Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan
ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Dalam farmasi
juga mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya adalah matematika, fisika,
biologi, kimia, dan masih banyak cabang ilmu lainnya. Salah satu Ilmu yang
mendasar dari farmasi yaitu sterilisasi (Dirjen POM, 1979).
Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam
hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi,bakteri, mycoplasma,virus) yang
terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau
proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme. Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme. Target suatu metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe
mikroorganisme yaitu tergantung dari asam nukleat, protein atau membrane
mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi disebut sterilant didalam
sterilisasi ada infus (Pratiwi, 2006).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air
sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus
dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung
tambahan berupa pengawet antimikroba. Larutan untuk infus, diperiksa secara
visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel.
Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase. (British
Pharmaceutical, 2001).
Cairan infus adalah air yang dimurnikan lewat proses penyulingan.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan. Cairan infus juga digunakan sebagai larutan

1
awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus dehidrasi
karena asupan oral tidak memadai, demam, dan lain-lain (Agoes, 2008).
Infus intravena (intravenous fluids infusion) merupakan cairan yang
diberikan ke dalam tubuh pasien melalui jarum ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) dengan tujuan untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-
zat makanan dari tubuh seperti elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yangtidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen
darah,memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral, memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry and Potter, 2005).
1.2 Maksud dan tujuan
1.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari praktikum ini yaitu :
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara sterilisasi dari
sediaan steril.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara memformulasi dari
sediaan steril.
3. Untuk dapat mengetahui dan memahami perhitungan isotonis
1.2.2 Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara sterilisasi dari
sediaan infus dengan zat aktif Natrium laktat.
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara memformulasi
dari sediaan infus dengan zat aktif Natrium laktat.
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui perhitungan isotonis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Injeksi dan Infus
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan
yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui kulit.
Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan
menggunakan teknik steril. Injeksi whitening adalah suatu metode untuk
memasukkan liquid yang besifat depigmentasi dengan menggunakan spuit dan
jarum melalui kedalaman kulit tertentu agar bahan-bahan dapat didorong masuk
kedalam tubuh (Potter & Perry, 2005).
Infus adalah sediaan parenteral volume besar yang ditujukan untuk
diberikan secara intravena. Infuse atau cairan infuse dikemas dalam wadah yang
mempunyai kapasitas dari 150 sampai 1000 ml. infuse tipe ini dengan wadah
kapasitas 250 ml tersedia dengan pengisian 50 ml dan 100 ml larutan obat ketika
digunakan dalam teknik “piggyback” (Turco, et al, 1974).
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam
venadalam volume relative banyak, mengacu kepada injeksi untuk pemberian
intravena dan dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih (Tungadi, 2017).
2.1.2 Tujuan Pemberian Infus
Cairan intravena umumnya digunakan untuk sejumlah kondisi klinik.
Berikut tujuan pemberian infuse menurut Gennaro et al (1990), antara lain :
1. Memperbaiki kerusakan keseimbangan elektrolit
2. Memperbaiki kerusakan cairan tubuh (pengganti cairan)
3. Berperan dalam penyediaan nutrisi dasar
4. Dasar untuk penyediaan total nurisi parenteral
5. Digunakan untuk pembawa substansi obat

3
2.1.3 Metode Pemberian Infus
Menurut Gennaro et al (1990), pemberian infus dapat diberikan dalam 3
metode yaitu :
1. Injeksi intravena langsung
Volume kecil (1-50 ml) dan obat disuntikkan kedalam vena dalam waktu
singkat (1-5 menit). Suntikan juga dapat diberikan melalui tempat injeksi karet
yang siap tergantung. Metode ini sesuai untuk jumlah obat yang berbentuk tetapi
terlalu berbahaya untuk kebanyakan obat.
2. Metode Pengontrolan Volume
Alat kontrol volume ditujukan untuk infus berselang larutan obat dan
jumlah tepat pada pengontrolan laju aliran alat atau metode ini meliputi alat
kalibrasi plastik, tempat penampungan langsung di bawah wadah, i.v yang
sebelumnya dipasang atau lebih sering dilekatkan pada penyediaan cairan yang
bebas. Pada kasus yang lain, obat yang diberikan pertama disusun kembali bila
obat merupakan padatan steril dan disuntikkan kedalam tempat penyuntikan karet
dari unit pengontrol volume kemudian dilarutkan dalam 50-150 ml dengan caiaran
pertama atau cairan yang terpisah. Pemberian seluruh larutan yang mengandung
obat 30-60 menit dan menghasilkan konsentrasi puncak pada darah diikuti oleh
penurunan bila dosis di hentikan. Prosedur untuk pemberian infus berselang
dengan satu alat pengontrol volume sbb :
a. Menggunakan teknik aseptik, alat penusuk volume control dimasukkan
kedalam cairan i.v utama atau pada wadah cairan yang terpisah
b. Udara dihilangkan dari pipa alat pengontrol volume dengan membuka
klem sampai cairan mengalir
c. Klem dibuka diatas tempat kalibrasi dan chamber kalibrasi diisi dengan
25-50 ml cairan dari wadah utama atau wadah cairan yang terpisah
d. Klem diatas chamber ditutup
e. Obat disuntikkan melalui tempat karet untuk pengontrol volume
f. Klem diatas chamber dibuka untuk mencukupkan larutan hingga volume
yang diinginkan (50-150 ml) lalu ditutup
g. Aliran dimulai jika klem bawah unit volume kontrol dibuka

4
3. Metode Piggyback
Metode piggyback menunjukkan tetesan berselang intravena dari larutan
kedua, campuran obat melalui tempat penusukan vena dari system intravena yang
telah dibuat sebelumnya. Dengan cara ini obat akan masuk pada vena mulai dari
bagian atas cairan intravena yang pertama. Teknik piggyback tidak hanya
mengurangi keperluan untuk penusukan vena yang lain, tapi juga menghasilkan
pengenceran obat dan konsentrasi puncak dari darah dalam waktu yang relatif
singkat biasanya 30-60 menit. Pengenceran obat membantu mengurangi iritasi
serum yang tinggi sebelumnya merupakan pertimbangan penting dalam infeksi
serius yang memerlukan terapi obat yang tepat. Keuntungan ini telah
mempopulerkan metode piggyback dari terapi intravena terutama untuk
penggunan berselang antibiotik.
2.1.4 Syarat-syarat Parenteral Volume Besar
Kecuali dinyatakan lain, infus tidak diperbolehkan mengandung
bakterisida dan zat dapar, larutan untuk infus intravena harus jernih dan bebas
partikel (Depkes RI, 1997).
Cairan intavena adalah larutan steril dari bahan-bahan kimia sederhana
seperti gula, asam amino atau bahan-bahan elektrolit yang mudah di bawa dalam
sistem sirkulasi dan diasimilasikan. Dibuat dengan air untuk injeksi USP. Larutan
bebas pirogen, karena volume besar digunakan secara intravena ketidak adanya
bahan-bahan partikulat mengasumsikan peranan yang signifikan pada
kemungkinan biologis dihasilkan dari partikel-partikel yang tidak larut. Tidak
adanya bahan partikulat atau kejernihan cairan intravena sangat penting pada
waktu digunakan pada suatu waktu penggunaanya untuk manipulasikan pada
rumah sakit sebagai waktu pembuatan injeksi (Gennaro, 1990).
2.1.5 Kecepatan Alir Infus
Dokter dapat menginginkan infus cepat atau lambat tergantung tujuan
penggunaannya. Dokter dapat menginginkan cairan atau mungkin lebih suka
pemberian elektrolit. Perhatian utamanya dapat pada pemberian obat atau tidak
perlu dengan cairan, kecepatan aliran biasanya atau secara normal dari larutan
isotonik viskositas rendah (5% D/W, garam NaCl, RL) adalah sekitar 125 ml/jam

5
atau 1 l/8 jam ini sekitar 2 ml/menit. Larutan hipertonik yang tinggi seperti larutan
hyperalimentasi diberikan rata-rata lebih dari 1 L/8 jam atau 3 liter setiap 24 jam.
Hanya pada kasus khusus (kehilangan darah, shock atau pemberian anestesi) dapat
diberikan rata-rata 1 L setiap 1 ½ jam. Jumlah ini sama dengan 11 ml/menit.
Tujuan sering ditulis sebagai kwo dan dalam hal ini kecepatan penggunaan
harus lambat. Tujuannya adalah untuk menjaga cairan intravena mengalir dalam
antipasi tetapi lebih lanjut. Kecepatan alir intravena dibawah 10 ml/jam
mengurangi tekanan pada titik dimana darah akan meregulasi melalui jarum dan
tube dan penggumpalan darah dapat terjadi. Jika terlalu cepat, dapat terjadi shock
(Turco, 1970).
2.1.6 Pewadahan
Wadah untuk cairan harus dirancang untuk mempertahankan sterilitas
larutan, kejernihan (bebas dari bahan partikulat) dan tidak mengandung pirogen
dari waktu penyiapan, penyimpanan dan selama pemberian klinik. Penutup wadah
harus dirancang untuk memudahkan pemasukan (inversi) dari alat pemberian
dimana injeksi diberikannya, pada kecepatan aliran yang diatur, kedalam vena
yang cocok. Cairan intravena dalam wadah gelas dan plastik, yang dibuat dari
bahan plastic yang fleksibel atau semi kaku, cairan intravena tersedia dalam
ukuran 100 ml, 500 ml dan 250 ml. Dalam penambahan 250 ml untuk kapasitas
wadah yang dikemas dalam 50 ml atau 100 ml D5/W dari injeksi NaCl untuk
penggunaan piggyback (Gennaro, 1990).
Cairan intravena dalam wadah gelas dikemas tanpa udara, dimana harus
dikeluarkan untuk digunakan untuk cairan yang meninggalkan wadah gelas
intravena dan mengalir lewat alat pemberian, beberapa mekanisme diperlukan
untuk membiarkan udara yang masuk kedalam wadah. Sistem plastik tidak perlu
fleksibel dari pemasukan udara. Tekanan atmosfir akan menekan wadah dalam
cairan untuk mengalir. Semua wadah gelas dan plastik dosis tunggal seharusnya
dibuang setelah dibuka jika tidak digunakan (Gennaro, 1990).
Cairan intravena dikemas dengan kira-kira 3% kelebihan isi untuk
menghilangkan udara dan alat pemberian dan memperbolehkan volume dilabeli
untuk dikeluarkan pada wadah. Wadah diakhiri dengan kelebihan 20 ml pada

6
skala yang memungkinkan volume dalam wadah untuk ditentukan dari atas atau
posisi yang diinversi. Wadah gelas mempunyai pembuka atau tali plastik untuk
pemberian intravena sementara wadah plastik mempunyai pembuka eyelet atau
tali plastic (Gennaro, 1990).
2.1.7 Keuntungan dan Kerugian Infus
Keuntungan pemberian infus secara intravena menurut Ansel (1989)
adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar berkerja cepat, seperti
keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak tidak dapat diajak bekerja
sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbs dapat diatur
Menurut Ansel (1989) beberapa kemungkinan terjadinya kerugian dalam
pembuatan infus adalah sebgai berikut :
1. Emboli udara
2. Inkompatibilitas obat
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi
5. Sepsis
6. Thrombosis atau phlebitis
7. Pemekaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien
8. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi
9. Lebih mahal dari pada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang hrus dipenuhi (Steril, bebas pirogen, jernih, praktis,
bebas partikel.
2.1.8 Pengertian Pirogen
Pirogen adalah senyawa oganik yang menimbulkan demam, berasaldari
pengotoran mikroba dan merupakan penyebab banyak reaksi-reaksi fibril yang
timbul pada penderita yang menerima suntikan intravena (Ansel, 1989).

7
2.1.9 Sumber - Sumber Pirogen
Sumber utama dari pirogen adalah air yang digunakan untuk membuat
larutan. Walaupun air itu sendiri medium kultur yang buruk, kontaminasi dapat
terjadi melalui mikroorganisme yang membuat udara dan debu. Seperti yang telah
didiskusikan, inilah alasan satu-satunya digunakan dalam sediaan adalah air untuk
injeksi. Jika destilasi digunakan untuk menyiapkan air untuk injeksi, masih perlu
dirancang dan digunakan dengan lebih baik. Pirogen dipindahkan dari air dengan
destilasi, pirogen tidak menguap. Destilasi bebas pirogen dikumpulkan dalam
wadah steril dan bebas pirogen. Jika wadah tidak bebas pirogen, pirogen dalam
wadah akan dilarutkan dalam air, hal ini yang menyebabkan pirogenik (Depkes
RI, 2009).
Jika wadah tidak steril, mikroorganisme dapat tumbuh dan memproduksi
pirogen, menghasilkan larutan pirogenik. API, ketika dikumpulkan dalam wadah
bebas pirogen dan steril, harus digunakan kurang dari 24 jam untuk sediaan
produk parenteral yang disterilkan pada periode ini. Jika air untuk injeksi
disimpan untuk waktu yang lebih panjang, air untuk injeksi dapat disimpan dalam
wadah bebas pirogen dan steril pada suhu 5o atau 30 o
suhu dimana
mikroorganisme tidak akan tumbuh, kemungkinan menghilangkan pirogen.
Pilihan lain adalah sterilisasi air untuk injeksi, dengan demikian mempertahankan
stabilitas sampai waktu penggunaaan (Turco, 1970).
2.2 Studi Preformulasi Zat Aktif
2.2.1 Natrium Laktat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : SODIUM LACTAT
Nama lain : Natrium laktat
Rumus Molekul : C3CHOHCOONa
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 219,08 g/mol

8
Pemerian :  Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak pahit, meleleh basa.
Kelarutan : Larut dalam 0,25 bagian air, mudah larut
dalam etanol (95%)  P.
Stabilitas : Natrium laktat injeksi harus disimpan dalam
40oC atau kurang dimana injeksi harus
terlindung dari pembakuan.
Suhu : Harus disimpan pada suhu 40oC
pH : 5-7
Oksidasi : Natrium laktat mudah terbakar dan terurai
pemanasan
Hidrolisis : Natrium laktat harus disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat ditempat yang sejuk dan
tempat yang kering
Inkompatibilitas : Novabinson sodium, oksitetrasiklin HCl.
sodium karbonat edetat, sulfanidin sodium
Farmakologi : Berhunbungan dengan osmolaritas plasma
memperluas kompatemen ekstra seluler selama
masa infusiensi sirkulasi dan mengembalikan
natrium dan klorida yang hilang sehingga
cairan tetap tinggal didalam intrafaskular
Cara Sterilisasi : Menggunakan autoklaf
Dosis : -
Wadah : Dalam wadah yang tertutup rapat
Alasan Penambahan : Sebagai dapar
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat aktif

9
BAB III
PENDEKATAN FORMULA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Teknologi Sediaan Steril “Infus” dilaksanakan pada hari jum’at
12 November 2021 pada pukul 07:40 sampai 10:30 WITA di Laboratorium
Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Pendekatan Formula
3.2.1 Aqua Pro Injeksi (Depkes RI, 1979)
Nama resmi              : AQUA PRO INJECTION
Nama lain : Aqua untuk injeksi, api, water for injection
Berat molekul         : 18,02 g/mol
Rumus Kimia : H2O
Struktur Kimia :

Pemerian  : Keasaman, kebasaan, ammonium, besi,


tembaga, timbale, kalsium, klorida, nitrat,
sulfat, zat tenoksidasi menurut syarat yang
terasa pada aqua destilata
Kelarutan : Dapat bercampur dengan polar
Ph : 7
Suhu : 100o C
Hidrolisi : Dapat stabil dengan semua keadaan (cair dan
padat)
Oksidasi : Bebas dari karbondioksida
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan zat aktif dan semua
bahan tambahan dapat berlarut dengan logam
alkali kalsium karbida

10
Bentuk Zat : Cairan jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna
Cara Sterilisasi : Autoklaf
Wadah : Disimpan dalam wadah yang sesuai
Alasan Penambahan : Sebagai pembawa dan pelarut
3.2.2 Natrium Klorida (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi              : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Natrium klorida, garam dapur
Berat molekul         : 58,44 g/mol
Rumus Kimia : NaCl
Struktur Kimia :

Pemerian  : Kristal tidak berbau tidak berwarna atau


serbuk kristal putih tiap 1 gram
Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian air, dalam 2,7 bagian
air mendidih dan dalam kurang lebih 10
bagian gliserol P, sukar lart dalam etanol
(95%)
Ph : 7
Suhu :
Hidrolisi : NaCl merupakan garam yang pembentuknya
berasal dari asam kuat HCl dan basah kuat
NaOH.
Oksidasi :
Inkompatibilitas : Dapat mengurangi kelarutan metal paraben,
viskositas karbomer
Bentuk Zat : Kristal tidak berbau, tidak berwarna atau
sebuk putih tiap 1 gram

11
Cara Sterilisasi : Autoklaf
Wadah : Disimpan dalam wadah tertutup baik.
Alasan Penambahan : Sebagai zat aktif

12
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.1 Formulasi
R/
Natrium laktat 0,31%
Natrium klorida 0,9%
Api ad 500 mL
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Bahan
0 ,31
Natrium laktat = x 500
100
= 1,55 gr
0 ,9
Natrium klorida = x 500
100
= 4,5 gr
Api = 500 - (1,55 + 4,5)
= 493,45 ml
4.2.2 Tonisitas
Nama Bahan Sifat Elektrolit Berat Molekul
Natrium laktat Elektorlit kuat 112,06

Zat E Massa (gram) Tonositas


C3H5NaO3 0,52 1,55 0,81
Total 0,81

0 ,9
Jumlah nilai NaCl agar isotonis dalam sediaan 500 mL = x 500
100
= 4,5 gr
NaCl yang ditambahkan agar isotonis = 4,5 – 0,81
= 3,69 gr
Jadi, NaCl yang ditambahkan agar isotonis yaitu sebanyak 3,69 gr

13
4.2.3 Osmolaritas

C3H5NaO3 dalam 500 mL sediaan = 1,58


BM = 112,06
Jumlah Ion NaCl = Na+ + C3H5O3 = 2
g/L
mOsmole/L = x 1000 x Jumlah Ion
BM
1,58/0,5
= x 1000 x 2
112,06
= 56, 4 mOsmole/L
1
Na+ = x 56, 4
2
= 28, 2 mOsmole/L
1
C3H5O3 = x 56, 4
2
= 28, 2 mOsmole/L

14
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1 Cara Kerja
a. Grey area (Ruang sterilisasi)
1. Botol infus disterilisasi dengan oven pada suhu 170o c selama 1 jam
2. Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing-masing
3. Setelah disterilisasi semua alat dan wadah dimasukkan kedalam white
area menggunakan transfer box
b. Grey area (Ruang penimbangan)
1. Diukur aqua pro injeksi sebanyak 500 ml
2. Ditimbang Na-laktat sebanyak 0,31 g di atas kaca arloji steril
3. Ditimbang NaCl sebanyak 0,6 g diatas kaca arloji steril
c. White area (Ruang pencampuran)
1. Zat aktif dimasukkan kedalam gelas kimia yang telah dikalibrasi,
kemudian dilarutkan dengan air pro injeksi
2. Na-laktat dimasukkan kedalam gelas kimia yang telah dikalibrasi,
kemudian dilarutkan dengan aqua pro injeksi
3. Dilarutkan NaCl dengan air pro injeksi
4. ad dengan aqua pro injeksi
5. Disaring larutan dengan menggunakan kertas saring.
d. White area (Laf)
1. Dimasukkan larutan sebanyak 500 ml kedalam botol infus yang telah
disterilkan
2. Ditransfer ke grey area melalui pass box
e. Grey area (evaluasi)
1. Diberi etiket, dikemas dan dilengkapi dengan brosur
2. Dilakukan evaluasi sediaan.

15
5.2 Evaluasi
Tabel evaluasi sediaan infus
No Jenis Prinsip Syarat Hasil
1. Uji penetapan Uji pH 4-10 pH 6,2
menggunakan
pH meter
2. Uji Partikel Partikel Bebas dari Tidak terdapat
pengotor cairan partikel, serat partikulat
dihitung dengan halus
sistem elektrolit
yang dilihat
dengan latar
belakang hitam
3. Penetapan Dua tabung Kejernihan Jernih
Kejernihan reaksi zat uji sampe dengan
dan suspensi aturan pelarut
larutan yang
dibandingkan 5 digunakan
menit dengan
pembawa
suspensi
4. Uji volume Pengukuran Volume rata- Volume yang
terpindahkan jumlah sediaan rata yang dihasilkan sudah
yang dikemas diperoleh dari sesuai dengan
dalam wadah wadah tidak ketentuan syarat.
dikeluarkan dari kurang dari
wadah aslinya 100% dan tidak
ada satupun
wadah yang
kurang dari
95% dan

16
volume
dinyatakan
pada etiket
5. Uji kebocoran Botol diputar Tidak ada Tidak terdapat
1800 C diuji larutan yang kebocoran pada
apakah ada keluar sediaan
tetesan yang
mengalir

BAB VI
PEMBAHASAN

17
6.1 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk membuat sediaan steril berupa sediaan infus
ringer laktat. Infus adalah proses mengekstraksi unsur – unsur substansi terlarut
(khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh.
Pemberian infus kepada pasien dilakukan melalui intravena. Terapi intravena
adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat
intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini
sering kali merupakan tindakan life saving seperti saat kehilangan banyak cairan,
dehidrasi dan syok. Pembuatan infus ringer laktat dibuat dengan sterilisasi akhir.
Sediaan infus ringer laktat harus dibuat steril sebab berhubungan langsung dengan
darah atau cairan tubuh serta jaringan tubuh yang pertahanannya terhadap zat
asing tidak selengkap pada bagian lain tubuh seperti saluran cerna atau
gastrointestinal. Dengan kondisi sediaan steril dan bebas mikroba maupun pirogen
diharapkan terhindar dari adanya infeksi sekunder.
Sediaan infus RL mengandung zat aktif Na Laktat dan NaCl. Sedangkan
bahan lainnya yaitu Aqua Pro Injeksi (API), carbo adsorben,. NaCl dapat dipakai
sebagai cairan resusitasi (replacement therapy), mengganti cairan tubuh atau
elektrolit dalam tubuh yang hilang, dan sebagai pengencer sel darah merah
sebelum transfusi.Na Laktat berfungsi sebagai buffering agent dan isotonis agent,
selain itu laktat dalam RL juga berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik. Aqua pro injeksi berfungsi sebagai pelarut, merupakan air
untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan lainnya. Carbo adsorben berfungsi
sebagai pengikat pengotor yang mungkin ada.
Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan,
dengan tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau
belum, sebab hal itu berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap cairan
tubuh yang akan diberi larutan infus. Larutan yang isotonis adalah larutan larutan
yang memiliki tekanan osmose sama dengan tubuh, dalam keadaan isotonis
larutan yang diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan larutan
yang hipotonis akan menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau lisis, karena

18
tekanan diluar sel lebih rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan
pecah, mengingat tekanan osmose berjalan dari cairan konsentrasi rendah (encer)
ke cairan bertekanan tinggi (pekat) sebaliknya pada keadaan hipertonis akan
mengakibatkan keadaan diluar sel lebih tinggi dibandingkan di dalam sel.
Sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan hipotonis lebih berbahaya
dibandingkan hipertonis, sebab larutan hipotonis bersifat irreversible (sel sudah
pecah), sedangkan hipertonis bersifat reversible (sel dapat lembali normal). Dari
perhitungan tonisitas pada larutan ringer laktat yang dibuat sesuai dengan formula
diatas, larutan tersebut memiliki sifat hipotonis. Oleh karena itu agar larutan
isonotis maka ditambahkan NaCl 0,9%. Menurut perhitungan jumlah penambahan
NaCl 0,9% sebanyak 3,69 gr.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan membersihkan alat dan
bahan, kemudian menimbang semua bahan yang akan digunakan lalu di sterilkan
semua alat dan bahan yang akan digunakan karena menurut Saifudin (2011),
sterilisasi bertujuan untuk mematikan, menghambat pertumbuhan dan
menyingkirkan semua mikroorganisme yang ada pada alat dan bahan yang akan
digunakan dalam suatu pengerjaan untuk menghasilkan suasana yang aseptis.
Setelah melalui proses sterilisasi, dilakukan pembuatan infus ringer laktat.
Dilakukan pembuatan API dimana menurut Gennaro (1990), API adalah
air murni hasil destilasi yang telah disterilkan dan digunakan sebagi pelarut bagi
sediaan yang akan dimasukan kedalam tubuh melalui jalur pemberian parenteral.
Pembuatan API dilakukan dengan cara dipanaskan air sebanyak 700 ml kemudian
ditambahkan zat karbon sebanyak 1 gram. Selanjutnya disaring air yang telah
dipanaskan menggunakan kertas saring. Menurut Suryanto (2009), penyaringan
bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dengan residu atau untuk memisahkan
antara zat padat dengan zat terlarut.
Diukur API sebanyak 500 ml kemudian dilarutkan Na laktat sebanyak 1,55
gram dengan API, lalu dilarutkan NaCl kedalam larutan Na laktat hingga larut dan
ditambahkan API sedikit demi sedikit hingga mencapai 500 ml. Dikemas dan
diberikan etiket dan brosur.

19
Larutan ringer laktat yang sudah disterilisasi akhir kemudian dilakukan
beberapa pengujian. Tujuan dari pengujian – pengujian tersebut antara lain untuk
memenuhi standar sediaan yang di inginkan, layak untuk dipakai atau tidak,
karena bentuk sediaan infus harus memiliki kejernihan yang tinggi, tidak ada
partikel, steril, tidak bocor dan mempunyai PH yang sesuai. Uji larutan yang
dilakukan pada praktikum diantaranya uji ph, uji kebocoran, dan uji kejernihan.
Pertama diperiksa tingkat keasamannya dengan uji pH. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan PHmeter. Larutan harus sesuai dengan pH larutan tubuh
dan telah memenuhi syarat isotonis. Isotonis adalah keadaan dimana pH larutan
sama dengan pH darah. Hasil uji ph pada praktikum ini yaitu 6,7 dimana menurut
Pradika (2008), derajat keasaman (pH) darah manusia berkisar antara 7,35-7,45
sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan infus yang dibuat belum isotonis.
Selanjutnya dilakukan uji kebocoran, dimana menurut Kastango (2004), uji
kebocoran dilakukan untuk memastikan bahwa botol yang digunakan benar-benar
baik sehingga dosis yang didapatkan sesuai dengan dosis yang diinginkan. Selain
itu adanya kebocoran dapat menyebabkan partikel asing masuk, partikel ini dapat
berupa mikroorganisme atau pirogen, yang menandakan bahwa larutan tersebut
tidak lagi steril. Adanya kebocoraan juga dapat berpengaruh pada distribusi atau
penanganan sediaan tersebut. Pada sediaan botol yang dihasilkan pada praktikum
kali ini tidak terdapat kebocoran, sehingga larutan tetap dalam keadaan jernih..
Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap kejernihan larutan. Kemudian
dilakukan uji kejernihan dimana menurut Maharani (2013), uji kejernihan
dilakukan untuk memastikan larutan atau sediaan bebas dari pengotor. Pada uji
kejernihan ini hasilnya positif tidak terdapat partikel asing, dibuktikan dengan
larutan yang jernih sehingga disimpulkan bahwa sediaan infus yang dibuat
memenuhi persyaratan untuk uji kejernihan dimana menurut Agoes (2013),
sediaan parenteral harus memenuhi beberapa persyaratan yakni isotonis, isohidris,
bebas pirogen, stabil baik secara fisika, kimia, dan mikrobiologi serta bebas dari
partikel asing (zat pengotor).
Kemungkinan kesalahan dari praktikum kali ini yaitu pada proses
sterilisasi masih ada alat dan bahan yang belum tersterilisasi dengan baik yang

20
menyebabkan alat dan bahan tersebut masih mengandung mikroba atau bahan
pengotor lainnya serta kesalahan dalam penimbangan sampel sehingga sediaan
yang dibuat kurang maksimal. Kesalahan juga terdapat pada formulasi dimana
ketika bekerja jauh dari lilin sehingga sediaan yang dibuat kurang steril serta pada
proses evaluasi yang kurang teliti menyebabkan data yang diperoleh kurang tepat

21
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam
hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma,
virus) yang terdapat dalam suatu benda. Prosesini melibatkan aplikasi
biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau
menghilangkan mikroorganisme. Sterilisasi di desain untuk membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu metode inaktivasi
tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari
asam nukleat, protein atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen
kimia untuk sterilisasi disebut sterilant didalam sterilisasi ada infuse.
2. Cairan infus adalah air yang dimurnikan lewat proses penyulingan.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Cairan infus juga
digunakan sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum
diketahui, misal pada kasus dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,
demam, dan lain-lain.
3. Perhitungan isotonis yaitu bila dua larutan memiliki tekanan osmose yang
sama maka kedua larutan tersebut di katakan isotonis. 
7.2 Saran
7.2.1 Saran Kepada Jurusan
Di harapkan kepada jurusan agar lebih memperhatikan infrastruktur yang
ada di laboratorium agar proses praktikum berjalan dengan lancar.
7.2.2 Saran Kepada Laboratorium
Di harapkan kepada laboratorium dapat melengkapi peralatan dan bahan
yang akan di gunakan pada saat praktikum, agar praktikum akan berjalan lancar.

22
7.2.3 Saran Kepada Asisten
Di harapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikum tetap terjaga,
agar terciptanya kerja sama antara praktikan dan asisten yang baik pada saat
melakukan praktikum

23

Anda mungkin juga menyukai