Dosen Pengampu :
Apt. Novia Maulina, S. Farm, M. Farm
Apt. Luthfi Achmad M, S. Farm, M.
Farm
Apt. Ginanjar Putri Nastiti, S. Farm, M.
Farm Apt. Ziyana Walidah, S. Farm
Oleh Kelompok 1:
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.2 Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau
melalui kulit. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus
dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Injeksi whitening adalah suatu
metode untuk memasukkan liquid yang besifat depigmentasi dengan
menggunakan spuit dan jarum melalui kedalaman kulit tertentu agar bahan-
bahan dapat didorong masuk kedalam tubuh (Potter & Perry, 2005).
2.1.4 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbik merupakan vitamin yang larut dalam
air. Fungsi dasar vitamin C adalahmeningkatkan daya tahan tubuh
terhadapserangan penyakit dan sebagai antioksidan yang menetralkan racun
dan radikal bebas didalam darah maupun cairan sel tubuh. Selainitu, vitamin C
juga berfungsi menjagakesehatan paru-paru karena dapatmenetralkan radikal
bebas yang masukmelalui saluran pernafasan. Vitamin C jugameningkatkan
fungsi sel-sel darah putihyang dapat melawan infeksi dan dapatmeningkatkan
penyerapan zat besi sehinggadapat mencegah anemia. Vitamin ini
jugadiperlukan untuk pembentukan kolagen,kartinin, dan neurotransmitter.
Pada sedian murni vitamin C,selain diberikan secara oral,Vitamin C juga dapat
diberikan secara suntikan yaitu suntikan intravena,intramuscular dan
subkutan,dimana keuntungan pemberian suntikanefeknya lebih cepat dan
teratur. Khususnya suntikan secara subkutan,dimana absorpsinya terjadi lambat
dan konstansehingga efeknya dapat bertahan lama (Davies et al., 1991).
Kekurangan asam askorbat dapat menyebabkan terhentinya
pertumbuhan tulang. Pada skorbut (defisiensi vitamin C) dapat meyebabkan
dinding pembuluh darahmenjadi sangat rapuh karena terjadinyakegagalan sel
endotel untuk saling merekatsatu sama lain dengan baik dan kegagalanuntuk
terbentuknya fibril kolagen yang biasanya terdapat di dinding pembuluhdarah
Kelebihan vitamin C yang berasal darimakanan tidak menimbulkan gejala.
Tetapikonsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan setiap harinya
akan menimbulkan hiperoksaluria dan risiko lebih tinggi untukmenderita batu
ginjal.
0,52−((C1xPtb 1)+(C2xPtb2)+(C3xPtb3)+(C4xPtb4)+(C5xPtb5))
B= Ptb Nacl
0,52−((10x0,105)+(0,005x0,138)+(1,39x0,380)+(0,1x0,132)+(1x0,386))
= 0,576
0,52 – (1,5+0,00069+0,5282+0,0132+0,386)
= 0,576
0,52−2,428
= 0,576
= -3,313 (hipertonis)
3.3 Penimbangan Bahan
Volume ampul 2 mL sebanyak 3 buah
Rumus V = (n+2) x (v ampul + 0,15)
V = (3+2) x (2 mL + 0,15)
= 5 x 2,15
= 10,75 ~ 11mL
Asam askorbat
100 mg/mL
x ~ 11 mL
x = 100 mg x 11 mL
= 1100 mg
= 1,1 gram
Natrium hidroksida
0,05% x 11 mL = 0,055 + 2%
= 0,0561 gram
= 56,1 mg
Natrium bikarbonat
1,39% x 11 mL = 0,1529 + 2%
= 0,1559 mg
= 155,9 gram
Na-EDTA
0,1% x 11 mL = 0,0055 + 2%
= 0,00561 gram
= 5,61 mg
Natrium metabisulfit
1%x11 mL = 0,11 + 2%
= 0,13 gram
= 0,00013 mg
Aqua pro inject
2 mL + 20% = 11 mL
3.4 Sterilisasi Alat
Hasil
b. Pembuatan Injeksi Vitamin C
Hasil
c. Pembuatan Media
Bahan
- Ditimbang medium sebanyak 1,4875 gram
- Dilarutk an medium dengan 50 mL aquadest
- Diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditutup wadah medium dengan kapas berbalut kasa kemudian aluminium
foil
- Disterilisasi dalam autoklaf pada 121°C selama 15 menit
Hasil
d. Cara Pengujian
Injeksi
- Diambil 1 mL sediaan (sesuai denga nisi wadah menurut aturan FI)
- Diinkubasi pada suh 30-35°C dan dilakukan pengamatan terhadap media
Hasil
BAB IV
HASIL FORMULASI
Digunakan pelarut Aqua Pro Inejct untuk melarutkan zat aktif dan
Kelarutan larut
dalam air bahan lainnya.
Sterilisasi Alat
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan untuk uji sterilitas. Alat dan bahan yang akan digunakan
disterilisasi terlebih dahulu untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme. Alat
dan bahan yang akan disterilisasi dibungkus terlebih dahulu menggunakan kertas
perkamen. Pemilihan kertas perkamen didasarkan untuk mengurangi resiko robek
pada saat proses sterilisasi berlangsung. Selanjutnya, dimasukkan dan ditata rapi
di dalam autoklaf.
Prinsip kerja autoklaf yaitu dengan menggunakan uap air panas bertekanan
untuk membunuh dan menghilangkan kotoran dan mikroba yang terdapat pada
alat atau bahan yang akan digunakan dalam praktikum atau percobaan
(Andriani,2016). Langkah pertama yang dilakukan dalam sterilisasi basah adalah
dimasukkan alat yang telah dibungkus kertas secara rapi ke dalam autoklaf.
Selanjutnya ditutup rapat autoklaf dan mulai dipanaskan proses ini kurang lebih
berjalan selama 11 menit. Selanjutnya dikeluarkan udara di autoklaf. Menurut
Tim Sandle (2013) saat mengoperasikan autoklaf, sangat penting untuk
memastikan udara yang terperangkap dibuang sebelum dimulainya sterilisasi
siklus. Udara dapat bertindak sebagai insulator dan mencegah panas mencapai
populasi mikroba.
Selanjutnya ditunggu hingga autoklaf mencapai suhu 121oC kurang lebih
selama 15 menit. Setelah suhu mencapai 121oC dihitung waktu kesetimbangan
dan mulia dilakukan proses sterilisasi selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi
maka dilanjutkan dengan diturunkan suhu autoklaf kemudian autoklaf dapat
dibuka.Setelah proses sterilisasi 15 menit tidak boleh langsung membuka autoklaf
sebelum menurunkan suhunya karena perbedaan tekanan antara suhu didalam
autoklaf dan udara dapat membuat alat retak (pecah).Setelah itu alat dikeluarkan
dari autoklaf dan disimpan diruang steril.
Proses sterilisasi basah menggunakan basah menggunkan autoklaf telah
diaur suhu dan tekanannya. Tekanan pada autoklaf diatur sebesar 15-17,5 Psi dan
suhunya 121oC. Hal ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan
bahwasanya pada suhu 121oC akan dihasilkan uap air sebanyak 865 mL dalam
waktu 15 menit. Prinsip autoklaf didasarkan pada prinsip dari tekanan, yaitu
ketika tekanan gas dinaikkan maka temperaturnya akan meningkat. Ketika uap
mencapai suhu 121oC
- 148oC tekanan pada chamber berada pada 15 Psi. Umumnya uap pada autoklaf
akan mengalami siklus gravity-displacement, dimana udara akan keluar dari
chamber akibat adanya perpindahan gravitasi (Nikhilesh,2013).
Sterilisasi panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak
begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan yang disterilkan,
dilepaskan panas sebanyak 636 kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini
mendenaturasikan
atau mengkoagulkasikan protein pada organisme hidup, kemudian mematiannya
(Cahyani, 2009). Kelebihan dari sterilisasi jenis ini yaitu tidak beracun, murah,
cepat membunuk mikroba serta spora serta efisien dalam waktu pemanasan (Tim
Sandle,2013).
Pembuatan Media
Selanjutnya, dilanjutkan dengan proses membuat media. Tahap-tahap
pembuatan media Thioglikolat Cair adalah dicampurkan dan panaskan seluruh
bahan media thioglikolat cair hingga larut, kemudian atur pH larutan dengan
Natrium hidroksida 1 N hingga setelah sterilisasi 7,1±0,2. Jika diperlukan
penyaringan, maka saring selagi panas menggunakan kertas saring. Selanjutnya,
tempatkan media dalam tabung yang sesuai dan mampu memberikan
perbandingan permukaan dengan kedalaman media sedemikian rupa, sehingga
tidak lebih dari setengah bagian atas media yang mengalami perubahan warna
sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi. Langkah yang
dilakukan dalam pembuatan media yaitu ditimbang media tioglikolat sebanyak 1,5
gram, kemudian dilarutkan dengan 50 mL aquadest. Jumlah media tioglikolat
yang digunakan ini mengacu pada literatur dari Abdassah dkk (2015). Dalam
literatur tersebut media tioglikolat yang digunakan sebanyak 29,8 gram dalam 1 L
aqudest, sehingga jika dalam praktikum ini menggunakan 50 mL aquadest maka
media tioglikolat yang digunakan yaitu sebanyak 1,49 gram. Selanjutnya media
diambil sebanyak 10mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Dilanjutkan dengan
sterilisasi dalam autoklaf. Apabila lebih dari sepertiga bagian atas menjadi warna
merah muda, maka media dapat diperbaiki satu kali dengan pemanasan diatas
penangas air atau dalam uap yang mengalir bebas hingga warna merah muda
hilang. Gunakan media thioglikolat cair untuk inkubasi dalam kondisi aerob (30° -
35°C) (Depkes RI, 1995).
Uji Sterilitas
Langkah yang dilakukan uji uji sterilitas yaitu membuat terlebih dahulu
sampel untuk control negative (blanko) dan juga media uji. Sampel ini harus
dilakukan dengan aseptis untuk menghindari adanya kontaminasi. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam pengujian sterilitas sediaan injeksi vitamin C yaitu
diambil 1 mL sediaan. Menurut FI V (2014) jika isi per wadah yang akan diuji
berisi 1 - 40 mL maka jumlah minimum yang digunakan untuk pengujian adalah
setengah isi tiap wadah, tetapi tidak kurang dari 1 mL. Dari penjelasan tersebut
maka pada praktikum ini digunakan 1 mL sediaan untuk pengujiaannya
dikarenakan sediaan injeksi vitamin C yang dibuat dalam 1 ampul berisi 2 mL.
Setelah itu sampel sediaan sebanyak 1 mL yang telah diambil dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi media tioglikolat yang telah dibuat tadi dan telah
steril. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 – 35 ℃. Inkubasi dilakukan pada suhu
30 – 35 ℃, dikarenakan media yang digunakan untuk pengujian adalah tioglikolat
sehingga digunakan suhu tersebut. Hal ini sesuai dengan FI V (2014), dimana
media tioglikolat diinkubasi pada suhu 30 – 35 ℃. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap media yang telah diikubasi tadi.
Hasil Praktikum
Hasil Praktikum Batch 1 = 10 Vial
HariKe Kontrol Negatif Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
(Media)
1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
4 - + - -
5 - ++ - -
6 - ++ + -
7 - +++ ++ +
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulan bahwa:
a. Mahasiswa telah dapat mempelajari cara uji sterilitas pada sediaan steril
injeksi vitamin C dilakukan menggunakan pengujian inokulasi langsung pada
media dnegan menggunakan media tioglikoat cair pada bakteri aerob dan
anaerob.
b. Mahasiswa telahdapat melakukan interpretasi hasil uji sterilitas sediaan steril
yang dikaji berdasarkan persyaratan FI dan CPOB. Hasil pengujian
didapatkan dari perlakuan dua kali pada batch pertama dan batch kedua
dengan tiga buah sampel. Hasil pada batch pertama sampel 1,2,3 mengalami
kontaminasi lalu pada batch kedua sampel 1,2,3 juga mengalami kontaminasi
dengan kontrol negatif terkontaminasi sehingga hasil dinyatakan tidak valid
dan perlu dilakukan pengujian ulang dengan jumlah yang sesuai dnegan
pengujian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah, M., dkk. 2015. Formulasi dan Uji Stabilitas Tetes Mata Sulfasetamida.
IJPST 2 (1).