Anda di halaman 1dari 76

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL HERBA

PUGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP


PROLIFERASI SEL PADA AORTA TIKUS HIPERGLIKEMIA
MELALUI EKSPRESI Ki-67

SKRIPSI

OLEH:
YOLANDA KRISTINE. P
NIM 141501173

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL HERBA
PUGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
PROLIFERASI SEL PADA AORTA TIKUS HIPERGLIKEMIA
MELALUI EKSPRESI Ki-67

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
YOLANDA KRISTINE. P
NIM 141501173

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

ii

Universitas Sumatera Utara


iii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang

berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Herba Puguntano (Picria fel-terrae

Lour.) terhadap Proliferasi Sel Pada Aorta Tikus Hiperglikemia melalui Ekspresi

Ki-67.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis tidak lupa

menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Panal Sitorus,

M.Si., Apt., selaku Kepala laboratorium Biologi yang telah memberi izin untuk

melakukan penelitian di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatra Utara.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Poppy

Anjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga berterimakasih kepada Ibu Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt., dan

Ibu Khairunnisa, M.Pharm., Ph.D., Apt., sebagai tim penguji yang sangat banyak

memberikan masukan dan saran atas skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Popy Patilaya, S.Si.,

M.Sc., Apt., sebagai dosen penasihat akademik, beserta seluruh dosen pengajar di

Fakultas Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis

selama duduk di bangku perkuliahan.

iv

Universitas Sumatera Utara


Terimakasih penulis ucapkan kepada Ayahanda Elman Krisos Pakpahan,

S.E., Ibunda Evinain Lumbantobing, S.T., adik-adik saya Gracella Ajani dan

Richard Gabriel, serta tante saya Tiorida Lumbantobing yang selalu memberikan

doa dan dukungan penuh kepada penulis tanpa henti selama ini.

Penulis juga berterimakasih kepada teman-teman seperjuangan penulis

Kia, Sifa, Donna, Nadya, Vega, Rehu, Mitra, dan teman-teman SMA penulis

Belinda Adman Daleni, S.Farm., Devin Sitompul, A.md., Michael Simamora, dan

Nicolas Maruli Simanungkalit, serta rekan-rekan Farmasi angkatan 2014 yang

telah memberikan semangat dan doa serta kebersamaannya selama ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda

atas kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2018


Penulis,

Yolanda Kristine. P
NIM 141501173

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Yolanda Kristine

Nomor Induk Mahasiswa : 141501173

Program Studi : S-1 Reguler Farmasi

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Herba


Puguntano (Picria fel-terrae Lour.) terhadap
Proliferasi Sel Pada Aorta Tikus Hiperglikemia
melalui Ekspresi Ki-67.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena
kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi
ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima
sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Mei 2018


Yang membuat pernyataan

Yolanda Kristine. P
NIM 141501173

vi

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL HERBA PUGUNTANO
(Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP PROLIFERASI SEL PADA AORTA
TIKUS HIPERGLIKEMIA MELALUI EKSPRESI Ki-67

ABSTRAK

Diabetes melitus dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi


vaskular melalui kerusakan sel yang diakibatkan oleh stres oksidatif. Ekspresi Ki-
67 merupakan marker terhadap pertumbuhan sel. Puguntano (Picria fel-terrae
Lour.) adalah salah satu tanaman yang memiliki efek antidiabetes. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh pemberian ektrak etanol herba
puguntano (Picria fel-terrae Lour.) terhadap gambaran histopatologi aorta tikus
hiperglikemia dan menghitung ekspresi protein Ki-67 yang menggambarkan
proliferasi sel terhadap aorta tikus yang diinduksi streptozotosin (STZ).
Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 96%.
Pengujian dilakukan terhadap 12 tikus jantan, yang dibagi menjadi 4 kelompok.
Kelompok 1 sebagai kontrol negatif diberikan CMC-Na 1%, kelompok 2 sebagai
kontrol positif yang diberikan metformin dosis 45 mg/kg BB, kelompok 3 sebagai
kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol herba puguntano (EEHPT)
dosis 200 mg/kg BB, dan kelompok 4 sebagai kelompok tikus normal yang tidak
diinduksi dengan streptozotosin. Aorta tikus diamati dengan pewarnaan HE
(Hematoksilin-Eosin) dan dihitung ekspresi protein Ki-67 secara IHC (Immuno
Histo Chemistry).
Gambaran mikroskopik histopatologi (HE) aorta tikus diabetes
menunjukkan adanya sel busa pada daerah tunika intima dan kelompok perlakuan
EEHPT dosis 200 mg/kgBB menunjukkan penurunan sel busa yang paling baik.
Skor ekspresi Ki-67 kelompok puguntano menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan kelompok metformin (sign 0,000; p< 0,05) dan kelompok
kontrol negatif (sign. 0,000; p<0,05). Perhitungan skor ekspresi Ki-67 dari
terendah hingga tertinggi yaitu kelompok kontrol negatif (9,833 ± 3,5119),
kelompok metformin (30,167 ± 2,8431), kelompok EEHPT (47 ± 4,4441), dan
kelompok normal (78,000 ± 3,5).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa EEHPT dosis 200 mg/kgBB dapat
mengurangi sel busa pada aorta tikus diabetes dan dapat memperbaiki sel yang
rusak akibat diabetes dengan cara meningkatkan proliferasi sel.

Kata kunci : Puguntano (Picria fel-terrae Lour.), histopatologi aorta, ekspresi Ki-
67, proliferasi sel, diabetes melitus.

vii

Universitas Sumatera Utara


THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PUGUNTANO (Picria fel-
terrae Lour.) HERBS TOWARD CELL PROLIFERATION IN AORTA OF
HYPERGLYCEMIA RATS THROUGH Ki-67 EXPRESSION

ABSTRACT

Diabetes mellitus causes alterations in vascular structure and function


through cell damage that caused by oxidative stress. Ki-67 expression is a marker
for cell proliferation. Puguntano (Picria fel-terrae Lour.) is a plant that has
antidiabetic effect. The purposes of this study were to observe the aorta
histopatological of diabetic rats and to count Ki-67 expression that describe the
cell proliferation in aorta rats that induced by streptozotocin (STZ).
Extract was obtained by maceration with ethanol 96%. The test were done
with 12 male rats and divided into 4 groups. Group 1 as negative control with
CMC-Na 1%, group 2 as positive control with metformin dose 45 mg/kgBB,
group 3 were given with ethanol extract of puguntano herbs (EEHPT) dose 200
mg/kgBB, group 4 as normal rats that didn‟t induced by streptozotocin. The aorta
rats were observed by HE (Haematoxyllin-Eosin) stained and the Ki-67
expression was counted by IHC (Immuno Histo Chemistry).
The microscopic result of aorta histopatology (HE) of diabetic rats showed
that there were foam cells in tunica intima area and EEHPT group dose 200
mg/kgBB showed the best reduction of foam cells. The score expression of Ki-67
EEHPT group showed there was significantly different with metformin group
(sign 0.000; p<0.05) and with negative control group (sign. 0.000; p<0.05).
Calculation of Ki-67 score expression from the lowest to highest: negative control
group (9.833 ± 3.5119), metformin group (30.167 ± 2.8431), EEHPT group (47 ±
4.4441), and normal group (78.000 ± 3.5).
The result of this study showed that EEHPT dose 200 mg/kgBB can
reduced foam cells on aorta diabetic rats and repaired damage cells caused by
diabetes through increase the cell proliferation.

Keywords : Puguntano (Picria fel-terrae Lour.), aorta histopatology, Ki-67


expression, cell proliferation, diabetes mellitus.

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ......................................... v

ABSTRAK ............................................................................................... vii

ABSTRACT ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK .................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 5

1.3 Hipotesis ........................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 5

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................ 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8

2.1 Uraian Tumbuhan .............................................................. 8

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ............................................ 8

ix

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing Tumbuhan ............. 8

2.1.3 Morfologi Tumbuhan .............................................. 9

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan ................................. 9

2.1.5 Khasiat Tumbuhan ................................................... 9

2.2 Simplisia ............................................................................ 10

2.3 Maserasi ............................................................................. 10

2.4 Streptozotosin .................................................................... 11

2.5 Diabetes Melitus ................................................................ 12

2.5.1 Patogenesis Komplikasi pada Diabetes ................... 12

2.5.2 Komplikasi pada Diabetes Melitus .......................... 14

2.6 Stres Oksidatif ................................................................... 15

2.6.1 Antioksidan .............................................................. 15

2.7 Metformin .......................................................................... 16

2.8 Pewarnaan Hematoksilin-Eosin ......................................... 16

2.9 Imunohistokimia ................................................................ 17

2.9.1 Protein Ki-67 ........................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 18

3.1 Alat Dan Bahan ................................................................ 18

3.1.1 Alat-alat ................................................................ 18

3.1.2 Bahan .................................................................... 19

3.2 Pembuatan Pereaksi dan Bahan Uji .................................. 19

3.2.1 Pereaksi Besi (III) klorida 1% .............................. 19

3.2.2 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ......................... 19

3.2.3 Pereaksi Asam Klorida 2 N .................................. 19

Universitas Sumatera Utara


3.2.4 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ........................ 19

3.2.5 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ...................................... 19

3.2.6 Pereaksi Mayer ...................................................... 20

3.2.7 Pereaksi Mollish ................................................... 20

3.2.8 Pereaksi Dragendorff ............................................. 20

3.2.9 Pereaksi Bouchardat ............................................. 20

3.2.10 Pereaksi Liebermann-Bourchard ........................... 20

3.3 Pengumpulan dan Pengelolaan Bahan Tumbuhan ............ 21

3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ........................... 21

3.3.2 Pembuatan Simplisia ............................................. 21

3.3.3 Pembuatan dan Karakteristik Ekstrak .................... 21

3.3.3.1 Pembuatan EEHPT ................................... 21

3.3.3.2 Pemeriksaan Makroskopik ....................... 22

3.3.3.3 Penetapan Kadar air .................................. 22

3.3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam


Air .............................................................. 23

3.3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam


Etanol ......................................................... 23

3.3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ...................... 23

3.3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam


Asam .......................................................... 24

3.4 Skrining Fitokimia EEHPT .............................................. 24

3.4.1 Pemeriksaan Alkaloid ........................................... 24

3.4.2 Pemeriksaan Flavonoid.......................................... 24

3.4.3 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ......................... 25

3.4.4 Pemeriksaan Saponin ............................................ 25

xi

Universitas Sumatera Utara


3.4.5 Pemeriksaan Tanin ............................................... 25

3.4.6 Pemeriksaan Glikosida .......................................... 25

3.5 Uji Aktivitas Proliferasi Sel .............................................. 26

3.5.1 Penyiapan Hewan Uji ............................................ 26

3.5.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak dan Streptozotosin


(STZ) ..................................................................... 26

3.5.3 Penentuan Jaringan Aorta Tikus Hiperglikemia


untuk Pengujian IHC ............................................. 26

3.5.3.1 Pembuatan Blok Parafin ............................ 27

3.5.3.2 Pemeriksaan Histologi Aorta Tikus .......... 28

3.5.3.3 Pengujian Aktivitas Proliferasi Ki-67


dengan menggunakan IHC ........................ 29

3.6 Analisis Data .................................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 31

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ................................................. 31

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba


Puguntano (Picria fel-terrae Lour.) .................................. 31

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik ............................. 31

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba


Puguntano ......................................................................... 31

4.4 Skrining Fitokimia ........................................................... 33

4.5 Hasil Pengujian Gambaran Histopatologi dan Skor


Ekspresi Ki-67 Aorta Tikus Hiperglikemia ..................... 33

4.5.1 Gambaran Histopatologi Aorta Tikus


Hiperglikemia ....................................................... 33

4.5.2 Skor Ekspresi Ki-67 pada Aorta Tikus


Hiperglikemia ....................................................... 36

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 41

xii

Universitas Sumatera Utara


5.1 Kesimpulan ....................................................................... 41

5.2 Saran ................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 42

LAMPIRAN .............................................................................................. 46

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba


Puguntano .............................................................................. 31

4.2 Hasil Skrining Fitokimia SHPT dan EEHPT ........................ 33

4.3 Perhitungan Skor Ekspresi Ki-67 Aorta Tikus ....................... 39

xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 7

4.1 Gambaran Histopatologi Aorta Tikus ......................................... 35

4.2 Gambaran Mikroskopik Ekspresi Ki-67 pada Aorta Tikus


Dengan Perbesaran 10x dan 40x ................................................ 38

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Grafik Batang Rata-rata Skor Ekspresi Ki-67 Aorta Tikus


(% SD) ..................................................................................... 39

xvi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan .... 46

2 Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan .......................................... 47

3 Gambaran Makroskopik Herba Puguntano ............................. 48

4 Bagan Pembuatan Simplisia ..................................................... 49

5 Bagan Pembuatan Ekstrak ........................................................ 50

6 Perhitungan Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia


Herba Puguntano ...................................................................... 51

7 Contoh Perhitungan Dosis ........................................................ 54

8 Hasil Analisis Statistik Data Ekspresi Ki-67 ........................... 57

xvii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar

glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu

tanda khas penyakit diabetes melitus, meskipun juga mungkin didapatkan pada

beberapa keadaan yang lain. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus merupakan

penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. WHO memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan International Diabetes Federation

(IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari

9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Dengan angka

tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat

dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia

dengan 7,6 juta orang penyandang DM (Perkeni, 2015).

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai

90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia diatas 45

tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 dikalangan remaja dan anak-

anak populasinya meningkat. Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM

Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah

Universitas Sumatera Utara


insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi.

Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon

insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”

(Depkes RI, 2005).

Diabetes merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Risiko

kardiovaskular meningkat 2-3 kali pada pasien diabetes. Komplikasi diabetes

ditandai dengan perubahan struktur dan fungsi vaskular, yaitu adanya disfungsi

endotelial (Ellenberg, 2005). Diabetes memberikan akibat yang berat pada sistem

pembuluh darah. Ciri khas dari penyakit makrovaskular diabetik adalah

aterosklerosis yang timbul lebih cepat, mengenai aorta dan pembuluh darah

berukuran besar dan sedang. Infark miokardium yang disebabkan oleh

aterosklerosis merupakan penyebab kematian tersering pada penderita diabetes

(Kumar, et al., 2013).

Stres oksidatif memiliki peran dalam komplikasi diabetes baik

mikrovaskular maupun makrovaskular. Perubahan metabolik yang abnormal

menyebabkan produksi superoksid yang berlebihan pada sel endotelial.

Peningkatan produksi superoksid merupakan pusat dan mediator utama terjadinya

kerusakan jaringan pada diabetes. (Giacco, 2011). Selain itu, terbentuknya ROS

(Reactive Oxygen Species) oleh karena kondisi diabetes juga disebabkan oleh

pembentukan advanced glycation end (AGE), aktivasi protein kinase C, dan

adanya gangguan sistem poliol yang mengakibatkan stres oksidatif (Kumar, et al.,

2013).

Universitas Sumatera Utara


Streptozotosin adalah senyawa diabetogenik yang permanen, yang

dihasilkan oleh bakteri gram positif Streptomyces achromogenes. Streptozotosin

apabila diinduksi ke dalam tubuh tikus akan menyebabkan diabetes melitus

dengan cara merusak produksi insulin oleh sel beta pankreas. Streptozotosin

merupakan analog glukosa yang toksik yang akan terakumulasi di dalam sel beta

pankreas melalui ikatan yang lemah dengan glukosa transporter GLUT2.

Streptozotosin bersifat toksik karena menghasilkan radikal bebas yang akan

merusak sel beta pankreas dengan alkilasi DNA (Goud, 2015).

Proliferasi sel dipicu oleh beberapa faktor seperti protein Ki-67 atau MIB

I, dan beberapa Cyclin. Proliferasi sel dapat diukur dengan pemeriksaan antigen

Ki-67 inti melalui analisis immunohistochemistry (IHC). Protein Ki-67 adalah

suatu protein inti non-histon yang diekspresikan selama semua fase aktif siklus

sel, kecuali G0 (Darmayani, 2016). Berdasarkan penelitian Shams, et al (2016),

didapatkan bahwa ekspresi Ki-67 negatif pada kondisi diabetes, ekspresi Ki-67

positif pada kondisi kontrol (normal), ekspresi Ki-67 sedang (moderate) pada

kondisi diabetes yang diberikan zink, dan ekspresi Ki-67 rendah pada kondisi

diabetes yang diberikan insulin. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi

diabetes, ekspresi Ki-67 menurun yang disebabkan oleh kerusakan organ.

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah puguntano (Curanga

fel-terrae Merr.) suku Scrophulariaceae dimana daunnya sering digunakan oleh

masyarakat Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara sebagai

obat antidiabetes. Selain itu, tanaman ini juga diyakini dapat berkhasiat sebagai

penghilang rasa sakit di badan, meningkatkan daya tahan tubuh, bahkan sebagai

anti-aging agar kelihatan awet muda (Harfina, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian Sibagariang (2017), didapatkan bahwa puguntano

mempunyai efek menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan enzim

antioksidan SOD. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan puguntano

mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin,

glikosida, steroid (Harahap, 2013). Penelitian Harfina (2012) menunjukkan bahwa

pada simplisia puguntano terdapat senyawa fitosterol yang berperan dalam

merangsang sensitifitas insulin, meningkatkan produksi insulin, dan sebagai

antioksidan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada sel-sel di Langerhans.

Penelitian Suhatri dkk (2009) menyatakan bahwa perbaikan kerusakan sel

endotelial mungkin disebabkan oleh kandungan polifenol (flavonoid dan metil

galat) dari fraksi etil asetat dengan aktivitas antioksidannya yang tinggi. Berbagai

penelitian juga menunjukkan bahwa suatu sampel bekerja sebagai antioksidan

dikarenakan mengandung senyawa flavonoid (Asih, 2015; Dewi, 2014; Selawa,

2013; Redha, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengamati efek

ekstrak etanol herba puguntano terhadap pencegahan terbentuknya sel busa dan

mengevaluasi kemampuan ekstrak dalam peningkatan proliferasi sel pada aorta

tikus hiperglikemia.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil perumusan masalah

sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak etanol herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.) dapat

mengurangi terbentuknya sel busa pada tikus hiperglikemia?

b. Apakah ekstrak etanol herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.)

meningkatkan proliferasi sel pada aorta tikus hiperglikemia?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis

sebagai berikut:

a. Ekstrak etanol herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.) dapat mengurangi

terbentuknya sel busa pada aorta tikus hiperglikemia.

b. Ekstrak etanol herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.) dapat meningkatkan

proliferasi sel pada aorta tikus hiperglikemia.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

a. Mengamati efek pemberian ekstrak etanol herba puguntano (Picria fel-terrae

Lour.) terhadap pembentukan sel busa pada aorta tikus hiperglikemia.

b. Menghitung skor ekspresi Ki-67 pada aorta tikus hiperglikemia yang

menggambarkan jumlah sel yang berproliferasi.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Diperoleh bukti ilmiah pengaruh pemberian ekstrak etanol herba puguntano

(Picria fel-terrae Lour.) dalam meningkatkan proliferasi sel pada aorta tikus

hiperglikemia.

b. Diperoleh ekstrak terstandar sebagai antidiabetes.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini menggunakan tikus jantan sebagai hewan uji. Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah kelompok perlakuan EEHPT dengan dosis 200

mg/kgBB, suspensi CMC-Na 1% BB, metformin dengan dosis 45 mg/kgBB, dan

tikus normal. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi

melalui penurunan sel busa, dan proliferasi sel melalui ekspresi Ki-67. Adapun

kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Universitas Sumatera Utara


Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak Etanol
Herba Puguntano Gambaran
200 mg/kgBB histopatologi Penurunan
aorta sel busa

Metformin dosis
45 mg/kgBB
Tikus yang diinduksi
STZ dengan dosis 35
mg/kgBB

CMC-Na 1% BB

Ekspresi
Proliferasi Sel
Normal Ki-67

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan puguntano adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Famili : Linderniaceae

Genus : Picria

Spesies : Picria fel-terrae Lour.

Sinonim : Curanga amara Juss., Curanga torenioides Steud., Gratiola

amara (Juss.) Roxb., Curanga fel-terrae (Lour.) Merr., Curanga

melissiafolia A. Juss. (Anonim, 2012).

2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing Tumbuhan

Nama lain tumbuhan ini yaitu Tamah Raheut (Sunda), daun Kukurang

(Maluku), Papaita (Ternate). Nama asing tumbuhan ini yaitu Kong Saden (Laos),

Hempedu Tanah, Gelumak Susu, Rumput Kerak Nasi (Malaysia), Thanh, M[aaj]t

d[aas]t (Vietnam) (Anonim, 2015).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Puguntano adalah herba tahunan yang tingginya kurang dari 1 meter.

Cabangnya tipis, jarang-jarang dengan panjang 60-90 cm. Akar disimpul.

Daunnya berbentuk oval dengan panjang 3-6 cm dan lebar 2-3 cm. Ujung daun

melancip, tepi daun bergigi. Pembungaan berupa tandan diujung atau dibatang.

Panjang kelopak bunga 6 mm, dua kali lipat panjangnya di dalam buah. Kelopak

daun bagian luar berbentuk seperti telur dan hati. Mahkota bunga berwarna coklat

gelap kemerahan. Buahnya berbentuk kapsul, seperti telur, pipih, panjang 3-4

mm, berkelopak 2 dengan beberapa biji. Biji berbentuk bulat dengan diameter 0.6

mm dengan 8 lubang persegi panjang (Anonim, 2015).

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan

Penelitian yang dilakukan oleh Juwita (2009) menunjukkan bahwa

tumbuhan puguntano mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, glikosida,

saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Penelitian yang dilakukan oleh Zou, et al

(2006) ditemukan senyawa cucurbitacin pada puguntano yaitu picfeltarraenone II

(1), picfeltarraegenin I (2), picfeltarraenin IA (3), picfeltarraenin IB (4),

picfeltarraenin IV (5).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Daun puguntano secara empiris digunakan sebagai obat untuk penyakit

diabetes melitus oleh masyakarat, terutama masyarakat Dairi Provinsi Sumatera

Utara (Harfina, 2012). Puguntano digunakan sebagai tanaman obat untuk

mengatasi penyakit degeneratif dan metabolik (Furqan, 2014). Puguntano juga

memiliki aktivitas antelmintik (Patilaya, 2017).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang

telah dikeringkan. Simplisia terbagi menjadi 3 golongan yaitu simplisia nabati

yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau

gabungan antara ketiganya, simplisia hewani yang berupa hewan utuh atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, dan

simplisia mineral yang berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah

dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes RI, 1979).

2.3 Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara dingin. Ekstraksi

merupakan proses penarikan kandungan kimia dari suatu bahan tumbuhan dengan

pelarut cair. Proses pengekstraksi simplisia dengan metode maserasi yaitu dengan

perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur ruangan. Proses perendaman dilakukan selama 5 hari dengan pelarut

sesuai sehingga lebih dari 95% zat terlarut terekstraksi. Cairan yang diperoleh

disebut maserat. Maserat diuapkan pelarutnya sampai diperoleh ekstrak (Depkes

RI, 2000).

Metode maserasi dan perkolasi merupakan metode ekstraksi yang paling

mudah digunakan dibandingkan metode lainnya terutama untuk bahan tumbuhan

yang belum pernah diekstraksi. Hal ini disebabkan karena ekstraksi dilakukan

pada suhu ruangan sehingga mencegah terbentuknya senyawa artifak akibat

peruraian oleh panas. Pelarut dalam metode maserasi dan perkolasi menembus

10

Universitas Sumatera Utara


dinding sel dan masuk ke dalam sel, melarutkan senyawa-senyawa yang

diekstraksi. Zat-zat terlaut akan dibawa keluar dari sel berdasarkan perbedaan

konsentrasi antara di luar dan dalam sel (Depkes RI, 2000).

2.4 Streptozotosin

Streptozotosin adalah senyawa diabetogenik yang permanen, yang

dihasilkan oleh bakteri gram positif Streptomyces achromogenes. Streptozotosin

apabila diinduksi ke dalam tubuh tikus akan menyebabkan diabetes melitus

dengan cara merusak produksi insulin oleh sel beta pankreas. Streptozotosin

merupakan analog glukosa yang toksik yang akan terakumulasi di dalam sel beta

pankreas dan bersifat toksik karena menghasilkan radikal bebas yang akan

merusak sel beta pankreas dengan alkilasi DNA (Goud, 2015).

Streptozotosin merupakan agen pengalkilasi yang kuat, yang dapat

merusak sel bahkan menyebabkan kematian sel. Setelah streptozotosin masuk

kedalam tubuh akan terurai membentuk molekul isosianat dan molekul

metildiazohidroksida. Molekul isosianat menyebabkan karbamolasi interseluler

=> mengubah struktur protein => kerusakan fungsi biologis. Sementara itu,

molekul metildiazohidroksida akan terurai membentuk ion karbonium reaktif

(CH3+) yang menjadi kunci alkilasi DNA => DNA rusak => aktivasi NAD+ yang

berlebihan untuk memperbaiki DNA => ATP habis untuk mengisi ulang NAD+

yang habis => ATP dan NAD+ habis => perubahan fungsi seluler => kematian sel

beta => diabetes (Goud, 2015).

11

Universitas Sumatera Utara


2.5 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi batas

normal (Perkeni, 2015). Hiperglikemia menahun dan deregulasi metabolik pada

diabetes melitus dapat berkaitan dengan kerusakan sekunder disistem organ

multipel, khususnya ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah (Kumar, et al., 2013).

Sebagian besar kasus diabetes termasuk pada salah satu dari dua kelompok

besar yaitu diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2).

Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh defisiensi absolut sekresi insulin yang

disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas, biasanya akibat suatu serangan

autoimun/idiopatik. DMT1 ini mencakup sekitar 10% seluruh kasus. Diabetes

melitus tipe 2 ditandai oleh defisiensi insulin relatif yang disebabkan karena sel

beta pankreas yang tidak adekuat. Sekitar 80% hingga 90% pasien diabetes

melitus adalah DMT2 (Soegondo, et al., 2004).

2.5.1 Patogenesis Komplikasi pada Diabetes

Diabetes dapat merupakan suatu penyakit yang berbahaya oleh karena

metabolisme glukosa yang abnormal dan gangguan metabolisme lainnya memiliki

efek patologis yang serius hampir diseluruh sistem dalam tubuh. Komplikasi

diabetes yang paling penting adalah abnormalitas pembuluh darah, kerusakan

ginjal, dan lesi yang mengenai saraf perifer dan mata. Terdapat tiga jalur

metabolisme yang berbeda yang tampaknya terlibat dalam patogenenesis

komplikasi jangka panjang, masing-masing jalur berperan melalui pola yang

12

Universitas Sumatera Utara


bersifat spesifik terhadap organ yaitu pembentukan advanced glycation end

(AGE), aktivasi protein kinase C, dan gangguan sistem poliol (Kumar, et al.,

2013).

Laju pembentukan AGE yang alami sangat dipercepat oleh adanya

hiperglikemia. AGE dibentuk sebagai akibat dari reaksi non-enzimatis antara

prekursor intrasel yang berasal dari glukosa (glioksal, metilglioksal, dan 3-

deoksiglukoson) dengan kelompok amino dari protein intrasel dan ekstrasel. AGE

berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE), yang diekspresikan pada sel inflamasi

(makrofag dan sel T) dan pada endotel serta otot polos pembuluh darah. Efek

merusak aksis pengisyaratan AGE-RAGE pada kompartemen pembuluh darah

meliputi: pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan proinflamasi dari makrofag

pada intima, terbentuknya ROS pada sel endotel, peningkatan aktivasi

prokoagulan pada sel endotel dan makrofag, peningkatan proliferasi otot polos

pembuluh darah dan sintesis matriks ekstrasel. Selain efek yang diperantarai oleh

reseptor, AGE dapat secara langsung berikatan silang dengan protein matriks

ekstrasel, sehingga menurunkan pembuangan protein sembari meningkatkan

deposit protein. Protein yang berikatan silang dengan AGE dapat menjebak

protein interstisial/protein plasma lain, contohnya LDL terperangkap di dalam

dinding pembuluh darah besar yang dimodifikasi oleh AGE sehingga

mempercepat terjadinya ateroskeloris (Kumar, et al., 2013).

Pada beberapa jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk transpor

glukosa (contoh saraf, lensa, ginjal, dan pembuluh darah), hiperglikemia

menyebabkan peningkatan glukosa intrasel yang kemudian akan dimetabolisme

oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, suatu poliol, dan pada akhirnya

13

Universitas Sumatera Utara


akan menjadi fruktosa, pada suatu reaksi yang menggunakan NADPH (bentuk

reduksi dari nikotinamida dinukleotida fosfat) sebagai suatu kofaktor. NADPH

juga diperlukan oleh enzim glutation reduktase pada suatu reaksi yang

menghasilkan glutation tereduksi (GSH). GSH merupakan salah satu mekanisme

antioksidan intrasel dan setiap reduksi GSH akan meningkatkan kerentanan sel

terhadap stres oksidatif (Kumar, et al., 2013).

2.5.2 Komplikasi pada Diabetes Mellitus

Komplikasi diabetes ditandai dengan perubahan struktur dan fungsi

vaskular, kemudian dilanjutkan dengan kerusakan dan kematian organ. Secara

spesifik, ada dua tipe komplikasi vaskular yang disebabkan oleh diabetes yaitu

komplikasi makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular (Ellenberg dan Rifkin‟s,

2005).

Diabetes memberikan akibat yang berat pada sistem pembuluh darah. Ciri

khas dari penyakit makrovaskular diabetik adalah aterosklerosis yang timbul lebih

cepat, mengenai aorta dan pembuluh darah berukuran besar dan sedang. Infark

miokardium yang disebabkan oleh aterosklerosis arteri koronaria merupakan

penyebab kematian tersering pada penderita diabetes. Diabetes melitus

meningkatkan radikal bebas, meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah.

Radikal bebas mengakiabtkan kerusakan sel endotelial kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas, peningkatan pelekatan leukosit dan trombosis,

akumulasi lipoprotein (LDL) terutama LDL teroksidasi dan kristal kolesterol,

pelekatan monosit ke endotel bermigrasi ke intima dan berdiferensiasi menjadi

makrofag dan sel busa (Kumar, et al., 2013). Sel busa merupakan lapisan yang

mengandung makrofag yang bermuatan lipid dan sel-sel otot polos yang

14

Universitas Sumatera Utara


sitoplasmanya membesar oleh lipid (Lapatta, 2013).

Komplikasi mikrovaskular diabetes sering juga disebut mikroangiopati

diabetes. Salah satu gambaran morfologik diabetes mikrovaskular adalah

penebalan difus membran basal. Penebalan ini paling nyata pada kapiler kulit, otot

skeletal, retina, glomerulus ginjal, dan medula ginjal. Walaupun terdapat

peningkatan ketebalan membran basal, namun pembuluh kapiler pasien diabetes

lebih mudah membocorkan protein plasma daripada kapiler normal (Kumar, et al.,

2013).

2.6 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam

tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya. Radikal bebas merupakan

spesies kimia mengandung sebuah elektron tanpa pasangan pada orbit terluar.

Situasi kimia demikian amat tidak stabil dan radikal bebas akan segera bergabung

dengan zat kimia anorganik atau organik. Apabila timbul dalam sel, radikal bebas

tersebut akan menyerang asam nukleat dan juga berbagai protein sel dan lipid.

Disamping itu, radikal bebas juga mengakibatkan molekul yang bereaksi

dengannya akan berubah menjadi radikal bebas lain, sehingga terjadi suatu

rangkaian kerusakan (Kumar, et al., 2013).

2.6.1 Antioksidan

Sel membentuk berbagai mekanisme untuk menghilangkan radikal bebas

dan dengan demikian akan mengurangi jejas. Radikal bebas tidak stabil dan akan

rusak dengan sendirinya. Sistem enzim yang berperan sehingga radikal bebas

menjadi nonaktif yaitu superoksida dismutase (SOD) yang dijumpai pada

15

Universitas Sumatera Utara


berbagai sel, peroksida glutathione (GSH) yang memiliki tugas utama melindungi

sel dari kerusakan oksidatif, katalase yang dijumpai pada peroksisom mampu

mendegradasi jutaan molekul H2O2 tiap detik. Selain itu, terdapat pula antioksidan

eksogen seperti vitamin E, vitamin A, vitamin C, dan beta-karoten yang dapat

menghalangi pembentukan radikal bebas atau memusnahkannya apabila telah

terbentuk (Kumar, et al., 2013).

2.7 Metformin

Metformin merupakan obat anti hiperglikemia oral yang bekerja dengan

meningkatkan sensitifitas insulin. Metformin mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di

jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus

diabetes melitus tipe 2 (Perkeni, 2015). Tidak seperti golongan sulfonilurea,

metformin (golongan biguanida) tidak memberikan efek hipoglikemik dan tikdan

meningkatkan berat badan. Fenformin dan buformin tidak dipakai lagi karena efek

samping asidosis laktat yang timbulkan, sedangkan metformin memiliki

kemungkinan yang kecil terjadinya asidosis laktat (Soegondo, et al., 2004).

2.8 Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

Pewarnaan komponen jaringan dengan muatan anionik (negatif) lebih

mudah dipulas dengan pewarna basa yang disebut basofilik, sedangkan komponen

jaringan dengan muatan kationik lebih mudah dipulas dengan pewarna asam yang

disebut asidofilik. Dari semua pewarna, kombinasi hematoksilin dan eosin (HE)

paling banyak dipakai. Hematoksilin memulas DNA intisel dan struktur asam

16

Universitas Sumatera Utara


lainnya disel (seperti bagian sitoplasma yang kaya RNA dan matriks tulang

rawan) menjadi biru. Sebaliknya eosin memulas sitoplasma dan kolagen menjadi

merah muda (Junqueira, 2014).

2.9 Imunohistokimia

Pada imunohistokimia, sediaan jaringan yang diduga mengandung protein

tertentu diinkubasi dalam larutan yang mengandung antibodi terhadap protein

tersebut. Interaksi yang sangat spesifik antar molekul adalah interaksi yang terjadi

antara antigen dan antibodinya. Oleh sebab itu, metode yang menggunakan

antibodi berlabel ternyata sangat berguna untuk menentukan dan memperlihatkan

letak protein spesifik yang dapat ditentukan oleh metode ini (Junqueira, 2014).

Metode IHC yang paling standar dan sering digunakan yaitu dengan

menggunakan pereaksi ABC, yaitu pemberian antibodi yang belum di label,

kemudian memberi label biotin untuk berikatan dengan antibodi, dan membentuk

kompleks dengan avidin-biotin peroksidase yang mana warna peroksidase

ditingkatkan dengan DAB (diaminobenzidine) (IHCworld, 2011).

2.9.1 Protein Ki-67

Protein Ki-67 adalah suatu protein inti non-histon yang diekspresikan

selama fase aktif siklus sel, kecuali G0. Antigen ini ditemukan pertama kali pada

tahun 1980-an di kota Kiel oleh Gerdes dan kawan-kawan (sehingga disebut „Ki‟).

Metode imunohistokimia dapat digunakan untuk melihat ekspresi Ki-67. Sel yang

mengekspresikan Ki-67 terlihat berwarna coklat (Darmayani, 2016).

17

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengamati

pengaruh EEHPT terhadap penurunan sel busa pada aorta tikus hiperglikemia dan

menghitung ekspresi Ki-67 pada aorta pada tikus hiperglikemia. Tahap penelitian

meliputi pengumpulan bahan uji, pengelolaan bahan, pembuatan simplisia dan

ekstrak, pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia, pengamatan

gambaran histopatologi, dan penghitungan skor ekspresi Ki-67. Penelitian ini

akan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium Farmakologi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan di Rumah Sakit Murni Teguh.

Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Komite Etik Penelitian

Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan

selama lebih kurang 3 (tiga) bulan.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium

(Iwaki pyrex), aluminium foil, blender (Philips), desikator, oven, mikroskop,

Glucometer (EasyTouch®GCU), Glucotest strip (EasyTouch®GCU strip test),

rotary evaporator (Stuart), alat destilasi, sentrifuge, neraca analitis (Boeco

Germany), kertas bebas abu, krus porselen, penangas air, oral sonde, mortir dan

stamfer, freeze dryer (Edwards), alat PK air, seperangkat alat bedah hewan, tanur,

kandang hewan, lemari pengering.

18

Universitas Sumatera Utara


3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba puguntano

(Picria fel-terrae Lour.), bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain

adalah berkualitas pro analisis, yaitu : air suling, etanol 96% (Merck),

streptozotosin (bioWORLD), tablet metformin (Hexpharm Jaya), strip glukosa,

ketamin (Bernofarm), hematoksilin eosin, Monoclonal Mouse Anti-Human Ki-67

Antigen Clone MIB-1.

3.2 Pembuatan Pereaksi dan Bahan Uji

3.2.1 Besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml

(Depkes RI, 1995).

3.2.2 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling

sebanyak 100 mL (Depkes RI, 1995).

3.2.3 Larutan Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai

100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.4 Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.5 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 mL larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai

100 mL (Depkes RI, 1995).

19

Universitas Sumatera Utara


3.2.6 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling

hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu

dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan

air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.7 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g -naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0.5 N hingga 100 ml

(Depkes RI, 1995).

3.2.8 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0.8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI,

1995).

3.2.9 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya

kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air

suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.10 Pereaksi Liebermann-Bouchard

Sebanyak lima bagian volume H2SO4 pekat dicampurkan dengan 50

bagian volume etanol 96%. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian

volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes

RI,1995).

20

Universitas Sumatera Utara


3.3 Pengumpulan dan Pengelolaan Bahan Tumbuhan

3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah simplisia herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.) yang

diperoleh dari Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta.

3.3.2 Pembuatan Simplisia

Tumbuhan puguntano (Picria fel-terrae Lour.) dibersihkan dari bagian

akar, dikumpulkan dan dicuci hingga bersih pada air mengalir dan ditiriskan,

kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Bahan dimasukkan di

dalam lemari pengering dengan temperatur 40-50ºC hingga kering yang ditandai

apabila dipatahkan telah rapuh. Simplisia selanjutnya dihaluskan dengan

menggunakan blender menjadi serbuk hingga agak halus lalu dimasukkan ke

dalam wadah tertutup dan disimpan di tempat kering.

3.3.3 Pembuatan dan Karakteristik Ekstrak

Karakteristik ekstrak meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar

air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan

kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam (WHO, 1992).

3.3.3.1 Pembuatan EEHPT

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol

96%. Sebanyak 600 g serbuk simplisia herba puguntano (Picria fel-terrae Lour.)

dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 4,5 liter etanol 96%, ditutup

21

Universitas Sumatera Utara


dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk

lalu diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan etanol 96% sebanyak 1,5 liter. Sari

dipindahkan kedalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari

cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan dan disaring. Dipekatkan dengan alat

rotary evaporator suhu 40 ºC sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).

3.3.3.2 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, tekstur

dan ukuran serta pemeriksaan organoleptik dengan mengamati warna, rasa dan

bau dari tumbuhan segar, simplisia dan serbuk simplisia herba puguntano.

3.3.3.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi

toluena). Cara kerja:

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas

bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume

air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan

ke dalam labu yang berisi toluena jenuh tersebut. Lalu dipanaskan hati-hati selama

15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap

detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi

dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam

pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian

22

Universitas Sumatera Utara


tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena

memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua

volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan

yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat, dikocok sesekali selama 6 jam pertama. Dibiarkan selama 18 jam,

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan

pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen dari yang larut dalam

air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml

etanol 96% di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali kemudian dibiarkan

selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20

ml filtrat diuapkan dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah

dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu

1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96%

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu

23

Universitas Sumatera Utara


600C 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.

Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4 Skrining Fitokimia EEHPT

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes RI (1995) dan Farnsworth

(1966) untuk mengetahui golongan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, tanin,

flavonoid, dan steroid/triterpenoid.

3.4.1 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida:

diambil tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-

masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, Bouchardat, dan

Dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling

sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.4.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat

24

Universitas Sumatera Utara


ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna

merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.4.3 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid

Serbuk ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksana 2

jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya

ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Positig jika terbentuk warna ungu

atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau (Harborne, 1987).

3.4.4 Pemeriksaan Saponin

Serbuk ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama

10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10

menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Pemeriksaan Tanin

Serbuk daun ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam

100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes

pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.4.6 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol

95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks 2 jam, didinginkan

dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal

(II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan

25

Universitas Sumatera Utara


20 ml campuran isopropanol dan CHCl3 (2:3), dilakukan berulang 3 kali. Sari air

dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya

dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut:

0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas

penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui

dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan

menunjukkan glikosida (Depkes RI, 1995).

3.5 Uji Aktivitas Proliferasi Sel pada Aorta Tikus Hiperglikemia

3.5.1 Penyiapan Hewan Uji

Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat 180-200

gram. Sebelum percobaan, tikus terlebih dahulu dipelihara selama 2 minggu

dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya, yaitu dengan

penerimaan cahaya 12 jam gelap dan 12 jam terang (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak dan Streptozotosin (STZ)

Suspensi ekstrak dibuat dengan menggunakan CMC-Na 1% dalam

konsentrasi tertentu. Larutan STZ dibuat dengan melarutkan STZ dengan akuades

dengan dosis 35 mg/kgBB (Asniman, 2017). Tikus dibagi kedalam 4 kelompok

perlakuan (EEHPT dosis 200 mg/kgBB, metformin dosis 45 mg/kgBB, CMC-Na

1%, dan tikus normal), masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus.

Suspensi EEHPT, metformin, dan CMC-Na diberikan setiap hari selama 15 hari.

26

Universitas Sumatera Utara


3.5.3 Penentuan Jaringan Aorta Tikus Hiperglikemia untuk Pengujian IHC

Tikus DM yang akan diuji untuk melihat proliferasi sel yang terjadi pada

aorta ditentukan berdasarkan uji antidiabetes. Uji antidiabetes dilakukan terhadap

25 ekor tikus yang dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan dan diberi EEHPT

untuk melihat penurunan kadar gula darah (Asniman, 2017). Berdasarkan

penelitian Asniman (2017), EEHPT dengan dosis 200 mg/kgBB memberikan efek

penurunan kadar gula darah yang paling optimal. Tikus yang diberikan EEHPT

dengan dosis 200 mg/kgBB, tikus CMC-Na, tikus metformin, dan tikus normal

dibedah dan diambil aortanya untuk diamati sel yang mengalami proliferasi.

Pengamatan proliferasi sel dilakukan dengan metode immunohistochemistry, yang

diawali dengan pembuatan blok parafin, pembuatan preparat HE, dan dilanjutkan

dengan immunohistochemistry menggunakan protein Ki-67.

3.5.3.1 Pembuatan Blok Parafin

Langkah-langkah pembuatan blok parafin adalah sebagai berikut

(Hasibuan, 2014):

a. Sampel diambil pada jaringan aorta tikus yang mengalami diabetes, lalu

direndam dengan buffer formalin 10% selama 2-4 jam.

b. Sampel diambil pada jaringan aorta tikus, lalu direndam dengan buffer

formalin 10% selama 2-4 jam.

c. Dilakukan proses dehidasi dengan alkohol bertingkat. Pada masing-masing

proses dilakukan selama 30 menit sampai 1 jam.

d. Tahap selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan larutan xylol yaitu

xylol I, xylol II, dan xylol III masing-masing selama 1-2 jam.

27

Universitas Sumatera Utara


e. Proses penanaman. Caranya: sampel direndam dalam campuran xylol dan

parafin cair pada suhu 60-700C, dengan perbandingan xylol:parafin berturut-

turut 3:1 , 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 2 jam.

f. Dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin

dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7

3.5.3.2 Pemeriksaan Histologi Aorta Tikus

Pemeriksaan histologi aorta tikus dengan pembuatan preparat histologi

dengan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin (HE). Proses pembuatan preparat

histologi dan pewarnaan HE (Hasibuan, 2014):

a. Jaringan yang telah diblok parafin dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian

organ diambil menggunakan object glass dan disimpan dalam inkubator

dengan suhu 370C selama 24 jam.

b. Dideparafinasi dengan larutan xylol (I dan II) selama 2 menit.

c. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara merendamkan sediaan ke

dalam alkohol bertingkat selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air

yang mengalir (air kran) selama 1 menit.

d. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit.

e. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik.

f. Dicelupkan kedalam larutan lithium carbonat selama 15-30 detik.

g. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit.

h. Direndam dalam larutan eosin selama 2-3 menit.

i. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik.

j. Preparat dicelupkan kedalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut

sebanyak 10 kali celupan selama 2 menit.

28

Universitas Sumatera Utara


k. Kemudian dicelupkan ke dalam xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2

menit.

l. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem (Entellan®) dan

ditutup dengan cover glass.

m. Diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.

3.5.3.3 Pengujian Ekspresi Ki-67 dengan metode IHC

Langkah-langkah pengerjaan pulasan Ki-67 untuk mengamati proliferasi

sel adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2014):

a. Deparafinasi slide (xylol I, xylol II, xylol III) masing-masing 5 menit.

b. Dilakukan rehidrasi masing-masing 4 menit kemudian dicuci dengan air

mengalir selama 5 menit.

c. Dimasukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitop Retrieval kemudian

dilakukan set up pre heat 650C, kemudian running time 980C selama 15 menit.

Waktu yang dibutuhkan proses ini adalah selama lebih kurang 1 jam.

d. Kemudian dilakukan Pap Pen dan segera dimasukkan dalam Tris Buffered

Saline pH 7,4 selama 5 menit.

e. Dilakukan blocking dengan hidrogen peroksida, inkubasi selama 5-10 menit.

f. Dicuci dalam Tris Buffered Saline pH 7,4 selama 5 menit.

g. Dilakukan blocking dengan Normal Horse Serum (NHS) 3% selama 5 menit.

h. Dicuci kembali dengan TBS pH 7,4 selama 5 menit.

i. Diinkubasi dengan antibodi monoklonal MIB-1 (untuk pulasan Ki-67)

konsentrasi 0,4 mg/ml pengenceran 1:50 selama 1 jam.

j. Dicuci dengan TBS pH 7,4 selama 5 menit.

k. Dako Real Envision Rabbit/Mouse dilabel biotin selama 30 menit.

29

Universitas Sumatera Utara


l. Dicuci dengan TBS pH 7,4 selama 5-10 menit.

m. Diinkubasi dengan konjugat avidin-peroksidase suhu kamar selama 30 menit.

n. Dicuci dengan TBS pH 7,4 / Tween 20 selama 5-10 menit.

o. Diinkubasi dengan campuran substrat-kromogen solution (20 DAB : 1000

substrat hidrogen peroksida 0,01%) selama 10 menit suhu kamar.

p. Dicuci dengan air mengalir selama 10 menit lalu dilakukan counterstain

dengan hematoksilin selama 15 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir

selama 5 menit

q. Dimasukkan dalam larutan lithium carbonat selama 2 menit.

r. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 5 menit lalu dilakukan dehidrasi

masing-masing 5 menit.

s. Dilakukan clearing dengan xylol I, xylol II, xylol III masing-masing selama 5

menit.

t. Dilakukan mounting dan ditutup dengan cover glass.

3.6 Analisis Data

Data hasil penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk

menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan

menggunakan uji ANOVA satu arah untuk menentukan perbedaan rata-rata

diantara perlakuan menggunakan program SPSS 21.0. Jika terdapat perbedaan,

dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok perlakuan. Berdasarkan nilai signifikasi, p<0,05

dianggap signifikan. Analisis data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8,

halaman 57.

30

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

oleh Denny Satria di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Bogor, menyatakan bahwa tumbuhan yang diteliti merupakan

tumbuhan Puguntano yang termasuk suku Linderniaceae jenis Picria fel-terrae

Lour. Hasil identifikasi sampel dapat pada Lampiran 2, halaman 47.

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba Puguntano (Picria fel-


terrae Lour.)

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik herba puguntano adalah daun berwarna

hijau, berbentuk bulat telur, tepi daun beringgit, permukaan daun kasar dan

berbulu, batang berwarna coklat muda, batang bercabang tunggal yang dapat

dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba Puguntano

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia herba puguntano


No Uraian Simplisia (%) Syarat (MMI)
1. Kadar air 5,54 ≤ 10%
2. Kadar sari yang larut air 18,51 -
3. Kadar sari yang larut etanol 7,19 -
4. Kadar abu total 8,43 -
5. Kadar abu yang tidak larut asam 0,57 -

31

Universitas Sumatera Utara


Pembuatan simplisia dilakukan dengan proses pengeringan sehingga

mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka

waktu yang lama. Standardisasi kadar air simplisia memenuhi syarat yaitu tidak

lebih dari 10% (Depkes RI, 1986). Hasil penetapan kadar air simplisia herba

puguntano adalah 5,54%. Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan

batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir oleh simplisia. Kadar

air yang tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sediaan dan merupakan

media pertumbuhan mikroorganisme.

Penetapan kadar sari larut air dilakukan menggunakan pelarut air untuk

mengetahui kadar senyawa kimia yang bersifat polar yang terkandung dalam

simplisia. Sedangkan penetapan kadar sari larut etanol dilakukan menggunakan

pelarut etanol untuk mengetahui kadar senyawa kimia yang bersifat polar maupun

nonpolar yang terkandung dalam simplisia. Kadar sari larut air dan kadar sari larut

etanol pada simplisia herba puguntano berturut-turut adalah 18,51% dan 7,19%.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal (abu fisiologis) yang berasal dari tanaman itu sendiri, dan eksternal (abu

nonfisiologis) yang berasal dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat dalam

sampel (WHO, 1992). Hasil penetapan kadar abu dalam simplisia herba

puguntano adalah 8,43%. Penetapan kadar abu tidak larut asam dimaksudkan

untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia

(WHO,1992). Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam pada simplisia herba

puguntano adalah 0,57%. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan

kesehatan sehingga diperlukan penetapan kadar abu dan kadar abu tidak larut

asam untuk menjamin sediaan tidak berbahaya jika digunakan.

32

Universitas Sumatera Utara


4.4 Skrining Fitokimia

Skrining fitokima terhadap SHPT dan EEHPT dapat dilihat pada Tabel

4.2. Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa SHPT positif terhadap senyawa

golongan flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, dan glikosida. Sedangkan

pada EEHPT positif terhadap senyawa golongan flavonoid, saponin, tanin,

steroid/triterpenoid, dan glikosida.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia herba puguntano (SHPT) dan ekstrak
etanol herba puguntano (EEHPT).
No Skrining Pereaksi SHPT EEHPT
Dragendorff (-) endapan coklat (-) endapan coklat
(-) endapan
1. Alkaloid Bouchardat (-) endapan kuning
kuning
Mayer (-) endapan putih (-) endapan putih
2. Flavonoid Zn+ HCl pekat (+) merah (+) merah
(+) hijau (+) hijau
3. Tanin FeCl3 1%
kehitaman kehitaman
Triterpeno Liebermann-
4. (+) merah ungu (+) merah ungu
id/Steroid Bouchard
5. Saponin Air panas, dikocok (+) busa (+) busa
6. Glikosida Molish (+) coklat (+) coklat

4.5 Hasil Pengujian Gambaran Histopatologi dan Skor Ekspresi Ki-67 Aorta
Tikus Hiperglikemia

4.5.1 Gambaran Histopatologi Aorta Tikus Hiperglikemia

Hasil pengujian aktivitas antidiabetes ekstrak etanol herba puguntano

(Picria fel-terrae Lour.) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asniman

(2017) menyatakan bahwa EEHPT dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kgBB

dapat menurunkan KGD tikus yang diinduksi STZ. Hal ini dapat terjadi karena

adanya senyawa saponin pada herba puguntano. EEHPT dengan dosis 200

mg/kgBB memberikan efek penuruan kadar gula darah yang paling optimal.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman puguntano

berkhasiat menurunkan kadar gula darah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

33

Universitas Sumatera Utara


Harfina (2012) diduga senyawa glikosida yang terkandung dalam serbuk

simplisia puguntano memberikan efek penurunan kadar gula darah yaitu dengan

merangsang sekresi insulin. Selain itu, terdapat juga golongan senyawa fitosterol

yang berperan dalam merangsang sensitifitas insulin, meningkatkan produksi

insulin, dan sebagai antioksidan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada

sel-sel di Langerhans.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Billy Stinggo (2017) pemberian

puguntano dapat menurunkan nilai HOMA-IR pada pasien penderita DM tipe II.

HOMA-IR merupakan metode yang telah tervalidasi untuk menilai resistensi

insulin pada penderita diabetes. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Sitoningrum (2017) pemberian ekstrak puguntano pada pasien DM tipe II dapat

meningkatkan kadar adiponektin yang merupakan produk adiposit penting yang

dapat mempengaruhi sensitivitas dan resistensi insulin.

Dalam penelitian ini digunakan pewarnaan histopatologi menggunakan

kombinasi pewarna hematoksilin eosin. Hematoksilin memulas DNA intisel dan

struktur asam lainnya disel (seperti bagian sitoplasma yang kaya RNA dan

matriks tulang rawan) menjadi biru. Sebaliknya eosin memulas sitoplasma dan

kolagen menjadi merah muda (Junqueira, 2014). Kemudian diamati gambaran

histopatologi aorta tikus yang diinduksi streptozotosin untuk melihat apakah

terdapat sel busa di tunika intima.

Sel busa merupakan lapisan yang mengandung makrofag yang bermuatan

lipid dan sel-sel otot polos yang sitoplasmanya membesar oleh lipid. Sel busa

terbentuk akibat terjadinya oksidasi LDL yang akan meningkatkan timbunan

lemak di dalam sel dan luar sel (Lapatta, 2013). Berdasarkan penelitian yang

34

Universitas Sumatera Utara


dilakukan oleh Fatmawati (2008), terjadi peningkatan kadar LDL tikus yang

diabetes dimana setelah pemberian ekstrak herba sambiloto menurunkan kadar

LDL dan meningkatkan kadar HDL dikarenakan herba sambiloto mengandung

flavonoid yang dapat bekerja sebagai antioksidan.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.1 menunjukkan gambaran histopatologi aorta tikus

Keterangan:
(a) : gambaran histopatologi aorta tikus kontrol negatif dengan CMC-Na 1%
(b) : gambaran histopatologi aorta tikus dengan pemberian metformin
(c) : gambaran histopatologi aorta tikus dengan pemberian EEHPT
(d) : gambaran histopatologi aorta tikus normal
Panah merah menunjukkan sel busa yang berwarna putih

Hasil pengamatan gambaran histopatologi aorta tikus yang diinduksi

streptozotosin dan tidak diberi perlakuan, menunjukkan adanya sel busa yang

sangat banyak pada tunika intima (gambar a). Pada tikus yang diberi perlakuan

dengan metformin, masih terdapat sel busa yang sedikit pada tunika intima

(gambar b). Sementara untuk tikus yang diberi perlakuan dengan EEHPT tidak

35

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan adanya sel busa pada tunika intima menandakan adanya perbaikan

sel (gambar c). Pada tikus normal yang tidak diinduksi dengan streptozotosin

menunjukkan gambaran aorta normal yang tidak ada sel busanya (gambar d).

Gambaran histopatologi aorta tikus dapat dilihat pada Gambar 4.1

Diabetes dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular yang disebabkan

karena adanya perubahan struktur dan fungsi vaskular, yang berujung pada

kerusakan dan kematian organ (Ellenberg, 2015). Resistensi insulin akibat

diabetes menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxygen species

dari asam lemak bebas sehingga mengakibatkan terjadinya kondisi stres oksidatif.

Produksi ROS yang meningkat mengakibatkan terjadinya inaktivasi enzim anti-

aterosklerosis (Giacco,2011). Produksi ROS yang berlebihan juga akan

mengoksidasi LDL ekstraseluler. Oksidasi LDL yang mengalami kematian akibat

fagositosis oleh makrofag kemudian terakumulasi membentuk sel busa (foam cell)

(Kumar, et al., 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Lapatta (2013) menyatakan bahwa tikus

wistar yang dipapari asap rokok dengan dosis 24 batang/hari selama

30 hari secara histopatologi menunjukan pembentukan sel busa pada tunika intima

sampai media pembuluh darah aorta tikus. Asap rokok dapat menimbulkan radikal

bebas di dalam tubuh yang dapat mencetuskan terjadinya aterosklerosis pada

pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan.

4.5.2 Skor Ekspresi Ki-67 pada Aorta Tikus Hiperglikemia

Oksidatif stres yang disebabkan oleh kondisi diabetes mengakibatkan

disfungsi endotel. Disfungsi endotel diartikan sebagai ketidakseimbangan antara

faktor relaksasi dan kontraksi. Sementara itu, di dalam sumsum tulang dan aliran

36

Universitas Sumatera Utara


darah tepi terdapat sel-sel yang mampu membelah dan berdiferensiasi menjadi

sel-sel endotel dan memperbaiki jaringan iskemik akibat rusaknya dinding

pembuluh darah dengan mekanisme reendotelialisasi melalui proses angiogenesis.

Sel-sel ini disebut Endothelial Progenitor Cell (EPC) (Athiroh dan Nur, 2012).

Peningkatan produksi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) akan

menstimulasi proses angiogenesis. VEGF merupakan mediator penting dalam

pembentukan pembuluh darah. VEGF kemudian meningkatkan aktivitas enzim

protease dan migrasi sel endotel. Sel endotel bermigrasi ke matriks yang telah

terdegradasi. Proses tersebut diikuti dengan proliferasi sel endotel (Nugroho,

2016). Ki-67 merupakan marker terhadap proliferasi sel yang diekspresikan

selama semua fase aktif siklus sel, kecuali G0 (Darmayani, 2016).

Dalam penelitian ini dihitung skor ekspresi Ki-67 aorta tikus untuk

melihat apakah terdapat peningkatan proliferasi sel sehingga dapat memperbaiki

sel yang rusak akibat diabetes. Semakin tinggi nilai skor ekspresi Ki-67, maka

semakin besar pula proliferasi selnya sehingga sel-sel yang rusak mengalami

perbaikan.

Gambaran mikroskopik pulasan aorta dengan protein Ki-67 dapat dilihat

pada Gambar 4.2. Skor ekspresi Ki-67 pada aorta tikus yang diinduksi

streptozotosin dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perhitungan skor ekspresi Ki-67 pada

tiap-tiap kelompok perlakuan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan

perbesaran 40x dan dibagi menjadi 4 lapangan pandang. Dihitung persentase sel

yang mengekspresikan Ki-67 (berwarna coklat) dari 200 sel yang diamati dengan

bantuan aplikasi Image Raster.

37

Universitas Sumatera Utara


(1a) (1b)

(2a) (2b)

(3a) (3b)

(4a) (4b)
Gambar 4.2 Gambaran mikroskopik ekspresi Ki-67 pada aorta tikus dengan
perbesaran 10x dan 40x
Keterangan:
1 : Kelompok kontrol negatif
2 : Kelompok metformin
3 : Kelompok EEHPT
4 : Kelompok normal
a : Perbesaran mikroskop 10x
b : Perbesaran mikroskop 40x
Panah merah menunjukkan ekspresi Ki-67 yang berwarna coklat

38

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Perhitungan skor ekspresi Ki-67 aorta tikus
Skor Ekspresi Ki-67 Rata-rata Skor Ekspresi
Perlakuan
(%) (% SD)
13,5
Kontrol Negatif
9,5 9,833 3,512a
(CMC-Na)
6,5
31,0
Metformin 32,5 30,167 2,843b
27,0
52,0
EEHPT 45,5 47,000 4,444ab
43,5
76,5
Normal 82,0 78,000 3,500ab
75,5

Keterangan:
a. Sig (p) < 0,05 = ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin
b. Sig (p) < 0,05 = ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol
negatif

90
Rata-Rata Skor Ekspresi Ki-67

78.000
80
70
60
47.000
50
40 30.167 Rata-rata Skor
30 Ekspresi Ki-67
20 9.833 (%±SD)
10
0
Kontrol Negatif Metformin EEHPT Normal
Perlakuan

Grafik 4.1 Grafik batang rata-rata skor ekspresi Ki-67 aorta tikus (% SD).

Pada Tabel 4.3 terdapat perbedaan skor ekspresi Ki-67 pada masing-

masing perlakuan. Pada kelompok perlakuan tikus normal menunjukkan skor

ekspresi Ki-67 yang berbeda signifikan dengan kelompok metformin (sign 0,000;

p<0,05), berbeda signifikan dengan kelompok EEHPT (sign 0,000; p<0,05), dan

berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif (sign 0,000; p<0,05). Skor

ekspresi Ki-67 pada kelompok perlakuan tikus normal menunjukkan angka

39

Universitas Sumatera Utara


tertinggi (78,000 3,500). Hal ini menunjukkan bahwa pada tikus normal

proliferasi sel sangat cepat.

Pada Tabel 4.3 tikus dengan kelompok EEHPT menunjukkan skor

ekspresi yang berbeda signifikan dengan kelompok metformin (sign 0,002;

p<0,05), dan berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif (sign 0,000;

p<0,05). Namun, skor ekspresi pada kelompok EEHPT menunjukkan angka yang

lebih tinggi yaitu 47,000 4,444, dibandingkan dengan kelompok metformin

(30,167 2,843) dan kelompok perlakuan kontrol negatif (9,833 3,512).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEHPT pada tikus

diabetes memberikan skor ekspresi Ki-67 yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pemberian metformin. Hal ini menunjukkan bahwa EEHPT lebih baik dalam

memperbaiki sel yang rusak akibat diabetes.

Penelitian Suhatri, dkk., (2009) menyatakan bahwa perbaikan kerusakan

sel endotelial mungkin disebabkan oleh kandungan polifenol (flavonoid dan metil

galat) dari fraksi etil asetat dengan aktivitas antioksidannya yang tinggi. Penelitian

Athiroh dan Nur (2012) menunjukkan bahwa flavonoid dari benalu teh diduga

mampu memperbaiki disfungsi endotel melalui mekanisme reendotelisasi.

Penelitian Nugroho (2016) mendapatkan kandungan flavonoid dan saponin dari

mentimun meningkatkan kerja VEGF sehingga dapat meningkatkan angiogenesis

yang kemudian diikuti oleh proliferasi sel.

Berdasarkan urairan diatas diduga EEHPT memiliki aktivitas yang sama

dalam memperbaiki sel yang rusak dengan meningkatkan VEGF karena EEHPT

positif mengandung flavonoid.

40

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Telah diteliti pengaruh ekstrak etanol herba puguntano terhadap skor

ekspresi Ki-67 pada aorta tikus yang diinduksi streptozotosin. Adapun kesimpulan

dari hasil penelitian ini adalah:

a. EEHPT dapat mengurangi sel busa yang terbentuk akibat stres oksidatif pada

kondisi diabetes.

b. EEHPT menunjukkan proliferasi sel yang lebih baik dibandingkan dengan

kelompok perlakuan metformin dan kontrol negatif berdasarkan perbedaan

rata-rata skor ekspresi Ki-67.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat ekspresi ROS

(reactive oxygen species) pada sel aorta menggunakan metode imunositokimia.

41

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Picria fel-terrae Lour. Diunduh dari laman http://www.


theplantlist.org/tpl1.1/record/kew-2549224. Diakses pada tanggal 17
Januari 2018.

Anonim. (2015). Sagai-Uak. Diunduh dari laman http://www.stuartxchange.org/


Sagai-uak.html. Diakses pada tanggal 17 januari 2018.

Asih, I. A. R. A., Sudiarta, I. W., dan Suci, A. A. W. (2015). Aktivitas


Antioksidan Senyawa Golongan Flavonoid Ekstrak Etanol Daging Buah
Terong Belanda (Solanum betaceum Cav.). Jurnal Kimia, (9)1: 39.

Asniman, N. (2018). Pengaruh Ekstrak Etanol Herba Puguntano (Picria fel-terrae


Lour.) Terhadap Kadar Soluble Receptor Advanced Glycation End
Product Pada Tikus Hiperglikemia. Skripsi. Program Studi Ekstensi
Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Athiroh, N., dan Nur, P. (2012). Mekanisme Kerja Benau Teh Pada Pembuluh
Darah. Jurnal Kedokteran Brawijaya, (27)1: 1-5.

Darmayani, P. R. (2016). Indeks Mitosis dan Indeks Proliferasi Protein Ki-67


Lebih Tinggi pada Karsinoma Sel Basal Tipe Agresif Dibandingkan Tipe
Non Agresif. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Hal. 34.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan. Hal. 29-31, 33, 649, 748.

Depkes RI. (1986). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 300-306, 321, 325, 333-337.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan. Hal. 29-31, 33, 649, 748.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 300-306, 321, 325, 333-337.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11.

Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 16.

Dewi, N. W. O. A. C., Puspawati, N. M., Swantara, I. M. D., Asih, I. A. R. A.,


dan Rita, W. S. (2014). Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Ekstrak
Etanol Biji Terong Belanda (Solanum betaceum, syn) dalam Menghambat
Reaksi Peroksidasi Lemak pada Plasma Darah Tikus Wistar. Indonesian
E-Journal of Applied Chemistry, (2)1: 7.

42

Universitas Sumatera Utara


Ellenberg dan Rifkin‟s. (2005). The Diabetes Mellitus Manual. Edisi Keenam.
New York: The McGraw-Hill Companies. Hal. 408, 421, 422.

Farnsworth, N. R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Sciences, (55)3: 260-264.

Fatmawati, E. (2008). Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto


(Andrographis paniculata Ness.) terhadap Kadar Kolesterol, LDL (Low
Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan Trigliserida
Darah Tikus (Rattus novergicus) Diabetes. Skripsi. Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN.

Furqan, M., Hadisahputra, S., dan Rosidah. (2014). Effects of Inhibition Cell
Cycle and Apoptosis of Poguntano leaves Ethylacetate Extract (Picria fel-
terrae Lour.) on Breast Cancer Cells. International Journal of PharmTech
Research, (6)3: 1096.

Giacco, F., dan Michael B. (2011). Oxidative Stress and Diabetic Complications.
New York: American Heart Association, Inc. Hal. 1066.

Goud, B.J., Swamy, B.K.C., dan Dwarakanath, V. (2015). Streptozotocin – A


Diabetogenic Agent in Animal Model. International Journal of Pharmacy
& Pharmaceutical Research, (3)1: 253, 258-264.

Harahap, U., Patilaya, P., Marianne., Yuliasmi, S., Husori, D. I., Prasetyo, B. E.,
Sumantri, I. B., dan Wahyuni, H. S. (2013). Profil Fitokimia Ekstrak
Etanol Daun Puguntano (Curanga fel-terrae Lour.) yang Berpotensi
Sebagai Antiasma. Seminar Nasional Sains dan Teknologi V. Hal. 425.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Edisi kedua. Bandung: ITB-Press. Hal. 6,71, 76, 84-85, 94-97.

Harfina, F., Bahri, S., dan Saragih, A. (2012). Pengaruh Serbuk Daun Puguntano
(Curanga fel-terrae Merr.) pada Pasien Diabetes Mellitus. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology, (1)2: 113, 117.

Hasibuan, P. A. Z. (2014). Aktivitas Antioksidan dan Antikanker Ekstrak Daun


Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) Terhadap
Kanker Payudara Secara In Vitro dan In Vivo. Disertasi. Program Studi
Doktor Ilmu Farmasi USU. Hal. 80-85.

Hezer, S., Wijaya, I., dan Widjayahadi, N. (2014). Ekspresi Caspase 3 dan Ki-67
pada Adenokarsinoma Mammae Mencit C3H dengan Pemberian Ekstrak
Akar Salvia milthiorrhiza Bunge. J Indon Med Assoc, (64)5: 234-239.

IHCWorld. (2011). Standar Immunohistochemistry Staining Method Avidin


Biotion Complex (ABC) Method. Diunduh dari laman http://ihcworld.com
/protocols/general_IHC/standard_abc_method.htm. Diakses pada tanggal
21 Maret 2018.

43

Universitas Sumatera Utara


Junqueira. (2014). Histologi Dasar. Edisi 12. Jakarta: EGC. Hal. 1-3, 12-13.

Juwita, N.A. (2009). Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pugun
Tano (Curanga fel- terrae Merr.) terhadap Mencit Putih. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi USU.

Kumar., Abbas., dan Aster. (2013). Buku Ajar Patologi. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Inc. Hal. 13-14, 329-335, 728-729.

Lapatta, N., Loho, L., dan Lintong, P. (2013). Gambaran Histopatologi Aorta
Tikus Wistar yang Terpapar Asap Rokok. Jurnal e-Biomedik, (1)2: 1021-
2022.

Nugroho, A. M., Ulfa, E., dan Rena, N. (2016). Pengaruh Gel Ekstrak dan Serbuk
Mentimun (Cucumis sativus) Terhadap Angiogenesis Pada Penyembuhan
Luka Bakar Derajat IIB Pada Tikus Wistar. E-Jurnal Pustaka Kesehatan,
(4)3: 443-447.

Patilaya, P., Husori, D. I., dan Sumantri, I. B. (2017). The Anthelmintic effects of
ethanol extract of Curanga fel-terrae leaves on Ascaridia galli. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, (10)2: 118.

Perkeni. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PB-Perkeni. Hal. 1, 28.

Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif, dan Peranannya dalan


Sistem Biologis. Jurnal Belian, (9)2: 196.

Selawa, W., Runtuwene, M. R. J., dan Citraningtyas, G. (2013). Kandungan


Flavonoid dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun
Binahong (Anredera cordifolia (T en.)Steenis.). Pharmacon: Jurnal
Ilmiah Farmasi, (2)1: 18.

Shams, A. S., Mohammed, M. H., Loka, M. M., dan Rahman, G. M. A. (2016).


Assessment of the Protective Role of Prenatal Zinc versus Insulin
Supplementation on Fetal Cardiac Damage Induced by Maternal Diabetic
in Rat Using Caspase-3 and Ki-67 Immunohitochemical Stains.
Cardiology Research and Practice, (16): 8.

Sibagariang, H. E. (2017). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Puguntano


(Curanga fel-terrae Lour.) terhadap Kadar Superoxide Dismutase (SOD)
pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Tesis. Program Magister
Kedokteran Klinik USU.

Soegondo, S., Pradana, S., dan Imam, S. (2004). Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 25, 38-39.

Stinggo, B., dan Dharma, L. (2017). Pengaruh Puguntano terhadap HOMA-IR


pada Pasien Diabetes Mellitus yang Baru di Diagnosis. Divisi Endokrin
dan Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam USU, (49)2: 70-71.

44

Universitas Sumatera Utara


Sudiana, I. (2005). Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta: CV
Sagung Seto. Hal. 6, 24-27.

Suhatri., Netty, M., Delva, Y., dan Rahmi, Y. (2009). Efek Proteksi Fraksi Etil
Asetat Daun Surian (Toona sureni (Blume) Merr.) Terhadap
Aterosklerosis. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, (1)1: 10-19.

Warsito dan Wuryastuti. (2014). Antibodi dan Imunohistokimia. Yogyakarta:


Rapha Publishing. Hal. 46-51.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal


Plant Material. Switherland: WHO.

Zou, J. M., Wang, L. S., Ma, X. M., Guo, Y. J., dan Shi, R. B. (2006). A new
Cucurbitacin from Picria fel-terrae. US National Library of Medicine,
(8)4: 367-371.

45

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan

46

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Surat hasil identifikasi tumbuhan

47

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Gambar makroskopik herba puguntano

B C
Keterangan:
A: herba puguntano segar
B: simplisia herba puguntano
C: serbuk simplisia herba puguntano

48

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Bagan pembuatan simplisia

Herba Puguntano
Dicuci dari pengotor sampai bersih

Ditiriskan

Dipotong kecil-kecil

Ditimbang berat basah

Dikeringkan

Ditimbang berat kering

Simplisia
Dihaluskan dengan blender

Disimpan

Serbuk Simplisia

49

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Bagan pembuatan ekstrak

Serbuk Simplisia Herba


Puguntano 600 g

Dimasukkan kedalam bejana

Ditambahkan etanol 96% 4,5 liter

Didiamkan selama 5 hari dengan sesekali


pengadukan tanpa terkena sinar matahari

Disaring, ampas diperas dan dicuci


dengan 1,5 liter etanol 96%

Filtrat Residu

Dimasukkan kedalam rotary evaporator

Ekstrak Etanol Residu

Diuapkan diatas penangas air

Ekstrak Kental
95,395 g

50

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia herba
puguntano

1. Perhitungan kadar air serbuk simplisia herba puguntano

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (𝑚𝑙)


% = Kadar etanol simplisia = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1. 3, 0030 1,15 1,30
2. 3, 0024 1,30 1,50
3. 3, 0009 1,50 1,65

1 30 ; 1 15
a. Kadar air = x 100% = 4,99%
3 0030

1 50 ;1 30
b. Kadar air = x 100% = 6,66 %
3 0024

1 65 ;1 50
c. Kadar air = x 100% = 4,99%
3 0009

4 99 :6 66 :4 99
% Rata-rata = = 5,54%
3

2. Perhitungan kadar sari larut dalam air

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖 (𝑔) 100


% = Kadar sari larut dalam air = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) x x 100%
20

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)


1. 5,0129 0,1813
2. 5,0118 0,2136
3. 5,0120 0,1619
0 1813 100
a. Kadar sari larut dalam air = 5 0129 100% = 18,08%
20

0 2136 100
b. Kadar sari larut dalam air = 5 0118 100% = 21,30%
20

0 1619 100
c. Kadar sari larut dalam air = 5 0120 100% = 16,15%
20

18 08 :21 30 :16 15
% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 18,51%
3

51

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. (Lanjutan)

3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖 (𝑔) 100
% = Kadar sari larut dalam etanol = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) x x 100%
20

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)


1. 5,0180 0,0742
2. 5,0183 0,0750
3. 5,0183 0,0674
0 0742 100
a. Kadar sari larut dalam etanol = 5 0180 100% = 7,39%
20

0 0750 100
b. Kadar sari larut dalam etanol = 5 0183 100% = 7,47%
20

0 0674 100
c. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 6,71%
5 0183 20

7 39 :7 47 :6 71
% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 7,19%
3

4. Perhitungan kadar abu total

berat abu (g)


% Kadar abu total = berat simplisia (g) 100%

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 1,0026 0,0892
2. 1,0569 0,0846
3. 1,0221 0,0861

0 0892
1. Kadar abu total = 1 0026 100% = 8,89%

0 0846
2. Kadar abu total = 1 0569 100% = 8,00%

0 0861
3. Kadar abu total = 1 0221 100% = 8,42%

8 89 :8 00 : 8 42
% Rata-rata kadar abu total = = 8,43%
3

52

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. (Lanjutan)

5. Perhitungan kadar abu simplisia tidak larut dalam asam

berat abu (g)


% Kadar abu tidak larut dalam asam = berat simplisia (g) x 100%

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 1,0026 0,0071
2. 1,0569 0,0047
3. 1,0221 0,0059

0 0071
1. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0026 x 100% = 0,70%

0 0047
2. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0569 x 100% = 0,44%

0 0059
3. Kadar abu tidak larut dalam asam = 1 0221 x 100% = 0,57%

0 70 :0 44 :0 57
% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,57%
3

53

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Contoh perhitungan dosis
Tabel konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia

Dosis pada hewan yang dicari


Dosis
Men Kelin Manu
yang Tikus Marmot Kucing Kera Anjing
cit ci sia
diket
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2,0 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,21 17,8 56,0
Marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
0,01
Kera 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
6
0,00
Manusia 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
26

1. Perhitungan dosis ekstrak etanol herba puguntano (EEHP)

- Dosis suspensi EEHP yang akan dibuat adalah 200 mg/kgBB

Dihitung dosis yang diperlukan, yaitu: 200 mg/kgBB/ 1 ml/ tikus

BB = 200 gram = 0,2 kg

Dosis 200 mg/kgBB x 0,2 kgBB = 40 mg / 1 ml/ tikus

Untuk 3 tikus maka: 40 mg x 3 = 120 mg

Untuk 7 hari maka : 120 mg x 7 = 840 mg

Aquades : 1 tikus = 1 ml

3 tikus = 3 ml

Untuk 7 hari maka: 3 ml x 7 = 21 ml

- Cara pembuatan suspensi EEHP :

- Ditimbang ekstrak

- Ditambahkan CMC-Na 1 % secukupnya sebagai emulgator

- Digerus hingga homogen

- Ditambahkan aquades sampai batas kalibrasi perhitungan dosis.

54

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. (Lanjutan)

2. Perhitungan dosis metformin

- Dosis Manusia = 500 mg

Nilai konversi dosis manusia ke dosis tikus = 0,018

Maka, dosis untuk 200 gram tikus = 500 mg x 0,018 = 9 mg


1000
Maka dosis untuk 1 kg tikus = 200

- Menurut FI edisi III keseragaman bobot = 20 tablet, maka diambil 20

tablet metformin, digerus dan ditimbang berat totalnya = 9521 mg

- Berat bahan aktif metformin dalam 20 tablet metformin:

500 mg/tab x 20 tab = 10000 mg

9521
- Serbuk tablet metformin yang ditimbang: 10000 45 mg

X = 43 mg/kgBB

Maka: 43mg/kgBB x 0,2 kg = 8,6 mg metformin/ tikus

Untuk 3 tikus = 8,6 mg/ tikus x 3 tikus = 25,8 mg ≈ 26 mg

Untuk 7 hari = 26 mg x 7 = 182 mg metformin

Aquades: Untuk 7 hari = 1 ml x 7 = 7 ml

Untuk 3 tikus = 7 ml x 3 = 21 ml

- Cara pembuatan suspensi metformin :

Ditimbang 182 mg metformin dilarutkan dalam 21 ml aquades

3. Perhitungan larutan streptozotocin untuk diinduksi secara


intraperitoneal (i.p)

- Dosis STZ untuk tikus = 35 mg/kgBB/ 0,5ml

- Cara pembuatan :

Dihitung dosis yang diperlukan, yaitu :

55

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. (Lanjutan)

35 mg/kgBB x 0,2 kgBB = 7 mg

Untuk 9 tikus maka : 7 mg x 9 = 63 mg

Aquades: untuk 1 tikus = 0,5 ml

untuk 9 tikus = 0,5 ml x 9 = 4,5 ml

- Ditimbang STZ

- Ditambahkan aquades dan kocok hingga larut

4. Perhitungan larutan ketamin untuk menganastesi tikus

- Dosis ketamin yang akan diberikan = 70 mg/kgBB

- Ketamin yang digunakan dalam bentuk larutan injeksi berupa vial

sebanyak 10 ml, dimana tiap ml nya mengandung sebanyak 100 mg

ketamin

- Jumlah ketamin yang diberikan 70 mg/kgBB x 0,2 kg = 14 mg


14
Maka jumlah ketamin yang diambil: 100 ml/ tikus

- Ketamin 0,14 ml dilarutkan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% sebanyak

0,3 ml

- Volume ketamin yang diberikan pada tikus 0,14 ml + 0,3 ml = 0,44 ml

56

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Hasil analisis data statistik ekspresi Ki-67

1. Uji Deskriptif

Descriptives
skor Ki-67
N Mean Std. Std. 95% Confidence Min Max
Deviation Error Interval for Mean
Lower Upper
Bound Bound
CMC-Na 3 9.833 3.5119 2.0276 1.109 18.557 6.5 13.5
Metformin 3 30.167 2.8431 1.6415 23.104 37.229 27.0 32.5
EEHPT 3 47.000 4.4441 2.5658 35.960 58.040 43.5 52.0
Normal 3 78.000 3.5000 2.0207 69.306 86.694 75.5 82.0
Total 12 41.250 26.2596 7.5805 24.565 57.935 6.5 82.0

2. Uji Normalitas

Tests of Normality
perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
thd tikus Statistic df Sig. Statistic df Sig.
CMC-Na .204 3 . .993 3 .843
Metformin .282 3 . .936 3 .510
skor Ki-67
EEHPT .299 3 . .915 3 .433
Normal .333 3 . .862 3 .274
a. Lilliefors Significance Correction

3. Uji ANOVA

ANOVA
skor Ki-67
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7480.417 3 2493.472 190.281 .000
Within Groups 104.833 8 13.104
Total 7585.250 11

57

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. (Lanjutan)

4. Uji Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: skor Ki-67
(I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence
perlakuan perlakuan Differenc Error Interval
thd tikus thd tikus e (I-J) Lower Upper
Bound Bound
Metformin -20.3333* 2.9557 .001 -29.798 -10.868
CMC-Na EEHPT -37.1667* 2.9557 .000 -46.632 -27.702
Normal -68.1667* 2.9557 .000 -77.632 -58.702
CMC-Na 20.3333* 2.9557 .001 10.868 29.798
Metformin EEHPT -16.8333* 2.9557 .002 -26.298 -7.368
Tukey Normal -47.8333* 2.9557 .000 -57.298 -38.368
HSD CMC-Na 37.1667* 2.9557 .000 27.702 46.632
EEHPT Metformin 16.8333* 2.9557 .002 7.368 26.298
Normal -31.0000* 2.9557 .000 -40.465 -21.535
CMC-Na 68.1667* 2.9557 .000 58.702 77.632
Normal Metformin 47.8333* 2.9557 .000 38.368 57.298
EEHPT 31.0000* 2.9557 .000 21.535 40.465
Metformin -20.3333* 2.9557 .000 -27.149 -13.517
CMC-Na EEHPT -37.1667* 2.9557 .000 -43.983 -30.351
Normal -68.1667* 2.9557 .000 -74.983 -61.351
CMC-Na 20.3333* 2.9557 .000 13.517 27.149
Metformin EEHPT -16.8333* 2.9557 .000 -23.649 -10.017
Normal -47.8333* 2.9557 .000 -54.649 -41.017
LSD
CMC-Na 37.1667* 2.9557 .000 30.351 43.983
EEHPT Metformin 16.8333* 2.9557 .000 10.017 23.649
Normal -31.0000* 2.9557 .000 -37.816 -24.184
CMC-Na 68.1667* 2.9557 .000 61.351 74.983
Normal Metformin 47.8333* 2.9557 .000 41.017 54.649
EEHPT 31.0000* 2.9557 .000 24.184 37.816
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

58

Universitas Sumatera Utara


59

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai