Disusun Oleh:
NENDEN MARTIANA
NPM 08190100054
JAKARTA SELATAN
Pembimbing,
I
LEMBAR PENGESAHAN
JAKARTA SELATAN
Penguji
Pembimbing
II
(Ns. Agus Purnama, S.Kep, MKM)
NPM : 08190100054
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam riset saya yang
berjudul :
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat maka saya akan
(Nenden Martiana)
III
HALAMAN PERSEMBAHAN
…..Of course i want to be successful but i don’t crave success for me I need to
be successful to gain enough milk and honey to help those around me
succeed….
Nenden Martiana
IV
PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU JAKARTA
RISET, 09 Maret 2021
NENDEN MARTIANA
08190100054
ABSTRAK
Defisiensi erythropoietin pada gagal ginjal kronis sehingga menyebabkan anemia berat,
meskipun penyebab lainnya seperti defisiensi zat besi dan asam folat sudah diterapi
dengan adekuat. Pemberian erythropoietin menjadi terapi pilihan untuk mempertahankan
kualitas hidup pasien dan menurunkan mordibilitas. Tujuan: mengetahui perbandingan
pengaruh Frekuensi Pemberian Erythropoietin terhadap peningkatan hemoglobin pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialysis. Metode: Kuasi-eksperimen, dengan
pretest-posttest control group desain. Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien
hemodialisis di RSU Z Jagakarsa, dengan Sampel 60 0rang, 30 orang kontrol dan 30
orang intervensi. Analisis data menggunakan uji-t independent. Hasil: Rata-rata
Hemoglobin responden pada kelompok kontrol setelah pemberian Erythropoietin 1 kali
perminggu adalah 10,31 gr% dengan standar deviasi 1,35 gr%, sedangkan pada kelompok
intervensi setelah pemberian Erythropoietin 2 kali perminggu adalah 8,36 gr% dengan
standar deviasi 0,79 gr%. Selisih rata-rata nilai Hb pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi setelah pemberian erythropoetin 1,95gr%. Hasil analisis didapatkan P-Value
0,000. Kesimpulan: Ada perbedaan yang signifikan peningkatan Hemoglobin antara
Pemberian Erythropoietin frekuensi 1 kali perminggu dengan Pemberian Erythropoietin
frekuensi 2 kali perminggu pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani
Hemodialisis. Rekomendasi: Perlu dilakukan pengembangan kebijakan pemberian
Erythropoietin dalam penatalaksanaan pasien hemodialisis dengan anemia guna
meningkatkan adekuasi terapi dan pencapaian target Hb.
Kata Kunci: Gagal ginjal kronis, Erythropoietin, Hemodialisis, Anemia, Hemoglobin
Abstract
Erythropoietin deficiency in chronic renal failure leading to severe anemia, although
other causes such as iron deficiency and folic acid have been adequately treated. The
administration of erythropoietin is the therapy of choice to maintain the patient's quality
of life and reduce mordibility. Objective: to determine the effect of the frequency of
Erythropoietin administration on the increase in hemoglobin in chronic kidney disease
patients undergoing hemodialysis. Method: Quasi-experimental, with pretest-posttest
control group design. The population in this study were all hemodialysis patients at RSU
Z Jagakarsa, with a sample of 60 people, 30 controls and 30 interventionists. Data
analysis using independent t-test. Results: The mean hemoglobin of respondents in the
control group after giving Erythropoietin once per week was 10.31 gr% with a standard
deviation of 1.35 gr%, while in the intervention group after giving Erythropoietin 2 times
per week was 8.36 gr% with a standard deviation. 0.79 gr%. The difference in mean Hb
values in the control group and the intervention group after erythropoetin was 1.95gr%.
V
The analysis results obtained P-Value 0.000. Conclusion: There is a significant
difference in the increase in hemoglobin between the administration of Erythropoietin
frequency of once per week with the administration of Erythropoietin twice per week in
chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis. Recommendation: It is
necessary to develop a policy of administering Erythropoietin in the management of
hemodialysis patients with anemia in order to improve the adequacy of therapy and the
achievement of Hb targets.
VI
KATA PENGANTAR
serta masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik
kesulitan, namun berkat dan bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak
akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini
1. DR. Astrid Novita, SKM., MKM Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
3. Dr. Rindu, SKM., M. Kes selaku Wakil Ketua 2 Sekolah Tinggi Ilmu
VII
5. Ns. Eka Rokhmiati, S.Kep., M.Kep Selaku Kepala Departemen
Keperawatan.
6. Ns. Agus Purnama, S.Kep., MKM selaku dosen pembimbing yang telah
7. Ns. Saiful Gunardi, S.Kep., M.Kes selaku dosen penguji yang telah
8. Direktur Utama Rsu Z dan Ka. Subag Keperawatan beserta jajaran nya.
10. Dr. Tiani W yang selalu membantu dan mendukung jalan nya penelitian
11. Para Dosen dan Staff karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia
Maju (STIKIM).
12. Kedua Orang tua ku, Kaka-kaka ku, dan suamiku dan anak-anak ku
tercinta yang telah memberi dorongan semangat, dan doa restunya kepada
13. Rekan sejawat dan satu angkatan atas segala motivasi dan dukungannya,
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta dan bagi penulis lainnya.
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a) Definisi .................................................................................. 11
b) Etiologi .................................................................................. 12
IX
c) Epidemiologi ......................................................................... 13
d) Patofisiologi ........................................................................... 14
i) Komplikasi ............................................................................. 20
B. Hipotesis ............................................................................................ 43
X
D. Etika Penelitian .................................................................................. 51
A. Analisis Univariat............................................................................... 76
pekerjaan ...................................................................................... 94
XI
5. Gambaran Hb Pada pasien PGK sesudah diberikan terapi EPO
A. Kesimpulan......................................................................................... 107
B. Saran................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
XII
DAFTAR TABEL
Tabel 5.2 Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
XIII
Tabel 5.6 Uji Wilcoxon perningkatan Hb pada Kelompok Kontrol
XIV
DAFTAR SKEMA
Skema 4.3 The Static group pre test – post test design ................................... 48
XV
DAFTAR LAMPIRAN
5. Lampiran SPSS
7. Lembar Observasi
XVI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar
ke -27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada
2017).
1
2
Ginjal adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Ginjal
tubuh. Selain itu ginjal juga berperan penting mengatur tekanan darah,
untuk membentuk sel darah merah. Jika fungsi ginjal terganggu, maka
Seiring waktu akan terjadi penurunan sel darah merah dan terjadilah
kronis yang sering terjadi. Anemia dapat mulai terjadi pada penurunan
fungsi ginjal yang masih awal, namun umumnya menjadi nyata bila GFR
mengandung besi dalam darah. Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel
tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat molekul zat besi (heme), dua
molekul rantai globin alpha dan dua molekul globin beta. Rantai globin
alpha dan beta adalah protein yang produksinya disandi oleh gen globin
yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut
(misalnya pada gagal ginjal akut) atau dapat pula untuk seumur hidup
4
Salah satu terapi yang dapat diberikan pada pasien penyakit ginjal
ginjal kronis ini adalah sampai mencapai target Hb >10 g/dl. Terapi
erythropoietin diberikan dengan syarat kadar feritin serum > 100 mcg/dl
molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa
dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen (%) (Well, 2009).
transfusi darah.
hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta
dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung
pada cuci darah (hemodialisis) 1,5 juta orang. Data mengenai penyakit
Renal Registry (IRR), dan sumber data lain. Pada tahun 2013 hasil
12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang
ginjal kronis di indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir.
laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi
propinsi jawa barat tercatat 247.484 kali perbulan, dari 35 pasien penyakit
penelitian adalah 54,8 tahun. Derajat penyakit ginjal kronis pada subjek
kadar Hb pasien adalah 9.2 g/dl. Sejumlah 1 pasien (3%) dengan anemia
Dalam sebuah studi kecil yang tidak terkontrol, Saleh dkk merawat
pasien CAPD dengan erythropoietin 100 IU/kg /BB satu kali dalam
perminggu atau dua kali dalam perminggu dan respon hemoglobin yang
serupa dilakukan oleh penulis yang sama pada pasien hemodialisis dan
8
tanggapan yang setara terlihat dengan erythropoietin satu kali atau dua kali
dalam perminggu.
pasien penyakit ginjal kronis bukanlah hal yang baru, dan memang
awal tahun 1990 an. Namun, selama dekade terakhir, ahli nefrologi
sebagian besar pasien mereka, dan sejumlah kecil yang berakhir dengan
ini tentu kurang umum untuk memulai pasien seperti itu dengan pemberian
erythropoietin dengan dosis 3000 iu dan frekuensi pemberian satu kali dan
dua kali perminggu. Untuk dosis pemberian terapi EPO sendiri yang
dengan dosis pemeliharaan yang sudah tercantum di SOP yang ada di Rsu
merupakan terapi fase koreksi sesuai dengan intervensi dan instruksi dari
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
intervensi.
intervensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan
Selatan.
3. Pengembangan Keilmuan
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
a. Definisi
tidak dapat berfungsi sama sekali dan bersifat ireversibel, sampai pada
beragam keadaan yang tidak dapat kembali sesuai dengan fungsi awal
12
13
mL/menit ini terjadi secara progresif dan irreversibel selama lebih dari
fase terakhir dari Peyakit Ginjal Kronis (PGK) dengan faal ginjal
sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa dibedakan dengan tes
b. Etiologi
ginjal. Usia dan jenis kelamin juga diketahui menjadi faktor resiko
c. Epidemiologi
1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Pusat Data
penyakit ginjal kronik pada tahun 2007 mencapai 2.148 orang, dan
d. Patofisilogi
15
Ginjal terdiri dari sekitar satu juta nefron yang berkontribusi dalam
Kenaikan nilai kreatinin plasma dari 0,6 mg/ dL menjadi 1,2 mg/dL
2011).
dalam klasifikasi penyakit gagal ginjal. Hubungan antara kadar proteinuria yang
tinggi telah diketahui sebagai penanda terjadinya sindroma nefrotik dan adanya
praktek klinis. Klasifikasi lainnya juga dapat didasarkan pada penurunan laju
filtrasi glomerulusnya, yang terbagi menjadi lima stadium dan pada stadium
ketiga dikategorikan lagi menjadi dua tingkatan yaitu stadium 3A dan 3B. Gagal
ginjal. Hubungan antara kadar proteinuria yang tinggi telah diketahui sebagai
menunjukan variasi pada setiap kategori. Pada keadaan LFG normal atau
meningkat pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
secara progresif namun belum terlihat gejala. Peningkatan kadar ureum dan
kreatinin pada LFG sebesar 60%, keluhan belum juga dirasakan atau masih berifat
asimptomatik. Pada LFG sebesar 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia, seperti anemia, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual, muntah,
peningkatan tekanan darah, pruritus seta adanya keluhan penurunan berat badan,
berrkurangnya nafsu makan, dan nokturia. Gejala dan komplikasi pada pasien
dengan LFG kurang dari 15% atau pada stadium gagal ginjal termanifestasi dalam
bentuk yang lebih serius dan membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal seperti
g. Faktor Resiko
Menurut Tjekyan (2014), penyakit ginjal kronis lebih banyak terjadi pada
infeksi saluran kemih, dan batu saluran kemih juga berpengaruh secara signifikan
sebagai faktor resiko terjadinya gagal ginjal kronik. Pada orang yang memiliki
keempat faktor resiko tersebut memiliki resiko menderita penyakit ginjal kronik
sebesar 83,5%. Faktor resiko peningkatan progresivitas gagal ginjal kronik terdiri
dari dua kategori, yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
kadar asam urat merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi, sedangkan
usia, jenis kelamin, ras, genetik, dan kehilangan massa ginjal menjadi faktor yang
h. Prosedur diagnostic
4) PH plasma rendah
i. Komplikasi
Penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal ginjal kronis mengakibatkan
1 LFG normal ≥ 90 -
Hiperparatiroid
Hipertensi
21
Hiperhomosistinemia
uremia dan hiperkalemi pada kondisi gagal ginjal (Krause et.al., 2013).
mayoritas usia 60-69 tahun, pemeriksaan lab menunjukan kadar serum iron (SI)
disease, peningkatan feritin yang terjadi karena terjadi penahanan besi dalam sel.
alumunium menyebabkan anemia mikrositik pada kadar feritin tinggi atau normal.
sintesis porfirin, dan prekusor sel darah merah. (Lubis & Siregar, 2016).
22
kecil di hati yang memiliki peran utama dalam regulasi produksi eritrosit sebagai
oksigen akan meningkat dan mengurangi kondisi hipoksia yang selanjutnya akan
(Panjeta et.al., 2017). Hormon ini terdiri dari 165 residu asam amino dan memiliki
empat rantai karbohidrat kompleks yang terikat pada peptida dalam empat posisi
(Panjeta et.al., 2017). Penurunan kadar hemoglobin, peningkatan feritin serum dan
besi jaringan merupakan gambaran umum yang ditemukan pada pasien GGK.
yang dapat dilakukan dalam usaha perbaikan anemia (Reddy, Devaki & Rao,
2013).
fungsional, serta inflamasi kronis. Anemia pada pasien CKD adalah masalah
yang tidak memadai, defisiensi besi absolut dan fungsi, serta keadaan radang
kronis dan menjadi komorbiditas utama. Sementara serum ferritin dan saturasi
karena ketersediaannya yang luas, kedua penanda ini tunduk pada variabilitas
Eritropoiesis tidak akan terjadi pada kadar besi yang cukup atau tinggi
apabila tidak terdapat erythropoietin yang cukup begitu juga sebaliknya. Hormon
ini disintesis oleh sel fibroblas interstisial peritubular ginjal yang pada kondisi
gagal ginjal kronik akan menurun karena mulai berubah menjadi myofibroblas
signifikan dalam usaha peningkatan kadar hemoglobin yang memiliki nilai mean
kadar Hb sebelum terapi yaitu 9,34 mg/dL menjadi 10,35 mg/dL setelah
penurunan kadar besi yang tersedia atau disebut defisiensi besi fungsional
(Greenbaum, 2016). Hal ini berarti dapat menurunkan kadar feritin yang tinggi
karena adanya pacuan dalam eritropoesis yang membutuhkan suplai besi sebagai
bahan.
Terapi EPO diberikan pada pasien dengan konsentrasi Hb <10,0 g/dL dan
tidak digunakan dalam rangka pemeliharaan Hb > 11,5 g/dL pada pasien dewasa
(KDIGO, 2012). EPO tidak aktif saat diberikan melalui oral , sehingga pemberian
alfa dan Epoetin beta sebagai EPO generasi pertama yang diberikan 1-3
24
kali/minggu. Generasi dua yang memiliki watu paruh yang lebih lama yaitu
Darbopoetin, diberikan dengan frekuensi satu kali per minggu atau satu sampai
dua kali per minggu. Pemberian Mircera sebagai EPO generasi ketiga dapat
dilakukan satu kali tiap dua minggu atau sebulan sekali karena masa kerja yang
sangat panjang (Hayat, 2008). Pemberian EPO dilakukan apabila telah dilakukan
(Hb) dan hematokrit (Ht) serta status besi yang cukup. EPO diberikan pada pasien
dengan Hb ≤ 10g/dL dan Ht ≤ 30% yang memiliki kadar besi yang cukup yang
ditandai dengan kadar feritin > 100 μg/L dan SAT > 20 %. Usaha terapi pada
pasien GGK anemia adalah dapat mencapai Hb > 10 g/dL dan dengan target
optimal mencapai 11-12 g/dL. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas
Terapi EPO dibagi menjadi dua fase yaitu fase koreksi dan fase
status besi. Fase koreksi ditujukan untuk perbaikan kondisi anemia renal hingga
tercapai target perbaikan dengan peningkatan kadar Hb sebesar 1-2 g/dL dalam 4
minggu atau peningkatan Ht sebesar 2-4% dalam 2-4 minggu. Pada fase ini
frekuensi pemberian dua hingga tiga kali seminggu selama 4 minggu dan
tercapai, dosis EPO dipertahankan hingga kadar Hb > 10 g/dL, apabila target
belum tercapai dosis dinaikan hingga 50%. Sedangkan penurunan dosis mencapai
25% dilakukan apabila Hb meningkat > 2,5 g/dL atau Ht meningkat > 8% dalam
25
kurun waktu satu bulan. Fase pemeliharaan merupakan keadaan dimana target Hb
sudah tercapai (> 10g/dL). Status besi pasien yang cukup menjadi syarat
terapi besi terlebih dahulu untuk menjaga persediaan besi saat fase pemeliharaan
terapi EPO. Pada fase ini pemeliharaan dosis dan frekuensi pemberian dapat
pemeriksaan kadar Hb dan Ht setiap bulan serta pengecekan rutin status besi
setiap tiga bulan. Apabila didapatkan kadar Hb > 12 g/dL dan status besi cukup,
4-8 minggu menunjukan adanya respon yang tidak adekuat terhadap terapi EPO.
Hal tersebut dapat terjadi pada defisiensi besi yang sering terjadi pada pasien
protein) juga menjadi prediktor terjadinya kondisi EPO resisten. Pada kondisi
respon EPO tidak adekuat, terapi EPO harus dilakukan setelah menanggulangi
penyakit penyerta. Penyimpanan EPO juga perlu diperhatikan yaitu disimpan pada
a. Fe (Serum Iron)
Serum Iron (SI) merupakan gambaran kadar besi dalam bentuk ferri (Fe
3+) yang berikatan dengan transferin dalam darah. Pengukuran SI ditujukan untuk
perbedaan konsentrasi SI pada pagi dan sore dengan kadar yang lebih tinggi pada
sore hari, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh diet dan suplemantasi besi. Pada
et.al., 2017).
b. TIBC
Total Iron Binding Capacity (TIBC) atau daya ikat besi total merupakan
gambaran kapasitas daya ikat transferin dalam mengikat besi serum. Hal ini
merefleksikan kadar tranferin secara tidak langsung. Pada kondisi konsentrasi besi
serum rendah, kadar TIBC akan meningkat dan menurun pada kondisi konsentrasi
besi serum yang tinggi. Kadar normal TIBC adalah 300-360 μg/dL (Longo et.al.,
2011).
terhadap kapasitas daya ikat besi total (TIBC) dalam persen kejenuhan (Bandiara,
2003). Pengukuran status besi ini menunjukan kadar transferin yang terikat
dengan besi. Pada kondisi defisiensi besi absolut maupun defisiensi besi
fungsional, kadar ST dapat mencapai hingga < 20%. Saturasi transferin > 45%
besi. Peningkatan ST terjadi pada kondisi post pemberian zat besi intravena,
sedangkan penururunan ST akan terjadi pada kondisi infeksi atau kanker (Suega
K, 2015).
d. Feritin
besi dalam tubuh terutama pada limpa, hati, dan sumsum tulang (Puspitaningrum,
Rambert, & Wowor, 2016) Konsentrasi serum feritin menunjukkan kadar besi
total dan berperan sebagai indikator inflamasi sistemik (Kang, Hee-Taik et.al.,
2016). Senyawa protein yang terdiri atas 22 molekul apoferitin ini memiliki inti
yang berasal dari kompleks fosfat/besi sejumlah 4000-5000 molekul besi pada
pertama kali ketika terjadi penurunan cadangan besi tubuh (Tanamal et.al., 2016).
Kadar feritin normal pada laki-laki adalah 12-300 ng/mL dan 12-250 ng/mL untuk
Kadar feritin dan hepsidin pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis
terbukti lebih tinggi secara signifikan dibanding pada populasi kontrol yang terdiri
dari populasi sehat (Elmenyawi et.al., 2017). Adanya inflamasi kronik juga bisa
terjadi pada pasien yang mengalami GGK. Pada kondisi inflamasi, produksi
menghambat eritropoesis (Zadrazil & Horak, 2015). Pada kondisi lain pada pasien
GGK, feritin dapat meningkat pada saat transferin yang berfungsi sebagai
menyebabkan peran feritin sebagai protein penyimpan besi utama dalam sel yang
B. Penelitian Terkait
1. Lain C. Once-weekly Metode pasien dari epoetin-alfa ke Pemberian epoetin dan darbepoetin alfa
Macdougall erythropoietic observasional darbepoetin alfa dengan faktor sekali seminggu dimungkinkan asalkan obat
therapy: is there analitik melalui konversi dari 200 U epoetin menjadi diberikan sc Ada kemungkinan bahwa dosis
a difference pendekatan cross 1 m g dari darbepoetin alfa. Pada epoetin yang lebih tinggi mungkin harus
between the sectional, dengan bulan ke-3, dosis yang setara untuk digunakan untuk mendapatkan respons
available jumlah responden mempertahankan konsentrasi biologis yang sama, dan ini tentu saja juga
preparations?, 36 pasien hemoglobin adalah 232 U epoetin tergantung pada faktor konversinya.
pada bulan ke-4 faktor konversinya dengan darbepoetin alfa. SPC untuk
2. Shochiro ohta, Metode Pada kelompok pasien NN, L dan H. Penelitian ini menghasilkan hasil yang
Efficacy of
Yuki Inomoto, observasional Setelah perubahan dari epoetin-β diperoleh selama periode pengamatan enam
once or twice
Nobuhiro, analitik dengan menjadi epoetin-κ, kadar Hb di setiap bulan, di mana administrasi epoetin-β diubah
weekly
Kaori Matsuda hasil uji analisis kelompok tetap pada : 11 g / dl menjadi epoetin-κ. Tiga bulan setelah
administration
dengan jumlah total sedangkan hematokrit (Ht) tetap pada peralihan ke epoetin-κ, tingkat
of epoetin κ in
responden 30 ~ 35% dan jumlah sel darah merah ketidakstabilan menurun. Meskipun situasi
patients
pasien tampaknya berkumpul pada 350 × setelah perubahan dari epoetin-β ke epoetin-
receiving
κ memerlukan penyelidikan lebih lanjut,
31
3. S F Lui, C B Once weekly Metode kadar hemoglobin meningkat dari 6,6 Pemberian rHuEPO dosis rendah subkutan
Law, S M versus twice observasional +/- 1. 2 (mean +/- SD) menjadi 10,1 efektif dalam membalikkan anemia ginjal.
Ting, P Li, K weekly analitik dengan +/- 1,1 g / dl dalam kelompok sekali Tanggapan serupa diperoleh dengan rejimen
N Lai subcutaneous hasil uji analisis, seminggu dan dari 6,4 +/- 0,8 sekali seminggu dan dua kali seminggu.
administration dengan total 10 menjadi 10,2 +/- 1.1 g / dl dalam Oleh karena itu dapat diterima dan nyaman
of recombinant responden pasien kelompok dua kali seminggu. Dosis bagi pasien untuk menerima satu injeksi sc
human CAPD rata-rata rHuEPO yang digunakan mingguan rHuEPO untuk pengobatan
erythropoietin selama penelitian adalah 84 +/- 16 anemia ginjal. Pemberian rHuEPO dosis
in patients on dan 88 +/- 15 U / kg berat badan / rendah subkutan efektif dalam membalikkan
ambulatory kelompok sekali seminggu dan dua dengan rejimen sekali seminggu dan dua kali
4. Olivia Wijaya Analisis Metode penelitian Nilai rerata kadar hemoglobin pre Tidak terdapat perbedaan signifikan kadar
Wong perubahan analitik hemodialisis 7,9 g/dL dan post hemoglobin pre dan post hemodialisis pada
hemoglobin observasional hemodialisis 8,8 g/dL dari 27 sampel, pasien penyakit ginjal kronis
perguruan berjumlah 27
33
universitas
Hasanuddin
Makasar,
(2017)
5. Suryanto, Hubungan Metode Hasil penelitian didapatkan pasien Terdapat hubungan yang signifikan antara
Amalia putri frekuensi observasional penyakit ginjal kronis dengan kadar frekuensi pemberian EPO terhadap Fe dan
ocean pemberian analitik melalui Fe normal 20%, dan menurun 80%. SAT namun tidak terdapat hubungan yang
eritropoietin pendekatan cross Sedangkan pada kadar TIBC signifikan terhadap TIBC.
penyakit ginjal pada penelitian ini 23,3%, dan menurun 70%. Hasil
6. Adnan, Evaluasi terapi Observational Berdasarkan uji normalitas Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak
Hafizaah erytropoetin analitik dengan didapatkan hasil bahwa data Hb, terdapat perbedaan yang signifikan kadar
Dania pada pasien pendekatan cross- MCV, MCH, dan MCHC haemoglobin dan indeks eritrosit darah dari
hemodialisa di sectional. Dengan terdistribusi normal. Uji homogenitas kedua kelompok dan tidak terdapat
rumah sakit jumlah responden keseluruhan varabel menunjukkan hubungan penggunaan eritropoietin terhadap
Pku 60 pasien nilai P value > 0,005. Rata-rata profil kualitas hidup pasien hemodialisa.
berbeda.
7. Ardiya Garini Kadar Survey deskriftif Rata-rata kadar hemoglobin pasien Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
hemoglobin dengan pendekatan perempuan = 7,794 gr/dl dan laki-laki pasien yang sakit ≤ 3 bulan mempunyai
pada pasien cross sectional = 8,213 gr/dl. Rata-rata kadar kadar hemoglobin yang lebih rendah dengan
36
gagal ginjal dengan total jumlah hemoglobin pada pasien umur remaja derajat anemia berat daripada yang sudah >
kronik yang responden 48 = 6,150 gr/dl, dewasa = 7,831 gr/dl 3 bulan menderita sakit.
gr/dl.
37
8. Lia dewi Perbedaan Hb Observational Berdasarkan uji normalitas dengan Terdapat perbedaan bermakna kadar hb
Pratiwi, lilis pada penderita analitik cross- menggunakan Shapiro-wilk sebelum dan sesudah hd pada pasien PGK
Majidah, Ita PGK sebelum sectional dengan didapatkan data berdistribusi normal, dimana kadar hb sesudah hd lebih tinggi dari
Ismunanti dan sesudah menggunakan data dimana nilai p sesudah hd adalah pada kadar hb sebelum hd.
pasien.
9. Merra Pengaruh Desain penelitian Hasil uji t dependent menunjukkan Dengan demikian institusi pelayanan perlu
Rachmawaty latihan fisik menggunakan ada perbedaan nilai Hb setelah mengembangkan latihan fisik sebagai bagian
selama quasi experiment dilakukan latihan fisik (nilai p = dari program terapi dan rehabilitasi pasien
hemodialisis dengan rancangan 0,04), dan untuk penilaian fungsi penyakit ginjal kronis yang menjalani
38
terhadap nilai pretest dan postest fisik dengan dilakukan uji berjalan hemodialisis.
dependent.
39
10. Siska Sarwana Hubungan Metode analitik Hasil penelitian menunjukkan, pasien Terdapat hubungan antara penyakit ginjal
Penyakit Ginjal observasional PGK disertai anemia sebanyak 99 kronik dengan anemia dan pasien yang
Kronik Dengan dengan pendekatan pasien (94,3%) dan 6 orang pasien mengalami penyakit ginjal kronik memiliki
Anemia Pada rancangan cross PGK (5,7%) tidak disertai anemia. resiko untuk anemia sebesar 7,615 kali lebih
40
Pasien Rawat sectional dan data Sedangkan Pasien Non PGK yang besar dibandingkan pasien bukan penyakit
Inap RSUD yang diambil dalam mengalami anemia sebanyak 52 ginjal kronis.
Bari Palembang penelitian ini orang (68,4%) dan Pasien Non PGK
pasien.
41
C. Kerangaka Teori
Penurunan
Perubahan Erythropoietin
kadarFeritin
Anemia
Pemberian Transfusi
PemberianZat Besi
Skema 2.1 : Kerangka Teori, Sumber : Suwitra (2014), Tanamal et.al (2016),
Zadrazil & Horak (2015), Kritawan (2017), KDIGO (2013), Gaweda, (2017),
Krause et.al (2013), Silaban et.al (2016), Prenggono, (2015), Panjeta et.al (2017)
PERNEFRI (2001).
BAB III
A. Kerangka Konsep
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
nya dimana variabel ini dapat berubah dan dipengaruhi karena adanya
42
44
Variabel Counfounding
- Usia
- Jenis Kelamin
- Pekerjaan
- Lama sakit
- Lama Hemodialisis
Keterangan :
: Perbandingan
B. Hipotesis
dan dua kali pada kelompok intervensi pada pasien hemodialisis di Rsu Z
dan dua kali pada kelompok intervensi pada pasien hemodialisis di Rsu Z
C. Definisi Operasional
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.5
dibawah ini :
1. Vairiabel Independen
2. Variabel Dependen
Erythropoieti
2. Dependen : Ukuran pigmen respiratorik Menggunakan metode Lembar Observasi Kadar Hb dalam Rasio
3. Usia Ukuran lama waktu hidup Kuisioner Pengisian kuisioner 1. Dewasa Awal : 26- Ordinal
55 tahun
65 tahun
49
4. Jenis Kelamin Tanda Biologis yang Kuisioner Pengisian kuisioner Berbentuk kategori Nominal
5. Pekerjaan Ukuran responden yang Kuisioner Pengisian kuisioner Berbentuk kategori Ordinal
hemodialisis
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pretest-Posttest control group design yang terdiri atas dua kelompok yang
telah ditentukan. Pada desain ini test yang dilakukan sebanyak dua kali,
dan dua kali perminggu untuk kelompok intervensi (O3). Pada tahap akhir
(O2 dan O4) setelah dilakukan intervensi. Adapun pola penelitian metode
berikut :
Skema 4.3
R O1 X O2
R O3 O4
Keterangan :
51
52
X = Terapi erythropietin
kelompok intervensi
1. Populasi
2. Sampel
terhitung sejak bulan Januari 2020 sampai dengan November 2020 yang
1) Penghitungan sampel
penelitian ini adalah total sampling. Sampel pada penelitan ini adalah
D. Etika Penelitian
c) Manfaat (Benefience)
e) Keadilan (Justice)
Makna keadilan dalam hal ini adalah tidak membedakan subjek perlu
data yaitu lembar observasi yang berisi data demografi responden dan
57
Jakarta Selatan.
1. Validitas
Menurut (Arikunto, 2010) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut
dapat mengukur apa yang hendak diukur. Pembuatan instrumen atau alat
ukur dapat dilakukan dengan acuan validitas isi (conten validity) dan
dengan topik yang akan diteliti. Validitas konstruk adalah kesesuaian dari
Keterangan :
r = koefisien korelasi
Pada penelitian ini uji validitas tidak dilakukan karena penelitian ini
design, desain ini dari awal sudah dilakukan observasi melalui pretest
2. Reliabilitas
Langkah yang dilakukan setelah uji validitas adalah uji reliabilitas. Alat
ukur dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut memiliki sifat yang
Pengajuan judul
Penelitian
Sidang Proposal
Pengolahan Data Analisis data
Memulai Penelitian
Sidang Akhir
H. Pengolahan Data
1. Editing yaitu agar data yang telah dikumpulkan dapat diolah dengan
dilakukan.
I. Analisis Data
(Notoatmodjo, 2010).
1. Uji normalitas
distribusinya normal.
2. Analisis Univariat
(Notoatmodjo, 2012).
3. Analisis Bivariat
pasien penyakit ginjal kronis. Jenis uji statistik yang akan digunakan
dan sesudah proses, subjek sama tetapi mengalami dua perlakuan atau
J. Jadwal Kegiatan
Pembuatan proposal riset dimulai dari bulan Juli 2020 sampai dengan bulan Maret 2021. Untuk lebih jelasnya jadwal
pembuatan proposal riset ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Bulan
No Kegiatan Juli 2020 Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Judul
2 Bab I
3 Bab II
4 Bab III
64
5 Bab IV
6 Pengesahan
Proposal
7 Ujian Proposal
8 Pengumpulan
data
Uji Etik
10 Mulai
Penelitian
11 Pengolahan
data SPSS
12 Konsul Bab
V,VI,VII
65
13 Melakukan
Ujian Akhir
14 Penyerahan
Laporan
BAB V
HASIL PENELITIAN
Data yang dianalisis dalam penelitian ini di kelompokkan menjadi data yang di
dapatkan dari hasil pengukuran pertama (Pre) sebelum perlakuan dan data yang di
dapatkan dari hasil pengukuran kedua (Post) setelah perlakuan. Data pengukuran
pertama dilakukan di bulan Desember tahun 2020 dan Data pengukuran kedua
Sumber : SPSS
Pada tabel diatas diketahui bahwa berdasarkan uji kolmogorov smirnov variabel
terdistribusi tidak normal (p Value 0,004 < 0,05). Sedangkan kadar Hb pada
66
67
normal (p Value pre 0,114 dan p Value post 0,185 > 0,05).
B. Analisis Univariat
berada pada usia lansia awal baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
disusul oleh kategori usia lansia akhir, 12 orang (40%) pada kelompok kontrol
dan 12 orang (40%) pada kelompok intervensi. Sedangkan kategori usia Dewasa
Akhir merupakan yang paling sedikit, 4 orang (13,3%) pada kelompok kontrol
kontrol adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 26 orang (86,7%) dan
intervensi juga menunjukan paling banyak responden yang tidak bekerja yaitu 23
Kelompok Kontrol
Tabel 5.3 Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
kelompok kontrol
Hb Kelompok Kontrol
10,19 10,00 1,19 9.0-15,2 9,74 - 10,64
Pre EPO 1X/Minggu
standar deviasi 1,19gr%. Hb terendah adalah 9,0 gr% dan tertinggi adalah 15,2 gr
%. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
Kelompok Intervensi
Tabel 5.4 Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Kelompok Intervensi
Hb Kelompok
Erythropoietin 2 kali perminggu adalah 7,86 gr% dengan standar deviasi 0,59 gr
%. Hb terendah adalah 6,8 gr% dan tertinggi adalah 8,8 gr%. Dari hasil estimasi
Kelompok Kontrol
Kelompok Kontrol
10,31 10,10 1,35 8,8-16,30 9,80 – 10,81
Post EPO 1X/Minggu
standar deviasi 1,35 gr%. Hb terendah adalah 8,8 gr% dan tertinggi adalah 16,30
gr%. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
Kelompok Intervensi
Kelompok Intervensi
8,36 8,15 0,79 7,2-10,00 8,07 – 8,65
Post EPO 2X/Minggu
sesudah diberikan Erythropoietin 2 kali permingu adalah 8,36 gr% dengan standar
deviasi 0,79 gr%. Hb terendah adalah 7,20 gr% dan tertinggi adalah 10,00 gr%.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar
C. Analisis Bivariat
dengan frekuensi pemberian satu kali pada kelompok kontrol pada pasien
Rank N P-Value
Negative Ranks 14
Ties 2
Erythropoietin. Dan terdapat 2 Ties atau 2 responden yang kadar Hbnya sama
satu kali pada kelompok kontrol pada pasien hemodialisis di Rsu Z Jagakarsa
Jakarta Selatan.
74
erythropoietin adalah 7,83 gr% dengan standar deviasi 0,59 gr%, sedangkan
adalah 8,36 gr% dengan standar deviasi 0,79 gr%. Hasil analisis didapatkan
Mean SD SE n P
Variabel
Value
Hb Kontrol 10,31 1,35 0,25 30
Hb 0,0001
8,36 0,79 0,14 30
Intervensi
0,79 gr%. Hasil analisis didapatkan P-Value 0,0001, berarti pada alpha
PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Analisis Univariat
pekerjaan.
banyak berada pada usia Lansia Awal (29 orang) baik pada kelompok
dan 15 orang (50%). Berikutnya disusul oleh kategori usia lansia akhir, 12
orang (40%) pada kelompok kontrol dan 12 orang (40%) pada kelompok
sedikit, 4 orang (13,3%) pada kelompok kontrol dan 3 orang (10%) pada
kelompok intervensi.
satu faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi ginjal adalah umur, hasil
76
77
menurunkan fungsi biologik dari semua organ yang ada. Selain ini dengan
satu penyebab terbesar terjadinya gagal ginjal kronis. Hal ini menjadi salah
banyak yaitu sebesar 52% dan jenis kelamin laki-laki berjumlah 48%.
adalah perempuan sebesar 46.6% dan diikuti oleh laki-laki sebesar 30.7%.
78
bahwa penderita PGK terbanyak pada laki-laki karena faktor gaya hidup
responden laki-laki di masa lalu yang tidak baik seperti merokok konsumsi
metabolik.
tidak bekerja yaitu 23 orang (76,7) dan responden yang bekerja sebanyak 7
usia produktif namun tidak bekerja lagi secara administratif, namun masih
secara fisik, cepat lelah dan ingin fokus untuk menjalani terapi
dikurangi, namun ada juga yang tetap aktif bekerja karena memenuhi
bekerja lagi karena ingin fokus menjalani terapinya, selain itu juga karena
setiap 3 bulan pada pasien PGK stage 3-5 non dialysis dan diserankan
80
2011). Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Hasil
tertinggi adalah 15,2 gr%. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan
gr%.
(2011) dengan Hb terendah 9,0 gr% . Anemia pada PGK sering terjadi
perminggu rata-rata kadar Hb dalah 7,86 gr% dengan standar deviasi 0,59
gr%. Hb terendah adalah 6,8 gr% dan tertinggi adalah 8,8 gr%. Dari hasil
diantara 7,61 gr% sampai dengan 8,05 gr%. Bila dibandingkan dengan
kelompok Intervensi hanya 8,05 gr% masih jauh dibawah target hb.
%) lebih rendah, terdapat selisih rerata 2,14 gr%. Yang berarti rata-rata
82
target.
Salah satu terapi anemia pada pasien gagal ginjal kronis adalah
1,35 gr%. Hb terendah adalah 8,8 gr% dan tertinggi adalah 16,30 gr%.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-
kelompok kontrol. Hasil ini tidak jauh berbeda dari hasi penelitian
perminggu.
2 kali permingu adalah 8,36 gr% dengan standar deviasi 0,79 gr%. Hb
terendah adalah 7,20 gr% dan tertinggi adalah 10,00 gr%. Dari hasil
kelompok intervensi sebesar 0,5 gr%. Hasil ini tidak jauh berbeda dari hasi
< 10 gr% dan ht <30%, dengan syarat kadar feritin serum >100mcg/dl
kali perminggu ini merupakan bentuk terapi dalam fase koreksi. Tujuan
mordibilitas menurun.
terapi sebagai dosis koreksi pada terapi anemia PGK dapat meningkatkan
B. Analisis Bivariat
86
dengan frekuensi pemberian satu kali pada kelompok kontrol pada pasien
hasil ini diketahui bahwa pada kelompok kontrol cukup banyak pasien
pemberian Erythropoietin.
seperti defisiensi zat besi, imflamasi akut maupun kronik, inhbisi sumsum
tulang dan pendeknya masa hidup eritrosit, hingga kondisi lain seperti
pendekatan tahap akhir pada anemia GGK, dan dimulai ketika Hb turun
secara konsisten hingga <10 mg%, setelah penyebab lain anemia diobati
penyulit seperti defesiensi besi dan dibuktikan dengan serum feritin yang
rendah. Hal ini diduga menjadi penyebab hasil analisis tidak ada ada
hemoglobin responden.
dan folat.
umum responden terutama faktor metabolik dan status gizi. Status gizi
(feritin serum) yang rendah, selain itu defisiensi asam folat juga diduga
Rsu Z Jagakarsa Jakarta Selatan. Hal ini sesuai dengn hasil penelitian
Sebagian besar pasien anemia pada GGK dapat tertangani dengan baik
merah namun bekerjanya tergantung pada status gizi dan zat besi pasien
tulang memproduksi sel darah merah yang cukup bagi tubuh. Mekanisme
merupakan dosis pada fase awal terapi anemia pada PGK dengan
dengan pemberian terapi besi, asam folat, vit b12, vit C dan suplemen
atau 2 kali perminggu. Hal ini ditunjukan oleh data rata-rata kadar Hb
91
mengalami defisiensi besi, dan sedang mendapat terapi besi oral. Selain
nutrisi yang adekuat, cegah dan koreksi defisiensi asam folat dan vitamin
B12, terapi perdarahan, dan teknik injeksi: injeksi sub cutan lebih baik.
nutrisi terpenuhi dengan baik, tidak terjadi perdarahan, dan cara atau rute
C. Keterbatasan Penelitian
92
masih banyak lagi faktor lain (variabel perancu) yang diduga dapat
erythropoietin.
92
BAB VII
A. Kesimpulan
Pekerjaan:
92
93
deviasi 1,19gr%. Hb terendah adalah 9,0 gr% dan tertinggi adalah 15,2
gr%.
deviasi 0,59 gr%. Hb terendah adalah 6,8 gr% dan tertinggi adalah 8,8
gr%.
deviasi 1,35 gr%. Hb terendah adalah 8,8 gr% dan tertinggi adalah
16,30 gr%.
deviasi 0,79 gr%. Hb terendah adalah 7,20 gr% dan tertinggi adalah
10,00 gr%.
B. Saran
1. Institusi Pendidikan
hemodialis.
3. Pengembangan Keilmuan
besar pengaruhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
Guyton, A. C., Hall, J. E. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi
Salemba :Jakarta.http://repo.stikesicmejbg.ac.id/1097/2/KTI_LiaDwiPratiwi.
https://doi.org/10.22146/jsv.48516
KDIGO. 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic
Kritawan. (2017). Gagal Ginjal dan gagal ginjal kronis medika sehat : jakarta.
Indonesia.
alfa dan eritropoietin beta pada pasien gaggal ginjal kronik di instalasi
Rineka Cipta.
PPGII. (2009). Penatalaksanaan Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. Jakrta:
Suwitra. (2014). Penyakit ginjal kronis, dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam
https://doi.org/10.1093/ndt/gfh019
Palembang.
HEMODIALISA.
Diseases : A review. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech
Republic.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
N0. Responden
RESPONDEN
Kepada Yth,
Di
Tempat
Dengan Hormat,
NPM : 08190100054
Maju - Jakarta
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Bapak/ Ibu untuk bersedia menjadi
Selatan”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat nilai Hb dengan pemberian EPO
satu kali dan dua kali dalam satu minggu pada pasien PGK yang menjalani
Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan.
Peneliti akan menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian
bagi Bapak/ Ibu sebagai responden. Sebaliknya penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai Hb dan mempertahankan nilai Hb selama menjalani
Identitas dan data atau informasi yang Bapak / Ibu berikan dijaga kerahasiaannya.
Demikian surat permohonan ini peneliti buat, atas kesediaan dan kerjasama
Nenden Martiana
Lampiran 4
(INFORMED CONSENT)
Nama : ……………………………….
Usia : ……………………………….
Setelah membaca surat permohonan dan mendapat penjelasan dari peneliti dengan
ini saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang berjudul
Keikutsertaan saya dalam penelitian ini tidak ada unsur paksaan dari pihak
manapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
(KELOMPOK KONTROL)
JENIS
KELAMIN Hasil
NAMA Hemoglobin
NO USIA/THN L/P BEKERJA/TIDAK
( Initial ) BEKERJA Pre Post
(KELOMPOK INTERVENSI)
JENIS
KELAMIN Hasil
NAMA Hemoglobin
NO USIA L/P BEKRJA/
( Initial ) TIDAK Pre Post
BEKERJA
1 Ny. A 62 8,3 8,7
L Tidak bekrja
2 57 8,4 8,1
L Bekerja
Ny. S
3 49 8,3 8,1
L Tidak bekrja
Ny. Sm
4 Tn. S 59 8,8 9,6
L Bekerja
5 35 Bekerja 8,2 8,1
L
Tn. Sm
6 58 Bekerja 7,9 8,1
L
Tn. Z
7 44 Tidak bekrja 8,4 10
P
Tn . M
8 59 Tidak bekrja 8,1 8,5
P
Ny. M
9 54 Tidak bekrja 7,4 7,7
P
Tn. Sl
10 Tn. A 56 Tidak bekrja 7,2 7,2
L
11 56 Tidak bekrja 7,1 7,4
L
Tn. At
12 57 Tidak bekrja 7,8 8,2
P
Tn. G
13 64 8,3 9,2
L Bekerja
Tn. S
14 44 Tidak bekrja 7,0 8,8
L
Ny. A
15 52 Tidak bekrja 7,0 8,5
L
Ny. E
16 59 Tidak bekrja 7,8 7,4
P
Ny. O
17 Ny. S 54 8,0 10
P Tidak bekrja
Lampiran 5
09 / 025 / HD - 1/4
Ditetapkan oleh
Tanggal terbit Direktur RSU. Zahirah
SPO
Januari 2019
marrow).
TUJUAN
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melakukan
KEBIJAKAN
Keputusan Direktur No : 05 / 024 / SK / II / 2019 tentang
Lampiran 6
PROSEDUR Tujuan :
minggu
diturunkan 25 %
Tujuan :
terapi EPO.
a. Target Terapi :
bulan.
sebelumnya.
Catatan :
Rawat Jalan
Rawat Inap
Lampiran 7
Lampiran 7
Lampiran 7
Lampiran 7
UJI NORMALITAS
Explore
Notes
[DataSet0]
Case Processing Summary
Cases
Descriptives
Median 10,0000
Variance 1,422
Minimum 9,00
Maximum 15,20
Range 6,20
Range 2,00
Interquartile Range 1,03
Skewness -,217 ,427
Kurtosis -,945 ,833
Mean 8,3600 ,14397
Median 8,1500
Variance ,622
Minimum 7,20
Maximum 10,00
Range 2,80
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Hb_Pre_KK
Hb_Pre_KK Stem-and-Leaf Plot
8,00 9 . 00112233
5,00 9 . 57788
10,00 10 . 0001234444
2,00 10 . 59
3,00 11 . 014
1,00 11 . 7
1,00 Extremes (>=15,2)
Hb_Post_KK
2,00 8 . 89
5,00 9 . 01124
6,00 9 . 688899
4,00 10 . 0022
9,00 10 . 557788889
3,00 11 . 223
1,00 Extremes (>=16,3)
Hb_Pre_KI
Lampiran 7
2,00 6 . 89
7,00 7 . 0001234
8,00 7 . 78888899
10,00 8 . 0122333344
3,00 8 . 788
Hb_Post_KI
4,00 7 . 2244
4,00 7 . 5679
9,00 8 . 011111123
8,00 8 . 55567778
1,00 9 . 2
1,00 9 . 6
3,00 Extremes (>=10,0)
ANALISIS UNIVARIAT
Lampiran 7
Valid 30 30 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Jenis_Kelami_KK
Usia_KK
Pekerjaan_KK
JEnis_kelamin_KI
Usia_KI
Pekerjaan_KI
Frequencies
Notes
[DataSet0]
Statistics
Valid 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0
Mean 10,1900 10,3067 7,8333 8,3600
Median 10,0000 10,1000 7,8500 8,1500
Lampiran 7
Frequency Table
Hb_Pre_KK
Hb_Post_KK
Hb_Pre_KI
Hb_Post_KI
Histogram
Lampiran 7
Lampiran 7
Lampiran 7
ANALISIS BIVARIAT
A. Kelompok Kontrol
NPar Tests
Ranks
Total 30
Test Statisticsa
Hb_Post_KK -
Hb_Pre_KK
Z -,878b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,380
B. Kelompok Intervensi
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=Hb_Post
/CRITERIA=CI(.95).
T-Test
[DataSet0]
Group Statistics
Lower Upper
Equal variances 1,142 ,290 6,816 58 ,000 1,94667 ,28561 1,37495 2,51839
assumed
Hb_Post
Equal variances 6,816 46,702 ,000 1,94667 ,28561 1,37199 2,52135
not assumed
Lampiran 7
- Cari Jurnal sebanyak banyak nya dan lanjut buat Latar belakang BAB I
Lampiran 7
2. Selasa, 28 Juli 2020 BAB I - Revisi pembuatan latar belakang memakai konsep piramida terbalik
- Lanjut BAB II
3. Selasa, 11 Agustus BAB I dan - Masih Revisi BAB I karena belum sesuai dengan konsep piramida terbalik
pekerjaan
4. 13 Agustus 2020 Bimbingan - Mencari jurnal online dengan cara menjadi anggota perpustakaan nasional
Cara Mencari - Pertemuan berikutnya akan dibahas tata cara pencarian jurnal nya dan
Jurnal wajib semua nya sudah terdaftar menjadi anggota perpustakaan Nasional
Lampiran 7
- Dapus harus memakai Mendeley semua nya wajib pakai mendeley dan ini
Mendeley - Total Sampel 60 dibagi 2 group masing masing 30 untuk kelompok control
7. 29 September 2020 BAB III dan - Perbaiki Sistematika penulisan jangan banyak typo
- Pada DO perbaiki alat ukur Hb, diangka berapa Hb ringan, sedang, berat.
Lampiran 7
8. Jum’at 09 Oktober - Mahasiswa bimbingan Bapak Agus Wajib mendaftar anggota perpustakaan
2020 nacional
- Hari senin tgl 12/10/2020 jam 11.00 s/d 12.00 wajib Hadir via Zoom
N = Novelty (Sumber tidak lebih dari 10 tahun, lebih bagus < 5 tahun)
> Pastikan tidak copas kalaupun copy itu dibedakan urutan nya
Lampiran 7
9. Selasa, BAB III - Skema prosedur pengumpulan data masih perlu diperbaiki
14 November 2020 - Dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah perlakuan
12. Selasa, BAB IV - Jika Sampel memungkinkan ambil seluruh populasi yang ada
27 November 2020 - Lanjut untuk persiapan Uji plagiat, Uji etik dan Penelitian
23 Februari 2021 V,VI,VII - Tambahkan di setiap Pembahasan dicantumkan kesimpulan dari peneliti
(2X/MINGGU)
Lampiran 7
(1X/MINGGU)
Lampiran 7
ERYTHROPOIETIN 3000 IU
Lampiran 7
Data Diri :
Nama Lengkap : Nenden Martiana
Nama Panggilan : Nenden
Tempat/tanggalLahir : Cianjur, 30 Juni 1986
Alamat : Jl. Belimbing III No 15 A Rt 007/008 Jagakarsa
Jakarta Selatan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Nomor Telepon : 085718160009
Riwayat Pendidikan :
2019 - 2020 : S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju
2005 - 2008 : AKPER YASPEN Tugu Ibu
2001 - 2005 : SMUN 1 Cibinong - Cianjur
1998 - 2001 : SMPN 2 Cibinong - Cianjur
1992 - 1998 : SDN Cibinong 2 Cianjur
Riwayat Pekerjaan :