Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL


INJEKSI INFUS GLUKOSA

DISUSUN OLEH :

Dalilah Sakinah Putri PO.71.39.1.20.026


Meliza Utami PO.71.39.1.20.028
Ilham Rama Putra PO.71.39.1.20.030
Anissa Rahma Salsabila PO.71.39.1.20.032
Jihan Humairah PO.71.39.1.20.034
Sinta Oktaria PO.71.39.1.20.036

Kelompok 3 Genap Reguler 2A

Dosen Pembimbing :
Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.Kes

NILAI PARAF

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui rancangan formula dalam pembuatan Infus
Glukosa
b. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan Infus Glukosa
c. Mahasiswa mampu memahami evaluasi pada sediaan Infus Glukosa
d. Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan Infus yang baik dan benar.

1.2 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui apa dan bagaimana pembuatan injeksi dalam hal ini
dibuat dalam skala besar/berkelompok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori
2.1.1 Definisi Steril
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu alat, bahan atau sediaan sama sekali
bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetative maupun spora. Sterilisasi adalah penghancuran secara lengkap semua
mikroorganisme hidup dan spora-sporanya dari alat, bahan atau sediaan.
Steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar
proyeksi kinetis angka kematian mikroba. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam
bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Semua komponen dan
proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau
setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh
semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering dilakukan
untuk alat-alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan sterilisasi basah
(Hadioetomo,1993).

Jenis – jenis Metode Sterilisasi


1. Panas kering
Cara ini untuk membunuh mikroba hanya memakai udara panas kering yang tinggi.
Sterilisasi panas kering dibedakan atas :
a) Panas membara
Dengan jalan menaruh benda yang akan disterilkan dalam nyala api bunsen
sampai merah membara. Alat yang disterilkan yaitu sengkelit, jarum, ujung
pinset dan ujung gunting.
b) Melidah-apikan
Dengan melewatkan benda dalam api bunsen, namun tidak sampai menyala
terbakar. Alat yang disterilkan yaitu scalpel, kaca benda, mulut tabung dan
mulut botol.
c) Udara kering
Oven merupakan ciri umum yang dimaksud. Alat ini terbuat dari kotak logam,
udara yang terdapat di dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari
nyala listrik. Alat yang disterilkan yaitu tabung reaksi, cawan petri, pipet,
scalpel dari logam, gunting dan botol. Pemanasan satu jam dengan temperatur
160oC dianggap cukup.

2. Panas Basah
Panas basah adalah pemanasan menggunakan air atau uap air. Uap air
adalah media penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya.
Panas basah mematikan mikroba. Oleh karena koagulasi dan denaturasi enzim
dan protein protoplasma mikroba. Untuk mematikan spora diperlukan panas
basah selama 15 menit pada suhu 121oC. Sterilisasi panas basah dapat
dibedakan atas tiga golongan yaitu :
a) Panas basah <100oC (Pasteurisasi)
Pasteurisasi yaitu pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit. Pasteurisasi
tidak dapat membunuh spora atau dipanaskan pada suhu 71,6-80 oC selama
15-30 detik kemudian cepat-cepat di dinginkan.
b) Panas basah pada suhu 100oC
Disini menggunakan air mendidih (suhu 100oC) selama 10 menit. Untuk
mematikan bentuk spora dilakukan pemansan 3 hari berturut-turut selama
15-45 menit sehingga spora yang tidak mati pada pemanasan pertama akan
berubah menjadi bentuk vegetatif pada hari kedua setelah inkubasi pada
suhu 37oC begitu pula spora yang tidak mati pada hari kedua, akan berubah
menjadi bentuk vegetatif pada hari ketiga.
c) Panas basah >100oC
Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa
dipergunakan di rumah sakit dan laboratorium besar. Cara ini
menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut autoclave.
Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan,
cairan injeksi, dan bahan makanan.
2.1.2 Definisi Injeksi
Injeksi adalah Injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang, umumnya
hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa
diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kapiler. (Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
larutan, emulsi, suspense atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan (Anief, 2007).

A. Persyaratan Sediaan Injeksi


Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan
diperoleh jika memenuhi persyaratan,yaitu:
1. Aman
Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek
toksik.
2. Harus jernih
Injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat
dan benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan.
Alat-alat penyaringan harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga tidak
terdapat partikel dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan
yang jernih diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan
tidak melepaskan partikel.
3. Sedapat mungkin isohidris
Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan tubuh
lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak
terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.
4. Sedapat mungkin isotonis
Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan
osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan
osmosa larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak
isotonis ke dalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Bila larutan yang disuntikkan hipotonis (mempunyai tekanan osmosa yang
lebih kecil) terhadap cairan tubuh, maka air akan diserap masuk ke dalam
sel-sel tubuh yang akhirnya mengembang dan dapat pecah. Pada
penyuntikan larutan yang hipertonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih
besar) terhadap cairan-cairan tubuh, air dalam sel akan ditarik keluar, yang
mengakibatkan mengerutnya sel. Meskipun demikian, tubuh masih dapat
mengimbangi penyimpangan-penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%.
Umumnya larutan yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih baik
daripada larutan yang hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan
untuk membuat larutan isotonis adalah natrium klorida dan glukosa.
5. Tidak berwarna
Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna
dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila
obatnya memang berwarna.
6. Steril
Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam
bentuk tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume
besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang
mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.

B. Penggolongan Sediaan Injeksi


a. Injeksi intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal Dimasukkan ke dalam kulit yang
sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml,
berupa larutan atau suspensi dalam air.
b. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah
kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya
larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan
dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan  penambahan enzym
hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberikan infus intravena.
Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".
c. Injeksi intramuskuler (i.m) Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan
jaringan/otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara
ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi
diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume
penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
d. Injeksi intravenus (i.v) Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena.
Bentuknya berupa larutan, sedangkan  bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh,
sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau
terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat /  perlahan-lahan dan tidak
mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang
diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut "infus
intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh
mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
e. Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
f. Injeksi intraarterium (i.a) Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri/perifer/ tepi,
volume antara 1 - 10 ml, tidak  boleh mengandung bakterisida.
g. Injeksi intrakor/intrakardial (i.kd) Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung
atau ventriculus, tidak boleh mengandung  bakterisida, disuntikkan hanya dalam
keadaan gawat.
h. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak
(antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan
harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan
anestetika sumsum tulang  belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di
daerah anatomi disini sangat peka.
i. Intraartikulus Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk
suspensi / larutan dalam air.
j. Injeksi subkonjuntiva Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa
suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml.
k. Injeksi intrabursa Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.
l. Injeksi intraperitoneal (i.p) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut.
Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar .
m. Injeksi peridural (p.d), extradural, epidural disuntikkan ke dalam ruang
epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang
belakang.

2.1.3 Definisi Infus


Infus cairan intravena ( intravenous fluids infusion ) adalah pemberian
sejumlah cairan kedalam tubuh, melalui sebuah jarum, kedalam sebuah pembuluh
vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh.
Infus terdiri dari beberapa komponen utama yaitu :
1. Botol infus : merupakan wadah dari cairan infus, biasa dijumpai dijual dalam tiga
ukuran 500mL, 1000mL dan 1500mL .
2. Selang infus : merupakan sarana tempat mengalirnya cairan infus .
3. Klem selang infus : merupakan bagian untuk mengatur laju aliran dari cairan
infus, dengan mempersempit atau memperlebar jalur aliran pada selang.
4. Jarum infus : Sarana masuknya cairan infus dari selang infus menuju pembulu
vena.
Prinsip kerja dari cairan infus sama seperti sifat dari air yaitu mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dipengaruhi oleh gaya grafitasi bumi
sehingga cairan akan selalu jatuh kebawah. Pada sistem infus laju aliran infuse diatur
melalui klem selang infus, jika klem digerakan untuk mempersempit jalur aliran pada
selang maka laju cairan akan menjadi lambat ditandai dengan sedikitnya jumlah
tetesan infus/menit yang keluar dan sebaliknya bila klem digerakan untuk
memperlebar jalur aliran pada selang infus maka laju cairan infus akan menjadi cepat
ditandai dengan banyaknya jumlah tetesan .
Menurut Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena
Metakarpal, vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika
mediana, vena antebrakial mediana.
Tujuan Penggunaan Infus:
a. Apabila tubuh kekurangan air, elektrolit, dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut
harus diganti.
b. Pemberian infus memeberikan keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien
berulang kali
c. Mudah mengatur keasaman dan kebasaan obat dalam darah
d. Sebagai penambah nutrisi bagi pasien yang tidak dapat makan secara oral
e. Larutan penambah zat parenteral volume besar berfungsi sebagai dialisa pada
pasien gagal ginjal.

Persyaratan Infus:
a. Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen
b. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada dalam
sediaan
c. Penggunaan wadah yang cocok yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril
d. Tersatukan tanpa terjadi reaksi

Penggolongan Infus
a. Larutan irigasi : sediaan infuse yang mengandung elektrolit tubuh seperti : Na+,
K+,Cl++, asetat. Terganggunya keseimbangan elektrolit plasma (asidos, alkalosis)
disebabkan oleh kecelakaan, kebakaran, operasi atau perubahan patologis
organ,gastroenteritis, demam tinggi.
b. Infuse karbohidrat : infus yang berisi glukosa dan dekstrosa yang cocok untuk
donor kalori, kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia dll.
c. Larutan irigasi: jumlahnya 3 liter tidak disuntikan kedalam vena, tetapi diluar
sistem peredaran darah. Digunakan untuk merendam atau mencuci luka-luka
sayatan bedah dan dapat mengurangi perdarahan. Contoh glicyne 1,5% larutan
asetat 0,25%
d. Larutan dialisis peritonkal : dalam jumlah besar 2 liter, tidak disuntikan kedalam
vena tetapi dibiarkan mengalir kedalam rongga peritoneal. Tujuan penggunaannya
menghilangkan senyawa toksik yang dieksresikan oleh ginjal pada khasus
keracunan atau kegagalan ginjal. Contoh larutan dianeal 1,5% dan 2,5%.
e. Larutan plasma expander : sediaan larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, operasi,
dll.
2.2 Zat Aktif
Glukosa
a. Farmakologi
Aspek penting farmakologi dari dextrose adalah untuk menangani hipoglikemia.
Dextrose akan diserap secara cepat pada traktus intestinal, didistribusikan ke
seluruh tubuh, setelah itu diekskresikan melalui urine.
b. Farmakodinamik
Dextrose atau glukosa merupakan monosakarida yang umum ditemukan dalam
tubuh. Dextrose memiliki beberapa peran dalam metabolisme tubuh, di antaranya
adalah sebagai sumber energi.
Dextrose yang masuk ke dalam tubuh akan secara cepat dimetabolisme untuk
menghasilkan ATP (adenosine triphosphate) melalui proses aerobik maupun
anaerobik. Satu molekul glukosa akan menghasilkan 36 molekul ATP pada proses
aerobik dan 2 molekul ATP pada proses anaerobik.
Glukosa yang berlebih akan disimpan di dalam tubuh sebagai lemak dan
glikogen pada hati dan otot. Simpanan glukosa pada hati dan otot nantinya akan
mengalami proses glukoneogenesis apabila terdapat penurunan kadar glukosa di
dalam tubuh.
Dextrose juga berperan pada pentose phosphate pathway, yang biasa disebut
dengan phosphogluconate pathway. Proses ini merupakan proses alternatif dari
glukoneogenesis. Sekitar 30% oksidasi dari glukosa pada hati terjadi
melalui pentose phosphate pathway. Fungsi dari jalur ini adalah untuk sintesis dari
nukleotida dan nukleotida.
Salah satu indikasi pemberian dextrose adalah hipoglikemia. Peningkatan
serum glukosa secara cepat setelah pemberian bolus dextrose melalui intravena
akan menyebabkan peningkatan insulin secara mendadak dengan puncak pada
menit ke 3-5 dan mulai reda dalam 10 menit. Apabila peningkatan glukosa telah
stabil, maka fase kedua sekresi insulin akan terjadi.
Insulin akan mengurangi konsentrasi dari serum glukosa melalui 3 mekanisme,
yaitu menghambat produksi glukosa dari hati, menekan produksi glukagon dari sel
alfa dalam pankreas, dan memicu uptake dari glukosa oleh
myocyte dan adipocyte.  Penurunan kadar serum glukosa dalam darah akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin dan sekresi glukagon akan berlanjut
sehingga keseimbangan serum glukosa dalam tubuh akan terjaga.
c. Farmakokinetik
Cairan dextrose yang diberikan melalui oral akan diserap secara cepat pada traktus
intestinal, penyerapan akan berlangsung selama 10-20 menit sampai terjadinya
peningkatan glukosa plasma. Dextrose dengan sediaan intravena akan secara
langsung bersirkulasi di dalam darah dextrose, lalu diserap, dan kemudian akan
disekresi melalui urine. Dextrose memiliki bioavailabilitas 100%.
Absorpsi
Dextrose yang diberikan melalui oral akan diabsorpsi di traktus intestinal selama
10-20 menit. Setelah itu, akan terdapat peningkatan glukosa pada plasma. Dextrose
yang diberikan melalui intravena, yang memiliki bioavailabilitas 100%, akan
beredar di dalam darah dan diabsorpsi.
Distribusi
Dextrose akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui darah.
Metabolisme
Dextrose akan dimetabolisme melalui asam piruvat atau laktat menjadi karbon
dioksida dan air.
Eliminasi
Dextrose yang berlebih akan dieliminasi melalui urine.

2.3 Preformulasi
a. Glukosa (Dirjen POM, FI edisi III)
Pemerian glukosa hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih; tidak
berbau; rasa manis. Kelarutannya mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%) P. Untuk Stabilitasnya stabil
dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan penyimpanan yang kering,
dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam
larutan, penyimpanan dalam wadah dosis tunggal. pH : sediaan injeksi glukosa
stabil pada pH 3,5-6,5. Lalu, Inkompatibilitas : dengan vitamin K akan kehilangan
kejernihannya ketika larutan infuse glukosa dicampurkan dengan sianokobalamin,
kanamisin SO4, novobiosin Na dan wafarin Na, eritromisin, vitamin B komplek.
b. Natrium Chlorida (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal.
637-638)
Natrium klorida berbentuk serbuk hablur putih atau hablur tidakberwarna
mempunyai rasa asin. Sinonimnya Natrii Chloridum. NaCl berkhasiat sebagai
Pengisotonis. Kelarutannya Agak larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian etanol
95%, larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air. Rentan pH NaCl
6,7- 7,3 denganWadah dan penyimpanan yang tertutup baik. Inkompatibilitas cairan
Natrium Klorida encer bersifat korosif terhadap besi. Bereaksi membentuk endapan
dengan perak, timah, dan garam raksa. Pengoksidasi kuat yang melepaskan klorin
dari larutan natrium klorida. Daya larut dari bahan pengawet metilparaben dapat
menurun dalam larutan natrium klorida.

c. Carbon aktif / Carbon Adsorben (FI edisi IV Hal.173)


Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
Khasiat : Adsorben

d. Aqua pro Injectione (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition hal


766-768)
Cairan jernih, tidak berbau tidak berbau dan tidak berasa.SinonimAir steril untuk
injeksi.Berkhasiat sebagai Pelarut.Disimpan dalam wadah dosis tunggal, dari kaca
atau plastic, tidak lebih besar dari 1L.

2.4 Data Pendukung


a. Data zat aktif

Zat Aktif Bahan Cara pH Cara Khasiat


Pembawa Suntik Stabilitas Sterilisasi
Glukosa Aqua pro I.v (Intra 3,5 – 6,5 Sterilisasi Kalorigenikum,
injection vena) A
mengatasi
hipoglikemia,
memenuhi
kebutuhan gula

b. Data Zat Tambahan


Natrium klorida ditambahkan sebagai zat tambahan yang berfungsi sebagai zat
pengisotonis agar tonisitas sediaan sama dengan tonisitas dalam darah. Apabila
sediaan yang dibuat tidak isotonis maka akan terjadi hemolisis karena sediaan
hipotonis atau sel akan mengalami pengkerutan karena sediaan hipertonis.
Selain itu, ditambahkan juga arang jerap yang berfungsi sebagai bahan untuk
membebaskan pirogen. Sediaan infuse yang baik harus steril atau terbebas dari
pirogen. Pirogen merupakan zat yang menyebabkan demam. Pirogen bersifat larut
air dengan diameter <0,22 μm sehingga dapat lolos filter, oleh karena itu
dibutuhkan zat yang dapat menjerap pirogen sehingga sediaan dapat terbebas dari
pirogen seperti karbon 0,1% dari volume total. Proses untuk menghilangkan
pirogen dari suatu larutan disebut depirogenasi yang banyak digunakan untuk
memberikan permukaan yang mengalami kontak dengan pirogen.
Digunakan pula aquadest pro injeksi (a.p.i) yang merupakan pembawa air
sebab cairan yang akan masuk kedalam pembuluh darah dalam jumlah besar
sehingga bila digunakan pelarut non air berpotensi menempel pada pembuluh dan
menyebabkan penyumbatan. (Sweatman, 2009)
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1 Formulasi
Komposisi Formula yang Diberikan :

R/ Infus Glukosa 25 g

m.f. Injeksi No. I


da in infus 100 ml

3.2 Formula Acuan (Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Steril


Products Volume 6, Halaman 182)

3.3 Perhitungan Tonisitas dan Osmolaritas


Perhitungan Tonisitas
Zat E (FI Ed. IV) C
0,05 g
Glukosa 0,18 (Hal.1241) × 100% = 5 %
1 ml
0,0005 g
Karbon aktif - × 100% = 0,05 %
1 ml

W = 0.9 – (∑C × E)
= 0,9 – (5 × 0,18)
W = 0,9 – 0,9
W = 0 g/100 ml (isotonis) (tidak perlu menggunakan NaCl)

Perhitungan Osmolaritas
BM Glukosa = 180
5 g /0,1 L
Osmolaritas Glukosa = × 1000 × 1
180
= 277,77 mosmol/L (isotonis)
Berdasarkan tabel hubungan osmolarita dan tonsisitas :
Osmolaritan (Mosmole/liter) Tonsisitas
>350 = Hipertonis
329-350 = Sedikit hipertonis
270-328 = Isotonis
250-269 = Sedikit Hipotonis
0-249 = Hipotonis

3.4 Formula yang diterapkan


Injeksi Glukosa

Tiap 1 ml mengandung :
Glukosa 5%
Karbon aktif 0,05 %
Aqua pro Injection ad 1 ml

3.5 Perhitungan Bahan


Volume yang diisi
dilebihkan 2 % = 100 ml + ( 2 % × 100 ml)
= 100 ml + 2 ml
= 102 ml
Volume yang dibuat
dilebihkan 20 % = 100 ml + ( 20 % × 100 ml)
= 100 ml + 20 ml
= 120 ml
5
a. Glukosa = × 120 ml
100
=6g
5
Dilebihkan 5 % = ×6g
100
= 0,3 g
Yang digunakan = 6 g + 0,3 g
= 6,3 g
0,05
b. Karbon aktif 0,05 % = × 120 ml
100
= 0,06 g
= 60 mg
c. Aqua pro injeksi ad 120 ml

3.6 Penimbangan Bahan


No Nama Zat Obat Penimbangan
.
1. Glukosa 6300 mg
2. Karbon aktif 60 mg
3. Aqua pro injeksi Ad 120 mL

3.7 Data Tambahan


3.7.1 Data zat pembantu
Nama zat Bahan pH Cara E NaCl Khasiat
pembantu pembawa stabilitas sterilisasi
Carbon Aqua Pro - Sterilisasi D - Pembebas
adsorben Injection (Oven) pirogen

3.7.2 Alat dan cara sterilisasinya

Waktu Sterilisasi
No Alat Yang Cara Paraf Paraf
. Digunakan Sterilisasi Awal Akhir
Pengawas Pengawas

Autoclave
1. Corong gelas
30 menit
Autoclave
2. Pipet tetes
30 menit
Autoclave
3. Kertas saring
30 menit
Autoclave
4. Kapas
30 menit
5. Perkamen Autoclave
30 menit
Flambeer
6. Pinset
20 detik
Flambeer
7. Gelas arloji
20 detik
Flambeer
8. Pengaduk kaca
20 detik
Flambeer
9. Sendok spatula
20 detik
Oven 60
10. Botol Infus
menit
Oven 60
11. Erlenmeyer
menit
Oven 60
12. Beaker glass
menit
Oven 60
13. Gelas Ukur
menit
Oven 60
14. Carbon adsorben menit

Setelah
mendidih
15. Air
panaskan
30 menit
Karet pipet dan tutup Direbus 30
16.
botol infus menit

3.8 Formula Akhir


Injeksi Glukosa

Tiap 100 mL mengandung :


Glukosa 5g
Karbon aktif 50 mg
Aqua pro Injection ad 100 mL

3.9 Langkah Pembuatan Sediaan


1. Siapkan bahan dan sterilkan sesuai dengan prosedur.
2. Timbang masing-masing bahan. Masing-masing bahan dilarutkan dengan aqua
pro injeksi di dalam erlemeyer. Bilas kaca arloji 2x dengan aqua pro injeksi.
3. Tuangkan aqua pro injeksi sampai tanda kalibrasi tercapai 120 ml
4. Cek pH dengan kertas pH (pH = 3,5-6,5. Fornas Edisi II Halaman 137)
5. Karbon aktif dimasukkan ke dalam larutan. Beaker glass ditutup dengan kaca
arloji dan disiapkan batang pengaduk.
6. Hangatkan larutan pada suhu 60°selama 15 menit sambil diaduk.
7. Siapkan kertas saring, dibasahi dulu dengan air bebas pirogen.
8. Pindahkan corong dan kertas saring ke erlemeyer steril bebas pirogen.
9. Saring larutan hangat-hangat ke dalam erlemeyer.
10. Cek pH sediaan dengan pH meter dan lakukan uji kejernihan.
11. Isi langsung ke dalam botol infus 100 ml.
12. Pasang tutup karet botol infus steril dan ikat simpul.
13. Sterilisasi akhir larutan infus di dalam autoclave selama 30 menit.
14. Lakukan pengemasan.

3.10 Tabel Sterilisasi Akhir


Bahan/Alat Cara Sterilisasi Awal Akhir
Jam Paraf Jam Paraf
Infus Glukosa Autoclave 30 menit

3.11 Evaluasi Sediaan


1. Kejernihan
Kejernihan sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran atau Zahra pada sediaan,
kemudian lakukan dengan memutar botol 180o berulang-ulang di depan suatu
background, larutan jernih jika tidak berwarna sesuai dengan warna sediaan.
Prosedur kejernihan adalah melihat botol infus pada latar belakang yang gelap lalu
dilihat adakah kotoran yang mengapung pada sediaan dan pada latar putih untuk
partikel hitam

2. Uji pH
Standar : 3,5-6,5 (Fornas Edisi II Halaman 137)
Alat : kertas pH dan pH meter
Prosedur :
Dengan kertas pH : Celupkan indikator pH ke dalam sediaan, tentukan hasilnya
dengan melihat perbandingan warna di kotak indikator pH
Dengan pH meter :
a. pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang PH sama dengan PH
yang akan diukur.
b. Batang elektrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.
c. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan diukur pH nya.
d. Menekan auto read lalu enter.
e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Evaluasi Sediaan

Infus Kejernihan pH

Nb : (√ ) memenuhi standar
( x ) tidak memenuhi standar

4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
LAMPIRAN PENGEMASAN

Kotak Obat
Etiket

Brosur
GLOSUM
GLUKOSA 5 g

STERIL
BEBAS PIROGEN
LARUTAN INFUS UNTUK PEMAKAIAN INTRA VENA

KOMPOSISI
Glukosa 5 g
Karbon aktif 50 mg
Aqua pro injectio 100 ml

CARA KERJA OBAT


Merupakan sumber kalori dan cairan yang berperan penting dalam
memelihara tubuh.

INDIKASI
Untuk memenuhi kalori dan cairan yang dibutuhkan tubuh

CARA PEMBERIAN
Intravena
Kecepatan air yang dianjurkan 3 ml/kg/BB/menit atau 7 tetes/70
kgBB/menit atau disesuaikan dengan kondisi penderita

KONTRA INDIKASI
Hipernatremia, hiperglikema, hypokalemia dan diabetes melitus

EFEK SAMPING
 Reaksi – reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau
cara pemberiannya, terimasuk timbulnya panas, infeksi pada
tempat penyuntikan, trombosis vena atau fiebitis yang meluas
dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
 Bila terjadi efek samping, pemakaian harus dihentikan dan
lakukan evaluasi terhadap penderita

PERINGATAN
 Hati – hati bila diberikan kepada penderita gagal jantung
kongestif, gangguan fungsi ginjal, hipoproteinemia, udem
periferal atau pulmonari.
 Hati – hati bila diberikan pada anak – anak dan penderita usia
lanjut, pada kasus hipertensi dan toksemia pada kehamilan.
 Untuk pemberian jangka panjang sebaiknya lakukan uji
laboratorium secara periodik untuk memonitor serum
ionogram, keseimbangan asam basa dan cairan.

INTERAKSI OBAT
Tidak ada

CARA PENYIMPANAN
Pada suhu kamar/ruangan antara 25 - 30°C

KEMASAN
Botol Kaca 100 mL

NO. REG DKL1925238449A1


NO BATCH 9251011
MFG. DATE NOVEMBER 2021
EXP. DATE NOVEMBER 2022

DIPRODUKSI OLEH
PT. DISMAJ FARMA
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press
Anief, Moh. 2005. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Depkes RI.
Ditjen POM. (1978). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Niazi, S.K., 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Sterile


Product, Vol. 6. CRC Press. Boca Raton London New York Washington, D.C.
Rowe, Raymond C, Paul J Sheskey, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.

Anda mungkin juga menyukai