DISUSUN OLEH :
Dosen Pembimbing :
Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.Kes
NILAI PARAF
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui rancangan formula dalam pembuatan Infus
Glukosa
b. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan Infus Glukosa
c. Mahasiswa mampu memahami evaluasi pada sediaan Infus Glukosa
d. Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan Infus yang baik dan benar.
1.2 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui apa dan bagaimana pembuatan injeksi dalam hal ini
dibuat dalam skala besar/berkelompok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori
2.1.1 Definisi Steril
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu alat, bahan atau sediaan sama sekali
bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetative maupun spora. Sterilisasi adalah penghancuran secara lengkap semua
mikroorganisme hidup dan spora-sporanya dari alat, bahan atau sediaan.
Steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar
proyeksi kinetis angka kematian mikroba. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam
bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Semua komponen dan
proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau
setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh
semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering dilakukan
untuk alat-alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan sterilisasi basah
(Hadioetomo,1993).
2. Panas Basah
Panas basah adalah pemanasan menggunakan air atau uap air. Uap air
adalah media penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya.
Panas basah mematikan mikroba. Oleh karena koagulasi dan denaturasi enzim
dan protein protoplasma mikroba. Untuk mematikan spora diperlukan panas
basah selama 15 menit pada suhu 121oC. Sterilisasi panas basah dapat
dibedakan atas tiga golongan yaitu :
a) Panas basah <100oC (Pasteurisasi)
Pasteurisasi yaitu pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit. Pasteurisasi
tidak dapat membunuh spora atau dipanaskan pada suhu 71,6-80 oC selama
15-30 detik kemudian cepat-cepat di dinginkan.
b) Panas basah pada suhu 100oC
Disini menggunakan air mendidih (suhu 100oC) selama 10 menit. Untuk
mematikan bentuk spora dilakukan pemansan 3 hari berturut-turut selama
15-45 menit sehingga spora yang tidak mati pada pemanasan pertama akan
berubah menjadi bentuk vegetatif pada hari kedua setelah inkubasi pada
suhu 37oC begitu pula spora yang tidak mati pada hari kedua, akan berubah
menjadi bentuk vegetatif pada hari ketiga.
c) Panas basah >100oC
Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa
dipergunakan di rumah sakit dan laboratorium besar. Cara ini
menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut autoclave.
Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan,
cairan injeksi, dan bahan makanan.
2.1.2 Definisi Injeksi
Injeksi adalah Injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang, umumnya
hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa
diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kapiler. (Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
larutan, emulsi, suspense atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan (Anief, 2007).
Persyaratan Infus:
a. Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen
b. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada dalam
sediaan
c. Penggunaan wadah yang cocok yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril
d. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
Penggolongan Infus
a. Larutan irigasi : sediaan infuse yang mengandung elektrolit tubuh seperti : Na+,
K+,Cl++, asetat. Terganggunya keseimbangan elektrolit plasma (asidos, alkalosis)
disebabkan oleh kecelakaan, kebakaran, operasi atau perubahan patologis
organ,gastroenteritis, demam tinggi.
b. Infuse karbohidrat : infus yang berisi glukosa dan dekstrosa yang cocok untuk
donor kalori, kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia dll.
c. Larutan irigasi: jumlahnya 3 liter tidak disuntikan kedalam vena, tetapi diluar
sistem peredaran darah. Digunakan untuk merendam atau mencuci luka-luka
sayatan bedah dan dapat mengurangi perdarahan. Contoh glicyne 1,5% larutan
asetat 0,25%
d. Larutan dialisis peritonkal : dalam jumlah besar 2 liter, tidak disuntikan kedalam
vena tetapi dibiarkan mengalir kedalam rongga peritoneal. Tujuan penggunaannya
menghilangkan senyawa toksik yang dieksresikan oleh ginjal pada khasus
keracunan atau kegagalan ginjal. Contoh larutan dianeal 1,5% dan 2,5%.
e. Larutan plasma expander : sediaan larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, operasi,
dll.
2.2 Zat Aktif
Glukosa
a. Farmakologi
Aspek penting farmakologi dari dextrose adalah untuk menangani hipoglikemia.
Dextrose akan diserap secara cepat pada traktus intestinal, didistribusikan ke
seluruh tubuh, setelah itu diekskresikan melalui urine.
b. Farmakodinamik
Dextrose atau glukosa merupakan monosakarida yang umum ditemukan dalam
tubuh. Dextrose memiliki beberapa peran dalam metabolisme tubuh, di antaranya
adalah sebagai sumber energi.
Dextrose yang masuk ke dalam tubuh akan secara cepat dimetabolisme untuk
menghasilkan ATP (adenosine triphosphate) melalui proses aerobik maupun
anaerobik. Satu molekul glukosa akan menghasilkan 36 molekul ATP pada proses
aerobik dan 2 molekul ATP pada proses anaerobik.
Glukosa yang berlebih akan disimpan di dalam tubuh sebagai lemak dan
glikogen pada hati dan otot. Simpanan glukosa pada hati dan otot nantinya akan
mengalami proses glukoneogenesis apabila terdapat penurunan kadar glukosa di
dalam tubuh.
Dextrose juga berperan pada pentose phosphate pathway, yang biasa disebut
dengan phosphogluconate pathway. Proses ini merupakan proses alternatif dari
glukoneogenesis. Sekitar 30% oksidasi dari glukosa pada hati terjadi
melalui pentose phosphate pathway. Fungsi dari jalur ini adalah untuk sintesis dari
nukleotida dan nukleotida.
Salah satu indikasi pemberian dextrose adalah hipoglikemia. Peningkatan
serum glukosa secara cepat setelah pemberian bolus dextrose melalui intravena
akan menyebabkan peningkatan insulin secara mendadak dengan puncak pada
menit ke 3-5 dan mulai reda dalam 10 menit. Apabila peningkatan glukosa telah
stabil, maka fase kedua sekresi insulin akan terjadi.
Insulin akan mengurangi konsentrasi dari serum glukosa melalui 3 mekanisme,
yaitu menghambat produksi glukosa dari hati, menekan produksi glukagon dari sel
alfa dalam pankreas, dan memicu uptake dari glukosa oleh
myocyte dan adipocyte. Penurunan kadar serum glukosa dalam darah akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin dan sekresi glukagon akan berlanjut
sehingga keseimbangan serum glukosa dalam tubuh akan terjaga.
c. Farmakokinetik
Cairan dextrose yang diberikan melalui oral akan diserap secara cepat pada traktus
intestinal, penyerapan akan berlangsung selama 10-20 menit sampai terjadinya
peningkatan glukosa plasma. Dextrose dengan sediaan intravena akan secara
langsung bersirkulasi di dalam darah dextrose, lalu diserap, dan kemudian akan
disekresi melalui urine. Dextrose memiliki bioavailabilitas 100%.
Absorpsi
Dextrose yang diberikan melalui oral akan diabsorpsi di traktus intestinal selama
10-20 menit. Setelah itu, akan terdapat peningkatan glukosa pada plasma. Dextrose
yang diberikan melalui intravena, yang memiliki bioavailabilitas 100%, akan
beredar di dalam darah dan diabsorpsi.
Distribusi
Dextrose akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui darah.
Metabolisme
Dextrose akan dimetabolisme melalui asam piruvat atau laktat menjadi karbon
dioksida dan air.
Eliminasi
Dextrose yang berlebih akan dieliminasi melalui urine.
2.3 Preformulasi
a. Glukosa (Dirjen POM, FI edisi III)
Pemerian glukosa hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih; tidak
berbau; rasa manis. Kelarutannya mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%) P. Untuk Stabilitasnya stabil
dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan penyimpanan yang kering,
dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam
larutan, penyimpanan dalam wadah dosis tunggal. pH : sediaan injeksi glukosa
stabil pada pH 3,5-6,5. Lalu, Inkompatibilitas : dengan vitamin K akan kehilangan
kejernihannya ketika larutan infuse glukosa dicampurkan dengan sianokobalamin,
kanamisin SO4, novobiosin Na dan wafarin Na, eritromisin, vitamin B komplek.
b. Natrium Chlorida (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal.
637-638)
Natrium klorida berbentuk serbuk hablur putih atau hablur tidakberwarna
mempunyai rasa asin. Sinonimnya Natrii Chloridum. NaCl berkhasiat sebagai
Pengisotonis. Kelarutannya Agak larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian etanol
95%, larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air. Rentan pH NaCl
6,7- 7,3 denganWadah dan penyimpanan yang tertutup baik. Inkompatibilitas cairan
Natrium Klorida encer bersifat korosif terhadap besi. Bereaksi membentuk endapan
dengan perak, timah, dan garam raksa. Pengoksidasi kuat yang melepaskan klorin
dari larutan natrium klorida. Daya larut dari bahan pengawet metilparaben dapat
menurun dalam larutan natrium klorida.
3.1 Formulasi
Komposisi Formula yang Diberikan :
R/ Infus Glukosa 25 g
W = 0.9 – (∑C × E)
= 0,9 – (5 × 0,18)
W = 0,9 – 0,9
W = 0 g/100 ml (isotonis) (tidak perlu menggunakan NaCl)
Perhitungan Osmolaritas
BM Glukosa = 180
5 g /0,1 L
Osmolaritas Glukosa = × 1000 × 1
180
= 277,77 mosmol/L (isotonis)
Berdasarkan tabel hubungan osmolarita dan tonsisitas :
Osmolaritan (Mosmole/liter) Tonsisitas
>350 = Hipertonis
329-350 = Sedikit hipertonis
270-328 = Isotonis
250-269 = Sedikit Hipotonis
0-249 = Hipotonis
Tiap 1 ml mengandung :
Glukosa 5%
Karbon aktif 0,05 %
Aqua pro Injection ad 1 ml
Waktu Sterilisasi
No Alat Yang Cara Paraf Paraf
. Digunakan Sterilisasi Awal Akhir
Pengawas Pengawas
Autoclave
1. Corong gelas
30 menit
Autoclave
2. Pipet tetes
30 menit
Autoclave
3. Kertas saring
30 menit
Autoclave
4. Kapas
30 menit
5. Perkamen Autoclave
30 menit
Flambeer
6. Pinset
20 detik
Flambeer
7. Gelas arloji
20 detik
Flambeer
8. Pengaduk kaca
20 detik
Flambeer
9. Sendok spatula
20 detik
Oven 60
10. Botol Infus
menit
Oven 60
11. Erlenmeyer
menit
Oven 60
12. Beaker glass
menit
Oven 60
13. Gelas Ukur
menit
Oven 60
14. Carbon adsorben menit
Setelah
mendidih
15. Air
panaskan
30 menit
Karet pipet dan tutup Direbus 30
16.
botol infus menit
2. Uji pH
Standar : 3,5-6,5 (Fornas Edisi II Halaman 137)
Alat : kertas pH dan pH meter
Prosedur :
Dengan kertas pH : Celupkan indikator pH ke dalam sediaan, tentukan hasilnya
dengan melihat perbandingan warna di kotak indikator pH
Dengan pH meter :
a. pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang PH sama dengan PH
yang akan diukur.
b. Batang elektrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.
c. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan diukur pH nya.
d. Menekan auto read lalu enter.
e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Infus Kejernihan pH
Nb : (√ ) memenuhi standar
( x ) tidak memenuhi standar
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
LAMPIRAN PENGEMASAN
Kotak Obat
Etiket
Brosur
GLOSUM
GLUKOSA 5 g
STERIL
BEBAS PIROGEN
LARUTAN INFUS UNTUK PEMAKAIAN INTRA VENA
KOMPOSISI
Glukosa 5 g
Karbon aktif 50 mg
Aqua pro injectio 100 ml
INDIKASI
Untuk memenuhi kalori dan cairan yang dibutuhkan tubuh
CARA PEMBERIAN
Intravena
Kecepatan air yang dianjurkan 3 ml/kg/BB/menit atau 7 tetes/70
kgBB/menit atau disesuaikan dengan kondisi penderita
KONTRA INDIKASI
Hipernatremia, hiperglikema, hypokalemia dan diabetes melitus
EFEK SAMPING
Reaksi – reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau
cara pemberiannya, terimasuk timbulnya panas, infeksi pada
tempat penyuntikan, trombosis vena atau fiebitis yang meluas
dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Bila terjadi efek samping, pemakaian harus dihentikan dan
lakukan evaluasi terhadap penderita
PERINGATAN
Hati – hati bila diberikan kepada penderita gagal jantung
kongestif, gangguan fungsi ginjal, hipoproteinemia, udem
periferal atau pulmonari.
Hati – hati bila diberikan pada anak – anak dan penderita usia
lanjut, pada kasus hipertensi dan toksemia pada kehamilan.
Untuk pemberian jangka panjang sebaiknya lakukan uji
laboratorium secara periodik untuk memonitor serum
ionogram, keseimbangan asam basa dan cairan.
INTERAKSI OBAT
Tidak ada
CARA PENYIMPANAN
Pada suhu kamar/ruangan antara 25 - 30°C
KEMASAN
Botol Kaca 100 mL
DIPRODUKSI OLEH
PT. DISMAJ FARMA
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press
Anief, Moh. 2005. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Depkes RI.
Ditjen POM. (1978). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.