Anda di halaman 1dari 35

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

EMULSI
(Revised by Nandya Ardya G., Recheck by Shani)

KETERANGAN :
Highlight biru : penting diingat
Tulisan biru : penting
Highlight kuning : masih bingung, perlu ditanyakan saat tutorial
Tulisan merah : dapus tidak jelas/tidak ditemukan

Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai sediaan ‘emulsi’ adalah sediaan cair yang
dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya langsung disebut
sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau liniment (sediaan liquid). (TPC, hal 82).

I. DEFINISI SEDIAAN
 FI V, Hal 41 softcopy/46 hardcopy
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa maka sistem ini disebut emulsi minyak dalam air (M/A). Sebaliknya,
jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak (A/M).
· Ansel (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Hal 376)
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari globul-globul kecil zat cair yang
terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur.Dalam batasan emulsi, fasa terdispersi
dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi dianggap sebagai fasa luar atau fasa
kontinu.
· Lachman (Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 502)
Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil, yang terdiri
dari dua cairan yang tidak tercampurkan.
Bagi ahli teknologi pengembangan produk, emulsi merupakan campuran dua cairan yang tidak
saling bercampur, yang menunjukkan suatu shelf-life yang dapat diterima, mendekati
temperatur kamar.
· Martin's Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6th ed, hal 419
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil yang mengandung paling sedikit
dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai globul-globul
(dispersed phase) dalam fase cair lain (continuous phase).
· RPS (Remington The Science and Practice of Pharmacy ed. 21th), Hal 325
Emulsi adalah sistem terdispersi yang mengandung sedikitnya 2 fasa cairan yang tidak
bercampur.
· TPC, hal 82
Emulsi terdiri dari dua fase cairan yang tidak bercampur (immiscible), dimana salah satu
diantaranya terdispersi sebagai droplet dalam cairan lainnya. Sistem yang secara termodinamika
tidak stabil ini biasanya distabilkan oleh suatu agen pengemulsi (emulsifying agent).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

II. TEORI UMUM


a. ATURAN UMUM/PERSYARATAN/KARAKTERISTIK
· Ukuran Globul Emulsi
TPC, hal 82: 0,1 - 100 mikrometer
Martin 6th ed, hal 420: 0,1 – 10 mikrometer; meskipun demikian ukuran < 0,01 dan > 100
mikrometer juga ada untuk sediaan tertentu
Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System Vol.2 hal 49: 100-100.000 nanometer
Macroemulsion
Ukuran droplet 1-100 mikrometer (Gupta et al., 2016, Nanoemulsions: formation, properties
and applications)
Microemulsion
TPC, hal 82: kurang dari 0,1 mikrometer
Martin 6th ed, hal 428: 10-200 nanometer
Pharmaceutical Dosage Form,Disperse System Vol.2 hal 49: 10-100 nanometer
Nanoemulsion
Terdiri dari dispersi minyak dalam air yang sangat halus, berbentuk droplet dengan ukuran
20-500 nanometer, metastable, dan sistemnya sangat mudah rusak (Gupta et al., 2016,
Nanoemulsions: formation, properties and applications)

· Penentuan Tipe Emulsi (TPC, 89)


Ada 7 cara penentuan tipe emulsi :
1. Uji Kobal Klorida (CoCl)
Basahi kertas saring dengan larutan kobal klorida dan biarkan kering, lalu teteskan emulsi
yang akan diuji. Untuk emulsi minyak dalam air, akan terjadi perubahan warna kertas
saring dari biru ke merah muda. Uji ini tidak dapat dipakai pada emulsi yang tidak stabil
atau pecah karena adanya elektrolit.
2. Uji Konduktivitas
Emulsi diuji terhadap penghantaran listrik.Emulsi M/A dapat menghantarkan arus listrik,
sedangkan emulsi A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik.Uji ini dapat memberikan
hasil palsu pada emulsi M/A non ionik.
3. Uji Arah Creaming
Uji ini dapat dilakukan apabila densitas (bobot jenis) dari fasa air dan fasa minyak telah
diketahui.Creaming pada emulsi A/M akan terjadi ke arah bawah karena biasanya minyak
mempunyai densitas yang lebih rendah dari air, sedangkan pada emulsi M/A akan terjadi
creaming ke arah atas.
5. Uji Pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna.
Emulsi A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di
bawah mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna.
Pengujian ini dapat memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (Lachman dysp,
hal 201)
Dapat juga digunakan uji dengan zat warna metilen blue/brilliant blue FCF (Martin 6th ed,
hal 420):
Emulsi M/A: Zat warna akan terlarut dan berdifusi merata pada fase kontinyu (fase air)
Emulsi A/M: Partikel zat warna akan bergerombol di permukaan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

6. Uji Kertas Saring


M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas
saring.
A/M: Penyebaran dalam kertas saring terjadi lambat.
Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang sangat kental.
7. Uji Fluoresensi
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah
mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi
A/M menunjukkan fluoresensi secara menyeluruh dan emulsi M/A berfluoresensi hanya
pada globulnya saja (pola bintik/titik)
8. Cara pengenceran
Prinsip pengujian adalah bahwa emulsi M/A dapat tercampur dan diencerkan air.

b. PENGGOLONGAN
Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Martin, Physical Pharmacy 6thed, 420):
a. Emulsi minyak dalam air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.
b. Emulsi air dalam minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.
Fase pendispersi disebut juga fase kontinu/fase luar. Fase terdispersi disebut juga fase dalam.

Sistem emulsi khusus (TPC, Martin)


Multiple emultion/emulsi gandaadalah: emulsi M/A atau A/M yang terdispersi dalam fase cair
lainnya. Contoh: emulsi A/M/Aatau M/A/M (TPC, hal. 90).
Emulsi A/M/A dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi A/M seperti sorbitan
monooleat dengan suatu fase minyak seperti petrolatum cair dalam suatu mikser dan
perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk emulsi A/M. Kemudian emulsi
tersebut didispersikan dalam suatu larutan air dari suatu zat pengemulsi M/A seperti Tween
80 dalam homogenizer sehingga terbentuk emulsi A/M/A. (Martin, Fasrmasi fisik, hal 1168).
Mikroemulsi (emulsi miselar/micelles) adalah sistem dispersi cair-cair dalam bentuk miselar
dengan ukuran partikel 10-100 nm (Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System Vol. 2 hal
49)
Mikroemulsi digunanakan untuk controlled release dan targeted delivery untuk berbagai zat
aktif, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan kelarutan obat, shelf life yang panjang,
dan kemudahan preparasi dan pemberian. (Martin, Physical Pharmacy 6thed, 407).

c. TUJUAN, KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


Tujuan pembuatan bentuk sediaan emulsi (Slide kuliah Ibu Ninet):
· Meningkatkan kelarutan
· Meningkatkan stabilitas
· Efek obat diperlambat
· Menutup rasa minyak
· Memperbaiki penampilan
Pemakaian oral
 Meningkatkan bioavailabilitas
 Mengontrol laju pelepasan obat
 Memberikan perlindungan terhadap oksidasi atau hidrolisis
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Pemakaian Topikal
 Mudah diterapkan dan dapat diformulasikan untuk menghilangkan rasa berminyak dan
 Membawa air yang sangat bagus sebagai pelembut kulit
(Viyoch, 2016, Emulsions)

Keuntungan bentuk emulsi (Fast track Pharmaceutics-Dosage Form & Design, 46-47)
a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:
- Menutupi rasa minyak yang tidak enak.
- Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil, contoh:
meningkatkan efikasi parafin cair sebagai pencahar bila diberikan dalam bentuk emulsi.
- Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi
ukuran partikel minyak kecil).
b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen secara visual.
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.
d. Pembuatan sediaan yang depoterapi
- Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol
- Kerja emulsi lebih lama
e. Menghindari iritasi kulit dengan memasukkan zat aktif ke dalam fase dalam
f. Untuk menghantarkan obat yang memiliki kelarutan kecil dalam air, misal dalam emulsi M/A,
obat terlarut dalam fase minyak.
g. Dapat untuk total parenteral nutrition (TPN)

Kerugian bentuk emulsi:


a. Dapat terjadi ketidakstabilan emulsi
b. Formulasi lebih sulit

d. Stabilitas Sediaan Emulsi


Emulsi dikatakan stabil jika: (TPC, hal 82)
· Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran globul atau distribusi globul fasa dalam
selama shelf life produk
· Globul fasa dalam terdistribusi homogen di dalam sistem emulsi

Emulsi dikatakan sebagai sistem yang secara termodinamik tidak stabil karena globul-globulnya
mempunyai kecenderungan untuk bersatu. Emulsi dikatakan stabil jika tidak adanya
penggabungan fase dalam (koalesens), tidak adanya creaming dan terjaganya penampilan, bau,
warna, serta sifat fisik lainnya dengan baik (Martin 6th ed., Physical Pharmacy, hal
423).Ketidakstabilan emulsi dapat bersifat reversibel (flokulasi dan creaming) serta ireversibel
(koalesen, breaking). Berikut adalah bentuk ketidakstabilan emulsi (Martin 6th ed., Physical
Pharmacy, hal 423):
a) Flokulasi dan creaming
b) Koalesen dan breaking
c) Perubahan fisika dan kimia lain
d) Inversi fasa
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Penjelasan :
1. Ketidakstabilan reversibel: Flokulasi dan creaming
(Martin, Physical Pharmacy 6thed, hal 424), (Drug Development Service, 2011, Emulsion Stability and
Testing) Slide Kuliah Ibu Ninet:
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak
beraturan. Flokulasi terjadi karena adanya dua globul yang bersatu, namun lapisan pelindung masih
ada. Flokulasi biasanya disebabkan karena kurangnya emulgator dalam emulsi tersebut.

Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di
dalam emulsi. Hal ini terjadi karena pengaruh gravitasi sehingga globul dengan ukuran sama
cenderung bersatu. Creaming menyebabkan kurang seragamnya distribusi obat, maka sebelum
pemakaian sediaan harus dikocok terlebih dahulu agar dosis seragam. Creaming juga menyebabkan
penampilan fisik sediaan menjadi kurang baik.

Laju creaming tergantung pd parameter Hukum Stokes (Martin 5th ed, 480) (ed 6, hal 412)
2
2 g( ρ1 – ρ2)r
v=

V = laju sedimentasi ρ1 = bobot jenis droplet


R = jari -jari droplet ρ2 = bobot jenis cairan
η = viskositas cairan
Jika ρ1 < ρ2 maka V menjadi negatif → terjadi creaming yang mengarah ke atas. Pada keadaan ini
fase pendispersinya lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air
(M/A). Catatan: bobot jenis minyak < air
Jika ρ1 > ρ2, maka V menjadi positif  terjadi creaming ke arah bawah. Pada keadaan ini fase
terdispersinya lebih berat daripada fase pendispersinya.Biasanya terjadi pada emulsi air minyak
(A/M).

Tambahan laju sedimentasi (Martin 6thed, hal 412):


d2 (ρs – ρo) g
v=
18ηo
d = diameter partikel (m) ηo = viskositas (poise)
g = gravitasi
Semakin besar diameter globul  creaming semakin cepat
Semakin tinggi gaya gravitasi (dengan sentrifugasi)  creaming lebih cepat terjadi

TPC, hal 83:


Emulsi M/A: creaming terjadi ke arah atas (globul minyak terakumulasi di atas). Emulsi A/M:
creaming terjadi ke arah bawah (globul air terakumulasi di bawah). Ketidakstabilan ini dapat
terdispersi merata kembali dengan pengocokan.

Teknik untuk mencegah creaming:


· Reduksi ukuran partikel globul
Pada penurunan ukuran partikel hingga di bawah 2-5 mikrometer pada suhu kamar akan terjadi
efek Gerak Brown yang cukup mempengaruhi stabilitas di mana creaming akan terjadi lebih
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

lambat daripada yang diprediksi sesuai dengan Hukum Stokes. Reduksi ukuran partikel globul
dapat dilakukan dengan cara homogenisasi
 Menurunkan laju gravitasi (meningkatkan viskositas)(Martin6th ed, hal 424)
· Peningkatan viskositas, dengan caraTPC, hal 83:
- homogenisasi
- meningkatkan konsentrasi fasa terdispersi
- meningkatkan konsentrasi emulgator
- menambah thickening agent atau viscocity improver (Tragacant, methylcelulose, Na alginat)
(Martin 5th ed, hal 513) belum nemu di ed 6 hal berapa

2. Coalesence dan breaking (Martin, Physical Pharmacy 6th ed., hal 424):
Coalesence merupakan proses bergabungnya droplet yang akan diikuti dengan breaking yaitu
pemisahan fasa terdispersi dari fasa kontinu. Hal ini disebabkan hilangnya lapisan film yang
mengelilingi globul-globul yang ada pada fase tersispersi. Prosesnya irreversibel karena lapisan
emulgator yang mengelilingi cairan sudah tidak ada.
Breaking (di TPC) disebut dengan cracking. Pecahnya lapisan antarmuka globul terdispersi yang dapat
menyebabkan coalesence. Coalescence dapat menyebabkan pemisahan sempurna kedua fasa dalam
emulsi secara irreversible. Pemisahan ini disebut cracking. Kerusakan lapisan umunya disebabkan
oleh inkompatibilitas kimia antara pengemulsi dengan bahan lain di dalam sistem atau disebabkan
oleh pengubahan suhu atau akibat mikroorganisme (TPC hal 83).
Proses: flokulasi  coalescence  breaking/cracking/demulsifikasi (Slide kuliah Ibu Ninet).

Proses ketidakstabilan dapat dihindari dengan cara :


 Penyeragaman ukuran partikel
 Meningkatkan viskositas (tidak begitu berpengaruh pada emulsi MA)
 Rasio volume antara dua fase ((secara teoritis) jika fase terdispersi melebihi 74% volume total
emulsi akan terjadi inversi fasa, rasio volume antara dua fase yang paling baik adalah 50:50)
 Peningktan zeta potensial (perhatikan muatan partikel zat aktif dan subtituen)

3. Inversi fasa (TPC, hal 83)


Inversi fasa adalah proses perubahan, dimana fasa terdispersi berubah fungsi menjadi medium
pendispersi dan sebaliknya (emulsi tipe M/A menjadi tipe A/M, dan sebaliknya). Penyebab
ketidakstabilan ini adalah:
· (secara teoritis) Fase terdispersi melebihi 74% volume total emulsi.
· Adanya perubahan suhu
· Adanya penambahan bahan yang mengubah kelarutan emulgator
· Proses pembuatan emulsi dilakukan dengan prosedur pencampuran yang tidak sesuai
Contoh inversi fasa: (Martin, Farmasi fisika,ed 3, jilid 2, hal 1160)
 Emulsi M/A yang distabilkan dengan Natrium stearat dapat diubah menjadi tip A/M dengan
menambahkan kalsium klorida untuk membentuk kalsium stearat.
 Dihasilkan dengan mengubah perbandingan volume fase. Prosedur ini terkadang digunakan
dalam pembuatan emulsi yang merupakan prinsip metode kontinental. (Penjelasan terdapat
pada bagian “V. Metode Pembuatan”)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi:


a. Ukuran globul.
Perbandingan volume antara fasa air dan minyak (baik jika 50:50) (Martin 6thed , hal 424)
b. Perbedaan bobot jenis kedua fasa.
c. Viskositas fasa pendispersi.
d. Muatan partikel (berkaitan dengan teori DLVO zeta potensial).
e. Sifat, efektivitas, dan jumlah emulgator yang digunakan.
f. Kondisi penyimpanan suhu (perubahan suhu dapat menyebabkan emulgator rusak, sehingga
emulsi pun rusak), ada/tidaknya agitasi dan vibrasi.
g. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan.
h. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme bakteri akan menghasilkan produk-
produk yang dapat merusak emulsi.

Bukti-bukti ketidakstabilan emulsi:


a. Fasa terdispersi cenderung membentuk agregat.
b. Globul yang besar (agregat) naik ke permukaan atau turun ke dasar dan membentuk lapisan yang
tebal (koalesensi)

Faktor-faktor yang sedapat mungkin dihindari dalam upaya mempertahankan kestabilan emulsi adalah:
a. Cahaya.
b. Suhu yang ekstrim menyebabkan emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.
c. Oksidasi dan hidrolisis menyebabkan minyak menjadi tengik.
d. Pembekuan dan pengenceran emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.

e. HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)
HLB adalah keseimbangan antara bagian hidrofil dan lipofil pada surfaktan yang digunakan
sebagai dasar pemilihan emulgator. Surfaktan dengan nilai HLB ≤ 6 (antara 3-6) biasanya
digunakan sebagai emulgator dalam pembentukan emulsi air dalam minyak (A/M), sedangkan
surfaktan dengan nilai HLB ≥8 (antara 8-18) biasanya digunakan dalam pembuatan emulsi
minyak dalam air (M/A) (TPC hal. 86, Dispersed System Vol 2, hal 52).
Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan dimasukkan
ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan
gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.

Perhitungan HLB surfaktan (Martin, hal 942)


a. Cara griffin
· Untuk surfaktan yang merupakan ester alkohol polihidrat dari asam lemak, misal gliseril
monostearat:

Dimana, S = angka penyabunan ester A = bilangan asam dari asam lemak

 Untuk surfaktan yang esternya sukar disabunkan (S sukar ditentukan) ester lanolin, ester
beeswax, ester rosin : (Gadhave, 2014, Determination of Hydrophilic-Lipophilic Balance Value)

E+ P
HLB =
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Dimana, E = % b/b gugus etilen oksid


P = % b/b gugus polialkohol
 Untuk surfaktan yang bagian hidrofilnya hanya terdiri dari gugus etilen oksida:

Cara Griffin tidak berlaku untuk:


· Surfaktan nonionik yang mempunyai gugus propilen oksida serta unsur N dan S.
· Surfaktan anionik.

b. Cara Moore dan Bell


Untuk surfaktan tipe nonionik:

Dimana, H/L = HLB ,Eo = Σ etilen oksida dalam molekul.

Penentuan HLB butuh minyak didapat dari percobaan. Caranya:


· Dibuat satu seri emulsi (HLB 4-13) dengan formula sederhana, misal:
R/ Minyak 20%
Emulgator 3%
Air ad100%
· Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang ditempeli kertas grafik.
Tinggi endapan yang terj adi diukur.
· Setelah diperoleh HLB pada emulsi yang stabil, ulangi percobaan pada range yang lebih kecil,
misal HLB 9 stabil, maka dibuat range: 8 ; 8,25 ; 8,5

Penghitungan HLB Butuh


HLB butuh minyak merupakan nilai HLB surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan untuk
mengemulsikan minyak dengan air sehingga membentuk emulsi yang stabil (Petunjuk Praktikum
Farmasi Fisika hal 38).Perhitungan HLB butuh hanya dilakukan bila emulgator yang digunakan adalah
surfaktan, terutama surfaktan non-ionik. Umumnya dipakai kombinasi 2 emulgator dengan harga
HLB rendah dan HLB tinggi (HLB butuh minyak ada diantara 2 emulgator yang akan dipakai).
Kombinasi 2 emulgator akan memberikan hasil yang lebih baik karena dapat terbentuk film yang
lebih rapat serta diperoleh harga HLB yang sama dengan HLB butuh minyak.

Perhitungan:
misal R/ Minyak 20%
HLB butuh minyak= misalkan 7
(harga HLB butuh masing-masing minyak dapat dilihat di HOPE)
Emulgator 3%
Air ad100%
Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16
Span 80HLB = 4,3
Misal, Tween 80 = X, maka Span 80 = (3 – X)

Jadi: 16x + 4,3 (3 – x) = 7 x 3


x = 0,692
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Maka : Tween 80 = 0,692 Span 80 = 2,308

Perhitungan Emulgator (Cara Aligasi) :


Diket : misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)
Emulgator 3%
Air ad 100%

Emulgator yang dipakai:


Tween 80 HLB = 16 2,7
7
Span 80 HLB = 4,3 9
11,7
Maka emulgator yang ditimbang :
Tween 80 :(2,7/11,7) x 3 gram = 0,692 gram
Span 80 : (9/11,7) x 3 gram = 2,308 gram
(Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika)

Cara TPC hal 87


Polysorbate 80 (HLB = 15) dan Sorbitan Monooleat (HLB = 4,3) digunakan sebagai emulgator pada
emulsi o/w.

Liquid Paraffin (HLB butuh = 12) 30 g


Wool Fat (HLB butuh = 10) 5g
Emulgator 5g
Air sampai 100 g

30 5
HLB butuh untuk fase minyak : x 12 + x 10 = 11,7
35 35
Proporsi Emulgator yang dibutuhkan dapat dihitung jika (x) dimisalkan % polysorbate 80 dan (100-x)
adalah % sorbitan monooleat :

HLB butuh =
x (100−x)
11,7 = + 15 + x 4,3
100 100
X = 69 %

Jadi, jumlah polysorbate 80 = 69 % x 5 = 34,5 g


Jumlah sorbitan monooleat = 31% x 5 = 1,55 g

Perhitugan HLB Butuh pada emulsi dengan campuran fase minyak (Pharmaceutics: The Science of
Dosage Form Design, halaman 346)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Polysorbate 80 (HLB = 15) dan Sorbitan Monooleat (HLB = 4,3) digunakan sebagai
emulgator pada emulsi o/w. total konsentrasi emulsifyer agent adalah 5%.
Polysorbat 80 adalah X
Sorbitan Monooleat adalah (5-X)
Maka: 15X + 4,3(5-X) = 12.1 x 5
X = 3,64
Maka Komponen emulsi yang ditambahkan adalah:
Polysorbate 80 : 3,64 %
Sorbitan Monooleat 5% - 3,64% = 1,36%
III. FORMULA
a. FORMULA BAKU
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat aktif.
b. Penggunaan emulsi (untuk obat luar atau obat dalam).
c. Tipe emulsi yang akan dibuat (M/A atau A/M).
d. Konsistensi emulsi.

Formula umum sediaan emulsi:


a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
- Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
- Sifat kimia (antaraksi kimia).
- Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

- Jenis minyak: minyak alam/sintetik


- Konsistensi minyak: encer/padat
- Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pendapar, pemanis, pewangi, pewarna, dll.

Formula emulsi oral/internal: Formula emulsi topikal/eksternal:


a. Zat aktif a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak) b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator c. Emulgator
d. Pengawet d. Pengawet
e. Bahan pembantu: Antioksidan e. Bahan pembantu: Antioksidan
Pemanis Emolient
Flavor Pewangi
Pewarna Pewarna
Antibusa

Formula emulsi parenteral:


a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator
d. Pengawet
e. Antioksidan

b. CONTOH FORMULA DI BUKU


1. Formula Standar Fornas 1978
a.Emulsi minyak ikan (Hal: 99)
R/ Oleum lecoris Aselli
Glycerolum
Gummi Arabicum
Oleum Cinnamomi
Aqua destillata hingga 100 ml

b. Emulsi parafin (Hal: 104)


R/ Tiap 100 ml mengandung :
Paraffinum liquidum
Gummi Arabicum
Sirupus simplex
Vanillinum
Aethanolum 90 %
Aqua destilata hingga 100 ml

c. Emulsi Parafin Fenolftalein (Emulsi pencahar) (Hal: 104)


R/ Tiap 100 ml mengandung :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Phenolphthaleinum 300 mg
Paraffinum liquidum 50 ml
Gummi Aabicum 12,5 mg
Saccharinum Natricum 5 mg
Acidi Benzoici solutio 2,5 ml
Vanillinum 50 mg
Aqua destilata hingga 100 ml

2. Ansel ed 9 tahun 2011 hal 404, USP 38 hal 4403:

3. USP 37, Hal: 1949


R/ Benzyl Benzoat 200 ml
TEA 5g
Oleic acid 20g
Purified water 750 ml
To make about 1000 ml

4. Lachman (hlm 523)


Emulsi Oral
R/ Cottonseed oil winterized 460 g
Sulfadiazin 200 g
Sorbitan monostearat 84 g
Polyoxyetylene (20) sorbitan 36 g
Monostearat 2g
Sweetener qs
Water potable 1000 g
Flavour oil qs

IV. PENJELASAN FORMULA


Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:
· Elektrolit: penambahan elektrolit dapat menyebabkan koalesen. Penambahan elektrolit dapat
menginduksi terjadinya salting out emulgator atau mengubah sifat emulgator (membentuk
presipitat). (Bennett, Practical Emulsions, halaman 51)
· Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat
menyebabkan emulsi menjadi pecah.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

· Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya


inversi fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan
berubah menjadi emulsi A/M bila ditambah CaCl2.
· Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih
emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.
· Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau
penguraian emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah.

1. Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat
membentuk lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi
terhalang, zat tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan (TPC hal. 84):
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik (inert).
c. Harus stabil.
d. Harus tidak toksik dan mengiritasi pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.
e. Harus tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
f. Pada konsentrasi rendah sudah dapat menstabilkan emulsi .

Tambahan dari Remington, hal 324:


g. Merupakan agen aktif permukaan dan menurunkan tegangan permukaan di bawah 10 dynes/cm
h. Dapat diadsorpsi dengan cepat sekeliling globul terdispersi
i. Memberikan globul potensi elektrik yang cukup agar menimbulkan gaya tolak menolak
antarglobul
j. Meningkatkan viskositas emulsi

Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :


(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy 3rd ed., hlm. 513)
a. Stabilitas shelf-life yang dikehendaki
b. Tipe emulsi yang diinginkan

Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut (Martin, Physical Pharmacy 6th
ed., hal 421):
a. Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorbsi pada antarmuka minyak/air
membentuk lapisan monomolekular dan mengurangi tegangan antarmuka.
b. Koloidal hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar tetesan-tetesan
terdispersi dari minyak dalam suatu emulsi o/w
c. Partikel partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorbsi pada batas antarmuka dua fasa
cair yang tidak bercampur dan membentuk suatu lapisan partikel disekitar bola-bola
terdispers.
Beberapa zat pengemulsi yang umum digunakan: (Martin, Physical Pharmacy 6th ed., hal 424):
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Emulgator dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerja dan sumbernya.


a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:
1) Golongan surfaktan (dalam beberapa buku disebut lapisan/film monomolekular)
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air
serta membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film
yang terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah
kembali ke keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film
yang bermuatan yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.

Jenis-jenis surfaktan (TPC, 84-86):


 Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.ebook ansel ed 9
hal 396
 Surfaktan Anionik
Gugus hidrofilik : negatif
Contoh : Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.
Surfaktan anionik tidak cocok digunakan untuk emulsi penggunaan internal/oral
karena rasanya tidak enak dan akan mengakibatkan iritasi pada mukosa intestinal
 Surfaktan Kationik
Gugus hidrofilik : positif
Contoh : cetrimide, benzalkonium klorida, domiphen bromida
 Surfaktan Non Ionik
Gugus hidrofilik : non ionik (tidak bermuatan)
Contoh : Tween-80, Span-80
 Surfaktan Amfoterik
Contoh : Amonium Kwaterner
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

 Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)


Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (TPC hal 86)
HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
4-6 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-15 Detergen
10-18 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)

Aktivitas dan Harga HLB surfaktan (Ansel ed9 hal 398)


HLB Aktivitas
1-3 Anti busa
3-6 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-15 Detergen

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)
Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)
Cetyl alcohol 15 -
Stearyl alcohol 14 -
Stearic acid 15 -
Lanolin anhydrous 10 8
Mineral oil, light and heavy 12 -
Cotton seed oil 10 5
Pecidatum 12 5
Beeswax 12 4
Parafin wax 11 4

Nilai HLB butuh minyak dan wax (TPC, hal 87)


Minyak O/W emulsion W/O emulsion
Beeswax 12 5
Castor oil 14 -
Cetyl alcohol 15 -
Cottonseed oil 9 -
Paraffin, hard 10 4
Paraffin, liquid 12 4
Paraffin, soft 12 4
Stearic acid 16 -
Wool fat 10 8

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):
Minyak o/w emulsion w/o emulsion
Cottonseed oil 6-7 -
Petrolatum 8 -
Beeswax 9-11 5
Paraffin wax 10 4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Mineral oil 10-12 5-6


Methyl silicone 11 -
Lanolin, anhydrous 12-14 8
Carnauba wax 12-14 -
Lauryl alcohol 14 -
Castor oil 14 -
Kerosene 12-14 -
Cetyl alcohol 13-16 -
Stearyl alcohol 15-16 -
Carbon tetrachloride 16 -
Lauric acid 16 -
Oleic acid 17 -
Stearic acid 17 -

Martin, 1993, hal. 490:


Pada umumnya, emulsi o/w akan terbentuk ketika HLB emulgator dalam rentang 9-12.
Dan emulsi w/o akan terbentuk jika HLB berada pada rentang 3-6.

Nilai HLB beberapa emulgator:

(RPS 21, hal 760)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

(Ansel ed 9, hal 398)

2)Golongan koloid hidrofil


Emulgator ini membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul yang
terdispersi.Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan kuat. Selain itu golongan ini juga
bersifat mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas sediaan yang
sekaligus akan meningkatkan kestabilan emulsi.
Contoh: acasia, tragakan, CMC, tylosa, agar, karageenan, alginat, gum xanthan, selulosa
(metil-, hidroksietil-, hidroksipropil – eter), gelatin. (slide kuliah Ibu Ninet)

3) Golongan zat terbagi halus


Emulgator ini membentuk lapisan film mono dan multimolekuler, oleh adanya partikel
halus yang teradsorpsi pada antar permukaan kedua fasa.
Contoh: bentonit, aluminium magnesium silikat, attapulgite, silika anhidrat koloidal, dan
hectorite.
Clay dapat mengabsorbsi air sehingga dapat membentuk gel. Pada konsentrasi 2-5%, clay
dapat menjadi emulgator sistem M/A. Bentonit dapat digunakan sebagai stabilisator emulsi
M/A dan A/M (TPC hal 88)
Lapisan film yang mengelilingi globul fase terdispersi membantu mencegah
pengelompokkan globul dan idealnya lapisan tersebut bersifat fleksibel sehingga dapat
dibentuk kembali dengan cepat jika terganggu atau sedikit pecah.

b. Berdasarkan sumbernya:
1)Bahan alam (Natural Product)
- Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen, pektin
dan agar.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

- Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.

· Gom Arab
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.
Kerugian: Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena
adanya aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang
sensitif terhadap oksidase.Namun, enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan
100oC dalam waktu yang singkat.

Penggunaan:
a. Bentuk serbuk
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil
b. Bentuk musilago
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)
· Tragakan
- Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang kurang stabil dan kasar
dibanding gom arab.
- Menyebabkan peningkatan viskositas, sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
- Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).
- Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus
ditambahkan secara hati-hati, untuk mencegah cracking.
- Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.
- Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.
- Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr
tragakan untuk 1 gr akasia.
· Agar
- Emulgator yang lemah tetapi dapat menghasilkan gel atau musilago yang viskos.
- Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral.
- Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan
stabilitas dan mencegah creaming.
- Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.
Caranya :
1. Emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu
2. Dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50%
dari volume akhir.
· Karagenan
- Emulgator yang lebih efektif untuk meningkatkan viskositas.
- Ketika digunakan pada konsentrasi 0,1-0,5% karagenan dapat menghasilkan emulsi
yang stabil.
- Karagenan dapat bereaksi dengan bahan kationik. Keragenan dalam bentuk larutan
memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan sebaiknya tidak dipanaskan pada pH
dibawah 3,5%.

· Senyawa sterol
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

- Wool fat dan wool alcohol digunakan pada sediaan topikal, menyerap air dan
membentuk emulsi w/o.
- Wool alcohol lebih efektif sebagai emulgator dibanding dengan wool fat.

2) Polisakarida Semisintetik
Contoh: Metyl selulosa, Na-Carboxymethylselulosa (CMC).
· Metyl Selulosa
- Terutama digunakan dan efektif untuk penstabil emulsi minyak dalam air.
- Metilselulosa viskositas rendah biasanya digunakan untuk mengemulsikan minyak
zaitun, minyak kacang, dan minyak mineral.
- Konsentrasi yang digunakan sebagai emulgator adalah 1-5%
- pH optimum 3-11.
- Bersifat nonionik.
- Mengembang dalam air dingin.
- Terkoagulasi oleh elektrolit dengan konsentrasi tinggi.
· CMC-Na
- Viskositas sangat tinggi sehinggga dapat digunakan untuk penstabil emulsi.
- Konsentrasi yang digunakan 0,25-1%.
- Larutan stabil pada pH 2-10. Stabilitas dan viskositas yang optimum terjadi pada pH
7-9.
- Mudah terdispersi dalam air pada berbagai suhu.

3) Emulgator sintetik: Surfaktan, sabun &alkali (kerugian : inkompatibel terhadap asam),


alkohol (cetyl alkohol, glyceril), carbowaxes (PEG), lesitin (fosfolipid)

Klasifikasi Emulgator (Remington ed 21, hal 761)


Sifat ionic dari surfaktan merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan surfaktan untuk
emulsi.Surfaktan nonionic efektif pada diatas pH 3-10, surfaktan kationik pada diatas pH 3-7 dan
surfaktan anionic syarat pH pada pH lebih dari 8.
Emulsifying agent dibagi menjadi 3 kelas, yaitu:
- Natural emulsifying agent
- Finely dvided solids
- Syntethic Emulsifying agent
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

2. Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
- Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan fasa yang
jumlahnya lebih besar (fasa eksternal).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme (FI V hal 41) Adanya pengawet sangat penting pada emulsi M/A karena
kontaminasi fase eksternal mudah terjadi
- Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
- Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.
- Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi (seperti perubahan warna,
terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah yang disebabkan oleh organisme
(stabiltas) (Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6thed, hal 427) Bakteri dapat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai pengental
(Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6thed, hal 427)

Persyaratan pengawet (TPC hal 84)


- Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
- Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan dan material pengemas (wadah)
- Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
- Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.
- Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.

Tambahan dari Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 5thed, hal 517
- Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air
- Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran
bakteri
- Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas
- Efikasi pengawet tertentu dapat dipengaruhioleh tipe emulsi, derajat aerasi, jenis wadah.

Pemilihan pengawet tergantung (TPC, hal 84)


- Rute, dosis, dan frekuensi pemberian
- Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material pengemas
(wadah)

Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan,
menyebabkan harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih
ditentukan dari konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.

Contoh pengawet:
Menurut FI V, hal 42, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-,
dan butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.

a. Asam organik
· Asam benzoat, aktivitas paling baik pada pH 2,5-4,5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl 3
untuk emulsi parafin cair. Koefisien partisi oktanol:air (1,87).
· Asam sorbat,aktivitas optimum pada pH 4.5 dan diatas pH 6 tidak memunjukkan adanya
efek antimikroba, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi 0,1 – 0,2%.
(HOPE Ed. 6 Hal. 673)
Asam sorbat digunakan dalam sediaan yang mengandung surfaktan non ionik)
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, terdispersi pada kedua fasa
Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam
natriumnya.

Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003


Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester
yang lebih tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya.
Aktivitas pengawet berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam sediaan krim
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

dengan konsentrasi minyak tinggi.Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi


pengawet.Kombinasi pengawet dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet,
konsentrasi total meningkat, dan efektif terhadap range mikroorganisme yang lebih besar.
Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu dengan rasio 2:1 (konsentrasi 0,06% dan
0,03%).
Di TPC ed 12 hal 84: Emulsifying agent nonionic seperti polysorbate atau golongan
polyoxyethylene dapat menghambat/menginaktifkan pengawet golongan fenolik.

c. Senyawa amonium quarterner


Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzalkonium klorida, setilpiriinium klorida, dll.
d. Senyawa merkuri organik
Konsentrasi 0,004 – 0,01%
e. Pengawet lainnya
Fenol 0,5% dan klorokresol 0,1%. Keduanya digunakan juga pada pembuatan krim.
(HOPE Ed. 6)

Catatan:
Untuk setiap penggunaan 1% emulgator non ionik sangat menguntungkan bila dilakukan
penambahan 0,01% nipagin (metil paraben) dan 0,05% nipasol (propil paraben).

3. Antioksidan
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat
dan oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa minyak (konsentrasi 0,01-
0,1%). Syarat antioksidan:
- Dapat segera terdispersi pada sediaan.
- Syarat lain sama dengan pengawet.
Contoh: BHT (butil hidroksi toluen), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E, asam askorbat,
askorbil palmitat, dodesil galat, alkil galate, natrium metabisulfit.

Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:


Untuk ion logam berat yang dapat mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan
”sequestering agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat.

Berikut konsentrasi yang dapat digunakan untuk beberapa antioksidan (TPC


, 291):
Kelarutan C
Antioksidan Air Alkohol Minyak Lainnya (%) Keterangan tambahan

α-tokoferol asetat insol sol Sol s.d 0,001 Hingga 10 ppm


sebaiknya
ditambahkan pada
parafin likuid

d- α tokoferol insol Sol Sol sol dlm 0,05-0,05 ADI=max 2mg/kg


(natural) aseton,
kloroform. BB. Stabil terhadap
Eter panas dan basa.
BHA insol Sol Sol Sol dlm 0,005- ADI=max 0,5mg/kg
arakis,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

minyak, 0,02 BB. Memiliki


kloroform, aktivitas antimikroba.
propilen Cahaya dan logam
glikol dapat merubah warna
dan mengurangi
aktivitas antioksidan.
Digunakan untuk
memperlambat dan
mencegah oksidasi
lemak dan minyak
serta mencegah
menurunnya aktivitas
vitamin larut minyak.
BHT insol Sol Sol Sol dlm 0,005- ADI=max 125µg/kg
kloroform, 0,02 BB.Memiliki aktivitas
eter, antimikroba.
parafin
likuid
Propil galat sl sol Sol Sl sol Sol dlm 0,001- ADI=max 2,5 mg/kg
eter,
propilen 0,15 BB.Mencegah
glikol ketengikan minyak
atau lemak.

Agen pereduksi
Asam askorbat Sol Sol Insol Sol dlm 0,01-0,5 Tidak stabil dalam
gliserol, larutan, stabilitas
propilan maksimum dari
glikol larutan pada pH
5,4.Oksidasi
dipercepat dengan
cahaya, panas dan
dikatalisasi dengan
besi dan tembaga.
Aseton sodium Sol Insol 0,2-0,4
bisulfit
Sodium metabisulfit Sol Sl sol Insol Sol dlm 0,01-1,0 ADI=max 700 µg /kg
Metabisulfit gliserol BB.Inkompatibel
dengan komponen
simpatomimetik dan
kloramfenikol.
Stabilitas berkurang
dengan adanya
glukosa. Memiliki
aktivitas animikroba.
Terdekomposisi di
udara.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Sodium thiosulphate Sol Insol 0,01-0,2 ADI=max 700 µg /kg


BB.Tidak stabil dalam
larutan.
Thioglycerol Sol Sl sol 0,1-1,0

Sinergisantioksidan
Asam sitrat Sol Sol 0,005- Inkompatibel dengan
0,01 potasium tartrat, basa,
asetat, dan sulfit.
EDTA dan Sl Sl sol 0,002-0,1 Inkompatibel dengan
garamnya sol ion logam polivalen,
tembaga, besi, dan
mangan.
Hydroquinolin Sol Sl sol
sulfat

Asam fosfat Sl Sl sol 0,005-


Natrium sitrat sol
Sol Insol 0,01

Asam tartrat Sol sol 0,01-0,02

4. Flavor/Pemanis (Pharmaceutical Compounding and Dispensing Hal. 89 dan 92)


Sediaan liquid untuk penggunaan oral biasa ditambahkan flavor dan pewarna untuk
meningkatkan penerimaan pasien, menutupi rasa yang tidak enak sehingga dapat mencegah
rasa mual atau muntah.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Permasalahan yang Dihadapi dalam Penyusunan Formula


1. Pemilihan emulgator
2. Mendapatkan konsistensi yang tepat
Konsistensi suatu sediaan emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair, yaitu:
- Meningkatkan viskositas fasa luar.
- Meningkatkan persentase volume fasa terdispersi (tetapi tidak lebih dari 40%).
- Memperkecil ukuran globul terdispersi, meningkatkan homogenitasnya.
- Menambah jumlah emulgator.
- Menambah pengental atau emulagator hidrofob.
3. Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi (pemilihan
antioksidan dan pengawet yang cocok).
4. Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan.
5. Pemilihan wadah

V. METODE PEMBUATAN
1. Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4,hal 398-402
Ada 3 cara, yaitu:
a. Metode Kontinental (Gom kering)  prosesnya cepat
· Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb: Masukkan emulgator/gom dalam mortir,
tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat
hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada
pergerakan alu.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

· Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu
dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).
· Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
· Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar
ditambah hingga volume yang diinginkan.

b. Metode Inggris (Gom basah)  prosesnya lama


Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.
Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak sejumlah tertentu dikembangkan
terlebih dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator.
·membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb: 1 bagian emulgator/gom dicampur dengan 2
bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit, aduk cepat
dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer,
teruskan pengocokan selama 1-3 menit. Bahan formulatif lainnya (zat pengawet, perasa,
dll) ditambahkan dengan cara dilarutkan terlebih dahulu ke dalam sedikit fasa luar baru
kemudian dicampurkan dengan emulsi utama.
·Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
·Sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat sampai mencapai volume yang
diinginkan.

c. Metode Botol (shaking/forbes)


·Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai
viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/semburan dapat dicegah.
·Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian air. Kocok
dengan kuat hingga tercampur baik. Suatu volume air yang sama dengan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus mengocok campuran tersebut tiap kali
ditambah air. Jika semua air sudah ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa
diencerkan sampai mencapai volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain
dalam air. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap penambahan.
·Metode botol biasanya digunakan dengan emulgator sintetik. Proses pembuatan emulsi
yaitu komponen dibagi menjadi dua fasa, fasa minyak dan air. Masing-masing fasa
dipanaskan pada suhu 60-70. Fasa dalam ditambahkan ke dalam fasa luar.
·Catatan:
Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur.
Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah yang
kering, demikian juga botol yang digunakan harus kering.

2. Menurut RPS 21st ed.


Tujuan dalam membuat emulsi adalah mengurangi ukuran fase internal menjadi droplet-droplet
kecil dan dapat terdispersi dalam fase external. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
bantuan mortir dan stamper atau dengan emulsifier kecepatan tinggi. Penambahan emulgator
tidak hanya untuk tujuan diatas, tetapi juga untuk menstabilkan emulsi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Emulsi dapat dipersiapkan dengan 4 metoda:


a. Penambahan fase internal kedalam fase eksternal
Jika fase internal air dan fase eksternal minyak (A/M)
· Larutkan bahan larut air dalam air secukupnya
· Larutkan bahan larut minyak dalam minyak
· Masukkan fase minyak kedalam fase air sambil diaduk
· Masukkan sisa air kedalam emulsi yang telah terbentuk

b. Penambahan fase eksternal kedalam fase internal


Misal: emulsi M/A
Penambahan fase air (fase eksternal) kedalam fase minyak (fase internal) akan membentuk
emulsi A/M, karena fase minyak lebih banyak. Setelah sisa fase air ditambahkan akan terjadi
inversi sehingga terbentuk emulsi M/A. Metoda ini terutama digunakan pada penggunaan
emulgator hidrofilik seperti akasia, tragakan, atau metilselulosa yang awalnya dicampur
dengan fase minyak. Jadi mempengaruhi dispersi tanpa pembasahan.
Teknik dry gum ini merupakan metoda yang cepat untuk pembuatan emulsi dalam jumlah
kecil. Perbandingan minyak: air: gom adalah 4:2:1. Emulsi dapat dicairkan dan ditriturasi
dengan air untuk konsentrasi yang tepat.
Contoh: pembuatan emulsi minyak mineral.

c. Pencampuran 2 fase setelah masing-masing fase dipanaskan


Metoda ini digunakan untuk wax atau bahan lain yang membutuhkan peleburan/ pelelehan
dalam penggunaannya. Metoda ini sering digunakan dalam pembuatan salep, krim.
· Emulgator larut minyak, minyak, dan wax dicampur dan dilelehkan bersama
· Bahan larut air dilarutkan dalam air dan dipanaskan sampai dengan temperatur sedikit
diatas temperatur fase minyak
· Kemudian campur kedua fase dan stirer hingga dingin
· Untuk penampilan yang lebih baik (tapi tidak selalu), fase air dapat ditambahkan ke
campuran fase minyak

d. Penambahan 2 fase secara bergantian ke emulgator


Misal: emulsi M/A
· Sebagian fase minyak dimasukkan dan dicampur dalam emulgator larut minyak
· Fase air (dalam jumlah yang sama dengan fase minyak) yang mengandung emulgator
larut air ditambahkan kedalam fase minyak. Stirer sampai terbentuk emulsi
· Sisa air dan minyak ditambahkan secara bergantian sampai terbentuk produk akhir
· Metoda ini cocok pada penggunaan emulgator sabun.

Pada prinsipnya pembuatan sediaan emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:


a. Tahap destruksi: Dalam tahap ini dilakukan pemecahan fasa minyak menjadi globul-globul
kecil,sehingga fase terdispersi tersebut dapat lebih mudah terdispersi dalam fase
pendispersi.
b. Tahap stabilisasi: Dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul-globul yang terdispersi
dalam medium pendispersi dengan menggunakan emulgator sebagai stabilisator dan
bahan pengental untuk mencegah penggabungan globul-globul tersebut.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator surfaktan (Petunjuk Praktikum Farmasi
Fisika 2008, hal 41)
 Dihitung jumlah surfaktan dengan perhitungan aligasi sesuai dengan HLB butuh minyak yang
dipakai
 Bahan yang larut minyak dicampurkan di dalam fase minyak, sedangkan bahan yang larut air
dicampurkan di dalam fase air
 Panaskan masing-masing fase pada suhu 60°C diatas penangas air, kemudian dicampurkan
kedua fasa sambil distirer dengan kecepatan tinggi selama 5 menit
 Masukkan ke dalam tabung sedimentasi dan amati pemisahan yang terjadi dari kedua fase.

Prosedur pengembangan pengental (Skripsi Bu Heni Rachmawati, 1993) :


1. CMC Na
Ditaburkan pada air mendidih (100°C) digoyangkan perlan-lahan & dibiarkan semalaman, aduk
hingga homogen.
2. Metolosa
Ditaburkan pada air bersuhu 70°C (sebanyak dari jumlah total yang digunakan) aduk hingga
homogen.Diamkan sampai dingin sampai larutan kelihatan bening.Tambahkan air dingin
sebanyak kekurangannya.
3. Alginat Na
Taburkan pada air dingin dalam mortir, goyang perlan-lahan dan diamkan hingga mengembang
kemudian diaduk (triturasi) hingga homogen dan diperoleh larutan bening
Viscous aqueous solutions are used to suspend powders intended for either topical application
or oral and parenteral administration (HOPE ed 6, hal 119)
Prosedur pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator partikel padat terbagi halus
4. Bentonite
Untuk membuat emulsi o/w , bentonit didispersikan terlebih dahulu kedalam air untuk
membuat magma , kemudian ditambahkan fasa minyak sedikit demi sedikit.
Untuk membuat emulsi w/o, bentonite di ispersikan terlebih dahulu dalam fasa minyak
kemudian ditambahkan fasa air sedikit demi sedikit. (Remington ed 21, hal 331)

VI. PROSEDUR PEMBUATAN


Sebelum membuat sediaan emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral dengan kekuatan sediaan……..
2. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah …..
3. Jumlah sediaan yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)
4. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.
5. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.
6. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.

Di jurnal ditulis :
“akan dibuat sediaan emulsi …X…., dengan volume a ml per botol. Kekuatan sediaan yang dibuat
adalah .........., dengan jumlah Z botol (coklat).”

Prosedur Pembuatan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

1. Botol di cuci, dikeringkan dan ditara sesuai dengan volume sediaan yang akan dibuat.
2. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.
3. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.
4. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.

VII. PERHITUNGAN
Perhitungan HLB surfaktan [baca di perhitungan emulgator (HLB)]

Perhitungan
Jumlah sediaan yang akan dibuat Z botol @ a ml, ditambah untuk keperluan uji mutu sediaan akhir
sebagai berikut :
Penetapan tipe emulsi
penentuan ukuran globul
Penetapan pH 1botol
Penentuan bobot jenis
Evaluasi stabilitas fisik emulsi 2 botol
Penetapan viskositas dan rheologi …botol
Volume terpindahkan (tidak destruktif) 30botol
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Uji efektifitas pengawet 5botol*
*(jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat
karet).
Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-
masing 5 tabung bakteriologik bertutup. Penjelasan lebih lanjut baca FI IV Uji Efektivitas Pengawet
Antimikroba <61> halaman 854.

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji
evaluasi yang lain. Jadi jumlah emulsi yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang dari
botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI V <1131>, hal 1570. Volume sediaan tiap
botol = a ml + (3 % x a ml) = d ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml

VIII. PENIMBANGAN
Formula yang akan dibuat :
Tiap 5 ml mengandung :
R/ zat aktif m mg
Zat tambahan 1 n%
Dll

Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula sediaan)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml


1. Zat aktif m mg m mg
x c ml
5 ml
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml
3. Dll

IX. IPC
1. Pemeriksaan Organoleptik
Secara organoleptik, sediaan emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna,
bau, dan rasanya.Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan
terhadap bentuk fisik (warna, rasa, dan bau) sediaan emulsi, yang dapat menyebabkan
berkurangnya penampilan dan penerimaan pasien (akseptabilitas).
2. Homogenitas
Melihat homogenitas sediaan secara visual
3. Penetapan pH (FI V, 1563)
Penetapan pH dilakukan jika dalam sediaan ditambahkan pendapar.
Tujuan: mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
persyaratan yang telah ditentukan
Alat: pH meter
Prinsip: penetapan pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.

Prosedur:
 Elektroda pH meter dicuci menggunakan aquades.
 pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar baku. Larutan dapar baku yang dipilih ada dua,
dimana pH larutan uji diperkirakan berada diantara kedualarutan dapar baku tersebut dan
mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
 Jika pH dari kedua larutan dapar baku tersebut telah sesuai, maka pH larutan uji dapat
diukur.
 Setiap sebelum dilakukan pengukuran, elektroda pH meter dicuci menggunakan aquades
dan dikeringkan.

X. EVALUASI SEDIAAN
Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap sediaan emulsi adalah (modul praktikum
Teknologi Sediaan Liquid dan Semisolid, revisi 2003, hal 38).
Evaluasi fisik sediaan:
A. Pemeriksaan Organoleptik
Secara organoleptik, sediaan emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna,
bau, dan rasanya.Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan
terhadap bentuk fisik (warna, rasa, dan bau) sediaan emulsi, yang dapat menyebabkan
berkurangnya penampilan dan penerimaan pasien (acceptabilitas).
B. Penentuan Tipe Emulsi (prosedurnya ada di awal TS ini)
C. Penetapan pH (FI Vhal 1563) jika sediaan mengandung pendapar
D. Penentuan Ukuran Globul (Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6 thed hal 426,
Lachman Practice 3rded, hal 531)
E. Penetapan bobot jenis (FI V <981>, hal 1553)
F. Penentuan Sifat Aliran dan Viskositas Sediaan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Pendekatan untuk mengetahui stabilitas sediaan yang banyak digunakan adalah penetapan sifat
aliran (rheologi) dan viskositas sediaan. Hal ini bermanfaat karena salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas fisik sediaan emulsi adalah viskositas (sesuai hukum Stokes).Emulsi
yang baik memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar, tetapi memiliki viskositas
cukup tinggi untuk meningkatkan stabilitas fisiknya). Emulsi harus mempunyai viskositas yang
tinggi pada shear yang dapat diabaikan yakni selama penyimpanan dan mempunyai viskositas
yang rendah pada laju shearing yang tinggi yakni harus bebas mengalir selama pengocokan,
penuangan, dan penyebaran.

Hampir seluruh sistem dispersi (termasuk sediaan-sediaan farmasi yang berbentuk emulsi,
suspensi, dan sediaan semi solid) mempunyai sifat aliran yang tidak mengikuti hukum newton
(non-newtonion) (Modul praktikum Farmasi Fisika september 2006, hal 3).

Shelf-life produk emulsi dapat diprediksi dengan cara mengukur viskositasnya pada selang
waktu tertentu (0,04-400 hari). Berkurangnya viskositas merupakan indikator bertambahnya
diameter partikel (terjadi koalesensi). Makin cepat terjadi perubahan viskositas berarti makin
pendek shelf-life produk tersebut.

Sifat yang berhubungan dengan viskositas dari suatu sistem dispersi adalah fase kontinu dan
emulgator. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dengan fase terdispersi meliputi
perbandingan volume fase, distribusi ukuran globul, dan viskositas dari fase dalam itu sendiri.
Jadi, jika konsentrasi volume dari fase terdispers rendah (kurang dari 0,05), sistem tersebut
adalah newton. Dengan naiknya konsentrasi volume, sistem terdispersi tersebut menjadi lebih
tahan terhadap aliran dan menunjukan karakteristik aliran pseudoplastis.Pada konsentrasi yang
cukup tinggi, terjadi aliran plastis. Jika konsentrasi volume mendekati 0,74, mungkin terjadi
inverse fasa dengan berubahnya viskositas secara nyata. Pengurangan ukuran partikel rata-rata
akan menaikkan viskositas. Makin luas distribusi ukuran partikel, makin rendah viskositasnya jika
dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran partikel rata-rata serupa tetapi dengan
distribusi ukuran partikel yang lebih sempit. Pengurangan viskositas dengan penaikan shear
sebagian bisa disebabkan oleh penurunan viskositas dari fase kontinu karena jarak pemisahan
antara bola-bola meningkat. Komponen lain yang mempengaruhi viskositas dari emulsi adalah
emulgator. Tipe dari emulgator akan berpengaruh pada flokulasi partikel dan tarik-menarik
intrapartikel, hal ini dapat mempemgaruhi aliran. (Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences 6thed, hal 427)

Untuk mengetahui sifat aliran emulsi dapat dilakukan dengan pengukuran viskositas pada
berbagai rate of shear.Aspek flokulasi diamati pada rate of shear yang rendah, sedangkan
kehilangan viskositas dapat diamati pada rate of shear yang tinggi.

Metode yang dianjurkan untuk dipilih:


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

a. Viskometer Stormer (Modul Praktikum Farmasi Fisika, September 2008, hal 9)

Cara kerja :
1. Isi mangkuk dengan cairan yang akan diukur viskositasnya.
2. Naikkan alas/cup sedemikian rupa sehingga posisi silinder pemutar berada tepat di
tengah-tengah mangkuk silindris.
3. Atur skala sehingga menunjukkan angka nol.
4. Letakkan beban dengan berat tertentu kemudian buka kunci sehingga bandul turun dan
mengakibatkan silinder pemutar berputar perlahan sampai mencapai skala tertentu.
5. Catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung putaran
per menit (RPM.)
6. Dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai
RPM.
Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.

Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :


W
Aliran Newton :η=Kv .
ppm

W −Wf
Aliran Plastik : μ=Kv .
ppm
Kv : konstanta alat
W : beban yang diberikan
Wf : beban pada yield alat
Ppm: jumlah putaran per menit
µ : viskositas plastic

Untuk menghitung Kv umumya digunakan cairan baku pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, diplot kurva antara ppm dengan beban yang
diberikan.

b. Viskometer Brookefield. (Modul Praktikum Farmasi Fisika, September 2008, hal 11)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Cara kerja:
1. Pilih spindel sesuai dengan viskositas cairan yang hendak diukur.
2. Pasang spindel pada gantungan spindel.
3. Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.
4. Pasangkan stop kontak.
5. Hidupkan motor sambil menekan tombol.
6. Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala.
7. Catat angka yang ditunjukkan oleh jarum merah tersebut. Untuk menghitung viskositas,
maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada
tabel yang terdapat pada brosur alat.
8. Dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM.

Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk
memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala
dengan 7,187 dyne.cm-1 (untuk viskometer Brookfield tipe RV) dan 673,7 dyne.cm -1 untuk tipe
LV.

G. Uji volume terpindahkan [FI V<1261> hal 1614]


• Tujuan: sebagai jaminan bahwa cairan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah dosis
ganda dengan volume yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 mL, jika dipindahkan dari
wadah asli akan memberikan volume sediaan seperti tertera di etiket.
• Alat: gelas ukur kering.
• Prinsip: melihat kesesuaian volume sediaan, jika dipindahkan dari wadah asli, dengan volume
yang tertera pada etiket.
• Prosedur:
- Dipilih tidak kurang dari 30 wadah/botol
- Perlakuan awal: Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Konstitusi 10 wadah dengan volume
pembawa seperti yang tertera pada etiket, ukur saksama dan kocok satu persatu
- Isi botol dituang perlahan untuk menghindari pembentukan gelembung udara ke dalam
gelas ukur berkapasitas tidak lebih dari 2,5 kali volume yg diukur dan telah dikalibrasi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

- Didiamkan selama  30 menit, jika telah bebas gelembung udara, volume dapat diukur
• Penafsiran hasil:
- Volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak
satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
- Jika A, volume rata-ratakurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket, tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang 95 % dari yang tertera pada etiket. Atau B, Volume rata-rata
tidak kurang dari 100 % dan tidak lebih dari satu wadah yang kurang dari 95 %, tetapi tidak
ada yang kurang dari 90 % dari yang tertera pada etiket, ulangi pengujian dengan 20 wadah
tambahan.
- Persyaratan: Volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100%
dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 wadah kurang dari 95 % dan tidak ada yang
kurang dari 90 % dari yang tertera pada etiket.

H. Penentuan Tinggi Sedimentasi


Pengamatan terhadap emulsi akibat pengaruh waktu dan temperatur merupakan hal yang rutin
dilakukan untuk memprediksi shelf life produk emulsi.
Caranya:
Sediaan emulsi yang diuji disimpan dalam tabung sedimentasi selama beberapa waktu pada
temperatur kamar dan temperatur di atas temperatur kamar. Selang waktu tertentu dilakukan
pengamatan terhadap sediaan emulsi yang diuji dengan melihat terjadinya pembentukan
lapisan seperti susu. Stabilitas fisik emulsi ditentukan dengan berdasarkan perbandingan harga
Hu dan Ho selama penyimpanan.
Hu = tinggi lapisan seperti susu
Ho = tinggi seluruh sediaan

Emulsi dikatakan stabil jika harga = 1 atau mendekati 1

Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming,
yang lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi
encer jika disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada
temperatur kamar. Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai
dengan pengadukan. Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan
dengan pemanasankarena lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 oC, tetapi tidak dapat
mentoleransi temperatur di atas 50 oC atau di atas 60 oC selama beberapa jam.
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi
fasa dan kristalisasi jenis lipid tertentu.

I. Pengujian Stabilitas Dipercepat


Stabilitas sediaan emulsi dapat dilihat setelah penyimpanan sediaan selama waktu simpannya
(shelflife); namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Sehingga digunakan pengujian
stabilita dipercepat untuk memperoleh data stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas
dipercepat dilakukan dengan cara memberikan tekanan tertentu pada sediaan; dengan agitasi,
sentrifugasi, atau teknik manipulasi suhu (dipercepat: 45 oC RH 75%, 6 bulan). (The
Pharmaceutical Codex, 12th ed, hal 83)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB JANUARI 2018 EMULSI

Agitasi dapat meningkatkan kecepatan dimana globul bertemu sehingga menurunkan skala
waktu stabilitasnya. Sentrifugasi dapat menginduksi creaming atau koalesensi pada sistem yang
tidak stabil. Kondisinya harus dipertimbangkan baik-baik untuk mencegah distorsi globul atau
kerusakan lapisan film antar muka. Manipulasi suhu, seperti merubah suhu tinggi ke suhu
rendah dan sebaliknya terus menerus, adalah metode yang paling sering digunakan. Suhu yang
ekstrim harus dihindari. Beberapa parameter fisika termasuk fase pemisahan, viskositas,
electrophoretic, ukuran partikel, dan jumlah partikel biasanya digunakan untuk memantau
stabilitas emulsi selama uji ini dilakukan. (The Pharmaceutical Codex, 12th ed, 83)

Metode yang dianjurkan: dengan sentrifugasi. Sentrifugasi pada 3750 RPM dalam tabung
sentrifuga setinggi 10 cm selama 5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi
selama 1 tahun. Sedangkan sentrifugasi pada kecepatan yang sangat tinggi (25.000 RPM) dapat
memprediksi penyebab ketidakstabilan emulsi, yang tidak terlihat pada penyimpanan normal.
(Lachman Practice 3rded, hal 528)

J. Keseragaman Sediaan (FI V <911> hal 1526)


Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman
kandungan atau keragaman bobot. Uji keseragaman kandungan dipersyaratkan untuk sediaan
suspensi dan emulsi.
Keseragaman kandungan untuk emulsi oral:
Tetapkan kadar 10 satuan satu per satu seperti yang tertera pada Penetapan Kadarkecuali
dinyatakan lain pada uji keseragaman kandungan masing-masing monografi. Hitung nilai
penerimaannya sebagai berikut:
Untuk emulsi oral, lakukan penetapan kadar dari sejumlah bahan yang telah dicampur
sempurna dan dituang dari setiap wadah tidak lebih dari 5 detik, atau untuk sediaan sangat
kental, lakukan penetapan kadar pada sejumlah bahan yang tercampur sempurna dan
dikeluarkan isinya secara kuantitatif dari masing-masing wadah dan nyatakan hasiknya sebagai
dosis terpindahkan.
Prosedur lengkap dapat dilihat di FI V hal 1526.

Evaluasi kimia (mengacu pada monografi sediaan):


A. Identifikasi
B. Penetapan kadar

Evaluasi Biologi:
A. Uji Efektivitas Pengawet <61> pada FIV, hal 1336
B. Penetapan Potensi Antibiotika secara Mikrobiologi <131> (jika zat aktif berupa antibiotik)
pada FI V hal 1392
C. Uji Batas Mikroba (FI V, 1354) <61>

Anda mungkin juga menyukai