8,0790
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar protein serbuk albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 1,1546 a A
2 0,1488 0,2255 K2 = Setengah Matang 0,9343 b A
3 0,1542 0,2340 K3 = Matang 0,6776 c B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


110

Lampiran 12.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar lemak (%) serbuk
albedo kulit pisang

Data analisis kadar lemak (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 5,8360 5,6506 6,2757 17,7623 5,9208
K2 8,1962 8,6911 9,1706 26,0579 8,6860
K3 10,8018 11,1137 11,5512 33,4667 11,1556
Total 77,2869
Rataan 8,5874

Daftar analisis sidik ragam kadar lemak (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 41,1485 20,5742 128,0220 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,9643 0,1607
Total 8 42,1127
Keterangan:
FK = 663,6963
KK = 4,6683
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar lemak serbuk albedo kulit pisang segar
LSR Tingkat kematangan Notasi
Jarak (P) Rataan
0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 5,9208 c C
2 0,8008 1,2135 K2 = Setengah Matang 8,6860 b B
3 0,8300 1,2589 K3 = Matang 11,1556 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


111

Lampiran 13.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%)
serbuk albedo kulit pisang

Data analisis kadar karbohidrat (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 83,2270 83,4416 83,1150 249,7836 83,2612
K2 82,1048 82,0353 80,7298 244,8699 81,6233
K3 80,7294 80,2416 80,2009 241,1719 80,3906
Total 735,8255
Rataan 81,7584

Daftar analisis sidik ragam kadar karbohidrat (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 12,4425 6,2213 26,1403 ** 5,14 10,92
Galat 6 1,4280 0,2380
Total 8 13,8705

Keterangan:
FK = 60159,8995
KK = 0,5967
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar karbohidrat serbuk albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 83,2612 a A
2 0,9745 1,4767 K2 = Setengah Matang 81,6233 b B
3 1,0100 1,5319 K3 = Matang 80,3906 c B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


112

Lampiran 14.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam kadar serat (%) serbuk
albedo kulit pisang

Data analisis kadar serat (%) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 11,9398 11,4903 12,1036 35,5337 11,8446
K2 14,1229 14,7685 14,0948 42,9862 14,3287
K3 17,2863 17,8462 17,2933 52,4258 17,4753
Total 130,9456
Rataan 14,5495

Daftar analisis sidik ragam kadar serat (%) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 47,7765 23,8882 205,1595 ** 5,14 10,92
Galat 6 0,6986 0,11644
Total 8 48,4751

Keterangan:
FK = 1950,1952
KK = 2,3453
** = Sangat nyata

Uji LSR efek utama perbedaan serbuk albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap kadar serat serbuk albedo kulit pisang segar
Jarak LSR Tingkat kematangan albedo Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 kulit pisang 0,05 0,01
- - - K1 = Mentah 11,8446 c C
2 0,6817 1,0329 K2 = Setengah Matang 14,3287 b B
3 0,7065 1,0715 K3 = Matang 17,4753 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


113

Lampiran 15.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam aktivitas antioksidan (IC50)
(µg/ml) serbuk albedo kulit pisang

Data analisis antioksidan (IC50) (µg/ml) serbuk albedo kulit pisang


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
K1 94,5641 95,3487 91,2513 281,1641 93,7214
K2 73,1004 75,0593 79,2887 227,4484 75,8161
K3 49,0881 49,3407 49,8645 148,2933 49,4311
Total 656,9058
Rataan 72,9895

Daftar analisis sidik ragam antioksidan (IC50) (µg/ml) serbuk albedo kulit pisang
F.Tabel
SK db JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 2978,3941 1484,1970 300,0393 ** 5,14 10,92
Galat 6 29,7800 4,9633
Total 8 3008,1741
Keterangan:
FK = 47947,2490
KK = 3,0522
** = Sangat nyata

Kurva % inhibisi setiap ulangan uji aktivitas antioksidan pada serbuk albedo kulit
pisang

(a)

Universitas Sumatera Utara


114

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(b)

(c)

(d)

Universitas Sumatera Utara


115

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(e)

(f)

(g)

Universitas Sumatera Utara


116

Kurva % inhibisi [Lanjutan]

(h)

(i)
Gambar kurva % inhibisi aktivitas antioksidan serbuk albedo kulit pisang untuk
yang mentah ulangan 1 (a), ulangan 2 (b), ulangan 3 (c), dan untuk yang setengah
matang ulangan 1 (d), ulangan 2 (e), ulangan 3 (f), serta untuk yang matang
ulangan 1 (g), ulangan 2 (h), ulangan 3 (i)

Uji LSR efek utama perbedaan albedo kulit pisang berdasarkan tingkat
kematangan terhadap aktivitas antioksidan serbuk albedo kulit pisang
Jarak LSR Tingkat kematangan Notasi
Rataan
(P) 0,05 0,01 albedo kulit pisang 0,05 0,01
- - - K 1 = Mentah 93,7214 a A
2 4,4504 6,7438 K 2 = Setengah Matang 75,8161 b B
3 4,6125 6,9541 K 3 = Matang 49,4311 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara


117

Lampiran 16.
Data pengamatan total flavonoid albedo kulit pisang serbuk dan segar
Nilai absorbansi standar kuersetin
Sampel x (ppm) y (abs) Persamaan regresi
Kuersetin 200 0,375 y = 0,001x + 0,189
400 0,549
600 0,713
800 0,910
1000 1,115
1200 1,258

Grafik total flavonoid

Total flavonoid serbuk albedo kulit pisang


Berat sampel Volume Total Flavonoid
Kode y (abs) x (µg/mL)
(g) (ml) (µgQE/g)
K1 1,012 0,5 0,425 236 2332,0158
K2 1,007 0,5 0,896 707 7020,8540
K3 1,019 0,5 0,934 745 7311,0893
Keterangan: Uji total flavonoid diakukan dengan 1x ulangan
K1 = Serbuk albedo kulit pisang mentah
K2 = Serbuk albedo kulit pisang setengah matang
K3 = Serbuk albedo kulit pisang matang

Universitas Sumatera Utara


118

Contoh perhitungan:

K3 (Serbuk albedo kulit pisang matang)

Dari kurva standar diperoleh persamaan regresi yaitu:

y = 0,001x + 0,189

0,934 = 0,001x + 0,189

x = (0,934-0,189)

x = 745 µg/ml

Diketahui, berat sampel = 1,019 g

Maka, total flavonoid content (TFC):

TFC = 745 µg/ml x 0,5 x 20


1,019 g

= 7311,0893 µgQE/g

Universitas Sumatera Utara


119

Lampiran 17.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam persentase kenaikan berat
badan mencit

Data analisis persentase kenaikan berat badan mencit setelah diberi perlakuan
selama 14 hari
% Kenaikan berat badan
Kelompok Total Rataan
1 2 3
K1 15,6250 17,8571 17,1429 50,6250 16,8750
K2 -9,0909 -9,7561 -8,8235 -27,6705 -9,2235
K3 16,6667 15,1515 16,1290 47,9472 15,9824
K4 3,0303 3,0303 3,3333 9,3939 3,1313
K5 8,1081 8,3333 9,6774 26,1189 8,7063
K6 8,8235 8,3333 10,8108 27,9677 9,3226
K7 12,8205 11,1111 10,8108 34,7424 11,5808
K8 14,7059 17,6471 16,1290 48,4820 16,1607
K9 16,6667 17,2414 18,1818 52,0899 17,3633
Total 269,6964
Rataan 9,9888

Daftar analisis sidik ragam persentase kenaikan berat badan mencit setelah diberi
perlakuan selama 14 hari
SK db JK KT F Hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 1789,7377 223,7172 236,444 ** 2,51 3,71
Galat 18 17,0312 0,9462
Total 26 1806,7688
Keterangan :
FK = 2693,9319
KK = 9,7381
** = Sangat nyata

Universitas Sumatera Utara


120

Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase kenaikan berat
badan mencit
LSR Notasi
Jarak (P) Kelompok Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - K1 16,8750 a A
2 1,6685 2,2863 K2 -9,2235 e E
3 1,7505 2,3845 K3 15,9824 a A
4 1,8027 2,4491 K4 3,1313 d D
5 1,8387 2,4963 K5 8,7063 c C
6 1,8645 2,5322 K6 9,3226 c BC
7 1,8847 2,5603 K7 11,5808 b B
8 1,8999 2,5839 K8 16,1607 a A
9 1,9117 2,6030 K9 17,3633 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
K1 = Kelompok kontrol tidak DM dan diberi akuades selama 14 hari
K2 = Kelompok negatif DM dan diberi suspensi 0,5% CMC/BB selama 14 hari
K3 = Kelompok positif DM dan diberi metformin 65 mg/kgBB selama 14 hari
K4 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
200 mg/kgBB selama 14 hari
K5 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
400 mg/kgBB selama 14 hari
K6 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 200 mg/kgBB selama 14 hari
K7 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 400 mg/kgBB selama 14 hari
K8 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
200 mg/kgBB selama 14 hari
K9 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
400 mg/kgBB selama 14 hari

Universitas Sumatera Utara


121

Lampiran 18.

Data pengamatan dan data analisis sidik ragam persentase penurunan kadar
glukosa darah mencit

Data analisis persentase penurunan kadar glukosa darah mencit setelah diberi
perlakuan selama 14 hari
% Penurunan kadar glukosa darah
Kelompok Total Rataan
1 2 3
K1 27,1429 26,8182 22,8571 76,8182 25,6061
K2 -4,6053 -6,6667 -8,8235 -20,0955 -6,6985
K3 21,6867 22,0000 21,7949 65,4816 21,8272
K4 5,3659 5,2632 6,4516 17,0806 5,6935
K5 6,5359 6,4286 6,3380 19,3025 6,4342
K6 7,4074 7,8788 7,8125 23,0987 7,6996
K7 12,1212 12,0805 12,5786 36,7804 12,2601
K8 23,3083 21,9653 23,0216 68,2952 22,7651
K9 25,4980 26,6667 26,4151 78,5798 26,1933
Total 365,3415
Rataan 13,5312

Daftar analisis sidik ragam persentase penurunan kadar glukosa darah mencit
setelah diberi perlakuan selama 14 hari
SK db JK KT F Hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 3050,6344 381,3293 295,0467 ** 2,51 3,71
Galat 18 23,2639 1,2924
Total 26 3073,8983
Keterangan :
FK = 4943,4971
KK = 8,4017
** = Sangat nyata

Universitas Sumatera Utara


122

Uji LSR efek utama pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase penurunan
kadar glukosa darah mencit
LSR Notasi
Jarak (P) Kelompok Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - K1 25,6061 a AB
2 1,9501 2,6721 K2 -6,6985 e E
3 2,0459 2,7869 K3 21,8272 b B
4 2,1069 2,8624 K4 5,6935 d D
5 2,1489 2,9175 K5 6,4342 d D
6 2,1791 2,9595 K6 7,6996 d D
7 2,2028 2,9924 K7 12,2601 c C
8 2,2205 3,0199 K8 22,7651 b B
9 2,2343 3,0422 K9 26,1933 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
K1 = Kelompok kontrol tidak DM dan diberi akuades selama 14 hari
K2 = Kelompok negatif DM dan diberi suspensi 0,5% CMC/BB selama 14 hari
K3 = Kelompok positif DM dan diberi metformin 65 mg/kgBB selama 14 hari
K4 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
200 mg/kgBB selama 14 hari
K5 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang mentah
400 mg/kgBB selama 14 hari
K6 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 200 mg/kgBB selama 14 hari
K7 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang setengah
matang 400 mg/kgBB selama 14 hari
K8 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
200 mg/kgBB selama 14 hari
K9 = Kelompok perlakuan DM dan diberi ekstrak serbuk albedo kulit pisang matang
400 mg/kgBB selama 14 hari

Universitas Sumatera Utara


123

Lampiran 19.

Perhitungan pembuatan larutan streptozotocin, metformin dan ekstrak


serbuk albedo kulit pisang

Streptozotocin

Diketahui : Dosis streptozotocin = 55 mg/kgbb

Berat rata-rata mencit = 24,125 g

Mencit yang diinduksi = 40 mencit

Volume pemberian/mencit = 0,3 ml

Dicari : Berat streptozotocin (mg)

Penyelesaian :

a. Berat streptozotocin = 55 mg x 24,125 g = 1,326 mg


1000 g

b. Volume yang dibutuhkan = 0,3 ml x 40 mencit = 12 ml

c. Akrilamida yang dibutuhkan dalam 20 m= 20 ml x 1,326 mg = 88,4 mg


0,3 ml

Pembuatan larutan =>Dilarutkan 88,4 mg streptozotocin dalam 20 ml buffer pH 4,5.

Metformin

Diketahui : Dosis metmorfin = 65 mg/kgbb

Berat rata-rata mencit = 33,31 g

Mencit yang dicekok = 4 mencit

Volume pemberian/mencit = 0,3 ml

Dicari : Berat metmorfin (mg)

Penyelesaian :

a. Berat metmorfin = 65 mg x 33,31 g = 2,165 mg


1000 g

b. Volume yang dibutuhkan = 0,3 ml x 4 mencit x 14 hari = 16,8 ml

Universitas Sumatera Utara


124

c. Ekstrak yang dibutuhkan dalam 25 ml= 25 ml x 2,165 mg = 180,4167 mg


0,3 ml

Pembuatan larutan => Dilarutkan 180,4167 mg ekstrak serbuk albedo kulit pisang

+ 0,5% Na-CMC dalam 25 ml akuades hangat.

Ekstrak serbuk albedo kulit pisang dosis 200 mg/kgbb

Diketahui : Dosis ekstrak = 200 mg/kgbb

Berat rata-rata mencit = 33,31 g

Mencit yang dicekok = 3 mencit

Volume pemberian/mencit = 0,3 ml

Dicari : Berat ekstrak serbuk albedo kulit pisang (mg)

Penyelesaian :

a. Berat ekstrak = 200 mg x 33,31 g = 6,662 mg


1000 g

b. Volume yang dibutuhkan = 0,3 ml x 3 mencit x 14 hari = 12,6 ml

c. Ekstrak yang dibutuhkan dalam 25 ml= 25 ml x 6,662 mg = 555,17 mg


0,3 ml

Pembuatan larutan => Dilarutkan 555,17 mg ekstrak serbuk albedo kulit pisang +

0,5% Na-CMC dalam 25 ml akuades hangat.

Ekstrak serbuk albedo kulit pisang dosis 400 mg/kgbb

Diketahui : Dosis ekstrak = 400 mg/kgbb

Berat rata-rata mencit = 33,31 g

Mencit yang dicekok = 4 mencit

Volume pemberian/mencit = 0,3 ml

Dicari : Berat ekstrak serbuk albedo kulit pisang (mg)

Universitas Sumatera Utara


125

Penyelesaian :

a. Berat ekstrak = 400 mg x 33,31 g = 13,324 mg


1000 g

b. Volume yang dibutuhkan = 0,3 ml x 4 mencit x 14 hari = 16,8 ml

c. Ekstrak yang dibutuhkan dalam 25 ml= 25 ml x 13,324 mg = 1110,33 mg


0,3 ml

Pembuatan larutan => Dilarutkan 1110,33 mg ekstrak serbuk albedo kulit pisang

+ 0,5% Na-CMC dalam 25 ml akuades hangat

Universitas Sumatera Utara


126

Lampiran 20.

Konversi Dosis Mencit ke Manusia

Diketahui : Dosis ekstrak pada mencit = 400 mg/kgBB


Faktor konversi mencit ke manusia = 387,9 untuk 70 kgBB
Rendemen serbuk matang = 12%
Rendemen ekstrak serbuk matang = 25,98%

Diperoleh :

Berat ekstrak mencit = 400 mg x 0,02


= 8 mg

Dosis pada manusia = Berat ekstrak mencit x FK


= 8 mg x 387,9
= 3103,2 mg (untuk 70 kgBB)
= 3103,2 mg/70kgbb
= 44,3314 mg/kgbb

Berat ekstrak serbuk matang = 3103,2 mg (untuk 70 kgBB)


= 3,1032 g

Berat serbuk kulit pisang matang = 100% x berat ekstrak serbuk


rendemen ekstrak
= 100% x 3,1032
25,98%
= 11,9445 g

Berat kulit pisang matang = 100% x berat ekstrak serbuk


rendemen serbuk
= 100% x 3,1032
12%
= 25,86 g

Universitas Sumatera Utara


127

Lampiran 21.

Foto-foto penelitian
Bahan Baku

Kulit pisang mentah Kulit pisang setengah matang

Kulit pisang matang


Pengolahan Kulit Pisang

Albedo kulit pisang segar Albedo kulit pisang kering

Universitas Sumatera Utara


128

Serbuk Albedo Kulit Pisang

Mentah Setengah Matang

Matang
Pembuatan Ekstrak

Maserasi Hasil maserasi

Universitas Sumatera Utara


129

Ekstrak hasil maserasi


Pengujian in-vivo mencit

Penomoran mencit Penimbangan mencit

Penginduksian mencit Pemberian ekstrak

Universitas Sumatera Utara


130

Streptozotocin Stick Gluco Dr

Metformin Gluco Dr

Universitas Sumatera Utara


131

Lampiran 22.

Kode etik penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai