Oleh :
YUDINTYA AISYAH ERMANDY
17930036
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain :
- Praktikan dapat mempelajari cara uji sterilitas injeksi vitamin C secara
benar.
- Praktikan dapat melakukan interpretasi hasil uji sterilitas sediaan steril yang
dikaji berdasarkan persyaratan FI dan CPOB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sterilisasi
Sterilisasi dalam pengertian medis merupakan proses dengan metode tertentu
yang dapat memberikan hasil akhir yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak dapat
ditunjukkan lagi adanya mikroorganisme. Metode sterilisasi cukup banyak, namu
alternative yang dipilih sangat bergantung pada keadaan, serta kebutuhan setempat.
Adapun pemilihan metode hendaknya tetap menjaga kualitas hasil sterilisasi (Raudah,
2017).
Sterilisasi merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan dalam pengembangan
mikrobiologi. Untuk mendapatkan semua atau keberhasilan sterilisasi, maka alat-alat
yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Apabila alat yang digunakan tidak
steril, maka akan terjadi kontaminasi yang dapat merusak hubungan kelangsungan
kerja di laboratorium tersebut (Lay, 1994).
Pengembangan produk steril ditunjukkan dengan persyaratan khusus dengan
tujuan mengurangi risiko kontamninasi mikrobiologi, partikulat, dan kontaminasi
pirogen. Banyaknya kontaminasi tergantung pada skill, pelatihan, dan sikap personel
yang melakukan sterilisasi. Quality assurance juga memiliki peran yang penting, dan
jenis pengembangan ini harus mengikuti metode preparasi dan prosedur yang
tervalidasi dan ketat (European Comission, 2008).
Terdapat lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi
yaitu sterilisasi uap (lembab panas), sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan
penyaringan, sterilisasi gas, dan sterilisasi dengan radiasi pengionan. Metode yang
digunankan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan farmasi sangat ditentukan oleh
sifat sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau demukian, apa pun cara yang
digunakan, produk yang dihasilkan harus memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari
keefektifan cara, peralatan dan petugas (Ansel,2008).
2.2. Sediaan Steril
Sediaan steril merupakan suatu sediaan farmasi yang telah terbebas dari
berbagai macam mikroorganisme, baik berbentuk vegetatif maupun spora.
Penggunaan dari sediaan steril banyak diterapkan dalam fasilitas kesehatan seperti
rumah sakit, puskesmas, klinik, dan lain-lain. Seluruh jenis sediaan steril harus
memiliki tingkat sterilitas sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Hal ini
dikarenakan sediaan steril merupakan pengobatan yang bersentuhan langsung dengan
sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dan dimasukkan langsung ke dalam cairan
atau rongga tubuh memungkinkan terjadinya infeksi bila sediaan tidak steril. Oleh
karena itu, dibutuhkan sediaan obat yang steril dan juga dalam kondisi isohidris dan
isotonis agar tidak megiritasi (Lachman dkk, 2008).
Bentuk sediaan steril bisa berbagai bentuk, yaitu cair, padat, atau semi padat.
Proses pembuatannya sama dengan sediaan non steril. Namun, dalam pembuatan
sediaan steril kita perlu mengetahui proses sterilisasinya yang berkaitan dengan
stabilitas bahan aktif maupun bahan-bahan tambahannya. Dengan demikian, dalam
pembuatan sediaan steril bekal pengetahuan tidak sekedar pengetahuan formulasi
sediaan, tetapi juga pemahaman kimia fisika yang berkaitan dengan stabilitas proses
pembuatan, sehingga menghasilkan sediaan yang dikehendaki (Voight, 1994).
Umumnya, sediaan steril terbagi menjadi tiga macam adalah sebagai berikut :
1. Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral merupakan suatu sediaan steril yang diberikan dengan cara
menyuntikkan ke dalam jaringan kulit. Sediaan parenteral ini harus terbebas dari
kontaminasi mikroorganisme secara keseluruhan. Maka, sediaan parenteral dapat
diberikan menggunakan volume kecil maupun volume besar tergantung dari
kebutuhan pasien (Dongare et al, 2015).
2. Sediaan Mata
Sediaan mata merupakan suatu sediaan steril yang diberikan dengan cara
memasukkan ke dalam mata. Sediaan mata dapat berbentuk tetes mata, salep mata,
cairan irigasi mata, dan lain-lain. Maka, sediaan mata harus tetap dalam kondisi yang
steril untuk mencegah terjadinya iritasi pada organ mata tersebut (Lachman dkk,
2008).
3. Sediaan Infus
Sediaan infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam pembuluh darah
vena (pembuluh balik) melalui sebuah jarum tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Maka, penggunaan
dari sediaan infus akan mampu mempertahankan fungsi normal tubuh dari pasien
secara keseluruhan (Muljodipo dkk, 2015).
Campur dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah sterilisasi
7,1 + 0,2 menggunakan natrium hidroksida 1 N. Jika perlu saring selagi panas
menggunakan kertas saring. Tempatkan media dalam tabung yang sesuai, yang
memberikan perbandingan permukaan dengan kedalaman media sedemikian rupa
sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang mengalami perubahan
warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi. Sterilisasi dalam
otoklaf. Jika lebih dari sepertiga bagian atas terjadi warna merah muda, media dapat
diperbaiki satu kali dengan pemanasan di atas tangas air atau dalam uap yang
mengalir bebas hingga warna merah muda hilang. Media siap digunakan jika tidak
lebih dari sepersepuluh bagian atas media berwarna merah muda. Gunakan Media
Tioglikolat Cair untuk inkubasi dalam kondisi aerob.
Panaskan semua bahan dalam wadah yang sesuai hingga larut. Campur, dan jika
perlu, atur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,1 + 0,2 menggunakan natrium
hidroksida 1 N. Saring jika perlu, tempatkan dalam tabung yang sesuai dan sterilisasi
dengan uap air. Media dibuat segar atau dipanaskan di tangas uap dan didinginkan
saat akan digunakan. Tidak boleh dipanaskan kembali. Gunakan Media Tioglikolat
Alternatif dengan cara yang menjamin kondisi anaerob selama masa inkubasi.
Larutkan semua bahan padat dalam air, hangatkan hingga larut. Dinginkan
larutan hingga suhu kamar, dan jika perlu atur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,3
+ 0,2 menggunakan natrium hidroksida 1 N. Saring jika perlu, dan bagikan dalam
tabung yang sesuai. Sterilisasi dengan uap air.Gunakan Soybean – Casein Digest
Medium untuk inkubasi dalam kondisi aerob.
Catatan Jika digunakan Media TIoglikolat Cair dan Soybean – Casein Digest
Medium dalam Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji untuk
menetapkan spesimen yang mengandung antibiotik golongan penisilin atau
sefalosporin, secara aseptik tambahkan sejumlah penisilinase ke dalam tabung media
untuk menginaktifkan antibiotik dalam spesimen uji. Tetapkan jumlah penisilinase
yang diperlukan dengan menambahkannya ke dalam tabung Media Tioglikolat Cair
dan sejumlah antibiotik penisilin atau Sefalosporin setara jumlah antibiotic dalam
spesimen uji, inokulasi media dengan 1 ml pengenceran (1 dalam 1000) biakan 18
jam sampai 24 jam Staphylococcus aureus (ATCC 29737) dalam Media Tioglikolat
Cair, dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 30o sampai 35o: pada saat ini harus
teramati pertumbuhan mikroba yang spesifik. Lakukan uji konfirmasi di daerah yang
benar-benar terpisah dari tempat uji sterilitas.
4. Cairan K
Digesti peptik jaringan hewan P 50 g
Ekstrak dagin P 3,0 g
Polisorbat 80 P 10,0 g
Air 1000 ml
pH setelah sterilisasi 6,9 + 0,2
Sterilisasi dengan uap air. [Catatan Cairan steril tidak boleh bersifat antibakteri atau
antijamur jika digunakan sebagai pelarut, pengencer, ataupun pembilas pada uji
sterilitas.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Erlenmeyer
2. Corong kaca
3. Beaker glass
4. Gelas ukur
5. Batang pengaduk
6. Kaca arloji
7. Tabung reaksi
8. Inkubator
9. Spuit 1 cc
10. JAF/Enkas
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Media tumbuh bakteri tioglikat
2. Larutan uji
3. Aquadest
4. Alkohol 7-%
5. Kapas
6. Kassa
7. Alumunium foil
3.3 Prosedur Kerja
A. Sterilisasi Alat
- Dicuci bersih alat-alat yang akan digunakan
Alat
- Dibungkus dengan kertas perkamen minimal 2 lapis
- Ditutup rapat autoklaf dan mulai dipanaskan (11 menit)
- Ditunggu suhu hingga mencapai 121o C (15 menit)
- Dihitung waktu kesetimbangan 0 menit setelah suhu autoklaf mencapai
121o C
- Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit
- Dilanjutkan waktu tambahan jamininan sterilitas hingga 0 menit
- Diturunkan suhu autoklaf (8 menit)
- Didinginkan autoklaf (7 menit)
- Dikeluarkan semua alat dari dalam autoklaf
- Dimasukkan dalam kantong klip
- Diltekkan dalam ruang steril
Hasil
B. Pembuatan Media
Hasil
BAB IV
HASIL FORMULASI
Digunakan pelarut Aqua Pro Inejct untuk melarutkan zat aktif dan bahan lainnya.
Kelarutan larut
dalam air
DAFTAR PUSTAKA