Anda di halaman 1dari 15

OPTIMASI VOLUME PELARUT ETANOL DAN WAKTU MASERASI PENGAMBILAN

FLAVONOID DAUN BELIMBING ASAM (AVERRHOABILIMBI L.) SECARA


SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis

PROPOSAL

OLEH

NAMA : BERNADETA MATURAN

NIM : 2016-41-062

UNIVERSITAS PATTIMURA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang memberikan hikmat dan kesehatan kenapa saya, sehingga penulisan
proposal ini dapat terselesaikan dengan baik. Judul proposal yang saya tulis adalah
“OPTIMASI VOLUME PELARUT ETANOL DAN WAKTU MASERASI
PENGAMBILAN FLAVONOID DAUN BELIMBING ASAM (AVERRHOABILIMBI
L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis.

Dalam penyusunan proposal ini,penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan


akan tetapi ada bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.karena itu saya
mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal ini,semonga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan yang maha Esa. Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
proposal ini.

Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan Terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan proposal ini. Akhir kata saya ucapkan
Terima kasih.

Penulis,

Ambon 2020
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati tanaman yang Umumnya mengandung
senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,steroid,
triterpenoid dan lain-lain. Flavonoid adalah salah satu golongan fenol alam terbesar, karena
mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulit, atau suatu gula, flavonoid merupakan
senyawa polar, maka umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH),
metanol (MeOH), butanol (BuOH), Aseton, dimetil sulfoksida (DMSO), Dimetil
formamida(DMF), air dan lain-lain(Markham, 1988). Flavonoid merupakan salah satu
kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat dalam jaringan tanaman. Flavonoid
sebenarnya terdapat pada semua bagian Tumbuhan daun, akar, nektar, bunga dan biji.
Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu pada
Angiospermae. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid
sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan
buah, telah banyak dibuplikasikan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
flavonoid tidak hanya berfungsi sebagai antioksidan namun juga memiliki manfaat
melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah
keropos tulang, antidiare, antidiabetes, bahkan antibiotik.
Belimbing asam yang dikenal dengan nama lain belimbing wuluh, limeng, cilincing,
bainang(Mus, 2012) merupakan salah satu tanaman yang banyak dijumpai namum
manfaatnya belum optimal. Tanaman ini tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari
lansung dan cukup lembab, dengan ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut.
Perkembangbiakan nya dapat dengan menyamai biji atau pencangkokan(Yuniarti, 2008).
Ekstrak daun belimbing asam mengandung senyawa fitol (Senyawa diterpen alkohol asiklik),
dietil-ftalat, flavonoid, tanin, sulfur, asam format, asam sitrat, kalium sitrat, saponin, kalium
oksalat. Zakaria et al. (2007) dalam jurnal Tropical Medicine menyebutkan bahwa flavonoid
dalam ekstrak dalam daun belimbing wuluh adalah luteolin dan apigenin (Kresna nugraha,
2012). Tanaman ini secara tradisional dipercaya dapat mengobati hipertensi, diabetes melitus,
demam, radang Poros usus, batuk, encok, dan menghilangkan jerawat(Thomas, 1989). Dalam
penelitian Kusuma dewi (2008) disebut bahwa kandungan flavonoid dalam ekstrak daun
belimbing wuluh, terbukti dapat menurunkan kandungan gula darah besar (24, 71 2,52) %
dan (36, 65 2,99) %.Beberapa penelitian sebelumnya masih menekankan pada uji efektifitas
flavonoid daun belimbing wuluh sebagai obat tradisional, namun belum ada penelitian yang
mengkaji kondisi optimal pengambilan flavonoid dari belimbing wuluh, khususnya bagian
daun.
Padahal penelitian mengenai kondisi optimal pengambilan flavonoid cukup penting
mengingat hasil dari penelitian tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitasnya
sebagai bahan pembuatan obat tradisional apalagi obat tradisional terus berkembang karena
di nilai lebih aman dibandingkan obat kimia sintesis yang berpotensi menimbulkan lebih
banyak efek samping(Oktora, 2006). namun belum ada penelitian yang mengkaji kondisi
optimal pengambilan flavonoid dari belimbing asam, khususnya bagian daun. Padahal
penelitian mengenai kondisi optimal pengambilan flavonoid cukup penting mengingat hasil
dari penelitian tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitasnya sebagai bahan
pembuatan obat tradisional apalagi obat tradisional kini terus dikembangkan karena dinilai
lebih aman dibandingkan obat kimia sintetis yang berpotensi menimbulkan lebih banyak efek
samping(Oktora, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH
Berapakah volume pelarut dan waktu maserasi yang paling optimal dalam
pengambilan flavonoid dari daun belimbing asam sehingga diperoleh berat flavonoid
terekstrak yang paling optimal.

C. TUJUAN PENELITAN
Tujuan penelitian ini ialah mengetahui volume pelarut dan waktu maserasi yang
paling optimal dalam pengambilan flavonoid dari daun belimbing asam sehingga diperoleh
berat flavonoid terekstrak yang paling optimal.

D. MAANFAAT PENELITIAN
Menginformasikan kepada pembaca tentang volume pelarut dan waktu maserasi yang
paling optimal dalam pengambilan flavonoid dari belimbing asam sehingga diperoleh berat
flavonoid terekstrak yang paling optimal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Belimbing Asam (Averrhoa Bilimbi L.)


Averrhoa Bilimbi L yang termasuk dalam famili oxalidaceae. Tanaman ini dibagi
menjadi dua jenis,yaitu belimbing manis(Averrhoa Carambola) dan belimbing asam(averrhoa
bilimbi) atau lazim disebut belimbing asam. Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing asam,
daunnya majemuk menyirip ganjing dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai
pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong,ujung runcing, pangkal mebundar,tepi
rata,panjang 2-10 cm,warnanya hijau,pemukaan bawah warnahnya lebih
mudah(Wijawakusuma dan dalimartha,2006)
a. Kandungan kimia daun belimbing asam(averrhoa bilimbi)
Daun belimbing asam mengandung tannin,sulfur,asam format dan
peroksida(Wijayakusuma dan Dalimartha,2006.).senyawa peroksida yang dapat
berpengaruh terhadap antipiretik,peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan
kerjanya tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu
membunuh banyak mikroorganisme.penelitian yang dilakukan oleh Lidyawati,dkk
(2006)menunjukan bahwa penapisan fitokimia menunjukan bahwa simplisia dari
ekstrak methanol daun belimbing asam mengandung flavonoid, tannin dan
steroid/triterpenoid.Pada sel daun terdapat cairan vakuola yang terdapat dalam
vakuola terutama terdiri dari air,namun di dalamnya dapat terlarut berbagai zat seperti
gula,bebagai garam,protein,alkloida,zat penyamak atau tanin dan zat warna.jumlah
tanin dapat berubah-ubah sesuai dengan musim serta pigmen dalam vakuola adalah
flavonoid(Hidayat,1995).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai senyumlah gugus
hidroksil atau gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar sehingga etanol,methanol,
butanol, aseton, etil asetat, dimetil sulfoksida, dimetil formamida dan air. gugus gula
yang terikat pada beberapa jenis struktur flavonoid(diistilahkan glikosida flavonoid),
cenderung menyebabkan flavonoid tersebut lebih mudah larut dalam air.Dengan
demikian, campuran pelarut-pelarut polar di atas dengan air merupakan pelarut yang
lebih baik untuk menarik komponen-komponen glikosida flavonoid ini.
Sebaliknya,aglikon-aglikon flavonoid yang kurang polar seperti isoflavon,flavanon
dan flavon serta flavonol yang termetosilasi cenderung lebih mudah larut dalam
pelarut seperti eter dan kloroform (Ilyas,2013).

c. Manfaat Daun Belimbing Asam(Averrhoa Bilimbi)


Secara tradisional tanaman ini banyak di manfaatkan mengatasi berbagai
penyakit sepert ibatuk, diabetes, rematik, gondongan, sariyawan, sakitgigi, gusi
berdarah, jerawat sampai tekanan darah tinggi selain itu juga bias menyembuhkan
kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan,randang rectum(Arland 2006).

B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstrasi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen
dari suatu campuran homogeny menggunakan pelarut cair(solven)sebagai separating agen.
Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen komponen dalam
campuran. Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga larutan dengan menggunakan pelarut
lain(biasanya organic).Chadijah (2014). Ekstraksi adalah salah satu langkah dari protokol
analisis di mana senyawa atau kelompok senyawa di pisahkan dari matriks ke dalam fase
yang berbeda.tujuan utama dari tahap in adalah agar sampel tersedia dapat dimasukan dalam
istrumen analisis, misalnya target analisis dalam fase cair tersedia digunakan dalam system
kromatografi pada tingkat yang sesuai. Dalam analisis kuantitatif,sangat penting untuk
memperoleh hasil ekstraksi yang sempurna dari target analisis.sebaliknya untuk maksud
analis kualitatif,maka ekstraksi yang sempurnah dari analit yang stabil tidak terlalu di
perlukan.
Tujuan utama dari proses ekstraksi berkaitan dengan satu atau lebih dari sifat berikut:
a. Hasil ekstraksi yang tinggi: senyawa target diperoleh secara tuntas atau hampir tuntas.
b. Kemurnian yang tinggi (selektivitas): ekstrak yang dihasilkan memiliki bahan
c. pengganggu atau bahan yang tidak diinginkan dalam jumlah yang rendah.
d. Sensitivitas yang tinggi: ekstrak yang dihasilkan memungkinkan untuk dikuantifikasi
dengan teknik yang berbeda dengan menghasilkan linearitas yang tinggi dalam kurva
kalibrasi.
Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi
adalah teknik yang di gunakan untuk menarik atau mengambil senyawa yang diinginkan dari
suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan di ekstraksi.
Sampel yang telah di haluskan di rendam dalam pelarut organic selama beberapa waktu
(Ibrahim dan Marham,2013). Menurut Koirewoa (2012), proses ini sangat menguntungkan
dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membrane sel akibat
perbedaan tekanan antara di dalam dan di liar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada
dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna
karena dapat di atur lama perendaman yang dilakukan. Pelarut yang mengalir dalam sel dapat
menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan
kelarutannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.

C. Pelarut Organik
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas yang
menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum di gunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan umum organik
(mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih
rendah dan lebih mudah menguap meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam
jumlah yang lebih besar.Pelarut organik merupakan pelarut yang digunakan untuk
mengekstraksi senyawa metbolit sekunder sesuai dengan kepolaran senyawanya. Pemilihan
suatu pelarut organik tergantung pada sifat like dissolves like yaitu senyawa polar akan
ditarik oleh pelarut polar seprti methanol sedangkan senyawa non polar seperti n-heksana.
Menurut(Dordick,1989), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut
organic adalah kelarutan substrat dan produk dalam pelarut,hidrofobisitas
pelarut,reaktifitaspelarut,densitas,viskositas,tekananpermukaan,toksisitas,mudah/tidaknya
terbakar, masalah pembuangannya ke lingkungan dan biayanya.

Titik didih Densitas Konstanta


No Pelarut (0C) (g/cm3) dielektrik

1 Metanol 65 0,791 33
2 Etanol 78 0,789 30
3 Aseton 56 0,786 21
4 Etil Asetat 77 0,894 6,0
5 Klorofrom 61 1,498 4,8
6 Dietil eter 35 0,713 4,3
7 Toluena 111 0,869 2,4
8 Benzena 80 0,879 2,3
9 hekzena 68 0,655 2,0
D. Spektrofotometri UV-Vis
Analisis kuantitatif flavonoid menggunakan spektrofotometer UV-Vis yaitu alat yang
digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang (Yanto, 2013). Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan
tampak barangkali merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisis struktur
flavonoid. Keuntungan utama cara ini ialah sangat sedikitnya jumlah flavonoid yang
diperlukan untuk analisis lengkap. Flavonoid yang sudah dikenal dianalisis secara kuantitatif
dengan menggunakan persamaan Beer-Lambert (Markham, 1988).
Penggunaan untuk analisa kuantitatif didasarkan pada hukum Lambert-Beers yang
menyatakan hubungan empirik antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya
larutan (Hukum Lambert / Bouguer) dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi
zat (Hukum Beers).
Hukum Lambert-Beers ;

A = log Io/It = . b . c = a . b . c

Dimana :
A = serapan;
Io = intensitas sinar yang datang;
It = intensitas sinar yang diteruskan (ditransmisikan);
𝜀 = absorbtivitas molekuler/konstanta ekstingsi (L.mol1.cm-1);
a = daya serap (L.g-1.cm-1);
b = tebal larutan/kuvet (cm);
c = konsentrasi (g.L1, mg.mL-1).

Pada prakteknya persamaan ini tidaklah ideal (biasanya tidak melalui titik 0,0) tetapi
ada koreksinya berupa intersep sehingga secara umum mengikuti persamaan linier y=ax+b,
dalam hal ini y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi serta a sebagai slope (tg α) adalah
Ʃ b atau ab, sedangkan b adalah intersep, dengan membuat kurva baku maka konsentrasi dan
nilai b dapat diketahui. Kurva baku dibuat dengan cara mengukur absorbansi beberapa seri
larutan standar. Selanjutnya dengan cara intrapolari terhadap kurva baku, maka dari
pengukuran absorbansi dapat ditentukan konsentrasi. Harga a juga dapat ditentukan dengan
cara mengukur besarnya sudut α. Persamaan kurva baku dapat ditentukan dengan cara
manual maupun dengan cara program excel, sehingga untuk menghitung konsentrasi
digunakan persamaan linier yang didapatkan dari entri data absorbansi dan konsentrasi
(Sitorus, 2009).
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah dengan menempatkan larutan pembanding,
misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua.
Kemudian pilih fotosel yang cocok 200 nm-650 nm (650 nm-1100 nm) agar daerah λ yang
diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galfanometer
didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi,
kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan
dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel

 Prinsip kerja dari instrumen ini yakni apabila radiasi atau cahaya dilewatkan melalui larutan
berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan
radiasi lainnya akan diteruskan. Metode spektrofotometer UV-Vis didasarkan atas absorbansi
sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini juga dikenal sebagai
metode kolorimetri, karena larutan berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini.
Larutan yang tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi
yang menghasilkan senyawa berwarna (syafuddin). Spektrofotometri serap merupakan
pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang
sempit dan mendekati monokromatik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika
frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron
yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang
sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tampak. Sebuah spektrofotometer dirancang
sekitar tiga bagian dasar: sumber cahaya, sistem dispersi (digabungkan dalam sebuah
monokromator) yang merupakan bagian optik dan sistem deteksi. Komponen-komponen ini
biasanya terintegrasi dalam kerangka yang unik untuk membuat spectrometer. Kompartemen
sampel berada di dalam jalur optik baik sebelum dan setelah sistem dispersi tergantung pada
desain instrumen.Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa kuantitatif,
tetapi dapat juga untuk analisa kualitatif. Panjang gelombang yang digunakan untuk
melakukan analisis kuantitatif suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang dimana zat
yang bersangkutan memberikan serapan yang maksimum (𝜆 maks) sebab keakuratan
pengukurannya akan lebih besar.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan
KIMIA Universitas Pattimura Ambon, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai
September 2020
B. Alat dan Bahan
a. Bahan
 Daun belimbing wuluh
 etanol 96%
 aquades
 larutan standar quercetin dan
 larutan AICL3 5 %

b. Alat
 Timbangan digital
 Blender
 ayakan 30 mess
 erlenmeyer
 pengaduk merkuri
 buchner funnel
 rotary evaporator
 gelas ukur
 breaker glass
 labu takar
 gelas arloji
 corong kaca
 pipet tetes
 batang pengaduk dan
 spektrofotometer UV-VIS

C. Prosedur kerja
a. preparasi bahan yaitu mengeringkan dan menghaluskan
daun belimbing wuluh dikeringkan pada suhu ruangan. Daun yang telah
kering di haluskan dengan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 30 mess
agar diperoleh derajat kehalusan yang sama sehingga ekstraksi dapat berjalan lebih
optimal.
b. Analisis bahan baku
Analisis kadar air dilakukan dengan cara menimbang bahan yang telah
dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang yang di ketahui beratnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 3-5 Jam tergantung
bahannya. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi
dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam eksikator dan di timbang, perlakuan
ini di ulang sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang
dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan pengulangan
dilakukan hingga diperoleh berat konstan (Sudarmadji, 1997).
Sedangkan analisis kuantitatif flavonoid dalam bahan baku menurut
Worotikan dilakukan dengan menimbang 2 gram serbuk daun belimbing wuluh,
larutkan dalam 50 mL aquadest lalu saring menggunakan buchner funnel hingga
diperoleh larutan jenih. Ambil 1 mL larutan jernih tersebut dan tambahkan 3 mL
larutan AlCl3 5%. Tambahkan pula aquadest hingga volume 10 mL. Ukur
absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm (Suryanto, 2007). Kemudian berat
flavonoid dalam bahan dapat dihitung menggunakan persamaan yang sama dengan
analisis kuantitatif hasil penelitian
c. Tahap pembuatan sampel
Ekstraksi dengan metode maserasi atau perendaman dimana 10 gram serbuk
dimaserasi menggunakan larutan etanol 96% sebanyak P ml selama T dalam
erlemeyer(Variabel penelitian. Penelitian ini meliputi dua variabel yaitu variabel
volume pelarut dimana proses maserasi dilakukan dengan variasi volume pelarut yaitu
PI (100 mL), PII (150 mL), PIII (200 mL), PIV (250 mL), PV (300 mL) dan variabel
waktu maserasi dimana proses maserasi dilakukan dengan variasi waktu maserasi
yaitu TI (6 jam), TII (18 jam), TIII(24 jam), TIV (30 jam), TV (48 jam), TVI (66
jam),TVII(78 jam)). Sebelum waktu maserasi mulai dihitung, melakukan pengadukan
menggunakan pengaduk merkuri berkecepatan 200 rpm selama 1 jam. Hasil maserasi
disaring menggunakan Buckner tunnel hingga diperoleh ekstra cair yang bebas dari
ampas daun belimbing wuluh. Ekstrak cair tersebut dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu 80oC selama 1,5 jam sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak
kental yg di peroleh kemudian di timbang.
d. Analisis kuantitatif flavonoid hasil penelitian
Untuk tahap analisis kuantitatif flavonoid hasil penelitian, langkah awal yaitu
pembuatan larutan standar flavonoid quercetin sebagai kurva standar, yaitu
menimbang 15 mg quercetin diencerkan menjadi 100 ml, lalu dibuat larutan dalam
beberapa konsentrasi yaitu 0; 0,015; 0,030; 0,045; 0,060; 0,075 dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm. Hasil dari pengukuran absorbansi
inilah yang kemudian digunakan untuk membuat kurva standar flavonoid. Analisis
hasil dilakukan dengan menimbang 5 gr sampel, larutkan dalam 100 ml aquadest lalu
saringmenggunakan buchner funnelhingga diperoleh larutan jenih. Ambil 1 mL
larutan jernih tersebut dan tambahkan 3 mL larutan AlCl3 5% dan aquadest hingga
volume 10 mL. Ukur absorbansi masingmasing sampel pada panjang gelombang 420
nm. Kadar flavonoid bisa dihitung dengan persamaan berikut:

x . faktor pengenceran
%kadar flavonoid= ¿ x 100 %
berat sampel mg

y−a
x=
b

Dimana x merupakan kadar flavonoid, y adalah besaran absorbansi, a dan b


merupakan persamaan yang diperoleh dari perhitungan kurva standar.Berat flavonoid
terekstrak dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Berat flavonoid= kadar flavonoid x berat ekstrak kental(mg)


DAFTAR PUSTAKA

Suryanto, E., 2007. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Flavanoid dari Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) pada Ikan Mas (Cyperinus carpio L). Jurnal Sains.
UNSRAT. Manado.

Thomas, A. N. S., 1989,“Tanaman Obat Tradisional”, Kanisius, Yogyakarta.

Yanto, A., 2013.Makalah Spektrofotometri Uv-Vis, Infra Merah Dan Densitomete.


http://andriyanto507.blogspot.com. Diakses tanggal 24 September 2014.

Yuniarti, T., 2008,“Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional”,Medpress, Yogyakarta.

Fengwei Ma, Yang Zhao, Xiaojian Gong, Yu Xie, & Xin Zhou, 2014. Optimization of
Quercitrin and Total Flavonoids Extraction from Herba Polygoni Capitati by Response
Surface Methodology. Pharmacogn Mag. 10(Suppl 1): S57–S64.

Ibrahim, S. dan Marham, S., 2013,“Teknik Laboratorium Kimia Organik”, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Koirewoa, Y. A., Fatimawali, W. I. Wiyono, 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa


Flavonoid dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.).Laporan Penelitian. FMIPA UNSRAT.
Manado.

Kresnanugraha, Y., 2012. Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Xantin Oksidase dari Ekstrak
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan Identifikasi Golongan Senyawa dari
Fraksi Aktif.Skripsi. FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta.

Kusumadewi, G. C., Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Etanol Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Kelinci Jantan yang Dibebani
Glukosa.Skripsi.Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Liu, Xue-gui., Fu-yu Jiang, Pin-yi Gao, Mei Jin, Di Yang, Zhong-feng Nian, and Zhen-xue
Zhang, 2014. Optimization of Extraction Conditions for Flavonoids of Physalis alkekengi
var. franchetii Stems by Response Surface Methodology and Inhibition of
Acetylcholinesterase Activity. Journal of The Mexican Chemical Society vol 59 no.1.

Mexico
Markham, K. R., 1988, “Cara Mengidentifikasi Flavonoid”, ITB, Bandung.

Muhamad, N., S. A. Muhmed, M. M. Yusoff, J. Gimbun, 2014. Influence of Solvent Polarity


and Conditions on Extraction of Antioxidant, Flavonoids and Phenolic Content from
Averrhoa bilimbi. Journal of Food Science and Engineering 4, 255-260.

Mus, C., 2012.Belimbing Wuluh. www.plantamor. com. Diakses tanggal 23 September 2014.

Oktora, L., 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan
Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol III, No 1 Fak.Farmasi Jember. Surabaya.

Sitorus, M., 2009, “Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik”, Graha Ilmu, Medan.
Sudarmadji, S., 1997,“Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian”, Liberty,
Yogyakarta

Yanto, A., 2013.Makalah Spektrofotometri Uv-Vis, Infra Merah Dan Densitomete.


http://andriyanto507.blogspot.com. Diakses tanggal 24 September 2014.

Yuniarti, T., 2008,“Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional”,Medpress, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai