Anda di halaman 1dari 123

RESPONS TANAMAN SELADA MERAH (Lactuca sativa Var.

Arista)
TERHADAP RAGAM FORMULASI NUTRISI PADA HIDRPONIK
SISTEM RAKIT APUNG

SKRIPSI

Oleh:

Maratun Sholehah

1147060041

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018 M/1349 H
RESPONS TANAMAN SELADA (Lactuca sativa Var. Arista)
MERAH TERHADAP RAGAM FORMULASI NUTRISI PADA
HIDRPONIK SISTEM RAKIT APUNG

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Oleh:

Maratun Sholehah

1147060041

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018 M/1349 H

i
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

Judul : Respons Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa Var.


Arista) Terhadap Ragam Formulasi Nutrisi Pada
Hidrponik Sistem Rakit Apung
Nama : Maratun Sholehah
NIM : 1147060041
Program Studi : Agroteknologi

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Ahmad Taofik, MP Budy Frasetya TQ, STP., MP


NIP.196212151987031002 NIK. 198005142011123008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Sanis dan Ketua Program Studi


Teknologi Agroteknologi

Dr. Opik Taupik Kurahman Ir. Ahmad Taofik, MP


NIP. 196812141996031001 NIP.196212151987031002

ii
LEMBAR PERYATAAN

Bismillahirrahmanirraahim,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Maratun Sholehah
Tempat/Tgl Lahir : Serang, 24 April 1996
NIM : 1147060041
Jurusan/Prodi : Agroteknologi
Judul : Respons Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa Var.
Arista) Terhadap Ragam Formulasi Nutrisi Pada Hidrponik
Sistem Rakit Apung

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik baik di UIN Sunan Gunung Djati Bandung maupun di perguruan
tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penelaah.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan dalam daftar pustaka sebagai acuan dalam naskah dengan
menyebutkan nama pengarangnya.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, Desember 2018


Yang membuat penyataan,

Maratun Sholehah
(1147060041)

iii
ABSTRAK

Maratun Sholehah. 2018. Respons Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa


Var. Arista) Terhadap Ragam Formulasi Nutrisi Pada Hidrponik Sistem
Rakit Apung. Dibawah bimbingan Ahmad Taofik dan Budy Frasetya.

Formulasi nutrisi merupakan kadar nutrisi yang diberikan pada larutan


dalam jumlah tertentu sesuai kebutuhan tanaman. Keterlambatan pemberian
nutrisi atau perbandingan unsur hara yang tidak tepat akan berakibat fatal terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Hidroponik sistem rakit apung mampu menyediakan unsur hara secara langsung
kepada tanaman dengan akar yang terendam larutan nutrisi. Tujuan dari penelitian
ini untuk menentukan ragam formulasi nutrisi terhadap budidaya tanaman selada
merah (Lactuca sativa Var. Arista) pada hidroponik sistem rakit apung. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Junii 2018 hingga Juli 2018 yang bertempat di kebun
percobaan Universitas Padjajaran Jatinangor untuk menguji ragam formulasi
nutrisi tanaman selada dari formulasi Sutiyoso (2006), Hoagland & Snyder (1933-
1938), Hoagland (1919), Shive & robbins (1942), dan Dr. H. Resh Lettuce
Anguila, B.W.I (2011) pada tanaman selada merah varietas arista disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap dengan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
dengan pemberian formulasi yang berbeda dan nilai EC yang sama pada tanaman
selada memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter pertumbuhan yang
berupa tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat segar tanaman, berat
kering tanaman, nisbah pupus akar, dan luas daun. Perlakuan dengan pemberian
formulasi Sutiyoso (2006) menunjukkan hasil terbaik pada jumlah daun, berat
segar tanaman, berat kering tanaman, nisbah pupus akar, dan luas daun.
Sedangkan formulasi nutrisi yang menunjukkan hasil terbaik pada tinggi tanaman
dan panjang akar adalah Resh (2011).

Kata kunci: Formulasi, Selda merah, Hidroponik, Rakit Apung

iv
ABSTRACT

Maratun Sholehah. 2018. Response of Red Lettuce (Lactuca sativa Var.


Arista) on the Variety of Nutrition Formulations with Hydrponics Floating
Raft System. Supervised by Ahmad Taofik and Budy Frasetya.

Nutritional formulation is the level of nutrients given to the solution in a


certain amount according to the needs of plants.. Delay in the provision of
nutrients or improper nutrient comparisons will have fatal consequences on plant
growth and development, and can even cause death. Hydroponic floating raft
systems are able to provide nutrients directly to plants with roots submerged in
nutrient solutions. The purpose of this study was to determine the variety of
nutritional formulations on the cultivation of red lettuce (Lactuca sativa Var.
Arista) in a hydroponic floating raft system. This research was conducted in June
2018 to July 2018 at the experimental garden of Padjajaran University Jatinangor
to examine various nutritional formulations of lettuce plants from the formulations
of Sutiyoso (2006), Hoagland & Snyder (1933-1938), Hoagland (1919), Shive &
robbins (1942), and Dr. H. Resh Lettuce Anguila, B.W.I (2011) on arista varieties
of red lettuce were arranged in a Completely Randomized Design with 5
replications. The results showed that by giving different formulations and the
same EC value in lettuce gave different effects on growth parameters in the form
of plant height, number of leaves, root length, plant fresh weight, plant dry
weight, root loss ratio, and leaf area . The treatment with Sutiyoso (2006)
formulation showed the best results on the number of leaves, fresh weight of
plants, dry weight of plants, ratio of root loss, and leaf area. While nutritional
formulations that show the best results on plant height and root length are Resh
(2011).

Keywords: Formulation, Red Lettuce, Hydroponics, Floating Raft

v
RIWAYAT HIDUP

Maratun Sholehah lahir di Serang, 24 April 1996 anak

ke-3 dari 3 bersaudara (Fachrul Setiawan dan Eva Fachriati).

Putri dari bapak Sutadi (alm) dan ibu Adelah. Penyusun

menempuh pendidikan formal mulai dari Taman Kanak-kanak

Ar-rahman (2001- 2002), Sekolah Dasar Negeri Singarajan dan Sekolah

Ibtidaiyah Al-khairiyah (2002 - 2008) , Sekolah Menengah Pertama Negeri 1

Pontang (2008 - 20011), dan Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Serang Jurusan IPA

(2011- 2014).

Pada tahun 2014, penyusun melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan

Tinggi di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Sains

dan Teknologi Program studi Agroteknologi.

Pada tahun 2017 penyusun melaksanakan kegiatan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di Taman Teknologi Pertanian Cigombong - Bogor, dan Kuliah

Kerja Nyata Mahasiswa Sistem Pemberdayaan Masyarakat (KKN SISDAMAS) di

Desa Sangiang Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat dan

salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, sahabatnya dan kita semua sebagai umatnya sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Respons Tanaman Selada Merah

(Lactuca sativa Var. Arista) Terhadap Ragam Formulasi Nutrisi Pada Hidrponik

Sistem Rakit Apung”, ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari banyak

pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya baik dalam segi teknis

maupun teoritis dalam penyusunan skripsi kepada :

1. Dr. H. Opik Taopik Kurahman, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Sunan Gunung Djati Bandung.

2. Ir. Ahmad Taofik, MP, Ketua Jurusan Prodi Agroteknologi sekaligus dosen

pembimbing I.

3. Budy Frasetya TQ, STP., MP. Dosen pembimbing II.

4. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik dari segi

moril dan meteri.

5. Umi, Abu dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan.

6. Keluarga besar Agroteknologi 2014 yang tidak bisa penyusun sebutkan satu

vii
persatu, atas kebersamaan dan keceriaannya.

7. Serta pihak - pihak lain yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu,

yang telah berperan serta membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Saya selaku penyusun mengetahui bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang dapat membangun

dari pembaca sangat diharapkan. Akhir kata, penyusun ucapkan terima kasih

banyak dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan ilmu

pengetahuan pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, November 2018

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

ABSTRAK......................................................................................................... iv

ABSTRACT ....................................................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 4

1.3 Tujuan ................................................................................................... 4

1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 4

1.5 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 5

1.6 Hipotesis ................................................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10

2.1 Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa Var.Arista) ............................ 10

2.2 Hidroponik Sistem Rakit Apung .......................................................... 13

2.3 Nutrisi AB Mix .................................................................................... 15

2.4 Formulasi Nutrisi ................................................................................. 21

ix
BAB III METODOLOGI ................................................................................ 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 23

3.2 Bahan dan Alat .................................................................................... 23

3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 23

3.3.1 Rancangan Percobaan ........................................................................ 23

3.3.2 Rancangan Perlakuan ........................................................................ 24

3.3.3 Rancangan Respons ........................................................................... 25

3.3.4 Rancangan Analisis ........................................................................... 27

3.4 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 33

4.1 Pengamatan Penunjang ........................................................................ 33

4.1.1 Suhu dan Kelembaban .................................................................. 33

4.1.2 Hama dan Penyakit ....................................................................... 34

4.1.3 Pengukuran EC Larutan ................................................................ 37

4.1.4 Pengukuran pH Larutan ................................................................ 38

4.1.5 Pengukuran DO Larutan ............................................................... 38

4.2 Pengamatan Utama .............................................................................. 39

4.2.1 Tinggi Tanaman (cm) ................................................................... 39

4.2.2 Jumlah Daun (helai) ...................................................................... 43

4.2.3 Panjang Akar (cm) ........................................................................ 45

4.2.4 Luas Daun (cm2) ........................................................................... 48

4.2.5 Berat Segar Tanaman (g) .............................................................. 51

4.2.6 Berat Kering Tanaman (g) ............................................................ 54

4.2.7 Nisbah Pupus Akar (%) ................................................................ 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 59

x
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 59

5.2 Saran ........................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 60

LAMPIRAN ..................................................................................................... 64

xi
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Sistem Rakit Apung ..................................................................................... 30
2. (a) hama ulat dan (b) kerusakan akibat hama ulat ......................................... 35
3. (a) hama kutu daun kapas dan (b) kerusakan akibat hama kutu daun kapas .. 35
4. gejala penyakit busuk akar ........................................................................... 36

xii
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Formulasi Nutrisi Tanaman selada Merah ................................................. 7
2. Kandungan Gizi Selada Merah ............................................................... 13
3. Perlakuan Ragam Formulasi Nutrisi ....................................................... 24
4. Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) ........................ 27
5. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Tinggi Tanaman Selada ................ 39
6. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Jumlah Daun Tanaman Selada ...... 43
7. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Panjang Akar Tanaman Selada ..... 46
8. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Luas Daun Tanaman Selada ......... 48
9. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Berat Segar Tanaman Selada ........ 51
10. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Berat Kering Tanaman Selada ...... 54
11. Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Nisbah Pupus Akar Tanaman….
Selada .................................................................................................... 56

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Deskripsi Tanaman Selada Merah Varietas Arista (SL 840) .................... 65
2. Design dan Denah Sistem Rakit Apung .................................................. 67
3. Formulasi Nutrisi Sutiyoso (2006) .......................................................... 68
4. Formulasi Nutrisi Hoagland & Snyder (1933-1938)................................ 69
5. Estimasi Harga Formulasi Nutrisi ........................................................... 73
6. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada …..
Umur 7 HST (cm) .................................................................................. 74
7. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada ….
Umur 14 HST (cm) ................................................................................ 76
8. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada ….
Umur 21 HST (cm) ................................................................................ 79
9. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada ….
Umur 28 HST (cm) ................................................................................ 80
10. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada ….
Umur 35 HST (cm) ................................................................................ 81
11. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada ……..
Umur 7 HST (helai) ................................................................................ 82
12. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada ……..
Umur 14 HST (helai) .............................................................................. 83
13. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada ..……
Umur 21 HST (helai) .............................................................................. 84
14. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada ……..
Umur 28 HST (helai) .............................................................................. 85
15. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada ……
Umur 35 HST (helai) .............................................................................. 86
16. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Panjang Akar ...................... 87
17. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Luas Daun (cm2) ................ 88
18. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Tanaman (g) .... 90
19. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Pupus (g) ......... 91
20. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Akar (g) ........... 92
21. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Tanaman (g)... 93

xiv
22. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Pupus (g) ....... 93
23. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Akar (g) ......... 95
24. Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Nisbah Pupus Akar (%)....... 96
25. Data Suhu (ºC) dan Kelembaban (%) ...................................................... 97
26. Pengukuran EC (mS cm-1) ..................................................................... 98
27. Pengukuran pH Larutan .......................................................................... 99
28. Pengukuran DO Larutan ....................................................................... 100
29. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 101

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selada merah (Red lettuce) merupakan tanaman sayuran daun yang memiliki

bentuk daun bergelombang dan berwarna hijau kemerahan. Sayuran ini umumnya

dikonsumsi dalam keadaan segar oleh masyarakat, karena mengandung zat-zat

gizi (nutrient) yang cukup lengkap maupun senyawa lainnya yang dibutuhkan

oleh tubuh manusia. Sebagian besar selada dimakan dalam keadaan mentah.

Selada merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi karena memiliki warna,

tekstur, serta aroma yang menyegarkan tampilan makanan. Tanaman ini

merupakan tanaman setahun yang dapat di budidayakan di daerah lembab, dingin,

dataran rendah maupun dataran tinggi. Pada dataran tinggi yang beriklim lembab

produktivitas selada cukup baik. Tanaman selada di dataran tinggi dapat

membentuk krop yang besar sedangkan pada daerah dataran rendah, daun selada

berbentuk krop kecil dan berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Selada merah (Red lettuce) memiliki pasar penjualan yang luas sehingga

mudah untuk dipasarkan, tingkat kebutuhan selada merah di pasaran akan terus

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah. Hal ini didukung oleh kesadaran

masyarakat untuk mengkonsumsi sayuran daun yang semakin tinggi sehingga

menyebabkan permintaan sayuran daun meningkat. Kondisi tersebut mendorong

perlunya usaha peningkatan produksi sayuran daun melalui teknik budidaya

1
2

pertanian dengan produktifitas tinggi. Peningkatan produk dapat juga dilakukan

melalui ekstensifikasi (perluasan areal pertanaman). Akan tetapi, lahan yang

semakin berkurang mendorong perlunya sistem bercocok tanam yang tepat

sehingga upaya peningkatan pada proses budidaya dapat terjadi. Salah satu

budidaya yang dapat diterapkan adalah budidaya hidroponik.

Budidaya secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan terbatas untuk

memproduksi sayuran lebih banyak, perawatan tanaman yang lebih praktis,

efisiensi penggunaan pupuk, dan tenaga kerja. Sehingga dapat meningkatkan

produksi melalui usaha intensifikasi pertanian yang meliputi kegiatan cara

bercocok tanam, penggunaan varietas unggul, pemupukan, pengairan, dan

pengendalian hama serta penyakit tanaman. Dalam budidaya secara hidroponik

terdapat banyak sistem yang digunakan dengan cara kerja yang berbeda-beda

yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu kultur agregat dan kultur air

(Suhardiyanto, 2009). Kultur agregat menggunakan media padat selain tanah yang

porus seperti halnya fungsi tanah (Lingga, 2002). Sebaliknya pada kultur air

menggunakan media larutan nutrisi, antara lain NFT (Nutrient Flow Technique),

DFT (Deep Flow Technique), aeroponik, pasang surut, rakit apung dan

sebagainya. Dari cara kerja setiap sistem terdapat sistem yang mudah untuk

dirakit dan memiliki cara kerja yang sederhana yaitu rakit apung.

Hidroponik sistem rakit apung adalah suatu sistem dalam teknik budidaya

hidroponik yang sangat sederhana dan mudah untuk dibuat, dimana sistem rakit

apung memanfaatkan wadah (bak tanam) dengan posisi yang mendatar dan air
3

sebagai media utama. Dalam penanamannya tanaman ditanam pada lubang

styrofoam, kemudian styrofoam diapungkan diatas larutan nutrisi (Fallah, 2006).

Karakteristik sistem rakit apung salah satunya adalah terisolasinya

lingkungan perakaran, sehingga fluktuasi suhu larutan nutrisi tergolong rendah.

Fluktuasi suhu larutan nutrisi dalam sistem ini dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan sekitar, umur tanaman, dan kedalaman larutan nutrisi. Larutan nutrisi

dapat didaur ulang setelah dievaluasi kepekatan larutannya kurang lebih setiap

minggu (Ardian, 2007).

Agar tanaman tumbuh secara optimal, komposisi unsur hara harus sesuai

dengan yang dibutuhkan oleh tanaman, karena masing-masing tanaman

membutuhkan formulasi pupuk yang berbeda-beda. Larutan nutrisi sebagai

sumber pasokan air dan mineral nutrisi merupakan faktor penting untuk

pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik, sehingga harus tepat dari segi

jumlah, komposis ion nutrisi dan suhu, oleh karena itu perlu adanya pengkajian

jenis air dan nutrisi dalam hidroponik rakit apung yang dapat menunjang

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Keseimbangan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman,

terdapat beberapa akibat dari ketidakseimbangan tersebut antara lain kelebihan Cu

atau sulfat akan menghambat penyerapan Mo, terlalu banyak Zn, Mn dan Cu

dapat menyebabkan defisiensi Fe, terlalu banyak P dapat menyebabkan

kekurangan Zn, Fe, dan Cu, terlalu banyak N dapat menyebabkan kekurangan Cu,

kelebihan N atau K dapat mempersulit penyerapan Mn. terlalu banyak kapur,

menghambat penyerapan B, dan kelebihan Fe,Cu dan Zn dapat mengurangi


4

penyerapan Mn (Hardjowigeno, 2010). Dari uraian tersebut menunjukkan

pentingnya konsep pemupukan berimbang yang artinya pemberian unsur hara

tidak hanya satu jenis unsur saja tetapi juga harus diimbangi dengan pemberian

unsur-unsur lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ragam formulasi nutrisi berpengaruh terhadap budidaya tanaman

selada merah (Lactuca sativa Var. Arista) pada hidroponik sistem rakit apung.

2. Formulasi nutrisi manakah yang memberikan respons pertumbuhan terbaik

terhadap budidaya tanaman selada merah (Lactuca sativa Var. Arista) pada

hidroponik pada rakit apung.

1.3 Tujuan

1. Menentukan ragam formulasi nutrisi terhadap budidaya tanaman selada merah

(Lactuca sativa Var. Arista) pada hidroponik sistem rakit apung.

2. Menentukan formulasi nutrisi yang memberikan respons pertumbuhan terbaik

terhadap tanaman selada merah (Lactuca sativa Var. Arista) pada hidroponik

sistem rakit apung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara ilmiah, dapat mempelajari pengaruh perbedaan formulasi nutrisi

untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman selada merah. Selain itu, penelitian ini

berguna sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi peneliti lain yang akan

mengadakan penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini diharapkan pada

akhirnya dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perbedaan formulasi

nutrisi terhadap pertumbuhan tanaman selada merah secara hidroponik rakit


5

apung.

1.5 Kerangka Pemikiran

Selada merah (Lactuca Sativa L. Var. Arista) termasuk tanaman yang dapat

dibudidayakan dengan sistem rakit apung. Dalam pertumbuhannya kebutuhan

unsur hara tanaman selada merah harus terpenuhi dengan baik agar tidak

mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut. Keterlambatan pemberian nutrisi

atau perbandingan unsur hara yang tidak tepat akan berakibat fatal terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Apabila pemberian nutrisi dilakukan dengan tepat dan baik, tanaman akan tumbuh

secara optimal dan dapat hidup lebih lama. Penggunaan formulasi nutrisi yang

tepat pada budidaya hidroponik termasuk sistem akit apung merupakan faktor

penting, hal ini dikarenakan pada sistem rakit apung media air yang digunakan

hanya sebagai penopang tumbuhnya suatu tanaman sehingga mutlak diperlukan

pemberian nutrisi.

Formulasi nutrisi merupakan kadar nutrisi yang diberikan pada larutan

dalam jumlah tertentu sesuai kebutuhan tanaman. Sehingga diperlukan kajian

yang membahas tentang penggunaan formulasi nutrisi yang tepat untuk tanaman

selada agar tumbuh optimal dan dapat memenuhi semua unsur yang diperlukan

tanaman selada. Formulasi nutrisi mengandung unsur hara penting yang

dibutuhkan oleh tanaman, mulai dari unsur hara makro hingga unsur hara mikro.

Setiap unsur merupakan hal penting yang dapat mendukung pertumbuhan

tanaman. Akan tetapi, peran unsur hara dapat digantikan oleh unsur hara yang lain

dengan catatan dalam kondisi kritis. Kekurangan unsur besi (Fe) dapat digantikan
6

dengan hara molibden (Mo) apabila terpaksa. Terdapat hubungan fisiologis antara

Fe dan K hal ini ditunjukkan pada jagung yang mengalami defisiensi K yang

cenderung muncul akibat terjadinya penimbunan Fe dalam jaringan internodia

dalam bentuk FeO. Pada tanaman kentang yang kekurangan Fe sering dapat

diganti dengan hara K. sebaliknya, kentang yang kekurangan K dapat diganti

dengan pemberian Fe (Rosmarkam, 2002).

Selain itu terdapat unsur hara yang memiliki fungsi hampir sama seperti

fungsi unsur Mn yang hampir menyerupai Mg. kedua unsur ini merupakan

jembatan dengan kompleks enzim fosfokinase dan fosotranferase. Sehingga

sebagian fungsi Mn dapat diganti oleh Mg.

Formulasi nutrisi selada yang digunakan terdapat formulasi nutrisi yang

mengandung unsur Na yang merupakan unusr hara pembangun. Tanaman yang

tidak mengandung unsur Na tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme,

tanaman yang mempunyai daya serap Na tinggi, Na dianggap penting untuk

pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut. Na dapat berpengaruh baik pada

pertumbuhan tanaman apabila kadar K relatif rendah. Pada konsentrasi K yang

rendah, pemberian Na menaikkan produksi cukup tinggi, sedangkan pada

konsentrasi K yang tinggi, pemberian Na sedikit menurunkan produksi

(Rosmarkam, 2002).

Saat ini sudah banyak formulasi nutrisi yang telah dikeluarkan untuk

bebagai jenis tanaman khusunya tanaman sayuran daun salah satunya tanaman

selada merah. Formulasi nutrisi yang telah dikeluarkan merupakan formulasi

dengan takaran nutrisi yang beragam dan dapat menunjang kebutuhan nutrisi
7

tanaman selada. Terdapat formulasi-formulasi nutrisi yang telah dikeluarkan

hanya untuk satu jenis tanaman. Dalam setiap formulasi, komposisi unsur hara

yang terkandung berbeda-beda yang menandakan perbaikan formulasi dengan

menambah atau mengurangi komposisi unsur hara seperti formulasi yang

digunakan untuk tanaman selada dibawah ini:

Tabel 1 Formulasi Nutrisi Tanaman selada Merah


Makro
Formulasi
N P K Ca Mg S
A 250 75 350 200 75 135
B 210 31 234 200 48 64
C 158 44 284 200 99 125
D 56 46 117 60 53 70
E 185 50 210 200 50 66

Mikro
Formulasi
Fe Mn Cu Zn B Mo Cl Na
A 5 2 0,1 0,3 0,7 0,05 - -
B - 0,1 0,014 0,001 0,1 0,016 - -
C - - - - - - 18 12
D - 0,15 - 0,15 1 - 107 92
E 5 0,5 0,15 0,15 0,3 0,05 65 50
Sumber: Resh (2013) dalam Frasetya (2017)

Keterangan:
A = Sutiyoso (2006)
B = Hoagland & Snyder (1933-1938)
C = Hoagland (1919)
D = Shive & robbins (1942)
E = Dr. H. Resh Lettuce Anguila, B.W.I (2011)

Perbedaan komposisi unur hara dalam setiap formulasi merupakan

perhitungan setiap formulan yang telah diuji. Akan tetapi, belum ada yang
8

menguji formulasi diatas secara bersamaan untuk melihat pertumbuhan dan hasil

tanaman selada dengan sistem dan tanaman yang sama pada tempat dan kondisi

yang sama pula.

Pada formulasi nutrisi terdapat perbedaan kandungan atau jumlah nutrisi,

dari perbedaan formulasi tersebut dapat dilakukan perbandingan pertumbuhan

tanaman selada pada setiap formulasi yang khusus dikeluarkan untuk tanaman

selada. Semua formulasi tersebut bertujuan sama yaitu memenuhi kebutuhan

unsur hara tanaman selada. Akan tetapi, perbedaan jumlah unsur hara dalam setiap

formulasi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akan terlihat jelas

pada tanaman selada.

Formulasi yang digunakan memiliki jumlah rata-rata unsur K lebih banyak

dibandingkan unsur yang lain. Unsur K tidak merupakan unsur penyusun jaringan

tanaman, dan tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah yang lebih banyak

dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi. Hal ini dikarenakan, K

memilki fungsi pembentukan pati, mengaktifkan enzim, respirasi dan transpirasi

(pembukaan stomata), proses fisiologis dalam tanaman. Metabolic dalam sel,

mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, perkembangan akar, dan

mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit (Hardjowigeno,

2010). Umumnya, bila penyerapan K tinggi dapat menyebakan penyerapan unsur

Ca, Na, dan Mg turun. Unsur yang mempunyai pengaruh saling berlawanan dan

satu sama lain berusaha saling mengusir disebut antagonis (Rosmarkam, 2002).

Unsur kedua yang memiliki rata-rata jumlah lebih banyak adalah Ca dan N

yang memiliki fungsi sebagai penyusun dinding sel tanaman dan pembelahan sel
9

untuk Ca, sedangkan N dapat memperbaiki pertumbuhan fegetativ tanaman.

Unsur yang tidak banyak digunakan dalam formulasi nutrisi untuk tanaman selada

adalah unsur besi (Fe) yang memiliki fungsi sebagai pembentuk klorofil, oksidasi

dan reduksi pernapasan dan penyusun enzim dan protein. (Rosmarkam, 2002).

Respon yang akan diamati dalam kegiatan penelitian ini adalah pengaruh

penggunaan ragam formulasi nutrisi dengan nilai EC yang sama pada

pertumbuhan tanaman selada. Parameter yang diukur diantaranya tinggi tanaman,

jumlah daun, panjang akar, berat segar, berat kering, dan nisbah pupus akar selada

merah dengan hidroponik sistem rakit apung pada setiap perbandingan formulasi

nutrisi tersebut.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat

dikemukakan adalah :

1. Ragam formulasi nutrisi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selada

merah.

2. Terdapat formulasi nutrisi yang berpengaruh paling baik terhadap

pertumbuhan tanaman selada merah yang paling optimum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa Var. Arista)

Menurut Haryono (2004) Kedudukan selada merah (Red lettuce) dalam

sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Familia : Asteraceae

Genus : Lactuca

Species : Lactuca sativa L. (Var. Arista)

Menurut Sumarni (2001) dalam purwanto (2005) tanaman selada merah

memiliki morfologi sebagai berikut:

1. Akar

Tanaman selada merah berakar tunggang. Akar tunggangnya tumbuh lurus dapat

mencapai panjang 40 cm dan berwarna keputih-putihan. Sistem perakaran

tanaman selada adalah akar tunggang dan cabang-cabang akar yang menyebar ke

semua arah pada kedalaman antara 25 - 50 cm.

10
11

2. Batang

Batang tanaman selada merah berbentuk bulat, berbuku-buku, kokoh dan kuat dan

ukurannya beragam. Warna batang umumnya hijau muda, batang tanaman

tersebut merupakan tempat tumbuhnya tangkai-tangkai daun yang rimbun

sehingga sebagian besar batang tertutup oleh tangkai-tangkai daun yang rimbun.

Permukaan batang halus dan pada buku-buku batang tempat tumbuhnya tangkai

daun. Diameter batang selada daun adalah 3 cm.

3. Daun

Tanaman selada merah umumnya berdaun rimbun dan letak daun berselang-seling

mengelilingi batang. Daun memiliki bentuk yang beragam, seperti bulat dan lebar,

lonjong dan lebar, bulat panjang dan lebar. Warna daun merah dan daun memiliki

tulang-tulang daun yang menyirip seperti duri ikan, helaian daun umumnya

bergerigi pada bagian tepinya. Tanaman selada merah berdaun tunggal, umumnya

berukuran panjang antara 20 – 25 cm atau lebih dan lebarnya sekitar 15 cm.

Helaian daun tipis agak tebal, lunak, halus dan licin.

Syarat tumbuh tanaman selada merah antara lain:

1. Suhu

Tanaman selada merah akan tumbuh dengan baik pada suhu optimal 15 - 20ºC,

jika dengan suhu dibawah atau diatas kisaran tersebut pertumbuhan tanaman

selada merah kurang optimal (Cahyono, 2003). Sedangkan menurut

Rukmana(1994), suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

kualitas yang dihasilkan tanaman selada. Suhu optimum tanaman untuk siang hari
12

adalah 20ºC dan malam hari adalah 10ºC. Suhu yang lebih tinggi dari 30ºC akan

menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

2. Kelembaban Udara

Tanaman selada merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik jika

kelembaban udara dan kelembaban tanah sedang, yaitu berkisar antara 80 - 90%.

Kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman

selada merah yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, sedangkan jika

kelembaban udara rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman kurang baik

dan produksi rendah (Sumpena, 2001).

3. Sinar Matahari

Menurut Haryanto (2002), tanaman selada tidak tahan terhadap sengatan sinar

matahari yang terlalu panas. Hanya jenis selada daun dan selada batang saja yang

mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada udara yang panas dan terbuka

seperti selada merah. Sinar matahari merupakan sumber energi yang diperlukan

tanaman didalam proses fotosintesis. Cahaya juga merupakan faktor penting

dalam pertumbuhan tanaman selada merah, karena penyerapan unsur hara akan

berlangsung optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8 - 12 jam/hari

(Cahyono, 2003).

4. Ketinggian Tempat

Selada dapat tumbuh di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi

(pegunungan). Pada daerah pegunungan, daun dapat membentuk krop yang besar

sedangkan didataran rendah daun dapat membentuk krop yang kecil, tetapi cepat

berbunga (Nazaruddin, 2000). Tanaman selada merah dapat tumbuh dengan baik
13

di ketinggian 1.000-1.900 m diatas permukaan laut. Ketinggian tempat yang ideal

berkisar antara 1.000-1.800 m diatas permukaan laut. Semaki tinggi suatu tempat,

maka suhu udaranya akan turun dengan laju penurunan 0,5º C setiap kenaikan 100

m dari permukaan laut (Sumpena, 2001).

Menurut Rukmana (2001), Selain sebagai bahan sayuran yang cita rasanya

khas, selada mengandung gizi cukup tinggi, terutama sumber mineral. Kandungan

dan komposisi gizi dalam sayuran selada disajikan dalam Tabel berikut:

Tabel 2 Kandungan Gizi Selada Merah


No. Komposisi Jumlah
1. Kalori 15 kal
2. Protein 1.2 g
3. Lemak 0.2 g
4. Karbohidrat 2.9 g
5. Kalsium 22 mg
6. Fosfor 25 mg
7. Zat besi (Fe) 0.86 mg
8. Vitamin A 540 s.i
9. Vitamin B1 0.04 mg
10. Vitamin C 8 mg
11. Air 94.8 g
Sumber: Rukmana (2001) dalam Samadi (2014)

2.2 Hidroponik Sistem Rakit Apung

Rakit apung termasuk sistem kultur air yang sederhana dari sistem

hidroponik lainnya. Tanaman mengapung langsung di atas permukaan larutan

nutrisi, sebuah pompa udara menyuplai banyak gelembung udara dalam larutan

nutrisi dan menyediakan oksigen bagi tanaman. Kekurangan dari sistem ini adalah

tidak dapat berhasil baik untuk tanaman besar dan berjangka panjang.

Karakteristik sistem ini antara lain adalah terisolasinya lingkungan perakaran


14

sehingga fluktuasi suhu larutan nutrisi akan lebih rendah. Pada sistem ini larutan

tidak disirkulasikan, namun dibiarkan tergenang dan ditempatkan dalam suatu

wadah tertentu untuk menampung larutan tersebut. Sistem ini termasuk sistem

yang sederhana tetapi ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Sistem ini

cocok bagi orang yang ingin menanam hidroponik sayuran dengan hasil maksimal

dengan biaya pembuatan yang murah dan mudah, serta di daerah yang sering mati

listrik karena sistem ini cukup toleran mati listrik untuk dalam waktu yang lama.

Kekurangan dari sistem ini adalah rendahnya kadar oksigen di zona

perakaran karena terendamnya akar tanaman dalam larutan hara. Ruang pori yang

berisi air dapat memperlambat atau bahkan memutuskan pertukaran gas antara

atmosfer dari rizosfer, akibatnya konsentrasi oksigen yang diperlukan untuk

respirasi akar menjadi faktor pembatas. Kekurangan oksigen pada aktifitas sistem

perakaran akan mempengaruhi terjadinya proses penyerapan air dan mineral hara.

Gangguan akar sebagai akibat kekurangan oksigen (deoksigensi) adalah

pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tidak sempurna serta menurunnya

hasil panen. Hal ini dapat di atasi dengan penggunaan aerator yang berfungsi

untuk pertukaran gas didaerah perakaran tanaman sehingga oksigen yang

dibutuhkan tanaman tercukupi dan akar tidak mengalami pembusukan. Untuk

mengantisipasi terjadinya pemadaman listrik, dapat digunakan potongan botol

untuk menopang Styrofoam, sehingga ada sela antara Styrofoam dan larutan

nutrisi yang berfungsi untuk respirasi akar tanaman.


15

2.3 Nutrisi AB Mix

Larutan hara hidroponik harus mengandung unsur hara makro seperti N, P,

K, Ca, Mg, dan S serta hara mikro Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo. Larutan hara dapat

menggunakan pupuk hidroponik yang tersedia atau mencampur dengan berbagai

macam pupuk (Pracaya, 2002).

Larutan nutrisi merupakan kebutuhan vital pada budidaya hidroponik.

Menurut Resh (2004) dalam Rohimah (2010), formulasi larutan nutrisi berbeda-

beda dan bergantung dari beberapa variabel yaitu spesies dan varietas tanaman,

tahap pertumbuhan tanaman, bagian tanaman yang akan dipanen atau dikonsumsi,

musim (panjang hari), dan cuaca (suhu, intensitas cahaya, dan lama penyinaran).

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan larutan nutrisi harus memiliki

sifat larut sempurna di dalam air. Terdapat 12 jenis bahan kimia yang

mengandung unsur-unsur berguna bagi tanaman. Unsur-unsur tersebut dibagi ke

dalam dua kelompok unsur, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro

terdiri atas Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium

(Mg), dan Sulfur (S), sedangkan unsur mikro terdiri dari Besi (Fe), Mangan (Mn),

Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (B), Molibdenum (Mo), Chlor (Cl), dan

Natrium (Na).

Adapun fungsi masing-masing dari garam-garam tersebut adalah:

1. Nitrogen (N)

Nitrogen berfungsi sebagai komponen asam amino dan asam nukleat.

Nitrogen juga berperan penting dalam struktur klorofil, yang berguna dalam

penangkapan cahaya untuk fotosintesis yang menjelaskan mengapa tanaman


16

membutuhkan nitrogen dalam jumlah besar (Wiedenhoeft, 2006). Nitrogen

diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Kekurangan mineral

nitrogen mengakibatkan warna daun menjadi hijau muda dan akhirnya daun mati

(Roesmarkam, 2002)

2. Fosfor (P)

Fosfor berperan dalam kimia dan biokimia pada jaringan tumbuhan. Fosfor

merupakan elemen utama yang terlibat dalam transfer energi untuk metabolisme

seluler dan komponen struktural membran sel, asam nukleat, dan lainnya.

Tumbuhan yang kekurangan fosfor cukup sering dicirikan oleh warna daun

menjadi gelap, volme jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan pertumbuhan akar

pun terhambat.. Fosfor lebih digunakan kepada pembentukan bunga dan buah

karena zat ini diserap oleh akar dalam bentuk H2PO4- dan HPO4 (Wiedenhoeft,

2006).

3. Kalium (K)

Kalium adalah osmolit dan ion utama yang terlibat dalam sel tumbuhan

dinamika membran, termasuk pengaturan stomata dan pemeliharaan turgor dan

kesetimbangan osmotik. Kalium juga memainkan peran penting dalam aktivasi

dan pengaturan enzim. Tidak adanya kalium dapat menyebabkan berhentinya

asimilasi. Tanaman dapat mengasilkan daun yang banyak karena berlangsungnya

proses asimilasi yang memerlukan kalium (K2O). Pemberian yang berlebihan

dapat menyebabkan pertumbuhan akar lebih panjang sehingga kesuburannya tidak

seimbang dengan kesuburan tanaman. Kekurangan zat kalium dapat

mengakibatkan daun akan mengerut, kemudian tampak bercak-bercak cokelat


17

sehingga daun mudah gugur. kalium mempunyai valensi satu dan diserap dalam

bentuk ion K+ (Wiedenhoeft, 2006).

4. Kalsium (Ca)

Kalsium adalah kation divalen yang berperan penting dalam sel struktur

dinding, hubungan membran sel, dan transduksi sinyal. Sebagian besar fungsi ini

pada dasarnya ekstraseluler, terjadi di dinding sel daripada di dalam membran sel,

meskipun peran kalsium dalam integritas membran sel meluas ke membran

intraseluler juga. Kekurangan zat kalsium dapat mengakibatkan perubahan pada

daun menjadi kekuningan, jaringan daun dibeberapa tempat mati. Kalsium

diperlukan oleh tanaman dalam jumlah relative banyak dan diserap dalam bentuk

ion Ca++ (Wiedenhoeft, 2006).

5. Magnesium (Mg)

Magnesium adalah mineral yang paling penting dalam aktivasi enzim.

Magnesium juga merupakan elemen struktural utama klorofil, dan terlibat dalam

sintesis asam nukleat. Kekurangan zat magnesium mengakibatkan pada tulang-

tulang daun terlihat adanya klorosis yang menular dengan teratur (Wiedenhoeft,

2006).

6. Sulfur, belerang (S)

Belerang adalah unsur biologis lain yang berperan struktural dalam beberapa

asam amino dan senyawa yang terlibat dalam transfer elektron dalam fotosintesis

dan respirasi. Sulfur juga merupakan komponen struktural dari enzim dan molekul

terkait untuk mempertinggi daya kerja unsur-unsur lain. Kekurangan zat sulfur

mengakibatkan perubahan warna pada helai daun dan umumnya mengkilat


18

keputih-putihan. Adapula tanaman yang warnanya berubah menjadi kuning

sehingga tanaman kelihatan kuning kehijauan (Wiedenhoeft, 2006).

7. Besi (Fe)

Fungsi besi bagi tanaman adalah pembentuk hijau daun. Selain itu, fungsi

besi sebagai pembentuk enzim pernapasan yang mengoksidasi hidrat arang

menjadi gas asam arang yang diserap dalam bentuk Fe. Kekurangan zat besi

tanaman akan mengalami klorosis pada tulang daun. Tulang daun yang semula

berwarna hijau berubah menjadi warna kuning sampai putih. Tetapi, tanaman

yang kekurangan zat ini jarang terjadi (Wiedenhoeft, 2006).

8. Mangan (Mn)

Fungsi mangan bagi tanaman adalah sebagai pembentuk hijau daun, tanpa

zat ini tanaman tidak dapat hidup. Selain itu, dapat mengatur proses pernapasan

serta membantu menyerap nitrogen. Kekurangan zat mangan dapat menyebabkan

tanaman mengalami klorosis dan susunan akar mati berwarna merah kecoklatan,

mengalami perubahan warna dan di beberapa tempat jaringan ada yang mati

(Wiedenhoeft, 2006).

9. Tembaga (Cu)

Tembaga adalah mikronutrien yang sangat terlibat dalam transfer elektron

dalam reaksi pertukaran energi dalam sel, karena status oksidasi variabelnya.

Berperan dalam activator beberapa enzim. Tanaman yang kekurangan tembaga

sering menunjukkan gejala klorosis atau penggulungan daun, meskipun ada

variabilitas terkait spesies (Wiedenhoeft, 2006). Tembaga diserap dalam bentuk

Cu++ dan ketersediaan Cu paling optimal adalah pada pH5,5.


19

10. Seng (Zn)

Fungsi seng dalam tanaman adalah sebagai pendorong dalam perkembangan

tanaman. Zat seng berfungsi dalam pembentukan hormon tubuh (Auxin) dan

penting untuk keseimbangan fisiologis. Selain itu, berfungsi sebagai komponen

penting dalam mentransfer energi keseluruh tubuh. Zat seng diserap oleh tanaman

dalam bentuk Zn. Kekurangan zat seng tulang daun tanaman akan mengalami

klorosis dan akhirnya daun mudah cepat mati dan gugur. Bila kelebihan zat seng

akan menjadi racun bagi tanaman (Wiedenhoeft, 2006).

11. Borium, boron (B)

Borium diserap dalam bentuk BO3. Kekurangan zat borium daun akan

mengalami perubahan warna, jaringan di beberapa tempat akan mati, daun-daun

yang baru tumbuh berukuran kecil (kerdil), bahkan ada yang mati dan berwarna

hitam atau cokelat (Wiedenhoeft, 2006).

12. Molibdin (Mo)

Fungsi molibdin bagi tanaman sebagai pengikat nitrogen. Zat ini penting

bagi tanaman buah dan sayur-sayuran. Molibdin diserap dalam bentuk ion

molibdat (MoO4). Kekurangan zat molibdin mengakibatkan pertumbuhan

tanaman tidak normal, terutama pada tanaman sayur, warna daun berubah, daun

menjadi keriput, mengering, dan mati pucuk (die back) pada akhirnya tanaman

akan mati (Lingga, 2005).

13. Chlor (Cl)

Chlor merupakan unsur yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar

tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman,
20

misalnya daun. Chlor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman. Ion Cl

mempunyai peranan penggelembungan protoplasma dan meningkatkan

permeabilitas sel. Peranan terhadap turgor sel hampir sama dengan ion K, yakni

meningkatkan tekanan osmosis sel. Jadi, chlor juga berperan terhadap tata air sel,

mencegah kehilangan air yang tidak seimbang. Makin tinggi kadar Cl dalam

tanaman dapat mengurangi risiko kekeringan atau kelayuan dan penguapan

terhambat. Chlor dapat memeperbaiki penyerapan ion lain, misalnya ion K dan

Ca. dari praktek lapangan dilaporkkan bahwa pemupukan Cl menyebabkan kadar

pati dan gula dalam tanaman kentang menurun. Sedangkan pada tanaman sayuran

chlor jelek terhadap warna daun; warna daun segar tidak menunjukkan adanya

warna hijau yang kuat (Rosmarkam, 2002).

14. Natrium (Na)

Natrium diserap dalam bentuk ion Na. natrium bukan merupakan hara

tanaman yang penting. walaupun dalam tanaman tidak mengandung Na, tanaman

tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung

unsur Na dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering berpengaruh

terhadap kualitas produksi, baik yang bersifat positif maupun negative

(Rosmarkam. 2002)
21

2.4 Formulasi Nutrisi

Ada beberapa ratus rumus komposisi mineral pupuk yang berbeda-beda

yang bisa dipakai untuk menyiram tanaman hidroponik. Akan tetapi, dari banyak

rumus tersebut dapat dipastikan yang terpenting adalah unsur-unsur garam tanah.

Sehingga dapat menyusun rumus campuran sendiri, yang sebanding atau yang

mencukupi kebutuhan tanaman tersebut. Hal ini bermanfaat juga, untuk

menghemat atau menekan biaya, dan menemukan bahan yang murah dengan

fungsinya tetap seperti yang diharapkan (Lingga, 1999).

Inti dari nutrisi tumbuhan adalah kadar molaritas dari masing-masing

komponen, sesuai dengan molaritas, maka volume larutan sangat memainkan

penting, mengingat dalam rakit apung, volume larutan yang terserap oleh akar

tumbuhan senantiasa terjadi setiap saat. Dengan demikian kadar nutrisi dapat

ditentukan melalui volume, dalam desain plant yang dikembangkan volume

merupakan parameter kontrol (Suprijadi dkk, 2009).

Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada sistem

hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik (electro conductivity = EC)

atau aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. Selain EC, pH

juga merupakan faktor yang penting untuk dikontrol. Formula nutrisi yang

berbeda mempunyai pH yang berbeda, karena garam-garam pupuk mempunyai

tingkat kemasaman yang berbeda jika dilarutkan dalam air. Untuk mendapatkan

hasil yang baik, pH larutan yang direkomendasikan untuk tanaman sayuran pada

kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5. Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe

berkurang pada pH yang lebih tinggi, dan sedikit ada penurunan untuk
22

ketersediaan P, K , Ca dan Mg pada pH yang lebih rendah. Penurunan

ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan nutrisi oleh tanaman (Rosliani dan

Sumarni, 2005).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2018 di

rumah plastik kebun percobaan Universitas Padjadjaran Ciparanje, Jatinangor,

Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Ketinggian tempat sekitar ± 800 mdpl dengan

tipe curah hujan C.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih selada merah

varietas arista, media tanam, media semai tanah, pupuk kandang dan arang sekam,

rockwool, netpot, air, styrofoam, unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur

hara mikro Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, Cl dan Na.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tray semai, penggaris,

metran, busur, thermometer, EC meter, PH meter, DO meter, aerator, selang,

sprayer, ember, botol, timbangan, batang pengaduk, bor, buku, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan

sehingga didapat 25 satuan percobaan. Adapun variabel yang digunakan adalah

formulasi nutrisi sebanyak 5 taraf formulasi.

23
24

3.3.2 Rancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan ini terdiri dari satu faktor yaitu ragam formulasi

nutrisi, meliputi 5 perlakuan dan diulang sebanyak 5 ulangan, masing-masing

taraf perlakuan berada dalam 1 bak, berisi 4 tanaman yang disebut populasi.

Perlakuan ragam formulasi nutrisi terdiri dari:

A = Sutiyoso (2006)

B = Hoagland & Snyder (1933-1938)

C = Hoagland (1919)

D = Shive & robbins (1942)

E = Dr. H. Resh Lettuce Anguila, B.W.I (2011)

Jumlah bahan nutrisi setiap formulasi telah dihitung (Lampiran 3, 4, 5, 6, dan 7),

dan untuk kompoisi unsur hara masing-masing formulasi:

Tabel 3 Perlakuan Ragam Formulasi Nutrisi


Makro
Formulasi
N P K Ca Mg S
A 250 75 350 200 75 135
B 210 31 234 200 48 64
C 158 44 284 200 99 125
D 56 46 117 60 53 70
E 185 50 210 200 50 66

Mikro
Formulasi
Fe Mn Cu Zn B Mo Cl Na
A 5 2 0,1 0,3 0,7 0,05 - -
B - 0,1 0,014 0,001 0,1 0,016 - -
C - - - - - - 18 12
D - 0,15 - 0,15 1 - 107 92
E 5 0,5 0,15 0,15 0,3 0,05 65 50
Sumber: Resh (2013) dalam Frasetya (2017)
25

3.3.3 Rancangan Respons

Rancangan respons yang diamati terdiri dari:

Pengamatan penunjang :

1. Pengamatan suhu dan kelembaban harian diukur setiap menggunakan

thermometer, dan hygrometer pada pagi hari.

2. Pengamatan serangan hama dan penyakit dilakukan sejak tanaman mulai

tumbuh sampai tanaman siap untuk dipanen.

3. Pengamatan pH larutan nutrisi dilakukan 1 minggu sekali.

4. Pengamatan EC larutan nutrisi dilakukan 1 minggu sekali.

5. Pengamatan DO larutan nutrisi dilakukan 1 minggu sekali.

Pengamatan utama :

1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris dari permukaan atas

media sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilaksanakan setiap satu minggu

sekali, yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 MST.

2. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung jumlah daun tanaman. Jumlah daun

yang dihitung merupakan daun yang telah tumbuh sempurna, mekar, belum

menguning dan daun yang tumbuh normal. Perhitungan jumlah daun dilakukan

pada saat tanaman berumur 1, 2, 3, 4 dan 5 MST.

3. Panjang akar (cm)

Pengukuran panjang akar dilakukan setelah panen pada umur tanaman 35 HST

dengan menggunakan penggaris mulai dari pangkal akar hingga ujung akar.
26

4. Luas daun (cm2)

Pengukuran untuk luas daun dilakukan dengan Metode Gravimetri yang dilakukan

setelah panen (35 HST) yang pada prinsipnya mengggunakan perbandingan berat

daun total dengan berat daun sampel yang telah dikeringkan. Daun sampel

diambil dengan cara melubangi daun utuh dengan ring yang berdiameter tertentu

sehingga menghasilkan potongan daun sampel (Guritno dan Sitompul, 1995).

Setelah didapatkan luas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

LD = x n x πr2

Keterangan:
BDT = berat daun total
BDS = berat daun sampel
n = jumlah daun
r = jari-jari ring yang digunakan

5. Berat segar tanaman (g)

Pengukuran dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman sampel dengan

menggunakan timbangan dan dilakukan pada saat tanaman berumur 35 HST atau

saat setelah panen.

6. Bobot kering tanaman (g)

Tanaman dimasukan kedalam kertas koran kemudian diberi label. Kemudian

tanaman diovenkan dengan suhu 750C selama 24 jam atau sudah mencapai bobot

kering konstan, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat setelah panen.

7. Nisbah pupus akar (%)

Nisbah pupus akar (Shoot Root Ratio) pada dilakukan dengan cara

memotong bagian atas tanaman dan bagian akar setelah ditimbang berat
27

keringnya. Kemudian, berat masing-masing bagian atas dan akar tanaman

ditimbang secara terpisah. Menurut Salisbury dan Ross (1992) Nisbah pupus akar

dihitung berdasarkan rumus:

ra ring agian a a anaman


i ah p p a ar
ra ring a ar anaman

3.3.4 Rancangan Analisis

Data pengamatan yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan

sidik ragam (Anova). Jika hasil analisis ragam dari data pengamatan menunjukkan

berbeda nyata, maka data pengamatan diuji lanjut dengan uji jarak berganda

Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% menggunakan program

statistik DSSAASTAT (Departimento di Scienze Agrariead Ambiental Staf).

Menurut Sastrosupadi (2000) model linier RAL yang digunakan adalah :

Y j = μ + αi + εij

Yi = Respon atau pengamatan pada suatu percobaan yang memperoleh


perlakuan taraf ke-i ulangan ke-j.
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh formulasi nutrisi pada taraf ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j

Dengan perlakuan yaitu (A), (B), (C), (D) dan (E), dengan 5 ulangan,

dilanjutkan dengan Analisis Ragam taraf nyata 5 %.

Tabel 4 Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)


SK Db JK KT F Hitung F Tabel
Perlakuan (t) t-1 JKP JKP (t-1) KTP/KTG
Galat (r-1)(t-1) JKG JKG (r-1)(t-1)
Total tr-1 JKT
Sumber: Gasperz (1991)
28

Hipotesis:

 Jika F Hitung < F 0.05 maka perlakuan berpengaruh tidak nyata

 Jika F Hitung > F 0.05 maka perlakuan berpengaruh nyata

Untuk menguji apakah ada keragaman diantara perlakuan, digunakan uji F

taraf nyata 5% apabila terdapat keragaman yang nyata maka dilanjutkan dengan

uji Lanjutan Jarak Berganda Duncan. Analisis data menggunakan uji Duncan

yaitu bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari perlakuan, dan analisis sidik

ragam bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa perlakuan dari formulasi

nutrisi yang digunakan. Dengan rumus Duncan sebagai berikut:

LSR (α, p, dbg) = SSR (α, p, dbg). Sx

Untuk mencari Sx dihitung dengan cara sebagai berikut :

 Jika Terjadi Interaksi:

Sx =

Keterangan:
LSR : Least Significant Ranges
SSR : Studentized Significant Ranges
dbg : Derajat Bebas Galat
Sx : Galat Buku rata-rata
r : Ulangan
KTG : Kuadrat Tengah Galat
: Taraf nyata 5%
p : Banyaknya perlakuan yang dibandingkan

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian di lapangan meliputi persiapan bahan dan alat,

persemaian, pembuatan nutrisi, pembuatan sistem rakit apung, pemindahan bibit,

pemeliharaan tanaman, dan pengamatan tanaman hingga panen.


29

1. Persiapan bahan dan alat

Ketersediaan bahan dan alat yang akan digunakan saat penelitian sangatlah

penting agar terlaksananya penelitian..

2. Persiapan benih

Benih yang dipilih merupakan benih unggul bersertifikat. Kriteria-kriteria

teknis untuk seleksi biji atau benih dapat dilakukan dengan cara memilih biji yang

utuh, tidak cacat atau luka, memilih biji yang sehat, artinya tidak menunjukkan

adanya serangan hama dan penyakit, benih atau biji bersih dari kotoran, dan tidak

keriput.

3. Persiapan formulasi nutrisi

Nutrisi yang dibuat berdasarkan formulasi yang telah ditentukan dengan

menimbang semua bahan sesuai dengan berat masing-masing unsur hara makro

dan mikro setiap formulasi yang digunakan. Bahan nutrisi yang digunakan untuk

semua formulasi berasal dari bahan yang sama, akan tetapi jumlah yang

digunakan berbeda-beda. Setelah menimbang unsur tesebut dipisahkan unsur yang

dijadikan larutan A dan larutan B hal ini untuk menghidari terjadinya kepekatan

larutan. Masing masing formulasi yang dibuat dilarutkan dengan air sebanyak satu

liter, dan penggunaan nilai EC seluruh perlakuan disamakan.

4. Pembuatan sistem rakit apung

Sistem rakit apung yang akan dirakit tersusun dari kotak plastik. Mengisi

bak nutrisi hingga mencapai ¾ bagian bak. Bagian atas permukaan ditutup dengan

styrofoam yang telah dilubangi untuk 4 tanaman dengan jarak bagian dalam 15

cm dan jarak luar 10 cm, pada bagian bawah styrofoam tersebut diberi botol
30

plastic yang bertujuan sebagai penahan agar tanaman tidak terendam secara

keseluruhan. Pada bagian tepi bak diberi lubang kecil untuk masuknya selang

aerator yang bertujuan untuk menambah kadar oksigen terlarut dalam bak nutrisi.

Pada penelitian ini dibuat 5 perlakuan dan 5 ulangan sehingga diperlukan

sebanyak 25 bak nutrisi sistem rakit apung.

a. Tampak atas b. Tampak samping

Gambar 1 Sistem Rakit Apung

5. Persemaian

Persemaian dilakukan dengan menggunakan tray semai dengan media

berupa campuran tanah, arang sekam, dan bokhasi dengan perbandingan 1:1:1

didalam tray semai. Penggunaan bahan media tersebut bertujuan agar hasil semai

tumbuh maksimal dan kebutuhan unsur hara tanaman dapat terpenuhi.. Proses

pencampuran media tanam dilakukan didalam green house, setelah semua bahan

telah tercampur dimasukkan kedalam tray semai kemudian disiram dengan air

hingga keadaan media tanam cukup basah. Dalam satu lubang tray di isi 2 - 3

benih selada merah bertujuan untuk berjaga-jaga jika terdapat benih yang tidak
31

tumbuh, kemudian ditutup menggunakan penutup yang bertujuan untuk

mempercepat proses perkecambahan.

6. indah tanam

Proses pindah tanam dilakukan pada tanaman yang telah berumur 12 HST

dengan ciri-ciri bibit telah memiliki daun sejati dan jumlah minimal daun adalah 3

helai dengan catatan kondisi bibit dalam keadaan baik, sehat dan batang tanaman

tegak. Pindah tanam dilakukan dengan cara mengeluarkan tanaman dari dalam

tray semai dengan cara menekan tray dari bagian bawah, agar akar tanaman tidak

rusak. Bagian akar dibersihkan dengan air untuk menghilangkan tanah yang

menempel, kemudian bagian batang tanaman dijepit dengan rockwool. Ukuran

rockwool yang digunakan adalah 3 cm x 3 cm dengan ketebalan 1 cm. Setelah

selesai tanaman dimasukkan kedalam netpot dan disimpan pada sistem rakit

apung, bagian akar harus teredam air nutrisi.

7. Pemeliharaan

Pemberian nutrisi dilakukan secara kontinu dan jumlah kecukupan nutrisi

diukur dengan menggunakan alat Electrical Conductivity (EC) meter. EC meter

yaitu alat yang dapat mengukur kepekatan atau konsentrasi larutan nutrisi

tanaman. Pengontrolan terhadap kepekatan kandungan unsur hara sangat penting

dilakukan setiap saat. Adapun nilai EC yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu

sebesar 1mS cm-1 pada pindah tanam, dan secara kontinu nilai EC dinaikkan

selama masa vegetative hingga mencapai 1,5 mS cm-1 (Sutiyoso, 2006). Kenaikan

pada larutan EC tidak boleh terlalu drastis karena sangat mempengaruhi

metabolisme tanaman. Pengaruhnya sangat signifikan pada tanaman dewasa


32

karena penurunan EC yang drastis akan menyebabkan daun-daunnya menjadi

kaku dan sulit tumbuh yang disebabkan kandungan unsur hara terlarut sangat

sedikit. Oleh karena itu besarnya kenaikan dan penurunan EC harus dapat dijaga

seminimal mungkin.

Pemeliharaan tanaman dapat berupa penyulaman hingga 1 minggu setelah

tanam. Pengamatan tanaman jika ada tanaman yang layu terserang penyakit

ataupun mati, pengontrolan dan penggantian nutrisi setiap 1 minggu sekali, agar

pada saat nutrisi berkurang dapat segera diganti. Pemanenan dilakukan setelah

tanaman berumur 35 HST. Akar tanaman ikut disertakan dalam penimbangan.

Larutan nutrisi pada bak penampung dapat berkurang setiap saat karena

diserap oleh tanaman atau fluktuasi udara yang menyebabkan penguapan.

Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan larutan nutrisi dengan menandai jumlah air

awal yang masuk dengan jumlah air yang berkurang.

8. Pemanenan

Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam),

Selada merah (Red lettuce) dapat dipanen 28 - 40 HST, pemanenan dilakukan

pada umur tanaman 35 HST pukul 08.00 - 09.00. Hal ini dikarenakan oleh factor

suhu, pada pagi hari, bobot dan kadar air tanaman masih bagus, kondisi sangat

segar, dan belum ada kerusakan dari panas matahari. Fluktuasi suhu yang besar

dapat menurunkan kadar air dan kualitas panen secara drastis.


33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang pada penelitian ini meliputi suhu dan kelembaban,

hama dan penyakit, pengukuran EC larutn, PH larutan, DO larutan, dan volume

air dalam bak penampung. Pengamatan dilakukan untuk menunjang pengamatan

utama sehingga memperluas hasil analisis.

4.1.1 Suhu dan Kelembaban

Suhu udara merupakan faktor yang berpengaruh terhadap fisiologi tanaman

selada yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil dari tanaman, dan

selama pertumbuhannya tanaman selada sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca

(Lampiran 28). Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Rukmana (1994), suhu

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas yang dihasilkan

tanaman selada.

Suhu optimum tanaman selada untuk siang hari adalah 20º C dan malam hari

adalah 10º C. Suhu yang lebih tinggi dari 30º C akan menghambat pertumbuhan

dan perkembangan tanaman. Selama penelitian berlangsung rata-rata suhu dari

bulan juni – juli 2018 berkisar 26º C.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Metovia, et al (2017) pada suhu

yang sangat rendah reaksi ditekan, karena kekurangan energi. Sementara pada

suhu yang sangat tinggi dapat terjadi perusakan struktur protein kompleks. Faktor
34

lingkungan sangat berdampak besar pada serapan hara (elektrolit) oleh tanaman.

Pengasaman lingkungan sekitar zona perakaran meningkatkan penyerapan anion

dan sebaliknya, alkali di sekitar zona akar merangsang penyerapan dari kation.

Kelembaban udara merupakan perbandingan relatif antara udara dan uap air

di suatu daerah. Semakin tinggi kandungan uap air di udara, maka kelembaban

udara makin tinggi. Kelembaban udara di lokasi penelitian berkisar 57%.

Pada penelitian yang dilakukan Marha, et al (2016) dengan pengendalian

suhu dan kelembaban pada tanaman selada menunjukkan tanaman selada merah

tumbuh baik dengan adanya pengendali suhu dan kelembaban dengan

menurunkan suhu green house dan menaikkan kelembaban hingga pada kisaran

25º - 28º C dan 65 – 78%.

4.1.2 Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang pada tanaman selada merah selama penelitian

berlangsung antara lain ulat daun (Plutella xylostella) dan kutu daun kapas (Aphis

gossypii). Kedua hama tersebut menyerang dan merusak tanaman pada bagian

daun bahkan menyebabkan kematian pada tanaman.

1. Ulat daun (Plutella xylostella)

Ulat daun menyerang 3 tanaman selada, yang diserang adalah tanaman yang

masih muda, larva memakan permukaan bawah daun selada dan meninggalkan

lapisan epidermis bagian atas. Setelah jaringan epidermis pecah akan terbentuk

lubang-lubang pada daun. Kerusakan terberat dapat mengakibatkan tanaman

selada hanya tinggal tulang daun saja (Kasumbogo, 2010). Langkah pengendalian
35

yang dilakukan secara mekanis dengan mengambil ulat dan membuang ulat keluar

green house. Hal ini bertujuan untuk mengurangi serangan dari hama ulat lagi.

(a) (b)
Gambar 2 (a) hama ulat dan (b) kerusakan akibat hama ulat

2. Kutu daun kapas (Aphis gossypii)

(a) (b)
Gambar 3 (a) hama kutu daun kapas dan (b) kerusakan akibat hama kutu daun
kapas

Kutu daun kapas menyerang satu tanaman selada. Serangan terberat terjadi

pada tanaman yang masih muda (< 28 HST) dengan gejala daun berkerut keriting.
36

Langkah pengendalian yang dilakukan secara mekanis dengan menyemprot

bagian tanaman yang terserang dengan sprayer air yang dapat membuat kutu daun

kapas jatuh dari tanaman. Akan tetapi, serangan yang disebabkan oleh kutu daun

berakibat pada tanaman dengan gejala tanaman tumbuh kerdil, layu dan kemudian

mati (Kasumbogo, 2010).

3. Penyakit Busuk Akar

Gambar 4 gejala penyakit busuk akar

Penyakit yang menyerang tanaman selada merah pada sistem rakit apung

adalah busuk akar, yaitu pada minggu pertama setelah pindah tanam, dan terjadi

pada beberapa tanaman dari masing-masing perlakuan. Pada dasarnya tanaman

muda atau tanaman yang baru dipindah tanam akan mengalami penyesuaian

dengan lingkungan dengan media baru. Pada kondisi ini akar tanaman tergenang

air sehingga diperlukan adaptasi yang baik pada tanaman. Sedangkan pada proses

peersemaian, benih bayam tumbuh pada media yang berbeda, yaitu campuran

arang sekam, pupuk kandang, dan tanah dengan perrbandingan 1:1:1. Ciri fisik

akar tanaman yang busuk terlihat dari warna akarnya yang menjadi coklat
37

dibandingkan dengan kondisi akar sebelum pindah tanam

Serangan hama dan penyakit yang terjadi selama penelitian tidak melebihi

batas ambang ekonomi dengan keadaan tanaman yang tidak terserang dalam

keadaan baik, populasi hama dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara

ekonomi tidak merugikan, dan tidak menggunakan pestisida yang dapat

mencemari lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ambang ekonomi

serangan hama dan penyakit yang kurang dari 10% dimana serangan hama sebesar

5% yang berarti terdapat 5 tanaman yang terserang hama dari 100 tanaman yang

diamati, dan penyakit yang menyerang tanaman sebesar 1% yang berarti terdapat

1 tanaman yang terserang penyakit dari 100 tanaman yang diamati.

4.1.3 Pengukuran EC Larutan

Pengukuran EC larutan dilakukan setiap hari dengan nilai EC awal pindah

tanam sebesar 1 mS cm-1, selanjutnya nilai EC dinaikkan setiap minggunya

hingga mencapai nilai EC sebesar 1,5 mS cm-1 (Lampiran 29). Nilai EC untuk

semua perlakuan disamakan hal ini dikarenakan agar tidak terjadi perbedaan

aliran listrik di dalam larutan. Pemberian nilai EC 1,5 mS cm-1 dilakukan pada 14,

21, dan 28 HST dengan mengganti larutan yang baru, hal ini dikarena terjadi

penurunan nilai EC.

Penggantian larutan sendiri dimaksudkan untuk mengembalikan larutan

nutrisi yang berkurang akibat penyerapan unsur hara oleh tanaman dan penguapan

air, agar nilai EC larutan nutrisi dapat terpantau dengan pengurangan larutan yang

berkurang dan nilai EC yang berubah setiap minggunya. Berkurangnya nilai EC

dapat menandakan terjadinya penyerapan unsur hara oleh tanaman.


38

Hasil penelitian Subandi, et al (2015) menunjukkan peningkatan nilai EC

berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman sayur dimana Nilai EC 3,0 mS

cm-1 pada tanaman sayur dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

dibandingkan dengan nilai EC 1,5 mS cm-1.

4.1.4 Pengukuran pH Larutan

Pengukuran pH dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui kadar

keasaman larutan. Dari data yang didapatkan nilai pH larutan terbilang netral

dengan rata-rata pH larutan yaitu 6,7, nilai pH terendah adalah 5,8, dan nilai pH

tertinggi adalah 7,2 (Lampiran 30). Pada nilai tersebut tidak terjadi keracunan atau

kekurangan unsur yang disebabkan oleh pH.

Penggunaan pH untuk larutan nutrisi yaitu netral (5,5 – 6,5). Pada kondisi

asam (pH di bawah 5,5) dan basa (pH di atas 6,5) beberapa unsur mulai

mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh akar yang mengakibatkan tanaman

mengalami defisiensi unsur terkait (Haryanto et al, 2003).

4.1.5 Pengukuran DO Larutan

Pengukuran DO larutan dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui kadar

oksigen terlarut dalam larutan. Rata-rata DO larutan adalah 9,4 mg/L (Lampiran

31), larutan memiliki nilai oksigen terlarut terbilang cukup tinggi hal ini

dikarenakan larutan menerima oksigen tambahan dari alat aerator.

Konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi dapat menyebabkan media tumbuh

tanaman dengan EC, pH dan suhu larutan menjadi ideal, dan tanaman mampu

memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dikarenakan semakin

panjang dan luas permukaan akar tanaman mampu memaksimalkan serapan air
39

maupun hara mineral sehingga serapan air dan nutrisi oleh akar yang lebih cepat

diikuti peningkatan laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan tanaman.

Penambahan konsentrasi oksigen terlarut dalam media tumbuh hidroponik

terutanam sistem rakit apung dapat memberikan gambaran bahwa kondisi fisik

dan kimia media tumbuh lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh dengan

konsentrasi oksigen terlarutnya lebih rendah. Konsentrasi oksigen terlarut yang

lebih tinggi dalam media tumbuh hidroponik diikuti dengan peningkatan EC dan

pH, serta penurunan suhu larutan nutrisi hingga mencapai level yang ideal dan

stabil bagi kehidupan tanaman selada (Fauzi et al. 2013).

4.2 Pengamatan Utama

4.2.1 Tinggi Tanaman (cm)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap tinggi tanaman (Tabel 5) pada umur

7, 14, 21, 28, dan 35 HST menunjukkan hasil yang berbeda.

Tabel 5 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Tinggi Tanaman Selada


Rata-rata Tinggi Tanaman Hari Setelah Tanam (HST)
Perlakuan 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST
---cm---
A 5,84 a 10,10 c 13,59 b 17,14 b 20,23 bc
B 5,23 a 7,25 ab 10,2 ab 13,43 a 17,13 ab
C 5,51 a 6,78 a 9,1 a 12,86 a 15,33 a
D 6,59 a 6,86 a 9,86 a 12,13 a 13,93 a
E 6,81 a 9,04 bc 12,23 ab 17,73 b 22,73 c
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.

Pada umur 7 HST menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi

tanaman, sedangkan pada umur 14, 21, 28, dan 35 HST menunjukkan pengaruh
40

nyata. Hal ini kemungkinanan pada 7 HST tanaman masih melakukan adaptasi

terhadap media tanam yang baru berupa air.

Dari data yang di atas rata-rata tinggi tanaman tertinggi adalah perlakuan E

dengan pemberian formulasi nutrisi Resh (2011), diikuti oleh perlakuan A dengan

pemberian formulasi nutrisi Sutiyoso (2006). Sedangkan rata-rata tinggi tanaman

terendah adalah perlakuan C dengan pemberian formulasi nutrisi Hoagland

(1919), dan D dengan pemberian formulasi nutrisi Shive & robbins (1942).

Perlakuan E merupakan perlakuan dengan komposisi unsur hara terlengkap

dengan penambahan unsur hara pembangun yaitu Na dan Cl yang memilik fungsi

menaikkan turgor sel dan pemindah hara tanaman (Afandi, 2002). Sehingga

pemenuhan unsur hara tanaman terpenuhi dari mulai unusr hara makro, mikro dan

pembangun. Unsur hara yang terkandung dalam formulasi nutrisi sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dengan dibuktikan penyerapan unsur

hara yang dilakukan oleh tanaman.

Berdasarkan hasil pengamatan nilai EC yang tersisa pada perlakuan E nilai

EC larutan berkurang setiap minggungya sebersar 0,2 mS cm-1. Artinya unsur hara

yang terserap tanaman (EC yang hilang) mencapai 0,2 mS cm-1 setiap minggunya.

Sama halnya dengan perlakuan A yang nilai EC larutan berkurang setiap

minggunya (Lampiran 28).

Perlakuan C dan D merupakan dengan hasil terendah, diakibatkan oleh

kurangnya unsur hara yang dibutuhkan sangat banyak. Komposisi unsur hara yang

terkandung pada formulasi terbilang sedikit dan terdapat unsur hara yang tidak

terkandung didalamnya yang sangat diperlukan tanaman selama masa


41

pertumbuhan. Kandungan N total pada perlakuan C dan D terbilang tidak

mencukupi kebutuhan N pada tanaman menurut Safuan (2012) menyatakan unsur

hara N yang berperan dalam sintesa asam amino dan protein secara optimal yang

selanjutnya digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Sedangkan tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara N dapat

menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Selain itu, N yang tersedia pada perlakuan

C dan D nitrat dalam bentuk NO3-. Nitrogen merupakan komponen penyusun dari

banyak senyawa esensial bagi tanaman, misalnya asam-asam amino. Pada

komposisi unsur hara nitrogen yang tersedia dalam bentuk ion NO3- yang harus

direduksi terlebih dahulu agar menjadi NH4+ yang selanjutnya dapat digunakan

dalam sintesis asam amino dan selanjutnya protein.

Menurut Rosmarkam (2002), pada pH rendah nitrat diserap lebih cepat

dibandingkan dengan ammonium; sedangkan pada pH netral, kemungkinan

penyerapan keduanya seimbang. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya

persaingan anion OH- dengan NO3- sehingga penyerapan nitrat pada pH larutan

6,7 sedikit terhambat.

Hal ini diperkuat oleh Soviaty (2006), yang menjelaskan bahwa suatu

tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur yang dibutuhkan tersedia

cukup, dan unsur tersebut mempunyai bentuk yang sesuai untuk diserap oleh

tanaman.

Selain itu, pada perlakuan C dan D tidak terdapat unsur besi (Fe) yang

memiliki peran sebagai penyusun klorofil, protein, enzim dan perkembangan

kloroplas. Kekurangan Fe menyebabkan terhambatnya pembentukan klorofil dan


42

akhirnya juga penyusunan protein menjadi tidak sempurna. Defisiensi Fe

menyebabkan kenaikan kadar asam amino pada daun dan penurunan jumlah

ribosom secara drastis. Gejalanya mula-mula timbul pada daun muda, kemudian

berkembang pada lembaran antara tulang daun dan akhirnya seluruh daun. Warna

daun menjadi kekuningan sedangkan warna tulang daun menjadi lebih gelap

sehingga warna lamina dan tulang daun menjadi lebih kontras.

Tinggi tanaman perlakuan A dan E sudah melebihi batas optimum tinggi

tanaman selada dari varietas yang digunakan. Dengan komposisi nutrisi pada

perlakuan E yang mengandung N total lebih rendah dari N total perlakauan A

dapat dianggap telah mencukupi kebutuhan nutrisi unsur hara N tanaman yang

dibantu dengan kelengkapan unsur hara lainnya. Selada merah varietas arista ini

dideskripsikan memiliki tinggi tanaman mulai dari 17 - 20 cm, sehingga perlakuan

B juga termasuk memiliki tinggi tanaman yang sesuai dengan deskripsi.

Pada komposisi perlakuan B tidak terdapat unsur Fe sama seperti

komposisi perlakuan C dan D. Akan tetapi, pada perlakuan B terdapat unsur Mo

yang dapat menggantikan fungsi unsur Fe apabila terpaksa atau Fe tidak tersedia

sehingga dapat membantu aktivasi enzim sebagai katalisator reduksi-oksidasi dan

memperbaiki proses pertumbuhan tanaman (Rosmarkam 2002).

Rata-rata tinggi tanaman yang tertinggi pada perlakuan E sebesar 22,73 cm

pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Siregar, et al.

(2015) yaitu 21,78 cm 35 HST dan lebih rendah dari hasil penelitian Purwanto

(2005) yaitu 40,8 cm 28 HST.


43

4.2.2 Jumlah Daun (helai)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap jumlah daun mulai dari 7 HST telah

menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 6). Rata-rata jumlah daun terbanyak adalah

perlakuan A dengan jumlah daun sebanyak 20 helai.

Daun merupakan suatu bagian tanaman yang melekat pada batang tanaman

atau nodus. Dan tempat diatas daun yang merupakan sudut antara batang dan daun

dinamakan ketiak daun atau axila. Daun pada umumnya berbentuk tipis melebar,

mengandung zat warna (klorofil) (Hidayat, 1995).

Tabel 6 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Jumlah Daun Tanaman Selada


Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Hari Setelah Tanam (HST)
Perlakuan 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST
---helai---
A 4,07 c 6,33 c 9 b 11,8 b 20,33 c
B 3,6 bc 5,20 bc 7,47 ab 10,2 ab 15 b
C 2,8 a 3,93 a 6,33 a 9,87 ab 9,67 a
D 3,2 ab 4,40 ab 6,67 a 9 a 9,67 a
E 3,27 ab 5,47 bc 7,07 a 10,13 ab 13 b
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang tidak sama
menunjukan berbeda sangat nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata
5%.

Pada pemberian nilai EC yang sama dan komposisi nutrisi yang berbeda

menunjukkan hasil yang berbeda pada jumlah daun. Pada pelakuan A memiliki

rata-rata jumlah daun tertinggi sebesar 20 helai daun pertanaman yang

menandakan tanaman dapat mendistribusikan unsur hara dari media ke tanaman

dengan baik. sesuai dengan pendapat Perwitasari et al. (2012) bahwa kondisi

media mampu mendukung tanaman dalam menghasilkan daun baru untuk proses

fotosintesis.
44

Komposisi nutrisi yang terkandung dalam formlasi nutrisi menjadi faktor

yang berpengaruh pada jumlah daun yang didukung dengan kondisi lingkunan

seperti suhu dan kelembaban. Rata-rata suhu dan kelembaban pada tempat

penelitian adalah 26º C dan 57% untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Pada perlakuan C dan D menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata yang

dapat disebabkan oleh kurangnya penyerapan unsur hara oleh tanaman yang

ditandai dengan nilai EC yang hanya berkurang sedikit. Pada perlakuan D nilai

EC berkurang hanya pada 35 HST sebesar 0,1 mS cm-1. Sehingga mengakibatkan

kurangnya penyerapan unsur hara oleh tanaman dan berkurangnya proses

produksi tanaman.

N–total yang terkandung dalam nutrisi dapat mempengaruhi pertumbuhan

dan hasil tanaman dengan memiliki fungsi memperbaiki pertumbuhan vgetatif

tanaman. Pada penelitian ini jumlah N-total diduga dapat berpengaruh pada

jumlah daun tanaman dimana N-total tertingi menghasilkan jumlah daun

terbanyak (perlakuan A) memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi.

Dengan konsentrasi nitrogen yang lebih tinggi dalam larutan nutrisi,

konsentrasi N-total sangat meningkat dalam daun selada merah dan hijau.

Umumnya, ini juga berlaku untuk konsentrasi nitrat. Akan tetapi, nitrat tidak

dapat meningkat terus dengan meningkatnya konsentrasi N dalam larutan nutrisi

(Becker, 2015).

Rata-rata jumlah daun tanaman terendah terdapat pada perlakuan C dan D

dengan N-total terkecil dibandingkan dengan komposisi N-total perlakuan yang

lain. Akan tetapi, pada komposisi perlakuan C terdapat unsur Mg dengan


45

komposisi tertinggi dibandingkan kompoisisi perlakuan lain yang berperan

sebagai penyusun klorofil, diduga unsur Mg tidak berperan secara maksimal

dikarenakan ketidak seimbangan antara unsur makro dan mikro yang terkandung

didalam larutan nutrisi. Unsur Cu tidak terdapat pada komposisi unsur hara yang

berperan juga dalam penyusunan klorofil, ha ini sesuai dengan pernyataan

Rosmarkam (2002), keseimbangan unsur hara makro dan mikro sangat penting

untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Kelebihan dan kekurangan menyebabkan

menurunnya hasil produksi tanaman.

Perlakuan A mengandung unsur hara Mg terbesar kedua setelah perlakuan C

dan memiliki jumlah daun terbanyak. Hal ini diduga komposisi nutrisi perlakuan

A memiliki keseimbangan antara unsur hara makro dan mikro sehingga efisiensi

unsur hara dalam larutan menjadi lebih optimal.

Rata-rata jumlah daun yang tertinggi pada perlakuan A, B dan E pada

penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Zuhaida, et al

(2012) yaitu 12 helai 28 HST dan lebih rendah dari hasil peneltian Purwanto

(2005) yaitu 23 helai 35 HST.

4.2.3 Panjang Akar (cm)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap panjang akar menunjukkan

pengaruh nyata (Tabel 7). Perlakuan E menunjukkan rata-rata panjang akar

terbesar diikuti perlakuan A, dan rata-rata panjang akar terendah adalah perlakuan

D. sedangkan perlakuan B dan C menunjukkan hasil yang ridak berbeda jauh

dengan notasi yang sama.


46

Tabel 7 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Panjang Akar Tanaman Selada


Rata-rata Panjang Akar Tanaman
Perlakuan
---cm---
A 26,93 bc
B 21,07 ab
C 19,47 ab
D 18 a
E 32,07 c
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang tidak sama
menunjukan berbeda sangat nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata
5%.

Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur hara

yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama

daun, melalui pembuluh xilem. Pertumbuhan akar dapat dipengaruhi oleh unsur P

dan K. Pada komposisi nutrisi unsur hara P dan K yang diberikan dalam bentuk

KH2PO4 dengan jumlah yang berbeda-beda. Perlakuan A dan E mengandung

komposisi unsur hara P dan K terbesar sehingga perkembangan akar dalam larutan

berkembang dengan baik. Hal ini didukung dengan pH larutan yang netral,

dimana unsur P paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar netral (6 - 7)

(Hardjowigeno, 2010).

Kalium dalam sitoplasma dan kloroplas diperlukan untuk menetralkan

larutan sehingga mempunyai pH 6 - 8. Pada lingkungan tersebut proses reaksi

yang optimum untuk hampir semua enzim yang ada didalam tanaman (Marschner,

2000).

Pada perlakuan E dengan komposisi unsur P, K dan B dapat dianggap cukup

memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman untuk perkembangan akar sehingga

memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam menyerap air


47

dan unsur hara. Sedangkan perlakuan A yang menyediakan unsur hara P, K, dan B

lebih besar menunjukkan ketidak optimalan dalam perkembangan akar. Hal ini

diduga karena sistem perakaran merupakan sifat genetis dari tanaman itu sendiri,

yang diperkuat oleh Lakitan (2001), yang menyatakan bahwa sistem perakaran

lebih dikendalikan oleh sifat genetis dari tanaman yang bersangkutan, tetapi telah

pula dibuktikan bahwa sistem perakaran tanaman tersebut dapat dipengaruhi oleh

kondisi tanah atau media tumbuh tanaman. Selain itu perlakuan A tidak

mengandung unsur Cl yang dapat membantu pertumbuhan akar. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Hardjowigeno (2010) yang menyatakan Cl belum jelas

fungsinya. Akan tetapi, pertumbuhan akar dan tanaman dapat terhambat kalau

tidak ada unsur Cl.

Panjang akar dapat dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut dalam larutan

nutrisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (1995) Jumlah oksigen

terlarut dalam air juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Menurut Izzati (2006), oksigen terlarut yang cukup dalam air akan

membantu perakaran tanaman dalam mengikat oksigen. Bila kadar oksigen

terlarut cukup tinggi, maka proses respirasi akan lancar dan energi yang

dihasilkan akar cukup banyak untuk menyerap hara yang dapat diserap tanaman.

Tanaman akan memiliki pertumbuhan yang cepat dan menghasilkan produktifitas

yang tinggi dan berkualitas, hal ini diperkuat oleh Lesmana dan Darmawan

(2001), yang menyatakan bahwa pelarutan oksigen kedalam air berkaitan dengan

sirkulasi, pola arus, dan turbulensi pergerakan air berupa riak air maupun
48

gelombang akan mempercepat difusi udara kedalam air. Hal ini bertolak belakang

dengan larutan yang tidak disirkulasi, sehingga proses respirasi tidak lancar.

Memanjangnya akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak arus yang

ditempuh unsur-unsur hara untuk mendekati akar tanaman melalui aliran massa

ataupun difusi. Semakin panjang akar semakin banyak dan cepat pula

penyerapanunsur hara yang dilakukan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan

unsur hara (Hardjowigeno, 2010).

Rata-rata panjang akar yang tertinggi pada perlakuan E pada penelitian ini

lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Purwanto (2005) yaitu 28,87 cm

dan lebih rendah dari Fauzi 92013) yaitu 47,81 cm.

4.2.4 Luas Daun (cm2)

Menurut Sitompul dan Guritno (1995) daun berfungsi sebagai penerima dan

alat fotosintesis. Luas daun merupakan parameter utama untuk menentukan laju

fotosintesis persatuan tanaman. Hasil analisis ragam formulasi terhadap luas daun

menunjukkna hasil pengaruh nyata (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Luas Daun Tanaman Selada


Rata-rata Luas Daun
Perlakuan
---cm2---
A 2461,02 c
B 1154,67 ab
C 752,77 a
D 675,75 a
E 1837,42 bc
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.
49

Daun merupakan merupakan organ fotosintetik utama dalam tubuh tanaman,

di mana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan

mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering. Ragam formulasi berpengaruh

nyata terhadap luas daun. Luas daun dipengaruhi oleh jarak tanam yang dimana

jarak tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 cm x 10 cm yang dapat

menyebaban terhalangnya sinar matahari oleh daun lain untuk proses fotosintesis.

Pada hasil penelitian yang dilakuakan oleh George et al (2011)

menunjukkan pada jarak tanam 15 x 15 cm menunjukkan hasil penurunan pada

jumlah, luas daun, dan berat segar dibandingkan dengan jarak 20 x 20 cm dan 30

x 30 cm. Jarak tanam berpengaruh dalam menjaga system perakaran dan

memelihara keadaan tajuk tanaman dalam memanfaatkan sinar matahari untuk

proses fotosintesis sehingga kebutuhan hidup tanaman selada terpenuhi. Hal ini

sesuai dengan literatur dari Rohmah (2009) yang menjelaskan bahwa, jarak

tanaman dapat menyebabkan hasil pertumbuhan yang berbeda. Karena jarak

tanam yang rapat menyebabkan persaingan mengenai air dan unsur hara yang

diserap, sedangkan tajuknya akan mengalami persaingan terhadap cahaya dan

udara, terutama oksigen.

Pada pertumbuhan tanaman unsur yang sangat berpengaruh dalam

memperbaiki vegetative tanaman adalah unsur N yang diduga telah tercukupi.

Menurut Moekasan dan Prabaningrum (2011) amonium dapat membuat ukuran

sel menjadi lebih panjang. Akan tetapi perpanjangan tanaman akan dibatasi oleh

genetika tanaman yang akan berhenti tumbuh setelah panjang maksimum nya
50

telah dicapai. Sehingga pada ragam formulasi nutrisi terhadap luas daun

berpengaruh nyata.

Perlakuan A menunjukkan rata-rata luas daun tertinggi yang menandakan

semakin luas daun semakin tinngi potensi daun menangkap cahaya untuk proses

fotosintesis. Selain itu, perlakuan A mengandung unsur N terbesar yang berperan

dalam proses fotosintesis yang dapat mempengaruhi luas daun dan unsur Mg yang

berperan dalam penyusunan klorofil.

Pelakuan D menunjukkan rata-rata luas daun terkecil. Hal ini kemungkinan

dikarenakan perlakuan D mengandung unsur N lebih sedikit sehingga tidak dapat

memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur N untuk pertumbuhan vegetatif

tanaman. Komposisi unsur hara perlakuan D mengandung unsur Mg terkecil

kedua, dan tidak mengandung unsur Fe yang berperan dalam pembentukan

korofil. Sehingga perlu adanya keseimbangan jumlah unsur hara tersebut sesuai

dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara tersebut agar tanaman dapat tumbuh

baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2010) yang menyatakan

pemupukan jangan terus-menerus hanya menggunakan satu jenis pupuk saja

(misalnya terus-menerus dipupuk nitrogen) tetapi juga harus diimbangi dengan

pemberian pupuk lain, unsur makro dan mikro.

Rata-rata luas daun pada perlakuan A dan E pada penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil peneltian Purwanto (2005) yaitu 1329,09 cm2 dan

perlakua A lebih tinggi dari hasil penelitian Zuhaida, et al. (2012) yaitu 1909,09

cm2.
51

4.2.5 Berat Segar Tanaman (g)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap berat segar tanaman menunjukkan

pengaruh nyata (Tabel 9). Rata-rata berat segar tanaman yang terbesar adalah

perlakuan A sebesar 97,28 g dan rata-rata berat segar tanaman terendah adalah

perlakuan D sebesar 44,39 g. hal ini didukung oleh penurunan penyerapan unsur

hara yang ditandai dengan nilai EC yang hanya berkurang 0,1 mS cm-1 selama

seminggu yang dapat berpengaruh pada unsur hara yang diserap oleh tanaman

selama masa pertumbuhan.

Tabel 9 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Berat Segar Tanaman Selada


Rata-rata Berat Segar Tanaman
Perlakuan
---g---
A 97,28 c
B 62,19 ab
C 45 a
D 44,39 a
E 74,82 bc
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang tidak sama
menunjukan berbeda sangat nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata
5%.

Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh penyerapan unsur hara makro dan

mikro dari larutan nutrisi yang tersedia. Selama pertumbuuhan kondisi tanaman

(Lampiran 36) berpengaruh dalam proses penyerapan unsur hara. Penyerapan

unsur hara sendiri dipengaruhi oleh keadaan pH larutan nutrisi. Nilai pH

menentukan ketersediaan berbagai elemen untuk tanaman. Kebanyakan tanaman

menghendaki pH asam 5 - 6, namun yang terjadi dilapangan pH larutan nutrisi

cenderung netral.
52

Ketersediaan unsur hara makro dalam nutrisi hidroponik yang paling

penting adalah N. Nitrogen diserap akar tanaman dalam bentuk NO 3 dan NH4+.

Pemberian nitrogen akan memacu pertumbuhan batang dan daun tanaman

(Lingga, 2012). Perlakuan A mengandung unsur hara N lebih tinggi dibandingkan

denan perlakuan lain sehingga memiliki berat segar tanaman lebih tinggi. Selain

itu unsur hara mikro yang cukup dan sesuai menyebabkan pertumbuhan tanaman

akan terpacu secara optimal sehingga diperoleh produksi berupa berat segar dan

berat kering tajuk pada tanaman.

Unsur Zn merupakan mikronutrien logam berat yang berperan penting

dalam pembentukan dan pengaturan enzim, kekurangan unsur Zn dapat

menyebabkan ketidakmampuan tanaman untuk membuat jumlah protein yang

cukup, dan dengan demikian umum pertumbuhan dan produksi tanaman menjadi

terbatas, seperti daun kecil dan pertumbuhan roset. Dalam kasus daun kecil, daun

gagal berkembang menjadi ukuran normal sehinga berat tanaman menjadi

berkurang karena pertumbuhan yang terhambat (Wiedenhoeft, 2006).

Pada komposisi unsur hara perlakuan A mengandung unsur Zn lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Unsur Zn berpengaruh dalam

pembentukan biomassa dalam pertumbuhan tanaman dngan mengatur enzim dan

pembentukan hormone tumbuh untuk keseimbangan biologis tanaman.

Selama pertumbuhannya tanaman menyusun biomassa yang digunakan

untuk membentuk bagian-bagian tanaman. Biomassa dapat berasal dari hasil

fotosintesis yang artinya tanaman dengan laju fotosintesisnya tinggi mengandung

biomassa yang tinggi pula. Seperti pada perlakuan A yang memiliki luas daun
53

terbesar sehingga dapat memaksimalkan proses fotosintesis yang dapat

meningkatkan biomassa tanaman. Produksi biomassa yang meningkat dapat

menambah berat dan diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat

dinyatakan secara kuantitatif. (Sitompul, 2010).

Proses fotosintesis pada tanaman dapat terhambat karena jarak tanam yang

digunakan pada penelitian yang diduga dapat berpengaruh. Hal ini dikarenakan

jarak tanam yang digunakan 15 cm x 10 cm dapat menjadi faktor penghalang

penerimaan sinar matahari pada daun lainuntuk proses fotosintesi. Pada hasil

penelitian yang dilakukan oleh Alexander et al (2015) menunjukkan hasil

pertumbuhan yang baik pada jarak tanam 20 cm x 20 cm untuk tanaman selada

dengan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar total terbaik dibandingkan

dengan jarak tanam yang lain.

Selain jarak tanam penyerapan unsur hara berpengaruh pada pertumbuhan

tanaman. Pada perlakuan A dan E rata-rata unsur hara yang tersisa sebesar 1,3 mS

cm-1 dari 1,5 mS cm-1 yang menandakan penyerapan unsur hara sebesar 0,2 mS

cm-1 setiap minggunya. Jika dibandingkan dengan 3 perlakuan yang lain perlakuan

A dan E lebih tinggi penyerpan unsurnya, dan dapat dikatakan mampu memenuhi

kebutuhan unsur hara makro dan mikro tanaman. Hal ini diduga dikarenakan

perlakuan A dan E memiliki rasio unsur hara yang hampir sama atau mirip

sehingga parameter pertumbuhan tanaman selada merah menjukkan hasil yang

tidak berbeda jauh anatara perlakuan A dan E. Dengan rasio unsur hara yang sama

maka jumlah unsur hara yang ada pada larutan nutrisipun hampir sama.
54

Rata-rata berat segar tanaman pada perlakuan A, B dan E pada penelitian

ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peneltian Purwanto (2005) yaitu 59,68

g. Akan tetapi, lebih rendah dari deskripsi tanaman yang kemungkinan disebabkan

oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan tanaman selada dimana

tanaman selada menghendaki suhu optimum sebesar 20º C dengan kelembaban

anatara 80% - 90% untuk berproduksi secara maksimal. Sedangkan pada lokasi

penelitian rata-rata suhu harian mencapai 26º C dan kelembaban sebesar 57%.

4.2.6 Berat Kering Tanaman (g)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap beerat kering tanaman menunjukkan

pengaruh nyata (Tabel 10). Rata-rata berat segar tanaman yang terbesar adalah

perlakuan A sebesar 4,27 g dan rata-rata berat segar tanaman terendah adalah

perlakuan D sebesar 2,11 g.

Tabel 10 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Berat Kering Tanaman Selada


Rata-rata Berat Kering Tanaman
Perlakuan
---g---
A 4,27 c
B 2,82 ab
C 2,36 ab
D 2,11 a
E 3,19 bc
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang tidak sama
menunjukan berbeda sangat nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata
5%.

Ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang cukup dan sesuai

menyebabkan pertumbuhan tanaman terpacu secara optimal sehingga diperoleh

produksi berupa berat segar dan berat kering tajuk pada tanaman. Pertumbuhan
55

dalam arti biologis didefinisikan sebagai bertambahnya berat yang tidak dapat

kembali (irreversible) dari suatu makhluk hidup (Netovia, 2007). Menurut

Sitompul dan Guritno (1995), pengukuran biomassa tanaman merupakan

parameter paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, karena

dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam

pertumbuhan.

Pada perlakuan D tanaman mengandung unsur hara lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan lainnya terutama perlakuan A. sehingga dapat

dikatakan pada perlakuan D pertumbuhan tanaman tidak berlangsung secara

optimal. Berat kering adalah hasil dari berat basah yang dikeringkan dalam waktu

1 x 24 jam dengan suhu 75°C.

Dari hasil pengukuran berat kering dapat dilihat efisiensi penyerapan unsur

hara. Efisiensi penyerapan unsur hara yang tertinggi terjadi pada perlakuan A.

pada nilai EC yang sama dan komposisi nutrisi yang berbeda terlihat perbedaan

hasil pertumbuhan tanaman, dengan komposisi nutrisi yang lengkap akan

menunjukkan hasil pertumbuhan yang bik pada tanaman.

Pada komposisi unsur hara perlakuan C dan D tidak mengandung unsur

Cu yang berperan dalam proses asimilasi. Tanaman yang defisiensi unsur Cu,

maka perbandingan bahan dinding sel dibanding total bahan kering akan menurun.

Rata-rata berat kering tanaman pada perlakuan A pada penelitian ini lebih

tinggi dibandingkan dengan hasil peneltian Purwanto (2005) yaitu 3,96 g dan

lebih rendah dari hasil penelitian Zuhaida et al. (2012) yaitu 5,51 g.
56

4.2.7 Nisbah Pupus Akar (%)

Hasil analisis ragam formulasi terhadap berat kering akar menunjukkan

pengaruh nyata (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh Ragam Formulasi terhadap Nisbah Pupus Akar Tanaman


Selada
Rata-rata Nisbah Pupus Akar
Perlakuan
---%---
A 1,43 b
B 0,78 a
C 0,57 a
D 0,62 a
E 1,29 b
Keterangan: Nilai rata-rata pada tiap kolom yang ditandai dengan huruf yang tidak sama
menunjukan berbeda nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.

Nisbah pupus akar (NPA) merupakan perbandingan bobot kering bagian

pupus (tajuk) dan akar tanaman. Nilai NPA tanaman dalam percobaan ini

menunjukkan bahwa pembagian (partioning) hasil fotosintesis tanaman masih

berada dalam kisaran keseimbangan antara bagian pupus dan akar. Tanaman yang

baru saja pindah tanam umumnya memacu pertumbuhan bagian akarnya untuk

memperbaiki perakaran yang terganggu saat pindah tanam. Hal ini bertujuan agar

tanaman mempunyai sistem perakaran yang kokoh dan luas yang memungkinkan

untuk mendapatkan unsur hara dengan lebih baik.

Pertumbuhan akar yang optimal tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan

bagian pupusnya, karena energi yang digunakan untuk keperluan tersebut

diperoleh dari hasil fotosintesis yang terjadi di bagian pupus. Oleh karena itu
57

pertumbuhan bagian atas tanaman (pupus) yang tinggi juga akan meningkatkan ke

arah bawah tanaman (akar).

Perlakuan A dan E menunjukkan hasil berberda nyata, sedangkan

perlakuan B, C, dan D menunjukkan hasil berbeda tidak nyata. Hal tersebut dapat

dipengaruhi oleh banyaknya unsur hara yang terdapat dalam perlakuan tersebut

tidak dapat diserap tanaman dengan baik. Hal ini diperkuat oleh Lakitan (2004),

bahwa jika jaringan tumbuhan mengandung unsur hara tertentu dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan maksimum, maka pada kondisi ini dikatakan tumbuhan dalam

kondisi konsumsi mewah. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi, unsur hara

esensial dapat juga menyebabkan keracunan bagi tumbuhan.

Dari setiap pengukuran pengamatan yang telah dilakukan pada tanaman

selada merah terhadap perlakuan ragam formulasi dapat diambil keputusan

bahwasanya perlakuan A (Sutiyoso, 2006) menunjukkan hasil terbaik

dibandingkan dengan perlakuan lain dengan melakukan matriks pengambilan

keputusan dibawah ini:

Matriks Pengamatan
Perlakuan
Pengamtan A B C D E
Tinggi 4 3 2 1 5
Jumlah Daun 5 4 2 2 3
Panjang Akar 4 3 2 1 5
Luas Daun 5 3 2 1 4
Berat Basah 5 3 2 1 4
Berat Kering 5 3 2 1 4
Nisbah Pupus Akar 5 3 1 2 4
Jumlah 33 22 13 9 29
58

Nilai yang diberikan pada kolom sesuai dengan hasil pengamatan yang telah

dilakukan. Hal ini didukung dengan keadaan tanaman yang tumbuh dan

berkembang dengan baik. Selain itu, perlakuan A didukung dengan biaya yang

dikeluarkan untuk membuat formulasi nutrisi sesuai dengan komposisi nutrisi

(Lampiran 8) menunjukkan biaya yang lebih terjangkau. Kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan tanaman menjadi tersedia dari unsur makro hingga unsur mikro.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pemberian ragam formulasi nutrisi pada tanaman selada merah dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman selada merah (lactuca sativa

var. arista) pada hidroponik sistem rakit apung (floating hydroponics system)

karena terdapat formulasi nutrisi yang menunjukkan hasil tertinggi pada setiap

parameter.

2. Formulasi nutrisi yang menunjukkan hasil terbaik pada jumlah daun, berat

segar tanaman, berat kering tanaman, nisbah pupus akar, dan luas daun adalah

Sutiyoso (2006). Sedangkan formulasi nutrisi yang menunjukkan hasil terbaik

pada tinggi tanaman dan panjang akar adalah Resh (2011).

5.2 Saran

1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut terhadap luas daun dengan menggunakan jarak tanam yang lebih luas

karena dapat meningkatkan efektivitas proses fotosintesis.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan nilai EC yang bebeda karena

nilai EC yang berbeda kemungkinan dapat menunjukkan hasil yang berbeda

pula.

59
60

DAFTAR PUSTAKA

Ade W., & Anggayuhlin, R.. 2011. Peningkatan Produktivitas DAN Efisiensi
Konsumsi Air Tanaman. Bogor: Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. IPB.

Alexander, H. I., Lahay, R. R., & Irman, T. 2015. Response Lettuce (Lactuca
sativa L.) Growth and Production Towards Giving Urine Goat
Organic Liquid Fertilizer on Some Plant Spacing. Journal Plant
Vol.4. No.1, Desember 2015. (569) :1768-17761768

Ardian. 2007. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Pada Berbagai Tipe
Emitter Dan Formulasi Nutrisi Hidroponik. Dinamika Pertanian. 22
(3):195-200

Becker, C., Urlic, B., & Spika, M. J. 2015. Nitrogen Limited Red and Green Leaf
Lettuce Accumulate Flavonoid Glycosides, Caffeic Acid Derivatives,
and Sucrose while Losing Chlorophylls, Β-Carotene and
Xanthophylls. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0142867

Frasetya, B. T. Q. 2017. Formulasi Nutrisi Hidroponik AB Mix; dengan Aplikasi


MS Excel dan Hydrobuddy. Yogyakarta: Plantaxia

Cahyono. 2003. Budidaya Tanaman Selada Merah. Bogor: Institut Pertanian


Bogor.

Fallah, M. A. F. 2006. Produksi Tanaman dan Makanan dengan Menggunakan


Hidroponik – Sederhana hingga Otomatis.
http://io.ppijepang.org/article.php?id=200. Diakses November 2017

Fauzi, R., Tarwaca, E. S. P., & Armbarawati, E. 2013. Pengayaan Oksigen Di


Zona Perakaran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Hasil
Selada (Lactuca Sativa L.) Secara Hidroponik. Vegetalika Vol.2
No.4, 2013 : 63-74

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisologi Tanaman


Budidaya. Terjemahan H. Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia.

George, N., Abubakari, H., & Maalinyuur, S. 2011. Preliminary Studies on


Growth and Fresh Weight of Lettuce (Lactuca sativa) as Affected by
Clay Pot Irrigation and Spacing. Pakistan Journal of Biological
Sciences, 14: 747-751.
61

Guritno, B. & Sitompul, 1991. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Malang: Fakultas


Pertanian. Universitas Brawijaya.

Haryono, 2004. Budidaya Tanaman Selada Merah. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Persindo.

Hidayat C, Abdul P & Sofiya H. 2016. Pemanfaatan Gulma sebagai Pupuk


Kompos untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Cabai Merah (Capsicum annum L.) varietas Hot Beauty. Prosiding
Seminar Nasional BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu Pertanian.

Izzati, I.R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada
Budidaya Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik dengan Tiga
Cara Fertigasi. Bogor: Program Studi Hortikultura. Fakultas
Pertanian. IPB.

Karsono, S. 2008. Pengenalan Sistem Hidroponik. Bogor: Parung Farm.

Kasumbogo, U. 2010. Ilmu Hama Tanaman. Yogyakarta: UGM

Lesmana, S. & I. Darmawan. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Lakitan, B. 2015. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Pers.

Lestari, G. 2009. Berkebun Sayuran Hidroponik di Rumah. Jakarta: Prima Info


Sarana.

Lingga, P. 2002. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Peneba


Swadaya.

--- 2008. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Marschner, H. 2000. Mineral Nutrition of Higher Plants. London: Academic


Press Harcourt Brace Jovanovich, Publisher.

Netovia, J. 2007. Pupuk Mikro Majemuk sebagai Unsur Hara Mikro. Bogor:
Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda.

Perwitasari, B., Mustika T., & Catur W. 2012. Pengaruh Media dan Nutrisi
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica
juncea L.) Dengan Sistem Hidroponik. Agrovigor Vol. 5, No. 1; 14-
25.

Pracaya. 2002. Bertanam Sayuran Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.


62

Purwanto, H.I. dan A.N.Asih. 2001. Sayuran Jepang, Jakarta: Penebar Swadaya.

Purwanto, E. B. 2005. Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Pemberian Larutan


Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Selada (Lactuca Sativa)
Secara Hidroponik. Jember: Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah.

Resh, H.M. 2004. Hydroponic Food Production. New Jersey: New Concept Press.
567 p.

--- 2013. Hydroponic Food Production: A Definitive Guidebook for the


Advanced Home Gardener and the Commercial Hydroponic Grower.
New Jersey: Newconcept Press, Inc.

Rohmah, N., 2009. Respon Tiga Kultivar Selada (Lactuca Sativa L.) pada Tingkat
Kerapatan Tanaman yang Berbeda. Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.

Rosmarkam, A., & Widya, N. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:


Kanisius.

Rubatzky,V.E dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi,
alih bahasa Catur Herison. Bandung: ITB.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Selada Merah. Yogyakarta: Kansius.

--- 2008. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta: Kanisius.

Safuan, La Ode dan Andi Bahrun. 2012. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk
Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon
(Cucumis melo L.). Jurnal Agroteknos Juli 2012. Vol.2. No.2. hal.
69-76. ISSN: 2087-7706.

Salisbury, F. B. and Ross C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Dian R


Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Malang:


Kanisius.

Samadi, B. 2014. Rahasia Budidaya Selada. Depok: Pustaka Mina.

Siregaj, J., Sugeng T., & Diding S. (2015). Pengujian Beberapa Nutrisi
Hidroponik Pada Selada (Lactuca Sativa L.) Dengan Teknologi
Hidroponik Sistem Terapung (THS) Termodifikasi. Lampung: Jurnal
Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 65-72
Sitompul, S.M., dan Guritno, B., 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
63

Soviaty, E. 2006. Pengaruh Berbagai Macam Media Tumbuh terhadap


Pertumbuhan Azolla pinnata. Malang: Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah.
Subandi, M., Purnama, N. S., & Frasetya, B. (2015). Pengaruh Berbagai Nilai Ec
(Electrical Conductivity) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bayam
(Amaranthus Sp.) Pada Hidroponik Sistem Rakit Apung (Floating
Hydroponics System). Jurnal Agroteknologi Volume IX No. 2

Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika Basah:


Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor: IPB Press.

Sumarni. 2001. Budidaya Selada Merah Intensif. Yogyakarta: Kansius.

Sumpena, U. 2001. Budidaya Selada. Jakarta: Penebar Swadaya.

Susila, A. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor: Bagian Produksi


Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB.

Sutiyoso, Y. 2003. Aeroponik Sayuran: Budidaya dengan Sistem Pengabutan.

Jakarta: Penebar Swadaya

--- 2006. Hidroponik Ala Yos. Jakarta: Penebar Swadaya

Wiedenhoeft, A. C. 2006. Plant Nutrition. New York: Chelsea House Pubhlisher

Zuhaida, L., Ambarwati, E., & Sulistyaningsih, E. (2012). Pertumbuhan Dan

Hasil Selada (Lactuca Sativa L.) Hidroponik Diperkaya Fe.

Yogyakarta: Fakultas pertanian Universitas Gadjah Mada.


LAMPIRAN
65

Lampiran 1 Deskripsi Tanaman Selada Merah Varietas Arista (SL 840)

Asal : Dalam negeri

Silsilah : SL 840 (SL 036-7-2-1-1-0-0

Golongan varietas : Bersari bebas

Umur panen : 35 – 41 hari setelah tanam

Tinggi tanaman : 17,98 – 20,32 cm

Bentuk daun terluar : Obovate

Ukuran daun terluar : Panjang 13,56 – 15,73 cm;

Lebar 11,32 – 14,00 cm

Warna daun terluar : Hijau kuning (RHS 145 C) ujung daun coklat ungu (RHS

181 A)

Kerapatan helaian daun : Rapat

Rasa : Hambar

Bentuk biji : Lonjong pipih

Warna biji : Coklat (RHS 199 C)

Berat 1.000 biji : 1,00 – 1,02 gram

Berat per tanaman : 319,38 – 382,73 gram

Daya simpan pada suhu 25 - 30ºC : 2 – 3 hari setelah panen

Hasil per hektar : 11,96 – 14,78 ton

Populasi per hektar : 96.000 tanaman

Kebutuhan benih per hektar : 96,0 – 98,3 gram


66

Penciri utama : Tingkat kekeritingan pada ujung daun kuat dan degradasi

warna pada ujung daun lemah

Keunggulan varietas : Produksi tinggi dan umur genjah

Wilayah adaptasi : Sesuai di dataran tinggi

Pemohon : PT. Benih Citra Asia

Pemulia : Adi Wiyono Basori Amin, SP

Peneliti : Aris Munandar, SP, MP, Firjon Zundan S, Baiatur

Ridwan

Sumber : varitas.net
67

Lampiran 2 Design dan Denah Sistem Rakit Apung

b a
Keterangan:

a = 15 cm
b = 10 cm
c c = 10 cm
d = 20 cm
d e = 30 cm
e

panjang selang = 50 cm
styrofoam

bak penampung

B C D A A

3 4 4 5 2

A D A D B

4 5 1 1 4
Timur

A B D C B

5 5 2 3 1

E A C E C

4 3 1 5 2

E E C B E

3 1 5 2 2
Utara

erlakua

n
Lampiran 3 Formulasi Nutrisi Sutiyoso (2006)
g/5 Macro Micro
g/5 l/1000 l Purity
CONCENTRATE A l/1000 l N
Technical % P K Ca Mg S Fe Mn Cu Zn B Mo
pure NO3 NH4
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) Ca = 18,5% ; N-NO3 = 945.95 98 945.95 134.32 12.30 175.00
14,2% ; N-NH4 = 1,30%
Kalium Nitrate (KNO3)K = 39% ; N-
569.11 95 569.11 79.68 221.95
NO3 = 14%
Fe-EDTA Fe = 13,2% 37.88 13 37.88 5.00
Sub Total 1552.94
Total Pupuk A 214 12 222 175 5.00

CONCENTRATE B
Monokalium Phospate (KH2PO4) K =
28,7% ; P = 22,8% 329 98 328.95 75.00 94.41
Amonium Sulfat (NH4)2SO4 N-NH4 =
113 94 112.87 23.70 27.09
21% ; S = 24%
Kalium Sulphate (K2SO4) K = 44,8% ;
19 90 19.28 8.64 3.55
S = 18,4%
Magnesium Sulphate (MgSO4.7H2O)
639 98 639.18 62.00 83.16
Mg = 9,7% ; S = 13%
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O) Mn =
8.00 8.00 1.15 2.00
25%, S= 14%
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O) Cu =
0.38 0.38 0.049 0.100
25,% ; S = 12%
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O) Zn = 23% ;
1.30 1.30 0.14 0.300
S = 11%
Asam Borat (H3BO3) B = 18% 3.89 3.89 0.70
Amonium Hepta-Molibdat
0.10 0.10 0.05
((NH4)6MO7O24.4H2O) Mo = 50%
Total pupuk B 75 103 62 115 2 0 0 1 0.050
Subtotal 1114 214.00 36.00
75 325 175 62 113 5 2 0.10 0.30 0.70 0.05
Total 250

N-Total : 250 ppm Rasio : NO3/NH4 1:6 = 214/36 P/N-Total 0.3:1 = 75/250 K/N-Total 1.3:1 = 325/250
Ca/N-Total 0.7:1 = 175/250 Mg/N-Total 0.25:1 = 62/250 S/N-Total 0.45:1 = 113/250

68
Lampiran 4 Formulasi Nutrisi Hoagland & Snyder (1933-1938)
g/5 l/1000 g/5 Macro Micro
Purity
CONCENTRATE A l l/1000 l N
% P K Ca Mg Na S Cl Fe Mn Cu Zn B Mo
Technical pure NO3 NH4
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) Ca=18,5% ; N-
NO3 =14,2% ; N-NH4 = 1,30%
Calsium Nitrate (Ca(NO3)2) Ca
1626.02 1626.02 139.84 200.00
= 12,3% ; N-NO3 = 8,6%
Kalium Nitrate (KNO3) K =
501.16 95 501.16 70.16 195.45
39% ; N-NO3 = 14%
Fe-EDTA Fe = 13,2%
Sub Total 2127.18
Total Pupuk A 210 195 200
CONCENTRATE B
Monokalium Phospate
136 98 135.96 31.00 38.07
(KH2PO4) K=28,7%; P= 22,8%
Kalium Sulphate (K2SO4) K =
1 90 1.06 0.48 0.20
44,8% ; S = 18,4%
Magnesium Sulphate
(MgSO4.7H2O) Mg=9,7%; 495 98 494.85 48.00 64.38
S=13%
Natrium klorida (NaCl) Na =
39,3% ; Cl = 60,6%
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O)
0.40 0.40 0.06 0.10
Mn = 25%, S= 14%
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O)
0.05 0.05 0.007 0.014
Cu=25,%; S=12%
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O) Zn
0.00 0.004 0.00 0.001
= 23% ; S = 11%
Asam Borat (H3BO3) B= 8% 0.56 0.56 0.10
Amonium Hepta-Molibdat
((NH4)6MO7O24.4H2O)Mo= 0.03 0.03 0.016
50%
Total pupuk B 31 39 48 65 0.10 0.01 0.001 0.10 0.02
Subtotal 633 210.00 0.00
31 234 200 48 64 0.1 0.01 0.001 0.10 0.02
Total 210
N-Total : 210 ppm Rasio : NO3 = 210 P/N-Total 0.14:1 = 31/210 K/N-Total 1.14:1 = 234/210
Ca/N-Total 0.95:1 = 200/210 Mg/N-Total 0.22:1 = 48/210 S/N-Total 0.3:1 = 64/210

69
Lampiran 5 Formulasi Nutrisi Hoagland (1919)
g/5 Macro Micro
g/5 l/1000 l Purity
CONCENTRATE A l/1000 l N
Technical % P K Ca Mg Na S Cl Fe Mn Cu Zn B Mo
pure NO3 NH4
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) Ca = 18,5% ; N-NO3
= 14,2% ; N-NH4 = 1,30%
Calsium Nitrate (Ca(NO3)2) Ca =
1626.02 1626.02 139.84 200.00
12,3% ; N-NO3 = 8,6%
Kalium Nitrate (KNO3) K = 39% ;
129.73 95 129.73 18.16 50.60
N-NO3 = 14%
Fe-EDTA Fe = 13,2%
Sub Total 1755.75
Total Pupuk A 158 51 200
CONCENTRATE B
Monokalium Phospate (KH2PO4) K
193 98 192.98 44.00 54.04
= 28,7% ; P = 22,8%
Kalium Sulphate (K2SO4) K =
400 90 400.38 179.37 73.67
44,8% ; S = 18,4%
Magnesium Sulphate
(MgSO4.7H2O) Mg=9,7%; S = 1021 98 1020.62 99.00 132.78
13%
Natrium klorida (NaCl) Na =
30.00 30.00 12.00 18.00
39,3% ; Cl = 60,6%
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O) Mn
= 25%, S= 14%
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O) Cu
= 25,% ; S = 12%
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O)
Zn = 23% ; S = 11%
Asam Borat (H3BO3) B = 18%
Amonium Hepta-Molibdat
((NH4)6MO7O24.4H2O) Mo = 50%
Total pupuk B 44 233 99 206
Subtotal 1644 158.00 0.00
44 284 200 99 12 125 18
Total 158
N-Total : 210 ppm Rasio : NO3 = 158 P/N-Total 0.27:1 = 44/158 K/N-Total 1.8:1 = 284/158
Ca/N-Total 1.2:1 = 200/158 Mg/N-Total 0.62:1 = 99/158 S/N-Total 0.8:1 = 125/158

70
Lampiran 6 Formulasi Nutrisi Shive & robbins (1942)
g/5 Macro Micro
g/5 l/1000 l Purity
CONCENTRATE A l/1000 l N
Technical % P K Ca Mg Na S Cl Fe Mn Cu Zn B Mo
pure
NO3 NH4
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) Ca = 18,5% ; N-
NO3 = 14,2% ; N-NH4 = 1,30%
Calsium Nitrate (Ca(NO3)2) Ca =
487.80 98 487.80 41.95 60.00
12,3% ; N-NO3 = 8,6%
Kalium Nitrate (KNO3) K = 39% ;
100.35 95 100.35 14.05 39.14
N-NO3 = 14%
Fe-EDTA Fe = 13,2%
Sub Total 588.15
Total Pupuk A 56 0 39 60
CONCENTRATE B
Monokalium Phospate (KH2PO4)
202 98 201.75 46.00 57.90
K = 28,7% ; P = 22,8%
Kalium Sulphate (K2SO4) K =
45 90 44.55 19.96 8.20
44,8% ; S = 18,4%
Magnesium Sulphate
546 98 546.39 53.00 71.09
(MgSO4.7H2O) Mg=9,7%;S= 13%
Natrium klorida (NaCl) Na =
178.33 178.33 82.03 107.00
39,3% ; Cl = 60,6%
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O)
0.60 0.60 0.09 0.15
Mn = 25%, S= 14%
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O)
Cu = 25,% ; S = 12%
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O)
0.65 0.65 0.07 0.150
Zn = 23% ; S = 11%
Asam Borat (H3BO3) B = 18% 5.56 5.56 1.00
Amonium Hepta-Molibdat
((NH4)6MO7O24.4H2O)Mo = 50%
Total pupuk B 46 78 53 79
Subtotal 978 56.00 0.00
46 117 60 53 82 70 107 0.15 0.15 1.00
Total 56

N-Total : 210 ppm Rasio : NO3 = 56 P/N-Total 0.82:1 = 46/56 K/N-Total 2.08:1 = 117/56
Ca/N-Total 1.07:1 = 60/56 Mg/N-Total 0.94:1 = 53/56 S/N-Total 1.25:1 = 70/56

71
Lampiran 7 Formulasi Nutrisi Dr. H. Resh Lettuce Anguila, B.W.I (2011)
g/5 Macro Micro
g/5 l/1000 l Purity
CONCENTRATE A l/1000 l N
Technical % P K Ca Mg Na S Cl Fe Mn Cu Zn B Mo
pure NO3 NH4
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) C=18,5%; N- 1081.08 98 1081.08 153.51 200.00
NO3=14,2%; N-NH4= 1,30%
Calsium Nitrate (Ca(NO3)2) Ca
=12,3% ; N-NO3 = 8,6%
Kalium Nitrate (KNO3) K =
224.90 95 224.90 31.49 87.71
39% ; N-NO3 = 14%
Fe-EDTA Fe = 13,2% 37.88 13 37.88 5.00
Sub Total 1343.86
Total Pupuk A 185 88 200 5.00
CONCENTRATE B
Monokalium Phospate
219 98 219.30 50.00 62.94
(KH2PO4) K=28,7%; P=22,8%
Kalium Sulphate (K2SO4) K =
132 90 132.48 59.35 24.38
44,8% ; S = 18,4%
Magnesium Sulphate
(MgSO4.7H2O) Mg=9,7%; 515 98 515.46 50.00 67.06
S=13%
Natrium klorida (NaCl) Na =
108.33 49.83 65.00
39,3% ; Cl = 60,6%
Mangan Sulfat(MnSO4.4H2O)
2.00 2.00 0.29 0.50
Mn = 25%, S= 14%
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O)
0.58 0.58 0.074 0.150
Cu=25,%; S= 12%
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O) Zn =
0.65 0.65 0.07 0.150
23% ; S = 11%
Asam Borat (H3BO3) B=18% 1.67 1.67 0.30
Amonium Hepta-Molibdat
0.10 0.10 0.05
((NH4)6MO7O24.4H2O)Mo=50%
Total pupuk B 50 122 50 92 0.50 0.15 0.15 0.30 0.05
Subtotal 872 185.00 0.00
50 210 200 50 50 66 65 5 0.5 0.15 0.15 0.30 0.05
Total 185
N-Total : 250 ppm Rasio : NO3 = 185 P/N-Total 0.27:1 = 50/185 K/N-Total 1.13:1 = 210/185
Ca/N-Total 1.08:1 = 200/185 Mg/N-Total 0.27:1 = 50/185 S/N-Total 0.35:1 = 66/185

72
Lampiran 8 Estimasi Harga Formulasi Nutrisi

Estimasi Harga Formulai nutrisi selada merah Harga


Sutiyoso Hoagland & Snyder Hoagland Shive & Dr. H. Resh Lettuce nutrisi/100
Nutrisi (2006) (1933-1938) (1919) robbins (1942) Anguila, B.W.I (2011) g
Calsium Ammonium Nitrate
(CaNO3.NH4) 14189 0 0 0 16216 1500
Calsium Nitrate (Ca(NO3)2) Ca 0 24390 24390 7317 0 1500
Kalium Nitrate (KNO3) 14228 12529 3243 2509 5623 2500
Fe-EDTA 568 0 0 0 568 1500
Monokalium Phospate
(KH2PO4) 11513 4759 6754 7061 7675 3500
Amonium Sulfat (NH4)2SO4 1467 0 0 0 0 1300
Kalium Sulphate (K2SO4) 289 16 6006 668 1987 1500
Magnesium Sulphate
(MgSO4.7H2O) 8309 6433 13268 7103 6701 1300
Natrium klorida (NaCl) 0 0 4500 26750 16250 15000
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O) 320 16 0 24 80 4000
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O) 17 2 0 0 26 4500
Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O) 46 0 0 23 23 3500
Asam Borat (H3BO3) 389 56 0 556 167 10000
Amonium Hepta-Molibdat
((NH4)6MO7O24.4H2O) 420 134 0 0 420 420000
Total 51756 48336 58162 52011 55736

73
74

Lampiran 9 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada


Umur 7 HST (cm)

Tabel pengamatan
Tinggi Tanaman 7 HST (cm)
Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 6,57 6,40 5,07 5,40 5,77 29,20 5,84
B 5,17 3,83 5,90 5,10 6,17 26,17 5,23
C 5,67 6,10 5,07 6,90 3,83 27,57 5,51
D 7,97 6,10 6,47 8,17 4,27 32,97 6,59
E 6,67 8,17 5,40 7,00 6,83 34,07 6,81
Jumlah 32,03 30,60 27,90 32,57 26,87 149,97
Rata-rata 6,41 6,12 5,58 6,51 5,37

Perhitungan tabel anova

Faktor Koreksi =

= 899,60

JK Total = Σ (Nilai Pengamatan)2 – FK

= Σ (6,572 + 6,42 + 5,072 + … + 6,832) – 899,60

= 33,48

Σ
JK Perlakuan = – FK

= – 899,60

= 9,32

JKG = JKT – JKP

= 33,48 – 9,32
75

= 24,16

KT Perlakuan =

= 2,330

KTG =

= 1,028

F hitung =

= 1,928

Tabel sidik ragam

Sumber F tabel (5%)


DB JK KT Fhit
Ragam
Perlakuan 4 9,319 2,330 1,928 3,18
Galat 20 24,169 1,208
Total 24 33,488
C.V (%) 18,325
Keterangan: ns (non significant/ berpengaruh tidak nyata)
76

Lampiran 10 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada


Umur 14 HST (cm)

Tabel pengamatan

Tinggi Tanaman 14 HST (cm)


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 11,00 9,93 9,80 9,67 10,13 50,53 10,11
B 7,33 5,00 9,43 8,83 5,67 36,27 7,25
C 7,77 7,33 6,00 8,17 4,67 33,93 6,79
D 7,83 7,33 6,67 8,50 4,00 34,33 6,87
E 7,67 9,33 7,53 10,17 10,50 45,20 9,04
Jumlah 41,60 38,93 39,43 45,33 34,97 200,27
Rata-rata 8,32 7,79 7,89 9,07 6,99

Perhitungan tabel anova

Faktor Koreksi =

= 16040,26

JK Total = Σ (Nilai Pengamatan)2 – FK

= Σ (11,02 + 9,932 + 9,802 + … + 10,52) – 1604,26

= 88,13

Σ
JK Perlakuan = – FK

= – 1604,26

= 44,16

JKG = JKT – JKP


77

= 88,13 - 44,16

= 43,96

KT Perlakuan =

= 11,042

KTG =

= 2,198

F hitung =

= 5,023

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 44,166 11,042 5,023** 3,180
Galat 20 43,964 2,198
Total 24 88.130
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx =

= 0,66
78

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
SSR = 1,96 2,06 1,45 2,15

Pengurangan dua arah


Perlakuan Rata-rata 6,79 6,87 7,25 9,04 10,11 LSR Notasi
C 6,79 - - - - - a
D 6,87 0,08 - - - 1,96 a
B 7,25 0,47 0,39 - - - 2,1 a
E 9,04 2,25 2,17 1,79 - - 1,4 bc
A 10,11 3,32 3,24 2,85 1,07 - 2,15 c
79

Lampiran 11 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada


Umur 21 HST (cm)

Tabel pengamatan

Tinggi Tanaman 21 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 15,00 12,13 13,83 14,00 13,00 67,97 13,59
B 10,83 6,50 13,00 12,83 7,83 51,00 10,20
C 7,83 11,00 8,83 12,00 5,83 45,50 9,10
D 13,00 11,00 8,67 11,67 5,00 49,33 9,87
E 12,33 12,50 9,17 13,50 13,67 61,17 12,23
Jumlah 59,00 53,13 53,50 64,00 45,33 274,97
Rata-rata 11,80 10,63 10,70 12,80 9,07

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 68,905 17,226 2,967* 3,18
Galat 20 116,130 5,806
Total 24 185,034
C.V (%) 21,908
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 1,078

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 3,18 3,34 2,35 3,5
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 9,10 9,87 10,00 12,30 13,59 LSR Notasi
C 9,1 - - - - - a
D 9,87 0,8 - - - 3,2 a
B 10 0,9 0,1 - - - 3 a
E 12,3 3,2 2,4 2,3 - - 2 ab
A 13,59 4,5 3,7 3,6 1,3 - 3,50 b
80

Lampiran 12 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada


Umur 28 HST (cm)

Tabel pengamatan

Tinggi Tanaman 28 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 18,50 15,40 18,00 17,33 16,50 85,73 17,15
B 15,00 8,67 15,00 14,50 14,00 67,17 13,43
C 13,33 14,00 13,17 15,00 8,83 64,33 12,87
D 15,17 14,00 11,00 13,00 7,50 60,67 12,13
E 18,00 17,67 14,67 18,83 19,50 88,67 17,73
Jumlah 80,00 69,73 71,83 78,67 66,33 366,57
Rata-rata 16,00 13,95 14,37 15,73 13,27

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 133,67 33,42 6,21** 3,18
Galat 20 107,56 5,38
Total 24 241,23
C.V (%) 15,81
Keterangan: s (significant/ berpegaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 1,04

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 3,06 3,22 2,26 3,37
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 12,13 12,87 13,43 17,15 17,73 LSR Notasi
C 12,133 - - - - - a
D 12,867 0,7 - - - 3,1 a
B 13,433 1,3 0,6 - - - 3 a
A 17,147 5,0 4,3 3,7 - - 2 b
E 17,733 5,6 4,9 4,3 0,6 - 3,37 b
81

Lampiran 13 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Tinggi Tanaman Pada


Umur 35 HST (cm)

Tabel pengamatan

Tinggi Tanaman 35 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 20,33 19,17 21,00 21,33 19,33 101,17 20,23
B 19,33 10,00 17,33 19,00 20,00 85,67 17,13
C 14,67 17,67 16,33 18,00 10,00 76,67 15,33
D 16,33 17,67 12,17 15,33 8,17 69,67 13,93
E 22,00 22,33 19,33 23,33 26,67 113,67 22,73
Jumlah 92,67 86,83 86,17 97,00 84,17 446,83
Rata-rata 18,53 17,37 17,23 19,40 16,83

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 258,56 64,64 6,47** 3,18
Galat 20 199,789 9,989
Total 24 458,349
C.V (%) = 17,68
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 1,41

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 4,17 4,38 3,08 4,59
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 13,93 15,33 17,13 20,23 22,73 LSR Notasi
C 13,93 - - - - - a
D 15,33 1,4 - - - 4,2 a
B 17,13 3,2 1,8 - - - 4 ab
A 20,23 6,3 4,9 3,1 - - 3 bc
E 22,73 8,8 7,4 5,6 2,5 - 4,59 c
82

Lampiran 14 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada Umur
7 HST (helai)

Tabel pengamatan

Jumlah Daun 7 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 4,67 4,00 3,33 4,33 4,00 20,33 4,07
B 3,33 4,00 3,67 4,00 3,00 18,00 3,60
C 3,00 3,33 2,67 2,33 2,67 14,00 2,80
D 4,00 3,33 3,00 3,33 2,33 16,00 3,20
E 3,00 3,67 2,67 3,00 4,00 16,33 3,27
Jumlah 18,00 18,33 15,33 17,00 16,00 84,67
Rata-rata 3,60 3,67 3,07 3,40 3,20

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 4,507 1,127 4,527** 3,18
Galat 20 4,978 0,249
Total 24 9,484
C.V (%) = 14,73
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,22

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 0,66 0,69 0,49 0,73
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 2,80 3,20 3,26 3,60 4,00 LSR Notasi
C 2,8 - - - - - a
D 3,2 0,4 - - - 0,66 a
E 3,3 0,5 0,1 - - - 0,7 ab
B 3,6 0,8 0,4 0,3 - - 0,5 bc
A 4,0 1,2 0,8 0,7 0,4 - 0,73 c
83

Lampiran 5 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada Umur
14 HST (helai)

Tabel pengamtan

Jumlah Daun 14 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 7,00 6,00 5,33 6,67 6,67 31,67 6,33
B 5,00 4,67 6,67 5,67 4,00 26,00 5,20
C 3,67 4,67 4,00 4,33 3,00 19,67 3,93
D 5,33 4,67 3,67 5,33 3,00 22,00 4,40
E 5,33 5,67 5,00 5,33 6,00 27,33 5,47
Jumlah 26,33 25,67 24,67 27,33 22,67 126,67
Rata-rata 5,27 5,13 4,93 5,47 4,53

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 17,56 4,39 7,05** 3,18
Galat 20 12,44 0,62
Total 24 30
C.V (%) = 15,56
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,35

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 1,04 1,09 0,77 1,15
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata LSR Notasi
3,93 4,40 5,20 5,47 6,33
C 3,93 - - - - - a
D 4,40 0,5 - - - 1,04 ab
B 5,20 1,3 0,8 - - - 1,09 bc
E 5,47 1,5 1,1 0,3 - - 0,8 bc
A 6,33 2,4 1,9 1,1 0,9 - 1,15 c
84

Lampiran 16 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada


Umur 21 HST (helai)

Tabel pengamatan

Jumlah Daun 21 HST


Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 9,67 8,00 8,33 9,67 9,33 45,00 9,00
B 7,33 6,33 9,67 8,33 5,67 37,33 7,47
C 7,00 7,33 6,33 6,33 4,67 31,67 6,33
D 8,67 7,33 6,00 7,00 4,33 33,33 6,67
E 7,33 7,00 6,33 7,67 7,00 35,33 7,07
Jumlah 40,00 36,00 36,67 39,00 31,00 182,67
Rata-rata 8,00 7,20 7,33 7,80 6,20

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 21,54 5,38 3,82** 3,18
Galat 20 28,22 1,41
Total 24 49,76
C.V (%) = 16,25
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,53

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 1,57 1,65 1,16 1,73
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 6,33 6,67 7,07 7,47 9,00 LSR Notasi
C 6,33 - - - - - a
D 6,67 0,3 - - - 1,57 a
E 7,07 0,7 0,4 - - - 1,65 a
B 7,47 1,1 0,8 0,4 - - 1,2 ab
A 9,00 2,7 2,3 1,9 1,5 - 1,73 b
85

Lampiran 67 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada


Umur 28 HST (helai)

Tabel pengamatan

Jumlah Daun 28 HST


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 10,677 12,33 12 12,33 11,67 59 11,8
B 11 7,67 12,33 11,33 8,67 51 10,2
C 9,33 10,67 11,33 10 8 49,33 9,867
D 11,33 10,67 9 7 7 45 9
E 9,33 10,33 9 12 10 50,67 10,13
Jumlah 51,67 51,67 53,67 52,67 45,33 255
Rata-rata 10,33 10,33 10,73 10,53 9,067

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 20,57 5,14 2,265* 3,18
Galat 20 45,42 2,27
Total 24 66
C.V (%) = 14,77
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,67

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 1,99 2,09 1,47 2,19
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 9,00 9,87 10,13 10,20 11,80 LSR Notasi
C 9 - - - - - a
D 9,87 0,9 - - - 1,99 a
B 10,13 1,1 0,3 - - - 2,09 a
E 10,2 1,2 0,3 0,1 - - 1,5 ab
A 11,8 2,8 1,9 1,7 1,6 - 2,19 b
86

Lampiran 78 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Jumlah Daun Pada


Umur 35 HST (helai)

Tabel pengamatan
Jumlah Daun 35 HST
Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 23,00 21,00 18,33 20,00 19,33 101,67 20,33
B 17,67 12,00 17,00 16,67 11,67 75,00 15,00
C 10,67 11,33 8,00 10,00 8,33 48,33 9,67
D 11,33 11,33 9,33 9,67 6,67 48,33 9,67
E 11,33 15,33 11,67 13,33 13,33 65,00 13,00
Jumlah 74,00 71,00 64,33 69,67 59,33 338,33
Rata-rata 14,80 14,20 12,87 13,93 11,87

Tabel sidik ragam


Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 392,89 98,22 24,56** 3,18
Galat 20 80 4
Total 24 472,89
C.V (%) = 14,77
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,89
Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 2,64 2,77 1,95 2,91
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 9,67 9,67 13,00 15,00 20,33 LSR Notasi
C 9,67 - - - - - a
D 9,67 - - - - - 2,64 a
B 13,00 3,3 3,3 - - - 2,77 a
E 15,00 5,3 5,3 2,0 - - 1,9 ab
A 20,33 10,7 10,7 7,3 5,3 - 2,91 b
87

Lampiran 89 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Panjang Akar

Tabel pengamatan

Panjang Akar (cm)


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 26,33 23,33 32,67 23,33 29,00 134,67 26,93
B 25,00 17,00 25,00 15,67 22,67 105,33 21,07
C 23,33 25,33 18,67 21,33 8,67 97,33 19,47
D 30,33 20,00 13,67 17,33 8,67 90,00 18,00
E 37,00 26,67 29,33 38,33 29,00 160,33 32,07
Jumlah 142,00 112,33 119,33 116,00 98,00 587,67
Rata-rata 28,40 22,47 23,87 23,20 19,60

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 688,07 172,02 5,02** 3,18
Galat 20 684,84 34,24
Total 24 1372,92
C.V (%) = 24,89
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 4,47

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 13,20 13,87 9,76 14,54
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 18,00 19,47 21,07 26,93 32,07 LSR Notasi
C 18,00 - - - - - a
D 19,47 1,5 - - - 13,2 a
B 21,07 3,1 1,6 - - - 14 a
A 26,93 8,9 7,5 5,9 - - 9,8 a
E 32,07 14,1 12,6 11,0 5,1 - 14,54 b
88

Lampiran 9 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Luas Daun (cm2)

Tabel pengamatan

Data asli
Luas Daun (cm2)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 2345,1 2237,8 2810,7 2002,7 2908,8 12305,1 2461,0
B 467,7 222,6 1122,9 3064,6 895,6 5773,4 1154,7
C 944,3 853,9 382,1 1267,8 315,8 3763,8 752,8
D 1567,5 751,7 238,3 505,5 315,8 3378,7 675,7
E 1633,3 2103,1 643,8 2305,3 2501,6 9187,1 1837,4
Jumlah 6957,8 6169,0 5197,8 9145,9 6937,6 34408,1
Rata-rata 1391,6 1233,8 1039,6 1829,2 1387,5

Rumus Transformasi = SQRT (data)

Data Transformasi
Luas Daun (cm2)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 48,43 47,30 53,02 44,75 53,93 247,43 49,49
B 21,63 14,92 33,51 55,36 29,93 155,34 31,07
C 30,73 29,22 19,55 35,61 17,77 132,87 26,57
D 39,59 27,42 15,44 22,48 17,77 122,70 24,54
E 40,41 45,86 25,37 48,01 50,02 209,68 41,94
Jumlah 180,79 164,72 146,88 206,21 169,42 868,02
Rata-rata 36,16 32,94 29,38 41,24 33,88

Tabel sidik ragam


Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 2267,134 566,783 5,661** 3,18
Galat 20 2002,449 100,122
Total 24 4269,583
C.V (%) = 28,81
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut
89

Sx = 2,26
Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 7,72 8,11 5,7 8,51
Pengurangan dua arah
Perlakua Rata- 675,7 752,7 1154,6 1837,4 2461,0 LS Notas
n rata 5 7 7 2 2 R i
C 675,75 - - - - - a
D 752,77 77,0 - - - 7,7 a
B 1154,67 478,9 401,9 - - - 8 ab
E 1837,42 1161 1084 682,7 - - 5,7 bc
A 2461,02 1785 1708 1306,3 623,6 - 8,5 c
90

Lampiran 21 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Tanaman (g)

Tabel pengamatan

Berat Segar Tanaman (g)


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 117,20 78,33 82,00 102,23 106,63 486,40 97,28
B 78,63 34,53 71,37 71,17 55,27 310,97 62,19
C 50,33 55,87 41,33 54,20 23,27 225,00 45,00
D 67,67 49,87 42,00 39,17 23,27 221,97 44,39
E 72,57 66,90 52,33 100,83 81,47 374,10 74,82
Jumlah 386,40 285,50 289,03 367,60 289,90 1618,43
Rata-rata 77,28 57,10 57,81 73,52 57,98

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 9852,99 2463,25 9,103** 3,18
Galat 20 5411,54 270,577
Total 24 15264,5
C.V (%) = 25,40
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 7,36

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 21,7 22,8 16,04 23,91
Pengurangan dua arah
Perlakuan Rata-rata 44,39 45,00 62,19 74,82 97,28 LSR Notasi
C 44,39 - - - - - a
D 45,00 0,6 - - - 21,7 a
B 62,19 17,8 17,2 - - - 23 ab
E 74,82 30,4 29,8 12,6 - - 16,0 bc
A 97,28 52,9 52,3 35,1 22,5 - 23,91 c
91

Lampiran 22 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Pupus (g)

Tabel pengamatan

Data asli
Berat Segar Pupus (g)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 105,90 52,00 73,10 91,33 92,87 415,20 83,04
B 67,10 28,17 59,00 64,30 25,47 244,03 48,81
C 40,50 43,90 32,03 49,93 16,90 183,27 36,65
D 56,73 34,13 31,60 30,67 16,90 170,03 34,01
E 58,83 56,83 38,97 82,40 74,07 311,10 62,22
Jumlah 329,07 215,03 234,70 318,63 226,20 1323,63
Rata-rata 65,81 43,01 46,94 63,73 45,24

Rumus Transformasi = SQRT (data)

Data Transformasi
Berat Segar Pupus (g)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 10,29 7,21 8,55 9,56 9,64 45,25 9,05
B 8,19 5,31 7,68 8,02 5,05 34,25 6,85
C 6,36 6,63 5,66 7,07 4,11 29,83 5,97
D 7,53 5,84 5,62 5,54 4,11 28,64 5,73
E 7,67 7,54 6,24 9,08 8,61 39,14 7,83
Jumlah 40,05 32,53 33,75 39,26 31,51 177,10
Rata-rata 8,01 6,51 6,75 7,85 6,30

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 8164,7 2041,17 6,79** 3,18
Galat 20 6009,66 300,483
Total 24 14174,4
C.V (%) = 17,66
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)
92

Lampiran 10 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Segar Akar (g)

Tabel pengamatan

Data Asli
Berat Segar Akar (g)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 11,30 26,30 8,77 10,90 13,77 71,03 14,21
B 11,53 6,37 12,37 6,87 29,80 66,93 13,39
C 9,83 11,97 9,30 4,27 6,37 41,73 8,35
D 10,93 15,73 10,40 8,50 6,37 51,93 10,39
E 13,73 10,07 13,37 13,57 7,40 58,13 11,63
Jumlah 57,33 70,43 54,20 44,10 63,70 289,77
Rata-rata 11,47 14,09 10,84 8,82 12,74

Rumus Transformasi = SQRT (data)

Data Transformasi
Berat Segar Tanaman (g)
Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 3,36 5,13 2,96 3,30 3,71 18,46 3,69
B 3,40 2,52 3,52 2,62 5,46 17,52 3,50
C 3,14 3,46 3,05 2,07 2,52 14,23 2,85
D 3,31 3,97 3,22 2,92 2,52 15,94 3,19
E 3,71 3,17 3,66 3,68 2,72 16,94 3,39
Jumlah 16,91 18,25 16,41 14,59 16,94 83,09
Rata-rata 3,38 3,65 3,28 2,92 3,39

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 110,218 27,55 0,812 3,18
Galat 20 678,006 33,90
Total 24 788,223
C.V (%) = 22,85
Keterangan: ns (non significant/ berpengaruh tidak nyata)
93

Lampiran 11 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Tanaman


(g)

Tabel pengamatan

Bobot Kering tanaman (g)


Ulangan Rata-
perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5 rata
A 5,00 3,84 3,77 4,05 4,69 21,35 4,27
B 3,00 1,25 3,45 3,81 2,58 14,10 2,82
C 2,67 2,64 2,11 2,89 1,47 11,78 2,36
D 3,46 1,73 1,93 1,97 1,47 10,56 2,11
E 3,06 3,14 1,95 4,03 3,78 15,96 3,19
Jumlah 17,19 12,60 13,22 16,75 13,99 73,76
Rata-rata 3,44 2,52 2,64 3,35 2,80

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 14,374 3,594 6,258** 3,18
Galat 20 11,485 0,574
Total 24 25,860
C.V (%) = 25,68
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,34

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 1,00 1,05 0,74 1,10

Rata- Pengurangan dua arah


Perlakuan rata 2,11 2,36 2,82 3,19 4,27 LSR Notasi
D 2,11 - - - - - a
C 2,36 0,2 - - - 1,0 a
B 2,82 0,7 0,5 - - - 1,1 ab
E 3,19 1,1 0,8 0,4 - - 0,7 bc
A 4,27 2,2 1,9 1,5 1,1 - 1,10 c
94

Lampiran 12 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Pupus (g)

Tabel pengamatan

Data Asli
Bobot Kering Pupus (g)
Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 2,37 2,64 2,29 2,43 2,60 12,32 2,46
B 1,43 0,40 1,67 2,44 1,05 6,99 1,40
C 1,41 1,01 1,21 0,85 0,45 4,92 0,98
D 1,31 0,69 0,70 0,85 0,52 4,07 0,81
E 1,52 1,01 0,97 1,93 1,99 7,42 1,48
Jumlah 8,03 5,74 6,84 8,49 6,61 35,71
Rata-rata 1,61 1,15 1,37 1,70 1,32

Rumus Transformasi = SQRT (data)

Data Transformasi
Bobot Kering Pupus (g)
Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 2,79 2,22 2,40 2,39 2,68 12,48 2,50
B 1,43 0,40 1,62 1,98 0,94 6,38 1,28
C 1,16 1,02 0,58 1,01 0,52 4,29 0,86
D 1,31 0,69 0,70 0,82 0,52 4,04 0,81
E 1,50 1,90 0,97 2,14 2,29 8,80 1,76
Jumlah 8,18 6,24 6,28 8,35 6,94 35,99
Rata-rata 1,64 1,25 1,26 1,67 1,39

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 9,903 2,476 13,890** 3,18
Galat 20 3,565 0,178
Total 24 13,468
C.V (%) = 29,32
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)
95

Lampiran 13 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Berat Kering Akar (g)

Tabel pengamatan

Bobot Kering Akar (g)


Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 2,22 1,62 1,37 1,66 2,02 8,88 1,78
B 1,58 0,85 1,83 1,83 1,64 7,73 1,55
C 1,51 1,62 1,54 1,87 0,95 7,49 1,50
D 2,15 1,05 1,23 1,15 0,95 6,52 1,30
E 1,69 1,58 0,57 1,89 1,50 7,23 1,45
Jumlah 9,14 6,71 6,53 8,40 7,05 37,84
Rata-rata 1,83 1,34 1,31 1,68 1,41

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 0,593 0,148 0,838 3,18
Galat 20 3,542 0,177
Total 24 4,135
C,V (%) = 27,80
Keterangan: ns (non significant/ berpengaruh tidak nyata)
96

Lampiran 14 Hasil Analisis Ragam Formulasi Terhadap Nisbah Pupus Akar (%)

Tabel pengamatan

Nisbah Pupus Akar (%)


Ulangan
perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
A 1,257 1,373 1,756 1,442 1,327 7,155 1,431
B 0,905 0,475 0,887 1,084 0,572 3,922 0,784
C 0,764 0,632 0,377 0,541 0,548 2,862 0,572
D 0,612 0,654 0,574 0,715 0,548 3,103 0,621
E 0,886 1,207 1,691 1,134 1,528 6,446 1,289
Jumlah 4,424 4,341 5,284 4,916 4,524 23,489
Rata-rata 0,885 0,868 1,057 0,983 0,905

Tabel sidik ragam

Sumber
DB JK KT Fhit F tabel (5%)
Ragam
Perlakuan 4 3,12 0,78 17,04** 3,18
Galat 20 0,92 0,05
Total 24 4,037
C.V (%) = 22,77
Keterangan: s (significant/ berpengaruh nyata)

Uji Lanjut

Sx = 0,10

Sx 0,05 (2,3,4,5) 2 3 4 5
BNT : LSD = 2,95 3,10 2,18 3,25
LSR = 0,28 0,30 0,21 0,31

Rata- Pengurangan dua arah


Perlakuan rata 0,57 0,62 0,78 1,29 1,43 LSR Notasi
C 0,57 - - - - - a
D 0,62 0,0 - - - 0,3 a
B 0,78 0,2 0,2 - - - 0,3 a
E 1,29 0,7 0,7 0,5 - - 0,2 b
A 1,43 0,9 0,8 0,6 0,1 - 0,31 b
97

Lampiran 15 Data Suhu (ºC) dan Kelembaban (%)

Tanggal Suhu (ºC) Kelembaban (%)


21 Juni 2018 21,5 80%
22 Juni 2018 22 75%
23 Juni 2018 21,5 80%
24 Juni 2018 21 80%
25 Juni 2018 21 80%
26 Juni 2018 21 80%
27 Juni 2018 28 51%
28 Juni 2018 26 50%
29 Juni 2018 28 53%
30 Juni 2018 28 53%
1 Juli 2018 29,1 41%
2 Juli 2018 25 60%
3 Juli 2018 28 53%
4 Juli 2018 21,9 73%
5 Juli 2018 27 50%
6 Juli 2018 30,9 34%
7 Juli 2018 27 50%
8 Juli 2018 25 60%
9 Juli 2018 28 53%
10 Juli 2018 28 53%
11 Juli 2018 20,3 81%
12 Juli 2018 27 52%
13 Juli 2018 26,6 59%
14 Juli 2018 29 40%
15 Juli 2018 26,2 56%
16 Juli 2018 30,2 50%
17 Juli 2018 28 53%
18 Juli 2018 19,1 95%
19 Juli 2018 28,2 41%
20 Juli 2018 27 50%
21 Juli 2018 29,5 49%
22 Juli 2018 30 43%
23 Juli 2018 28 53%
24 Juli 2018 29,5 49%
25 juli 2018 29 45%
Rata-rata 26,16 57,87%
98

Lampiran 16 Pengukuran EC (mS cm-1)

Perlakuan
Tanggal A B C D E
21 Juni 2018 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
22 Juni 2018 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
23 Juni 2018 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
24 Juni 2018 1,0 1,0 1,0 1,0 0,9
25 Juni 2018 0,9 1,0 1,0 1,0 0,9
26 Juni 2018 0,9 1,0 1,0 1,0 0,8
27 Juni 2018 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
28 Juni 2018 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
29 Juni 2018 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
30 Juni 2018 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
1 Juli 2018 1,2 1,3 1,3 1,3 1,2
2 Juli 2018 1,2 1,3 1,3 1,3 1,1
3 Juli 2018 1,2 1,3 1,3 1,3 1,1
4 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
5 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
6 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
7 Juli 2018 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5
8 Juli 2018 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5
9 Juli 2018 1,4 1,5 1,4 1,5 1,5
10 Juli 2018 1,4 1,5 1,4 1,5 1,5
11 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
12 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
13 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
14 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
15 Juli 2018 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5
16 Juli 2018 1,4 1,5 1,4 1,5 1,4
17 Juli 2018 1,4 1,5 1,4 1,5 1,4
18 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
19 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
20 Juli 2018 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
21 Juli 2018 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5
22 Juli 2018 1,4 1,5 1,4 1,5 1,4
23 Juli 2018 1,4 1,4 1,4 1,5 1,4
24 Juli 2018 1,4 1,4 1,3 1,4 1,3
25 juli 2018 1,3 1,4 1,3 1,4 1,3
99

Lampiran 17 Pengukuran pH Larutan

Perlakuan
Tanggal A B C D E
Nilai pH
21 Juni 2018 5,8 5,9 6,2 6 6,3
27 Juni 2018 6,3 6,1 6,4 6,7 6,9
4 Juli 2018 6,7 7 6,8 6,5 6,8
11 Juli 2018 6,9 7,1 6,9 7,4 7
18 Juli 2018 7 7,2 7,1 7 7,2
25 Juli 2018 6,8 6,9 6,7 6,9 6,9
Rata-rata 6,58 6,7 6,68 6,75 6,85
100

Lampiran 31 Pengukuran DO Larutan

Perlakuan
Tanggal A B C D E
mg/L
21 Juni 2018 10,7 10,4 10 10,5 10,8
27 Juni 2018 9,3 8,9 9,5 8,6 9,8
4 Juli 2018 9,7 9,4 7,6 8,1 10
11 Juli 2018 10 10,1 10,2 10,8 10,9
18 Juli 2018 8 7,5 8,7 8,6 8,3
25 Juli 2018 10 9,8 8,7 9,6 9,7
Rata-rata 9,6 9,3 9,1 9,3 9,9
101

Lampiran 32 Dokumentasi Penelitian

1. Persiapan Peneletian

a b

c d

e f
Keterangan:
a = benih selaa merah var, Arista
b = bak penampung
c = styrofoam
d = rockwool
e = netpot
f = nutrisi
102

Lampiran 33 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)

2. Pembuatan instalasi dan persemaian

a b
Keterangan:
a = sistem rakit apung
b = persemaian
3. Pemeliharaan

a b

c d
Keterangan:
a = pengukuran EC larutan
b = penanganan hama & penyakit
c = pengukuran tinggi tanaman
d = pengecekkan larutan nutrisi dan akar tanaman
Lampiran 34 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)

4. Kondisi tanaman

Kondisi Tanaman Selada Merah 7 HST

A1 B1 C1 D1 E1

Kondisi Tanaman Selada Merah 14 HST

A2 B2 C2 D2 E2
Keterangan:
A1 = perlakuan A ulangan 1 D1 = perlakuan D ulangan 1 B2 = perlakuan B ulangan 2 E2 = perlakuan E ulangan 2
B1 = perlakuan B ulangan 1 E1 = perlakuan E ulangan 1 C2 = perlakuan C ulangan 2
C1 = perlakuan C ulangan 1 A2 = perlakuan A ulangan 2 D2 = perlakuan D ulangan 2

103
Lampiran 35 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)

Kondisi Tanaman Selada Merah 21 HST

A3 B3 C3 D3 E3

Kondisi Tanaman Selada Merah 28 HST

A4 B4 C4 D4 E4
Keterangan:
A3 = bak perlakuan A ulangan 3 A4 = bak perlakuan A ulangan 4
B3 = bak perlakuan B ulangan 3 B4 = bak perlakuan B ulangan 4
C3 = bak perlakuan C ulangan 3 C4 = bak perlakuan C ulangan 4
D3 = bak perlakuan D ulangan 3 D4 = bak perlakuan D ulangan 4
E3 = bak perlakuan E ulangan 3 E4 = bak perlakuan E ulangan 4

104
Lampiran 36 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
Kondisi Tanaman Selada Merah 35 HST
Perlakuan A

A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan B

B1 B2 B3 B4 B5
Keterangan: A1- A5 & B1- B5 = Kondisi sampel tanaman panen setiap bak perlakuan A dan B

105
Lampiran 37 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
Perlakuan C

C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan D

D1 D2 D3 D4 D5
Keterangan: C1- C5 & D1- D5 = Kondisi sampel tanaman panen setiap bak perlakuan C dan D

106
Lampiran 38 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)

Perlakuan E

E1 E2 E3 E4 E5
Keterangan: E1- E5 = Kondisi sampel tanaman panen setiap bak perlakuan E

107

Anda mungkin juga menyukai