Anda di halaman 1dari 2

Assesment

 Diagnosis
 Kontrol symptom dan faktor resiko
 Teknik memakai inhaler
 Preferensi pasien

Adjust treatment

 Medikasi asma
 Pengobatan non-farmakoteikal
 Mengobati risk faktor yang masih bisa diubah

Review response

 Symptom
 Eksaserbasi
 Efek samping
 Kepuasan pasien
 Fungsi paru

Step 1:

Opsi untuk asma ringan yang hanya perlu di saat kambuh; pengobatan secara perlahan
diturunkan. Jadi hanya perlu inhaler saat kambuh, yaitu SABA, dan untuk control, ICS dengan
dosis lemah tidak apa-apa, tapi perlahan diturunkan untuk menjaga dari efek samping.

Step 2:

Opsi untuk pasien dengan asma ringan yang kronis. Untuk control memakai ICS dosis rendah, bisa
juga ditambah Leukotrien inhibitor (LTRA) tapi belum tersedia I Indonesia karena mahal (jadi
seringkali loncat langsung ke LABA), dan Teofilin dosis rendah. Teofilin masih dalam perdebatan
karena range terapinya kecil dan banyak menimbulkan efek samping. Untuk relieving tetap
memakai SABA.

Step 3:

Opsi untuk pasien dengan asma moderate. Menggunakan lebih dari 1 controller (ICS dan
LABA) dan reliever saat perlu (SABA atau Low dose ICS dengan suplemen LABA (Formoterol)).

Step 4:

Opsi untuk pasien dengan asma moderate yang menuju ke severe. Menggunakan ICS tapi
dosis yang lumayan dan ditambah dengan LABA sebagai control. Sebagai suplemen bisa pakai ICS
dosis tinggi, LTRA, teofilin (yang lepas lambat, tidak untuk anak di bawah 11 tahun, biasanya
hanya diresepkan dokter spesialis. Teofilin sebenarnya obat lama yang mulai ditinggalkan),
atau teotropium. Relieving sama dengan step 3.
Step 5:

Opsi untuk asma severe. Lebih baik dirujuk saja oleh dokter umum. Pengobatan control dengan
anti IgE (Omalizumab, obat baru, belum nyampe ke Indonesia), suplemen dengan teotropium
dan OCS. Relieving sama dengan step 3. Di step ini, karena ICS yang diberikan lumayan
banyak, perlu dicek osteoporosis setiap sekitar 3 bulan.

Anda mungkin juga menyukai