Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GERIATRI

SKENARIO 2

KELOMPOK XX (B10)

RIZKI ARDIANSYAH G0016188


TIMOTHI MANURUNG G0016216
ULFIANA N G0016218
VARASANTI G0016220
VINDY VARANICA SRI A G0016222
WAHYU GADING M G0016224
WENNY WIDYAWATI G0016226
WINDA RAHAYUNINGTYAS G0016228
WULANDHARI G0016230
YOGI IRWANSYAH G0016234
ZUMROTUL AYU G0016238

TUTOR : BALGIS,DR, MSC CM-FM,SP.AK,AIFM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 2

KETABAHAN SEORANG ISTRI

Nenek Sutinah, kini berusia 78 tahun, dibawa ke poliklinik geriatri oleh cucunya
karena beberapa hari mengeluh sulit menahan kencing, tetapi masih keluar sedikit-sedikit.
Sebelumnya beliau justru mengeluh sulit menahan kencing. Di sisi lain, nenek Sutinah
mengalami kesulitan ke kamar mandi akibat hendaya yang dialami sejak usia 60 tahun.
Suami nenek sutinah telah lama pensiun dari instansi negeri dan tergantung terhadap istrinya.

Pasien tinggal bersama suami yang pikun dan sering marah-marah sehingga pasien
menjadi gelisah dan tidak bisa tidur. Pasien sudah satu tahun ini sering minum obat tidur
alprazolam dari dokter umum. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg.
Hasil pemeriksaan urin rutin leukosit 50/LPB. Hasil GDS 350 mg/dl, creatinin 1,0 mg/dl,
proteinuri (+3). Juga dilakukan pemeriksaan geratric Depression Scale dengan skor 9, mini
mental scale examination dengan skor 24 dan tes drawing clock yang memburuk. Dokter
masih mempertimbangkan untuk mengkonsultasikan kepada psikiater.
BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario.
Dalam skenario kali ini, kami mengklarifikasi istilah-istilah berikut ini :
1. Hendaya: kesulitan/ketidakmampuan
2. Geriatric depression scale: kuisioner pertanyaan mengaji depresi pada geriatri
3. Mini mental scale examination: menilai fungsi kognitif, recall, bahasa,
orientasi dll

B. Langkah II : Menentukan masalah


1. Mengapa pasien sulit menahan kencing? Dan penyebabnya, faktor risiko, jenis dan
klasifikasi, patofisiologi dan tatalaksana dan komplikasi?
2. Kenapa pasien tidak bisa tidur? Bagaimana kegelisahannya? Hubungan kegelisahan
dan sulit tidur
3. Keterkaitan konsumsi obat aprazolam dengan kondisi pasien?
4. Bagaimana interpretasi hasil tanda vital dan laboratorium?
5. Mengapa pasien dikonsultasikan di bagian psikiatri?
6. Indikasi pemeriksaan dan interpretasi GDS dan MMSE berkaitan dengan skenario
7. Indikasi pemeriksaan drawing clock test
8. Bagaimana penatalaksanaan terkait hasil pemeriksaan?
9. Apakah ada hubungan penyakit pasien dengan kondisi suami yang pikun dan sering
marah-marah dengan kondisi suami pensiun dan sangat bergantung terhadap istri?
10. Terapi yang dilakukan untuk suami pasien?
11. Jelaskan perubahan psikogeriatri?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara


terhadap permasalahan (langkah II)

1. Mengapa pasien sulit menahan kencing? Dan penyebabnya, faktor risiko, jenis dan
klasifikasi, patofisiologi dan tatalaksana dan komplikasi?
terjadi perubahan struktur kandung kemih. Ada kelainan neurologi, urologi dan fungsional

- neurologi: kerusakan miksi urin di pons dan sakral medspin serta relix S2-S4: hilang
sensibilitas kandung kemih
-urologi: tumor, batu saluran kemih, radang
-fungsional: melemah otot dasar panggul karena hamil, gemuk menopause, usia lanjut dan
operasi vagina
- Kehamilan: melemahkan otot panggul
- Penurunan kadar hormon estrogen pada wanita bisa menyebabkan inkontinensia urin

Berdasarkan waktu

-akut: mendadak/faktor iatrogenik  bersifat reversible. Penyebab ialah DRIP ( delirium,


restricted, immobile, infection, polipharmacy)

-kronik: menetap. Penyebab: aktivitas detrussor berlebihan menyebabkan kontraksi kandung


kemih

Tipe:

overload: desakan adanya sumbatan/gangguan mekanik


Stress  tidak terkontrol karena tekanan intraabdomen, contoh batuk dan bersin. Biasanya
wanita
Urgensi kelainan di saraf motorik. Bisa dikarenakan stroke. Kelainan di saraf sensorik bisa
dikarenakan hipersensivitas dan kandung kemih
Fungsional  penurunan berat fungsi pikir dan kognitif sehingga tidak mencapai tempat
berkemih tidak tepat waktu

2. Kenapa pasien tidak bisa tidur? Bagaimana kegelisahannya? Hubungan


kegelisahan dan sulit tidur

Pasien sulit tidur dikarenkan gejala inkontinensia urinnya yang berkelanjutan sehingga
mengharuskan ke kamar mandi. Kegelisahannya dikarenakan suami pasien yang marah-
marah. Hubungan kegelisahannya itu dapat merangsang saraf simpatis sehingga merangsang
M. Detrussor pada vesica urinaria dan menimbulkan reaksi untuk berkemih.
3. Keterkaitan konsumsi obat aprazolam dengan kondisi pasien?

Benzodiazepine berefek hypnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi.Hampir


semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama:
sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas. Efeknya pada tidur
menyebabkan mengurangi waktu jatuh tidur, sehingga meningkatkan siklus tidur REM. Kerja
benzodiazepine berupa interakhsinya dengan reseptor penghambar neurotransmitter yang
diaktifkan oleh asam gamma amino butirat (GABA)Benzodiazepin diabsorbsi secara
sempurna di usus. Golongannya terbagi atas lama kerjanya, (1) senyawa yang bekerja sangat
cepat; (2) senyawa yang bekerja cepat, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam ; (3) senyawa
yang bekerja sedang, dengan waktu paruh 6-24 jam, dan ; (3) senyawa yang bekerja lebih
lama dari 24 jam. Metabolit aktifnya terikat pada protein plasma.Benzodiazepin
dimetabolisme secara ekstensif oleh kelompok enzim mitokrom P450 di hati.Efek
sampingnya antara lain lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual dan muintah,
diare, nyeri epigastric, nyeri sendi, nyeri dada, dan pada beberapa pasien dapat mengalami
inkontinensia.Pada efek psikologik, benzodiazepine juga dapat meningkatkan efek
paradoksal.Penggunaan benzodiazepine dalam waktu lama juga dapat berisiko terjadinya
ketergantungan dan penyalahgunaan, namun dapat dicegah dengan penggunaan dosis yang
tepat. Indikasi benzodiazepine antara lain : pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot,
medikasi preanestesi, dan anestesi.

aprazolam: anti anxietas golongan benzodiazepin. Berkerja di otak, meningkatkan zat GABA
memberi efek penenang. Untuk cemas, kejang, membuat mengantuk dan dapat menyebabkan
lupa

4. Bagaimana interpretasi hasil tanda vital dan laboratorium?

pemeriksaan penunjang

kultur urine: melihat indikasi infeksi


USG kandung kemih: melihat perbesaran prostat, melihat sumbatan di vesica urinaria,
mencegah hidronefrosis

6. Indikasi pemeriksaan dan interpretasi GDS dan MMSE berkaitan dengan skenario?
GDS: terdiri dari 15 pertanyaan mengkaji depresi geriatri
Gejala utama:

1. Afek depresi
2. Kehilangan minat
3. Berkurang energi

Gejala sampingan:

1. Konsentrasi berkurang
2. Kurang percaya diri
3. Sulit tidur
4. Merasa bersalah
5. Pesimis
6. Ide bunuh diri
7. Sulit makan

Pasien mengalami gangguan tidur, berkurang energi, afek depresi  GDS : 9


mengindikasikan depresi. Berdasarkan DSM, pasien memenuhi kriteria 3/10 di skenario dan
termasuk kriteria depresi

MMSE: cek gangguan kognitif. Terdapat pertanyaan :

orientasi : waktu dan tempat


attention and calculation: menghitung angka
recall: mengulang perkataan yang diuji
bahasa: perintah untuk melakukan sesuatu
copy: menggambar ulang objek yang ditentukan

total point: 30
0- 17 : kelainan kognitif parah

18-23: kelainan kognitif ringan

24-30: tidak ada kelainan kognitif

Score 24: pasien borderline

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah III
ISKAgiPosk
antlDeprM
E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada scenario ini adalah :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan Mengapa pasien dikonsultasikan di bagian psikiatri


2. Mahasiswa dapat menjelaskan terapi yang dilakukan untuk suami pasien
3. Mahasiswa dapat menjelaskan interpretasi hasil tanda vital dan laboratorium
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan depresi geriatri
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan ISK dan inkontinensia urin
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan aging proses dengan inkontinensia urin
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan diabetes mellitus dengan ISK dan
inkontinensia urin
8. Mahasiswa mampu Menjelaskan pemeriksan psikiatri lainnya
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Menjelaskan tatalaksana pada inkontinensia urin
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Menjelaskan psikogeritatri pada lansia

F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru dengan belajar mandiri

Pengumpulan informasi telah dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok kami dengan
menggunakan sumber referensi ilmiah seperti buku, jurnal, review, dan artikel ilmiah yang
berkaitan dengan skenario ini.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1. Mahasiswa dapat menjelaskan Mengapa pasien dikonsultasikan di bagian psikiatri

Kondisi geriatri yang harus dirujuk ke psikiater antara lain :


- Terdapat masalah diagnostik serius
- Risiko bunuh diri tinggi
- Pengabaian diri serius
- Agitasi, delusi, halusinasi berat
- Tidak memberi tanggapan dan tidak patuh terhadap pengobatan
- Memerlukan tindakan/rawat inap
2. Mahasiswa dapat menjelaskan terapi yang dilakukan untuk suami pasien

Dari scenario didapatkan bahwa suami pasien mengalami gejala demensia tipe hiperaktif
yaitu lupa dan mudah marah-marah. Tataalaksana yang tepat diutamakan non farmakologis
dan jika gagal dan terpaksa seperti sampai mengancam membahayakan diri pasien baru
diberikan terapi farmakologis.

Pedoman praktis terapi demensia, menurut ICD 10 prinsip umumnya adalah : Identifikasi dan
obati kondisi medic umum seperti gangguan tiroid, defisiensi vitamin B12, HIV; pasien
control satu kali setiap minggu, kemudian satu kali setiap bulan; evaluasi potensi bunuh diri
dan cedera diri; dilarang mengemudikan kendaran bermotor; jangan biarkan pergi sendirian,
sertakan identitas diri yang melekat pada tubuhnya seperti gelang dengan nomor telepon dan
alamat; beritahu keluarga tentang penyakitnya, keputusan keuangan, surat wasiat, kelompok
pendukung, organisasi masyarakat. Obat yang bias diberikan adalah vitamin E, neurotropik,
nootropik, ginkobiloba, ergot mesylate (hidergine), tacrine, donepezil (Aricept), rivastigmine
(Exelon), galantamine (Reminyl).

3. Mahasiswa dapat menjelaskan interpretasi hasil tanda vital dan laboratorium

Interpretasi tanda vital :

Tekanan darah

Hipertensi Tahap 1 adalah ketika tekanan darah sistolik secara konsisten berkisar antara 130-
139 atau diastolik 80-89 mmHg.Pada tahap tekanan darah tinggi ini, dokter akan
menyarankan penderita untuk merubah pola hidup. Pada beberapa kasus dokter mungkin
mempertimbangkan untuk meresepkan obat tekanan darah tinggi untuk mengantisipasi risiko
penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD) seperti serangan jantung atau stroke.

Hipertensi Tahap 2 adalah ketika tekanan darah secara konsisten berkisar pada angka 140/90
mmHg atau lebih tinggi.Pada tahap tekanan darah tinggi ini, dokter akan meresepkan obat
tekanan darah tinggi dan mengharuskan pasien untuk menerapkan pola hidup yang lebih
sehat.

Krisis hipertensi adalah ketika angka tekanan darah tiba-tiba melebihi 180/120 mmHg. Jika
tekanan darah lebih tinggi dari 180/120 mmHg dan terdapat tanda-tanda kerusakan organ
yang mungkin terjadi seperti nyeri dada, sesak napas, sakit punggung, mati rasa / lemah,
gangguan penglihatan, sulit bicara, segera hubungi dokter.
Pada scenario ini, pasien memiliki tekanandarah 150/90 mmHg yang menunjukan pasien
mempunyai hipertensi tahap 2.

Orang dewasa sehatdengan usia< 60 tahun, ataujika memiliki penyakit ginjal kronis, diabetes
atau penyakit arteri koroner, tujuan pengobatan adalah untuk mencapai angka tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg. Sedangkan untuk orang dewasa sehat berusia 60 tahun atau lebih,
tujuan pengobatan adalah untuk mencapai angka tekanan darah kurang dari 150/90 mmHg.
Sementara itu, tekanan darah menurut World Health Organization (WHO) adalah sebagai
berikut:

 Normotensi : sistolik (<140 mmHg), diastolik (<90 mmHg)

 Hipertensi ringan : sistolik (140-180 mmHg), diastolik (90-105 mmHg)

 Hipertensi perbatasan : sistolik (140-160 mmHg), diastolik (90-95 mmHg)

 Hipertensi sedang dan berat : sistolik (>180 mmHg), diastolik (>105 mmHg)

 Hiperten sisitolik terisolasi : sistolik (>140 mmHg), diastolik (<90 mmHg)

 Hiperten sisitolik perbatasan : sistolik (140-160 mmHg), diastolik (<90 mmHg)

JUMLAH LEKOSIT URIN

Nilai Leukosit normal dalam urine kurang dari 5.Nilai leukosit yang secara mikroskopis
didapatkan >10 Leukosit per mm3 atau terdapat>5 Leukosit perlapanganpandang besar
mungkin menunjukkan adanya pyuria. Pyuria merupakan suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan leukosi tdalam urine, hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa penyebab
seperti infeksi saluran kemih, keganasan, atau gangguan pada ginjal. Piuria secara umum
digunakan sebagai indikasi terjadinya respon inflamasi terhadap serangan bakterikeurotelium.
Piuria tanpa bakteriuria biasanya merupakan hasil pemeriksaan dari tuberkulosis, batu saluran
kemih, ataupun kanker.

Pada skenario didapatkan hasil pemeriksaan urin rutin lekosit 50/LPB yang mengindikasikan
pyuria.

KREATININ

Kadar normal kreatininuntuk pria dewasa kira-kira adalah 0,6-1,2 miligram per deciliter
(mg/dL) dan 0,5-1,1 mg/dLuntuk wanita dewasa. Rentang ini bisa bervariasi pada tiap
laboratorium. Kelompok orang yang biasanya memiliki kadar kreatinin lebih tinggi namun
masih dalam rentang normal adalah orang dewasa muda atau mereka yang memiliki tubuh
berotot. Peningkatan kadar kreatinin dapat disebabkan oleh kondisi atau penyakit tertentu,
seperti:

 Hipertensi.
 Diabetes.
 Gagalginjal
 Sumbatan saluran kemih misalnya karena batu ginjal.
 Infeksi ginjal.
 Dehidrasi.
 Rhabdomyolisis.
 Olahraga berlebihan.
 Konsumsi obat-obatan tertentus eperti cimetidine, trimethoprim, atau pun
sulfamethoxazole.
 Konsumsi daging dalam jumlah banyak.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan depresi geriatri

1. Non-Farmakologis
a. Psikoterapi :membutuhkankolaborasiinterdisiplinterkait case
managementdenganwaktuterapikuranglebih 50 menit
b. Electroconvulsive Therapy(ECT) :
dilakukansaatpasientidakmemilikiresponterhadapterapifarmakologis
2. Farmakologis
a. SSRI
i. Fluoxetin : 10-20 mg perhari
ii. Flufoxamin : 10-20 mg perhari
iii. Sertraline : 25-50 mg perhari
b. SNRI
i. Ektalipram : 5 mg perhari
ii. Fenlataxin : 37,5 mg perhari
c. Tricylcic Anti Depressant
i. Desipramin : 10-20 mg, bisa dinaikkan 20 mg setiap minggu
ii. Notripilin :10-20 mg, bisa dinaikkan 20 mg setiap minggu
iii. Mitripilin :10-20 mg, bisa dinaikkan 20 mg setiap minggu
d. MAO Inhibitor
Terap idiatas memiliki tujuan untuk

1. Meningkatkan kualitas hidup


2. Mencegah Relaps
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan ISK dan inkontinensia urin

Hubungan inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih


 Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih memiliki hubungan timbal balik. Saat
seseorang mengalami infeksi saluran kemih, mediator-mediator inflamasi akan
dilepaskan sehingga mukosa kandung kemih mengalami iritasi. Pada kasus sistitis,
terjadi disfungsi urothelium yang mengakibatkan perubahan permeabilitas terhadap
beberapa ion disertai produksi sitokin yang dapat meningkatkan sensitivitas regulasi
serabut saraf aferen sensoris yang ada pada dinding kandung kemih sehingga timbul
sensasi ingin berkemih. Perubahan permeablitias urothelial yang meningkatkan
aktivitas urothelial dan stimulasi serabut saraf sensoris bersifat simultan menyebabkan
peningkatan aktivitas otot detrusor dan penurunan kekuatan sfingter uretra.
 Selain itu, inkontinensia urinmenyebabkan kualitas kebersihan daerah urogenital pada
wanita menjadi buruk. Kondisi yang lembab dapat mempermudah berbagai
mikroorganisme untuk tumbuh dan anatomi uretra wanita yang lurus dan pendek
meningkatkan risiko masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan aging proses dengan inkontinensia urin

Inkontinensia urin meningkat seiring proses menua. Akan tetapi, proses menua bukanlah
penyebabnya melainkan hanya faktor predisposisi penyakit ini. Proses penuaan pada manusia
(pria maupun wanita) menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis urogenital bawah. Hal
ini terkait dengan kadar hormon yaitu terjadi penurunan produksi androgen pada pria maupun
estrogen pada wanita.

Hal ini akan berdampak pada perubahan morfologis kandung kemih (vesika urinaria)
manusia berupa timbulnya fibrosis dan penurunan kandungan kolagen pada dinding vesika
urinaria. Selain itu, fungsi kontraktil vesika urinaria juga tidak efektif lagi.Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya trabekulasi pada otot detrusor dan divertikel pada dinding dalam
vesika urinaria. Sedangkan, pada mukosa vesika urinaria terjadi atrofi, perubahan
vaskularisasi submukosa, dan penipisan otot uretra sehingga terjadi penurunan penutupan
uretra oleh otot tersebut
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Hubungan diabetes mellitus dengan ISK dan
inkontinensia urin

Hubungan DM dan inkontinensia

Usia pasien DM perempuan memiliki hubungan signifikan dengan resiko ISK. Usia 55-75
tahun berisiko mengalami ISK terkait faktor hormonal pada kondisi post menopause. Kondisi
ini mengalami penurunan kadar esterogen yang menyebabkan atrofi vagina, sehingga
Lactobacillus vagina menurundan pH vagina meningkat. Perubahan pH ini memudahkan
pertumbuhan organisme khusunya E.coli dan meningkatkan terjadinya ISK.

Beberapa mekanisme potensial yang unik untuk diabetes mungkin terjadi berkontribusi
terhadap peningkatan risiko ISK pada pasien diabetes. Konsentrasi glukosa yang lebih tinggi
dalam urin dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri pathogen.

Mekanisme yang berhubungan dengan kerentanan pasien DM terhadap infeksi saluran kemih
adalah factor imunitas, perubahan faal, dan perlekatan bakteri pada seluro epitelium. Faktor
imunitas yaitu berupa gangguan migrasi dan penghambatan aktivitas leukosit
polimorfonuklear, fagositosis, dan penghancuran intraseluler. Perubahan faal saluran kemih
terjadi akibat neuropati otonom yang menyebakan pengosongan kandung kemih menjadi
tidak tuntas, sehingga memudahkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme. Konsentrasi
glukosa yang tinggi dalam urin dapatmenjadi media pertumbuhan bagi mikroorganisme
patogenik. Faktor peningkatan perlekatan bakteri terutama Escherechia coli fimbriae tipe 1
pada seluro epithelium pasien perempuan DM juga berperan dalam mekanisme ISK
khususnya jika diabetes tidak terkontrol dengan baik.

Mikroorganis mepenyebab ISK terbanyak adalahEscherecia coli yang ditemukan pada lebih
dari 80% kasus. Pada pasien ISK dengan DM banyak ditemukan mikroorganisme Klebsiella
sp. dan Streptococcus grup B.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan psikiatri lainnya

-PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


I. Status Mental :
Deskripsi Umum :
Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku, sehat, sakit, marah,
takut, apatis, bingung, merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda, bersifat
seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda kecemasan–tangan basah, dahi
berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang, mata melebar, tingkat kecemasan berubah-
ubah selama wawancara atau dengan topik khusus.

Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme, tics, gerak–isyarat,


berkejang-kejang (twitches), stereotipik, memetik, menyentuh pemeriksa, ekopraksia,
janggal / kikuk (clumsy), tangkas (agile), pincang (limp), kaku, lamban, hiperaktif, agitasi,
melawan (combative), bersikap seperti lilin (waxy)

Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, penuh perhatian, menarik perhatian, menantang


(frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main, mengelak (evasive), berhati-hati (guarded)

Bicara : Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu (hesitant), emosional, monoton,


keras, membisik (whispered), mencerca (slurred), komat-kamit (mumble), gagap, ekolalia,
intensitas, puncak (pitch), berkurang (ease), spontan, bergaya (manner), bersajak (prosody)
C.Mood dan

Afek :

1 Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi seseorang
terhadap dunianya) : Bagaimana pasien menyatakan perasaannya, kedalaman, intensitas,
durasi, fluktuasi suasana perasaan– depresi, berputus asa (despairing), mudah tersinggung
(irritable), cemas, menakutkan (terrify), marah, meluap-luap (expansived), euforia,
hampa, rasa bersalah, perasaan kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri
(self– contemptuous), anhedonia, alexithymic
2 Afek : (ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien), Bagaimana pemeriksa
menilai afek pasien–luas, terbatas, tumpul atau datar, dangkal (shallow), jumlah dan
kisaran dari ekspresi perasaan ; sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau
mengakhiri respons emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan,
3 Keserasian : keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalam hubungan dengan
masalah yang sedang dibahas oleh pasien. Sebagai contoh, pasien paranoid yang
melukiskan waham kejarnya harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang
terjadi pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons yang ditemukan
pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya inkongruen dengan topik yang sedang mereka
bicarakan. (contohnya : mereka mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang
impuls membunuh). Ketidak serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari pasien untuk
mempertimbangkan atau pengendalian dalam hubungan dengan respons emosional.

Pikiran dan Persepsi :


3. Bentuk Pikiran :
A. Produktivitas : Ide yang meluap-luap (overabundance of ideas), kekurangan ide
(paucity of ideas), ide yang melompat-lompat (flight of ideas), berpikir cepat, berpikir
lambat, berpikir ragu-ragu (hesitant thinking), apakah pasien bicara secara spontan
ataukah menjawab hanya bila ditanya, pikiran mengalir (stream of thought), kutipan dari
pasien (quotation from patient)

B. Arus pikiran : Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh dan


langsung pada tujuan, relevan atau tidak relevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat
yang kurang dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial, sirkumstansial, melantur
(rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi, pikiran terhambat (blocking) atau
pikiran kacau (distractibility).

C. Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan gangguan mental seperti


inkoheren, bicara yang tidak dimengerti (word salad), asosiasi bunyi (clang association),
neologisme.

ii. Isi Pikiran :


A. Preokupasi : Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi, kompulsi, fobia, rencana
bunuh diri, membunuh, gejala-gejala hipokondrik, dorongan atau impuls-impuls
antisosial.

iii. Gangguan Pikiran :


A. Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien yakin akan kebenarannya,
bagaimana waham ini mempengaruhi kehidupannya, ; waham penyiksaan–isolasi atau
berhubungan dengan kecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau tak serasi
mood (incongruent)

B. Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide mulai, dan arti/ makna yang
menghubungkan pasien dengan diri mereka.

iv. Gangguan Persepsi :


A. Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau melihat bayangan, isi, sistim
sensori yang terlibat, keadaan yang terjadi, halusinasi hipnogogik atau hipnopompik ;
thought brocasting.

B. Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat berbeda terhadap diri dan
lingkungan.

v. Mimpi dan Fantasi


A. Mimpi : satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan, mimpi buruk.

B. Fantasi : berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan

Sensorium dan Fungsi Kognitif:


vi. Kesadaran : Kesadaran terhadap lingkungan, jangka waktu perhatian, kesadaran berkabut,
fluktuasi tingkat kesadaran, somnolen, stupor, kelelahan, keadaan fugue.

vii. Orientasi :
A. Waktu : Apakah pasien mengenal hari secara benar, tanggal, waktu dari hari, jika
dirawat di rumah sakit dia mengetahui sudah berapa lama ia dia berbaring disitu,
B. Tempat : Apakah pasien tahu dimana dia berada
C. Orang : Apakah pasien mengetahui siapa yang memeriksa dan apa peran dari
orang-orang yang bertemu denganya.

viii. Konsentrasi dan Perhitungan : Pengurangan 7 dari100 dan hasilnya tetap dikurangi 7.
jika pasien tidak dapar dengan pengurangan 7. pasien dapat tugas lebih mudah – 4 x 9; 4 x
5 ; Apakah cemas atau beberap gangguan mood atau konsentrasi yg bertanggung jawab
terhadap kesulitan ini.
ix. Daya ingat : Gangguan, usaha yang membuat menguasai gangguan itu – penyangkalan,
konfabulasi, reaksi katastropik, sirkumstansialitas yang digunakan untuk menyembunyikan
kekurangannya, apakah proses registrasi, retensi, rekoleksi material terlibat.

A. Daya ingat jangka panjang (remote memory) : data masa kanakkanak, peristiwa
penting yang terjadi ketika masih muda atau bebas dari penyakit, persoalan-
persoalan pribadi.

B. Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory) : beberapa bulan
atau beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan pasien kemarin, sehari
sebelumnya, sudah sarapan, makan siang, makan malam.

C. Daya ingat segera (immediate retention and recall) : kemampuan untuk


mengulangi enam angka setelah pemeriksa mendiktekannya – pertama maju,
kemudian mundur, sedudah beberapa menit interupsi, tes pertanyaan yang lain,
pertanyaan yang sama, jika diulang, sebutkan empat perbedaan jawaban pada empat
waktu.

D. Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasien mengembangkan


kemampuan menguasai kecacatan

x. Tingkat Pengetahuan : Tingkat pendidikan formal, perkiraan kemampuan intelektual


pasien dan apakah mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan. : jumlah, perhitungan,
pengetahuan umum, pertanyaan harus relevan dengan latar belakang pendidikan dan
kebudayaan pasien.

xi. Pikiran Abstrak : Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien


mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnya membedakan antara apel
dan pear, abnormalitas dalam mengartikan peribahasa yang sederhana, misalnya ; “Batu-
batu berguling tidak dikerumuni lumut”; jawabannya mungkin konkrit. Memberikan
contohcontoh yang spesipik terhadap ilustrasi atau arti) atau sangat abstrak (memberikan
penjelasan yang umum) ; kesesuaian dengan jawaban.
Tilikan :
i. Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit
ii. Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta pertolongan tetapi
menyangkalinya pada saat yang bersamaan
iii. Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar, medis atau faktor
organik yang tidak diketahui.
iv. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada dirinya.
v. Tilikan Intelektual : Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dan kegagalan dalam
penyesuaian sosial oleh karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman dimasa mendatang
vi. Tilikan Emosional yang sebenarnya : kesadaran emosional terhadap motif-motif perasaan
dalam, yang mendasari arti dari gejala; ada kesadaran yang menyebabkan perubahan
kepribadian dan tingkah laku dimasa mendatang; keterbukaan terhadap ide dan konsep
yang baru mengenai diri sendiri dan orang-orang penting dalam kehidupannya.

4. Daya nilai :
i. Daya nilai Sosial : Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya. Adanya pengertian
pasien sebagai hasil yang tak mungkin dari tingkah laku pribadi dan pasien dipengaruhi
oleh pengertian itu.

ii. Uji daya nilai : pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan
situasi tsb. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien dengan perangko, alamat surat yang
dia temukan dijalan.

Penilaian Realitas : kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi

TRAIL MAKING TEST BAGIAN A DAN B

Trail making test bagian A dan B keduanya merupakan test dimana dalam testnya terdapat
pada selembar kertas terdapat 25 buah lingkaran yang tersebar acak. Pada bagian A,
lingkaran-lingkaran tersebut diberi nomor 1-25, dan pasien harus menggambar garis yang
menghubungkan lingkaran-lingkaran bernomor tersebut secara berurutan. Pada bagian B,
lingkaran-lingkaran tersebut diberi nomor 1-13 dan juga ada yang diberi huruf A-L; sama
seperti di bagian A, pasien harus menggambar garis yang menghubungkan lingkaran-
lingkaran dengan berurutan, namun dengan tugas tambahan diselingi antara angka dan huruf
(contoh: 1-A-2-B-3-C dan seterusnya). Pasien diinstruksikan untuk menggambar garis-garis
penghubung tersebut secepat mungkin, tanpa mengangkat alat tulis yang digunakan dari
kertas. Ukurlah waktu yang diperlukan pasien untuk menyelesaikan tugas ini. Jika pasien
membuat kesalahan, segera beritahu dan tunjukkan letak kesalahan pasien dan biarkan pasien
untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Kesalahan ini akan memengaruhi kortes hanya karena
ini akan membuat pasien lebih lama untuk menyelesaikan tesnya. Jikalau pasien tidak bias
menyelesaikan tesnya dalam lima menit, maka test idak perlu dilanjutkan.

Trail making test ini sendiri berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya impairment secara
umum. Bagian A lebih berguna untuk menilai cognitive processing speed, sedangkan bagian
B lebih untuk executive function.

Langkah-langka:

1. Berikan lembar trail making test bagianA berserta pensil atau pulpen.
2. Berikan contoh terlebih dahulu kepada pasien.
3. Mulailah menghitung ketika pasien mulai membuat garis-garis penghubung.
4. Catat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes.
5. Ulangi prosedur yang sama untuk trail making test bagian B.
Penilaian:

Sedang Kurang AturanPraktis

Bagian A: 29 detik >78 detik Sebagianbesar 90 detik

Bagian B 75 detik >273 detik Sebagianbesar 3 menit

SKRINING AD8

AD8 adalah tes penapisan praktis berupa 8 pertanyaan yang ditujukan kepada keluarga pasien
mencakup aspek kognisi dan fungsional dapat digunakan seagaites skrining sebelum dimulai
pemeriksaan status mental lainnya. Studi validasi mulinasional di Amerika, Hongkong,
Taiwan, Cina, menunjukkan sensitivitas danspesifisitas yang baik. Di Indonesia AD8
adaptasi Indonesia (AD8-INA) dengan cut off point ≥ 2 untukdemensia memiliki sensitivitas
89,5% dan spesifisitas 94,7%.
Poin-poin pada tes AD8:

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana Inkontinensia urin


Tipe urgensi: latihan otot dasar panggul, bladder training, schedule toileting, obat anti
muskarinik(oksibutinin, tolterodin)
Tipe stress: latihan otot dasar panggul, bladder training, obat agonis a adrenergik
Tipe overflow: hilangkan sumbatan yang ada, kateterisasi intermitten atau menetap, serta
baldder retraining. Untuk BPH, bisa diterapi dengan alpha-blocker.
Tipe fungsional: manipulasi lingkungan, intervensi perilaku, atau penggunaan popok.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan Menjelaskan psikogeritatri pada lansia

PERUBAHAN PSIKOGERIARTRI

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia
yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitative serta psikososial yang
menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa
yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada ciri-ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu
:Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia Adanya
akumulasi dari penyakit penyakit degeneratif

Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :

a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)

b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab,
diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah
kematian pasangan hidup dan lain-lain.

Lanjut usis mengalami berbagai permasalah psikologis yang perlu diperhatikan oleh perawat,
keluarga maupun petugas kesehatan lainnya. Penanganan masalah secara dini akan
membantu lanjut usia dalam melakukan strategi pemecahan masalah tersebut dan dalam
beradaptasi untuk kegiatan sehari hari (Miller, 1995)

Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa


lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb.Hal itu biasanya
bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian
pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum,
atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia.Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

a. Penurunan Kondisi Fisik

b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

c. Perubahan Aspek Psikososial

d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

f. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial,
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan,
tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya

c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

d. Pasangan hidup telah meninggal


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami laksanakan dapat disimpulkan bahwa Nenek
Sutinah menderita inkontinensia urin. Selain itu, karena penyakit Diabetes Mellitus yang
diderita mengakibatkan Nefropati Diabetikum dan infeksi Saluran kemih. Beberapa penyakit
tersebut menjadikan Nenek Sutinah mengalami depresi, ditambah masalah psikologis akibat
dimarah-marahi sang suami.

SARAN

Dalam melakukan diskusi tutorial beberapa anggota kelompok kami kurang cermat.
Padahal, jika kami cermat, pasti akan ada muncul masalah-masalah baru dan itu akan lebih
memperluas pengetahuan kita dan bahkan bisa memperdalam masalah yang sedang
didiskusikan. Saran untuk hambatan ini yaitu sebaiknya masing-masing anggota kelompok
lebih cermat lagi di dalam jalannya diskusi tutorial ini.

Selain itu pada diskusi tutorial ini, terkadang anggota kelompok kami kurang
memahami materi baik dari textbook maupun jurnal yang nantinya akan disampaikan pada
saat diskusi, sehingga pada saat menerangkan ke anggota lain pun kurang jelas. Sarannya
yaitu masing- masing anggota kelompok harus benar-benar memahami tentang materi yang
nantinya akan disampaikan, sehingga ketika disampaikan ke anggota lain, semua anggota
bisa paham dan mengerti.
DAFTAR PUSTAKA

1. Corrigan JD, Hinkeldey MS. Relationships between parts A and B of the Trail Making Test. J
Clin Psychol. 1987;43(4):402–409.
2. DepartemenKesehatan RI, 1992 .PedomanpelayanankesehatanJiwaUsiaLanjut.
Cetakankedua.Jakarta :DepkesDitjenPelayananmedik
3. Grover, S., Srivastava, A., Lee, R., Tewari, A. K., & Te, A. E. (2011). Role of inflammation in
bladder function and interstitial cystitis. Therapeutic advances in urology, 3(1), 19–33.
doi:10.1177/1756287211398255
4. Kuntjoro, Zainuddin (2007), MasalahKesehatanJiwaLansia. http://www.e
psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=182
5. Reitan RM. Validity of the Trail Making test as an indicator of organic brain damage. Percept
Mot Skills. 1958;8:271-276.
6. Rodhe, N., Englund, L., Mölstad, S., & Samuelsson, E. (2008). Bacteriuria is associated with
urge urinary incontinence in older women. Scandinavian journal of primary health care,
26(1), 35–39. doi:10.1080/02813430701878250
7. Miller, 1995. Nursing Care of Older Adult : Theory and Practise. Second edition.Philadelphia :
J.B. Lippincott.
8. Saleem, M and Daniel, B. 2011.Prevalance of Urinary Tract Infections among Patients with
Diabetes in Banglore City.International Journal of Emerging. Sciences, 1(2), 133-142.
9. Thakar, R., & Stanton, S. (2000). Regular review: management of urinary incontinence in
women. BMJ (Clinical research ed.), 321(7272), 1326–1331.
10. World Helath Organization. The ICD – 10 Classification of Mental and Behavioural Disorders.
Diagnostic Criteria for Research.Geneva : WHO, 1993, <
www.who.int/classifications/icd/en/GRNBOOK.pdf icd 10 dementia diagnosis >

Anda mungkin juga menyukai