Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGANTAR FARMASI KLINIK


(PHARMASEUTICAL CARE, PARADIGMA ASUHAN FARMASI
& KONSEP ASUHAN FARMASI)

OLEH
KELOMPOK 1 KELAS B

 MUTMAINNAH MUAS  MUTMAINNAH


 NEHEMIA CRYSTINA M  NUR AINUN
 NURHIKMAH  MUH. IKRAM
 MUH.YUSRANG  MUH. HASAN
 NIA NATALIA THUNGGA  MUH. FARAWANSYAH
 NARNI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
PROGRAM STUDI DIII FARMASI
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karuniaNYA
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah
yang kami buat ini berjudul ”MATERI PHARMACEUTICAL CARE’. Tujuan
membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar farmasi klinik
yang di bimbing oleh ibu Anugrah umar s.si m.si Apt . Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Demikian makalah ini dibuat, kami menyadari di dalam penyusunan dan
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi dan atas
kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.

PALOPO, OKTOBER 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................

KATA PENGANTA ..................................................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................


1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................
1.3. Tujuan ..........................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................

2.1 Definisi Pharmaseutical Care .......................................................................................

2.2 Paradigma Asuhan Kefarmasian ..................................................................................

2.3 Konsep Asuhan Kefarmasian .......................................................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................

3.2 Saran .............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................

\
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan farmasi. Namun seiring berjalannya waktu
peran apoteker telah berubah dari peracik dan penyedia obat menjadi manajer terapi
obat yang Mencakup tanggung jawab untuk menjamin bahwa dimanapun obat
diproduksi, disediakan/diperoleh, digunakan, disimpan, didistribusikan, dibagikan
dan diberikan sehingga obat tersebut berkonstribusi terhadap kesehatan pasien dan
mengurangi efek samping yang mungkin muncul.
Ruang lingkup praktek kefarmasian saat ini termasuk pelayanan-berorientasi
pasien dengan segala fungsi kognitif konseling, menyediakan informasi obat dan
memantau terapi obat, sebagaimana halnya aspek teknis pelayanan
kefarmasian yang termasuk manajemen pengadaan obat. Hal ini merupakan
peranan tambahan seorang apoteker bahwa apoteker sekarang dapat memberikan
konstribusi yang vital terhadap perawatan pasien.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pekerjaan kefarmasian pada
zamannya akan selalu berkembang mengikuti tuntutan masyarakat. Sehingga
terbentuk lah paradigma baru yaitu paradigma Asuhan Kefarmasian atau dikenal
dengan Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung jawab seorang apoteker
yang harus dipertimbangkan untuk penerapannya pada Pekerjaan Kefarmasian.

B. Rumusan Masalah
a. Memahami pengertian Pharmaseutical Care.
b. Memahami Paradigma Asuhan Kefarmasian.
c. Memahami Konsep Asuhan Kefarmasian.
C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui perngertian dari Pharmaseutical Care.
b. Mengetahui Paradigma Asuhan Kefarmasian.
c. Mengetahui Konsep pelayanan kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN PHARMASEUTICAL CARE

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian


yang berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian
ini memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di
awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi,
memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug
Related Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga
didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan
(keberhasilan terapi) (Rover et al, 2003).

Dalam filosofi praktik asuhan kefarmasian, apoteker bertanggung


jawablangsung pada pasien yang dilayani. Apoteker saat ini menyadari bahwa
praktik apotek telah berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya
mencakup peyiapan, peracikan, dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi juga
interaksi dengan pasien dan penyedia layanan kesehatan lain diseluruh penyediaan
asuhankefarmasian. (Rantucci, 2010:10) Pelayanan kefarmasian selama ini dinilai
oleh banyak pengamat masihberada dibawah standar.Sebagaimana yang
dikemukakan bahwa apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan
bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat
ternyata masih belum dilaksanakan dengan baik. (Ginting, 2009:4)
Pada saat ini orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser
daripelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient
oriented)dengan mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan yang
tadinyahanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah
menjadi2pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
hiduppasien. (Depkes, 2006:8). Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi
aktivitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk
memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah efek yang tidak
diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat. Sehingga
peran apoteker untuk mewujudkan pharmaceutical care bisa terwujud. (Mashuda,
2011) Dalam beberapa hal tuntutan penderita dan masyarakat akan mutu pelayanan
farmasi mengharuskan adanya perubahan paradigma pelayanan dari paradigmalama
yang berorientasi pada produk obat, menjadi paradigma baru yang berorientasi
penderita.
Konsep yang saat ini banyak diangkat untuk mengubah paradigma
pelayanan kefarmasian adalah konsep pharmaceutical care yang menuntut para
apoteker untuk berperan. (Surahman, 2011:3-4) Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker dituntut untukmeningkatkan pengetahuan, ketrampilan
dan perilaku agar dapat melaksanakaninteraksi langsung dengan pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain adalahmelaksanakan pemberian informasi, monitoring
penggunaan obat untukmengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumerotasi dengan baik.Apoteker harus memahami dan menyadari
kemungkinan terjadinya kesalahanpengobatan (medication error) dalam proses
pelayanan. Oleh sebab itu apotekerdalam menjalankan praktik harus sesuai standar.
Apoteker harus mampuberkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
menetapkan terapi untukmendukung penggunaan obat yang rasional (Depkes,2006:
1).

2. PARADIGMA ASUHAN KEFARMASIAN

Pada saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah meluas dari


pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang
berorientasi pada pasien (patient oriented). Konsekuensi dari suatu perubahan
orientasi pelayanan kefarmasian ini, menuntut seorang apoteker untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung
dengan pasien. sehingga pelayanan kefarmasian tidak hanya melayani penjualan obat
saja tetapi juga terlibat untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien ( Depkes
RI,2014). Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan kefarmasian secara
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pada pelayanan kefarmasian memiliki standar pelayanan kefarmasian yang
menjadi tolak ukur sebagai suatu pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Permenkes RI,2014). Adapun sarana
untuk pelayanan kefarmasian yaitu Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik. Apotek
merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi
serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat dan menjadi tempat
pengabdian profesi Apoteker dalam mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2014 (2). Tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi 2 kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial
berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan
pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
terdiri dari beberapa aspek meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang
profesional. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Depkes RI, 2009).
Apoteker harus memahami dan menyadari bahwa kemungkinan terjadinya
kesalahahn pada pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait dengan obat (socio
pharmacoeconomy). Selain itu, Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan
obat yang rasional. Selain itu apoteker juga bertanggung jawab pada pengelolaan
apotek, dan segala yang berkaitan dengan apotek. Oleh karena itu, fungsi apotek
tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada peran apoteker. Menyadari pentingnya
peran dan tanggung jawab dari seprang Apoteker, maka sebagai seorang Apoteker
harus memiliki bekal ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang cukup di bidang 3.
Kefarmasian baik dalam teori maupun prakteknya. Calon apoteker dengan berbekal
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman pelaksanaan pengelolaan apotek maka
seorang calon Apoteker kelak dapat berperan aktif dalam pelayanan kesehatan
kepada masyarakat sebagai seorang penanggung jawab Apotek yang berhubungan
langsung dengan masyarakat.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek.
Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang tepat.
Dilakukan dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunikasi di
apotek.
Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoker


Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
mengelola apoyek.
Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
apotek.
Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek.
Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker profesional.

3. KONSEP PELAYANAN KEFARMASIAN


Konsep Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
Konsep pelayanan kefarmasian lahir karena kebutuhan untuk bisa mengkuantifikasi
pelayanan kefarmasian yang diberikan, baik di klinik maupun di apotik (komunitas),
sehingga peran apoteker dalam pelayanan kepada pasien dapat terukur. Penekanan
Pelayanan Kefarmasian terletak pada dua hal utama, yaitu:
 Apoteker menentukan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien
sesuai kondisi penyakit.
 Apoteker membuat komitmen utk meneruskan pelayanan setelah dimulai
secara berkesinambunngan. Berkembangnya paradigma baru tentang
pelayanan kefarmasian ini tidak jarang mengundang salah pengertian
profesi kesehatan lain.
Oleh sebab itu, perlu ditekankan bahwa Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan
seorang apoteker bukan untuk menggantikan dokter atau profesi lain, namun lebih
pada pemenuhan kebutuhan dalam sistem pelayanan kesehatan yang muncul, antara
lain:
 adanya kecenderungan polifarmasi, terutama untuk pasien lanjut usia
ataupun penderita penyakit kronis
 makin beragamnya produk obat yang beredar di pasaran berikut
informasinya
 peningkatan kompleksitas terapi obat
 peningkatan morbiditas & mortalitas yang disebabkan masalah terapi
obat (drug related problems, DRP)
 mahalnya biaya terapi apalagi bila disertai kegagalan terapi
Secara prinsip, Pelayanan Kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus
dilaksanakan secara berurutan:
1. Penyusunan informasi dasar atau database pasien
2. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)
3. Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian (RPK)
4. Implementasi RPK
5. Monitoring Implementasi
6. Tindak Lanjut (Follow Up)
Untuk lingkungan praktek yang minim data pasien seperti di apotek, maka perlu
penyesuaian dalam praktek pelayanan kefarmasian. Tahap penyusunan dan evaluasi
informasi dengan cara wawancara menjadi tumpuan untuk menentukan tahap
selanjutnya dalam pelayanan kefarmasian. Seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian
harus dicatat dalam satu dokumen khusus, salah satu contoh dapat dilihat dalam
Formulir Pelayanan Kefarmasian.

a. Penyusunan Informasi Dasar/Database Pasien


Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur, berat badan
pasien serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep. Mengenai masalah
medis (diagnosis, gejala) dibuat dengan menyusun perkiraan masalah medis yang
dimiliki pasien dari terapi yang diberikan. Masalah medis yang diperkirakan
selanjutnya dikonfirmasikan ulang kepada pasien dan dokter bila perlu.
Riwayat alergi perlu ditanyakan khususnya pada pasien yang mendapat
antibiotik atau senyawa-senyawa obat lainnya yang potensi menimbulkan alergi.
Riwayat obat yang perlu ditanyakan adalah riwayat penggunaan obat satu bulan
terakhir. Hal ini diperlukan untuk memprediksikan efek samping dan efek yang
disebabkan DRP lainnya, serta untuk membantu pemilihan obat.
b. Evalbuasi/Pengkajian
Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang
berkaitan dengan terapi obat. Berbagai masalah yang dapat timbul berkaitan
dengan terapi obat perlu dipahami secara mendalam. Pelaksanaan evaluasi
dilakukan dengan membandingkan problem medik, terapi, dan database yang
telah disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang farmakoterapi,
farmakologi dan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan.

c. Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK)


Rencana Pelayanan Kefarmasian memuat beberapa hal berikut:
 Rekomendasi terapi.
Dalam rekomendasi terapi diajukan saran tentang pemilihan/penggantian obat,
perubahan dosis, interval dan bentuk sediaan.

 Rencana Monitoring
Rencana monitoring terapi obat meliputi:
1) Monitoring efektivitas terapi. Monitoring terapi obat pada kasus DM
dilakukan dengan memantau tanda-tanda vital sebagaimana yang
tercantum dalam tabel 5 (Target Penatalaksanaan Diabetes). Selain itu
parameter klinik juga dapat membantu monitoring efektivitas terapi.
2) Monitoring reaksi obat merugikan (adverse reactions) meliputi efek
samping obat, alergi dan interaksi obat. Pelaksanaan monitoring terapi
obat bagi pasien di apotek memiliki keterbatasan bila dibandingkan
dengan di rumah sakit, antara lain kesulitan untuk mengikuti
perkembangan pasien setelah keluar dari apotek. Metode yang paling tepat
digunakan adalah monitoring melalui telepon baik apoteker yang
menghubungi maupun sebaliknya, pasien melaporkan melalui telepon
tentang kejadian yang tidak diharapkan kepada apoteker. Khususnya
dalam memonitor terjadinya reaksi obat merugikan, perlu disampaikan
reaksi obat merugikan yang potensial akan terjadi serta memiliki
signifikansi secara klinik dalam konseling kepada pasien. Selain itu pasien
dihimbau untuk melaporkan kejadian yang dicurigai reaksi obat merugikan
kepada apoteker. Selanjutnya apoteker dapat menyusun rekomendasi
terkait reaksi obat merugikan tersebut.

 Rencana Konseling
Rencana konseling memuat pokok-pokok materi konseling yang akan
disampaikan.

 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian


Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan Rencana Pelayanan Kefarmasian
(RPK) yang sudah disusun. Rekomendasi terapi yang sudah disusun dalam
RPK, selanjutnya dikomunikasikan kepada dokter penulis resep. Metode
penyampaian dapat dipilih antara berbicara langsung (pada apotek di poliklinik
atau apotek pada praktek dokter bersama) atau melalui telepon. Komunikasi
antarprofesi yang sukses memerlukan teknik dan cara tersendiri yang dapat
dipelajari dan dikembangkan berdasarkan pengalaman.

 Monitoring Implementasi
Implementasi rencana monitoring adalah dengan melaksanakan monitoring
terapi obat dengan metode seperti yang sudah disebutkan di atas. Demikian
pula implementasi Rencana Konseling dilaksanakan dengan konseling kepada
pasien.

 Tindak Lanjut
Tindak lanjut (follow up) merupakan kegiatan yang menjamin kesinambungan
pelayanan kefarmasian sampai pasien dinyatakan sembuh atau tertatalaksana
dengan baik. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemantauan
perkembangan pasien baik perkembangan kondisi klinik maupun
perkembangan terapi obat dalam rangka mengidentifikasi ada atau tidaknya
DRP yang baru. Bila ditemukan DRP baru, maka selanjutnya apoteker
menyusun atau memodifikasi RPK. Kegiatan lain yang dilakukan dalam tindak
lanjut adalah memantau hasil atau outcome yang dihasilkan dari rekomendasi
yang diberikan. Hal ini sangat penting bagi apoteker dalam menilai ketepatan
rekomendasi yang diberikan. Kegiatan tindak lanjut memang sulit dilaksanakan
di lingkup farmasi komunitas, kecuali pasien kembali ke apotek yang sama,
apoteker secara aktif menghubungi pasien atau pasien menghubungi apoteker
melalui telepon.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa seorang apoteker mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
menjalankan tugasnya di ruang lingkup Pharmaceutical care.

B. Saran
Pada umumnya apoteker sekarang masih kurang peduli dalam memberikan
penyuluhan atau pemahaman terhadap pasien mengenai obat, tata cara penggunaan
dan indikasi obat. Dalam prakteknya, apoteker hanya melayani resep obat
kemudian menyerahkannya kepada pasien, padahal tujuan utama tugas apoteker
bukan hanya itu. Apoteker wajib memberikan pemahaman atau penyuluhan
mengenai obat yang telah apoteker berikan kepada pasiennya. Karena itulah
Apoteker harus memiliki rasa peduli kepada pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong dkk, 2005, The contribution of community pharmacy to improving the


public’s helath, Report 3 : An overview of evidence-base from 1990-2002 and
recommendations for action.

Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System.

Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician’s Guide, 2nd Edition.

Hepler and Stranf, 1990, Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical Care.

World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A focus on patient


care HANDBOOK-2006 EDITION. World Health Organitation.

Anda mungkin juga menyukai