Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

GOLONGAN OBAT, KARTU STOK, DAN


DISTRIBUSI OBAT

Nama : Dinda Hariyanti


Nim 1913016096
Kelas : B – Farmasi 2019
Mata Kuliah : Pelayanan Farmasi
Dosen : Welinda Dyah Ayu, S.Farm., M.Sc., Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas UAS untuk mata kuliah Pelayanan Farmasi, dengan judul "Golongan
Obat, Kartu Stok, Dan Distribusi Obat".
Semoga makalah yang saya buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan
kita jadi lebih luas lagi. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh sebab
itu, kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan guna kesempurnaan
makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan. Atas perhatian serta waktunya, saya sampaikan
banyak terima kasih.

Samarinda, 22 Desember 2022

Dinda Hariyanti

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
2.1 Golongan Obat................................................................................................6
2.1.1 Obat Bebas...............................................................................................6
2.1.2 Obat Bebas Terbatas................................................................................9
2.1.3 Obat Keras.............................................................................................13
2.1.4 Obat Narkotika......................................................................................15
2.1.5 Obat Psikotropika..................................................................................16
2.1.6 Obat Prekursor.......................................................................................17
2.2 Kartu Stok.....................................................................................................19
2.3 Distribusi Obat..............................................................................................20
BAB III PENUTUP.....................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Apotek haruslah mampu


menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai dengan
amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam rangka
peningkatan penggunaan obat rasional untuk mencapai keselamatan pasien, dilakukan
pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Menurut Permenkes No.
73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek Pengendalian
dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, memlaui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Tujuannya untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan, serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual maupun
elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa,
jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
Obat dapat digolongkan berdasarkan keamanan, ketepatan pengguna, serta
keamanan distribusinya menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek,
obat keras, psikotropika, dan narkotika (Ayudhia et al., 2017). Alur distribusi obat
dan alat Kesehatan yang dilaksanakan ke apotek rawat inap dan apotek rawat jalan
ialah sama yakni tiap apotek membuat laporan pemesanan barang dan ditandatangani
oleh kepala apotek. Tujuan dari distribusi ialah menyediakan dan menyiapkan serta
menyalurkan perbekalan farmasi pada pasien atau unit pelayanan secara tepat dan
aman. Sistem distribusi yangbaik harus memenuhi beberapa hal aspek yakni dapat
menjamin kesinambungan penyaluran/penyerahan, mempertahankan mutu,
meminimalkan kehilangan, kerusakan, dan kadaluarsa, menjaga ketelitian pencatatan,
menggunakan metode distribusi yang efisien dengan memperhatikan peraturan

4
perundangan dan ketentuan lain yang berlaku serta menggunakan sistem informasi
manajemen (Anggraeni, 2019).
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan macam – macam golongan obat beserta contohnya!
2. Jelaskan isi dari kartu stok pada farmasi?
3. Bagaimana sistem distribusi farmasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui macam – macam golongan obat beserta contohnya
2. Mengetahui isi dari kartu stok pada farmasi
3. Mengetahi sistem distribusi farmasi

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Golongan Obat

Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan
dan kontrasepsi, untuk manusia (Depkes RI, 2009). Obat dapat digolongkan
berdasarkan keamanan, ketepatan pengguna, serta keamanan distribusinya menjadi
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika, dan
narkotika. Penggolongan obat di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 yang diadopsi dari peraturan sebelumnya, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang memuat
aturan klasifikasi obat atau penggolongan obat (Ayudhia et al., 2017).
2.1.1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Contohnya yaitu Minyak Kayu Putih ,Obat Batuk Hitam, Obat Batuk
Putih, Tablet Paracetamol, Tablet Vitamin C, B Kompleks, E dan lain - lain.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis
tepi berwarna hitam (Ayudhia et al., 2017).

Gambar 1. Logo Obat Bebas

6
2.1.1.1 Contoh Obat Bebas
a. Parasetamol
Kegunaan obat parasetamol untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa
sakit. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian parasetamol yaitu Dosis harus
tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi
hati dan ginjal, Sebaiknya diminum setelah makan, Hindari penggunaan campuran
obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis, Hindari penggunaan bersama
dengan alkohol karena meningkatkan, risiko gangguan fungsi hati, Konsultasikan ke
dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal. Kontra indikasi : obat demam
tidak boleh digunakan pada penderita gangguan fungsi hati, penderita yang alergi
terhadap obat dan pecandu alkohol. Aturan pemakaian : Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3
– 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam), Anak : 0 – 1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali
sehari (setiap 4
– 6 jam) ; 1 – 5 tahun : 1 – 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam) ;
6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
(Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
b. Antasida
Obat antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCl
yang dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas
pepsin.Indikasi
: untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak usus dua belas jari dengan gejala-gejala seperti mual,
nyeri lambung, nyeri ulu hati, kembung dan perasaan penuh pada lambung. Kontra
indikasi : jangan diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal yang berat, karena
dapat menimbulkan hipermagnesia (kadar magnesium dalam darah meningkat). Dosis
: 1-2 tablet dikunyah 4 kali sehari dan sebelum tidur atau bila diperlukan ; Suspensi :
1-2 sachet (7-14 mL), 3-4 kali sehari, anak >8 tahun: ½ -1 sachet, 3-4 kali sehari.
Efek samping : sembelit, diare, mual, muntah dan gejala-gejala tersebut akan
7
hilang bila

8
pemakaian obat dihentikan. Interaksi obat : pemberian bersama-sama dengan
Simetidin atau Tetrasiklin dapat mengurangi absorbsi obat tersebut (PIONAS, 2022).
c. Tablet Tambah Darah
Merupakan tablet salut gula yang mengandung zat besi dan asam folat. Zat besi
penting dalam pembentukan hemoglobin ditubuh sehingga dapat membantu
mengatasi anemia saat menstruasi, hamil, menyusui, masa pertumbuhan, dan setelah
mengalami pendarahan. Asam folat digunakan untuk mengurangi anemia
megaloblastik selama kehamilan dan masa pertumbuhan. Indikasi : Anemia,
membantu memenuhi kebutuhan zat besi dan asam folat tubuh. Kontra indikasi :
Haemosiderosis, haemochromatosis, ulkus peptikum, inflammatory bowel disease.
Penggunaan bersama dimercaprol dan atau parenteral Fe. Dosis : 1 tablet diminum 1
kali sehari pada waktu sesudah makan (PIONAS, 2022).
d. Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, berpengaruh dalam sintesis
lipid dan protein, metabolisme karbohidrat, penyerapan zat besi, dan respirasi sel.
Vitamin C juga memegang peranan sebagai antioksidan dalam memelihara daya
tahan tubuh, memperbaiki susunan kolagen, dan membantu mempercepat
penyembuhan luka. Dosis : 1 kali sehari 1 tablet sesudah makan. Indikasi : untuk
memenuhi kebutuhan vitamin C. Kontra indikasi : gangguan ginjal. Efek samping :
Gangguan gastrointetinal (diare, mual, muntah, kram perut, kolik, kembung)
(PIONAS, 2022).
e. CDR Effervescent
Suplemen dalam bentuk tabet effervescent yang mengandung Calcium, Kalsium
karbonat, Vitamin C, Vitamin D, dan Vitamin B6 15 yang digunakan sebagai
Suplementasi Kalsium, Vitamin C, D, dan B6 untuk membantu menjaga kesehatan
tulang pada orang dewasa serta membantu memenuhi kebutuhan kalsium pada ibu
hamil dan menyusui. Juga diperlukan untuk membantu masa pertumbuhan, masa
penyembuhan dan gangguan penyerapan makanan. Dosis : 1 tablet perhari atau sesuai
dengan petunjuk dokter. Kontra indikasi : Hipersensitif atau alergi terhadap salah satu
9
komponen suplemen ini, Hipervitaminosis, Penderita dengan kadar fenilalanin tinggi
dan penderita fenilketonuria (PIONAS, 2022).
2.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa
dengan resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat
ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam (Ayudhia et al., 2017).

Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas


Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru,
diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran
dan kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda
peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang
terdiri dari 6 macam, yaitu :

Gambar 3. Peringatan Obat Bebas Terbatas


Sebagai contoh peringatannya :

10
1. P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.
a. Dulcolax tablet
b. Acetaminofen = >600 mg/tablet atau >40 mg/ml (Kep Menkes
No. 66227/73)
c. SG tablet.
2. P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan
a. Gargarisma khan
b. Betadin gargarisma
3. P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan
1. Anthistamin pemakaian luar, misal dalam bentuk cream, caladin, caladril.
2. Lasonil
3. Liquor burowl
4. P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar
a. Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang
mengandung scopolamin.
5. P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan
a. Dulcolax Suppos
b. Amonia 10 % ke bawah
6. P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:
a. Varemoid
(Ayudhia et al., 2017)
2.1.2.1 Contoh Obat Bebas Terbatas
a. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid yang mempunyai
efek anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, yang digunakan untuk rasa nyeri dan
inflamasi sebagai gejala utama. Obat ini digunakan sebagai Nyeri ringan sampai
sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah,
sakit kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis

11
reumatoid, menurunkan demam pada anak. Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang
antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit
kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid,
menurunkan demam pada anak. Dosis : Dewasa dosis yang dianjurkan 200-250 mg 3-
4 kali sehari. Osteoartritis, artritis reumatoid: 1200 mg-1800 mg 3 kali sehari.
Eksaserbasi akut Dosis maksimum 2400 mg/hari, jika kondisi sudah stabil
selanjutnya dosis dikurangi hingga maksimum 1800 mg/hari. Anak-anak: Anak 1-2
tahun: 50 mg 3-4 kali sehari. Anak 3-7 tahun: 100-125 mg 3-4 kali sehari. Anak 8-12
tahun: 200-250 mg 3-4 kali sehari. Tidak boleh dipergunakan pada anak dengan berat
badan kurang dari 7 kg. dikonsumsi sesudah makan. Kontra indikasi : Penderita
dengan ulkus peptikum (tukak lambung dan duodenum) yang berat dan aktif.
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap Ibuprofen dan obat anti inflamasi non
steroid lain. Penderita sindroma polip hidung, angioedema dan penderita dimana bila
menggunakan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid akan timbul gejala asma,
rinitis atau urtikaria. Kehamilan tiga bulan terakhir (Kementerian Kesehatan RI,
2020).
b. Chlorpheniramine Maleat (CTM)
Obat anti alergi yang mengandung zat aktif Chlorpheniramine maleat. CTM
bekerja secara antagonis terhadap efek histamin pada reseptor H1, dimana dapat
menyebabkan efek samping berupa mengantuk. Obat ini digunakan untuk mengatasi
gejala alergi seperti rhinitis alergi, urtikaria, bersin-bersin, mata berair, gatal pada
mata, hidung, tenggorokan atau kulit. Indikasi : Obat ini digunakan untuk mengatasi
gejala alergi, seperti gatal-gatal, urtikaria, dermatitis. Dosis : Dewasa : 1 Tablet,
diminum 3- 4 kali per hari. Maksimum = 6 tablet/hari. Anak : 2-5 th : 1 mg, diminum
3-4 kali per hari. Maksimum = 1.5 tablet/hari. 6-12 th : 0.5 Tablet, diminum 3-4 kali
per hari. Maksimum = 3 tablet/hari. Kontra indikasi : Anak usia <2 tahun, neonatus
(bayi baru lahir), bayi prematur, penderita serangan asma akut, glaukoma sudut
sempit dan penggunaan bersama obat MAOI atau dalam rentang waktu 14 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).

12
c. Betadine Gargle
Mengandung zat aktif Povidone iodine, obat kumur ini digunakan untuk
mengatasi masalah mulut seperti sakit tenggorokan, gusi bengkak, sariawan, bau
mulut dan napas tidak segar. Indikasi : Obat kumur antiseptik untuk rongga mulut
seperti gigi berlubang, gusi bengkak, sakit tenggorokan, sariawan, bau mulut dan
nafas tak segar. Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Iodium, penderita penyakit
thyroid, wanita hamil dan menyusui.. Dosis : 1 Cup (15 ml) untuk berkumur selama
30 detik. Dilakukan 3-5 kali per hari, atau sesuai kebutuhan (PIONAS, 2022).
d. Dulcolax Tablet
Obat dengan kandungan Bisacodyl dalam bentuk tablet salut enterik. Obat ini
digunakan untuk untuk mengatasi masalah sembelit/susah BAB/konstipasi. Selain itu
obat ini juga digunakan sebagai salah satu persiapan prosedur terapi diagnostic, terapi
sebelum dan sesudah operasi dan dalam kondisi untuk mempercepat defekasi.
Bekerja dengan cara merangsang pergerakan pada usus besar dan membantu jalan
keluar nya feses. Indikasi : Untuk mengatasi masalah sembelit/ susah BAB/
konstipasi. Untuk persiapan prosedur terapi diagnostic, terapi sebelum dan sesudah
operasi dan dalam kondisi untuk mempercepat defekasi. Dosis : Dewasa dan anak di
atas usia 10 tahun : 1-2 tablet per hari. Anak 6-10 tahun : 1 tablet sekali sehari.
dianjurkan untuk diminum pada malam hari (waktu kerja obat 6-12 jam) untuk
mendapatkan buang air besar keesokan harinya. Kontra Indikasi : hipersensitif, pasien
dengan ileus, obstruksi usus, kondisi perut akut termasuk radang usus buntu, penyakit
radang usus akut, dan nyeri perut yang parah (PIONAS, 2022).
e. Decolgen Tablet
Obat flu dengan kandungan Paracetamol, Phenylpropanolamine HCl, dan
Chlorpheniramine maleate. Paracetamol digunakan sebagai pereda demam dan sakit
kepala. Phenylpropanolamine digunakan untuk mengobati gejala hidung tersumbat.
Chlorpheniramine maleate bekerja sebagai antihistamin atau anti alergi sehingga obat
ini digunakan untuk meredakan gejala flu seperti sakit kepala, demam, bersin-bersin

13
dan hidung tersumbat. Dosis : Dewasa : 3 x sehari 1 tablet. Anak-anak : 25 mg/kg BB
sehari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Sesudah makan. Kontra indikasi : Tidak boleh
diberikan pada penderita yang peka terhadap obat simpatomimetik, penderita tekanan
darah tinggi berat, dan orang yang sedang terapi anti depresan MAOI (PIONAS,
2022).
2.1.3 Obat Keras
Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-
cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam,
dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di
apotik dan harus dengan resep dokter pada saat membelinya.

Gambar 4. Logo Obat Keras


2.1.3.1 Contoh Obat Keras
a. Amoxicillin
Golongan aminopenisilin semisintetik yang menghambat langkah transpeptidasi
akhir sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri dengan mengikat 1 atau lebih
protein pengikat penisilin (PBP), sehingga menghambat biosintesis dinding sel dan
akhirnya menyebabkan lisis bakteri. Obat ini digunakan untuk infeksi yang
disebabkan oleh strain-strain bakteri yang peka spt Staphylococcus bukan penghasil
penisilinase, Streptococcus, E.Coli, H.Influenzae, Streptococcus Pneumoniae,
Streptococcus Faecalis, P.mirabilia dan N.Gonorrheae (bukan penghasil penisilinase)
pada penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran pernafasan, infeksi
saluran genitourinari, dan gonore. Dalam penggunaan obat ini harus sesuai dengan
petunjuk dokter. Dosis : Dewasa dan Anak 20 mg/kgBB/hr : 250-500 mg. Anak
dengan BB <20 kg : 20-40 mg/kgBB dalam 2 dosis terbagi tiap 8 jam. Infeksi berat
Dosis ganda. GO akut 2-3 g dosis tunggal. Sesudah makan (Kementerian Kesehatan
RI, 2020).
14
b. Captopril

15
Obat antihipertensi yang termasuk golongan ACE inhibitor. Obat ini bekerja
dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah sedangkan berkurangnya aldosteron akan emnyebabkan
ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Dosis : Awal : 3 kali sehari 12.5 mg.
Ditingkatkan menjadi 25-50 mg 2-3 hari. Hipertensi berat: s/d 450 mg/hari. Diminum
saat perut kosong, 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
c. Metformin
Obat antidiabetes generik yang dapat mengontrol dan menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes tipe 2. Metformin termasuk ke dalam obat antidiabetes
golongan Biguanide, yang bekerja dengan cara menghambat produksi glukosa
(glukoneogenesis) di hati. Penghambatan tersebut mengakibatkan terjadinya
penundaan absorbsi atau penyerapan glukosa di usus, sehingga menurunkan glukosa
plasma baik basal maupun postprandial (setelah makan). Selain itu, Metformin juga
bekerja dengan memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara meningkatkan ambilan
dan penggunaan glukosa di jaringan perifer. Dengan demikian, maka akan terjadi
perbaikan toleransi glukosa pada pasien diabetes tipe 2. Obat ini dapat dikonsumsi
secara tunggal, dikombinasikan dengan obat antidiabetes lain, atau diberikan bersama
insulin. Dosis awal: Sehari 2 x 500 mg atau 2 x 850 mg. Dosis dapat ditingkatkan
sesuai dengan respon pasien. Dosis maksimal 3000 mg/hari dalam 3 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: Sehari 2 x 850 mg (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
d. Piroxicam
Obat generik golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Obat ini digunakan
sebagai terapi simptomatik rheumatoid arthitis, osteoarthritis, ankilosing spondilitis,
gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut. Obat ini juga menjadi pilihan apabila
beberapa gejala nyeri dan radang tidak dapat berkurang dengan obat anti nyeri baisa
seperti parasetamol. Piroxicam termasuk dalam golongan penghambat enzim COX-1

16
dengan menganggu produksi prostaglandin sehingga dapat mengurangi peradangan
dan rasa nyeri hebat. Dosis ; ankilosa spondilitis : 1 x sehari 20mg. Gangguan
muskoloskeletal akut : 40 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari,
kemudian 1 x sehari 20 mg selama 7-14 hari. Gout akut : dosis awal 40 mg /hari
dalam dosis tunggal, kemudian 40 mg dosis tunggal atau terbagi selama 4-6 hari.
Tidak untuk terapi gout jangka panjang. segera sesudah makan (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
e. Dexamethasone
Obat anti inflamasi golongan glukokortikoid yang berperan dalam mengurangi
atau menekan proses peradangan dan alergi yang terjadi pada tubuh. Obat ini bekerja
dengan cara menekan migrasi neutrofil, menurunkan produksi mediator inflamasi,
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, dan menekan respon imun. Obat ini
digunakan untuk supresi inflamasi dan gangguan alergi, Cushing's disease,
hyperplasia adrenal, dan sebagainya. Dosis awal bervariasi tergantung berat
ringannya penyakit. Dewasa: 0.5-9 mg/ hari dalam dosis terbagi. Anak: Dosis awal
0.02-0.3 mg/kg setiap hari dalam 3-4 dosis terbagi. Dosis tergantung pada tingkat
berat ringannya penyakit dan respon pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
2.1.4 Obat Narkotika
Menurut UU Narkotika No 3 Tahun 2015, Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Golongan obat narkotika ditandai dengan logo berbentuk lingkaran
berwarna merah dengan dasar putih yang didalamnya ada gambar palang medali

berwarna merah.

Gambar 5. Logo Obat Narkotika


17
Dalam UU No 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan ke dalam tiga golongan:
a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy,
dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon, Dll.
c. Narkotika golongan III Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan
penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina,
Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam
termasuk beberapa campuran lainnya.
2.1.5 Obat Psikotropika
Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk obat
keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, maka obat-obat Psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya
ada di bawah Ordonansi Obat Keras Stbl 1949 Nomor 419, hanya saja karena efeknya
dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras
Tertentu.

18
Gambar 6. Logo Obat Psikotropika
Menurut UU RI No. 5 Th 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :
a. Golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan I, antara
lain: Meskalina, Katinona.
b. Golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan / atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan II antara lain: Metakualon,
Sekobarbital, Fenmetrazin.
c. Golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan III
antara lain: Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital, Katina
d. Golongan IV Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan /
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan IV antara lain:
Allobarbital, Barbital, Bromazepan, Diazepam, Fencamfamina, Fenobarbital,
Flurazepam, Klobazam, Klordiazepoksida, Meprobamat, Nitrazepam, Triazolam.
2.1.6 Obat Prekursor
Menurut Permenkes No.3 tahun 2015 Obat prekursor merupakan zat atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan maka pembelian obat prekursor dibatasi
atau memerlukan resep dokter. Menurut peraturan Kepala Badan POM No. 40 tahun
2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor

19
Farmasi, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi
Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang
mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin atau fenilpropanolamin, ergotamin,
ergometrin, atau potassium permanganat. Pengelolaan obat mengandung prekursor
adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan, recall,
pemusnahan, pencatatan dan pelaporan.
2.1.6.1 Golongan dan Jenis Prekursor
Secara resmi terdapat 23 jenis prekursor yang diawasi oleh pemerintah Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010, 23
jenis prekursor tersebut dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu tabel 1 dan tabel 2.
Berikut adalah golongan dan jenis prekursor yang diawasi oleh pemerintah Indonesia
terdapat
pada tabel :

No Tabel 1 Tabel 2
1 Pottasium permanganate Hydrochloric acid
2 1-Phenyl 2-propanone Sulphuric acid
3 Acetate anhydride Toluene
4 N-acetylanthranilic acid Ethyl ether (Diethyl ether)
5 Isosafrole Acetone
6 3,4-methylenedioxyphenyl-2-propanone Methyl ethyl ketone
7 Piperonal Phenylacetic acid
8 Safrole Anthranillic acid
9 Ephedrine Piperidin
10 Pseudoephedrine
11 Norephedine(Phenylpropanolamin/PPA)HCL
12 Ergometrin
13 Ergotamine
14 Lysergic acid

20
2.2 Kartu Stok
Kartu stok merupakan salah satu dokumen terkait administrasi sediaan farmasi.
Fungsi kartu stok ialah untuk mencatat pergerakan atau mutase sediaan farmasi, alat
kesehatan, bahan medih habis pakai (BMHP) yaitu penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak, atau kadaluarsa, untuk Menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, dan
distribusi, serta untuk pengendalian persediaan atau alat bantu kontrol oleh kepala
instalasi farmasi terkait inventory sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP rumah
sakit. Informasi yang terdapat pada kartu stok dapat digunakan untuk pengisian
formular LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat), menentukan
jenis dan jumlah permintaan obat serta mengendalikan neraca pemasukan dan
pengeluaran obat (Tim MGMP Pati, 2015)
Contoh kartu stok :
KARTU STOK OBAT
Nama Barang :
Bentuk sediaan :
Kemasan :
Nama Pabrik :
No. Registrasi :
No Terima Surat SPB Penerimaan Pengeluaran Sisa No. Exp. Paraf
Dari/Keluar Pesanan Persediaan Bets Date
Kepada Tgl No Tgl No Tgl Jmlh Tgl Jmlh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

(CDOB, 2015)

21
2.3 Distribusi Obat
Distribusi obat adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan
mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian
sediaan obat beserta informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat mencakup
penghantaran obat yang telah di-dispensing instalasi farmasi ke penderita dengan
keamanan dan ketepatan obat. Penyimpanan dan pendistribusian berhubungan erat
dengan pengendalian. Pengendalian adalah inti dari manajemen logistik obat.
Pengendalian di dalamnya terdapat kegiatan memonitor dan mengamankan seluruh
fungsi logistik obat (The et al., 2016).
Sistem distribusi pelayanan terdiri dari:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung
jawab ruangan.
4. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit

22
dosis

23
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
(Permenkes RI, 2016)

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat dapat digolongkan berdasarkan keamanan, ketepatan pengguna, serta
keamanan distribusinya menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek,
obat keras, psikotropika, narkotika, dan obat prekursor. Kartu stok merupakan salah
satu dokumen terkait administrasi sediaan farmasi berfungsi untuk mencatat
pergerakan atau mutase sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medih habis pakai
(BMHP) yaitu penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluarsa, untuk
Menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, dan distribusi. Penyimpanan dan
pendistribusian berhubungan erat dengan pengendalian. Sistem distribusi obat
mencakup penghantaran obat yang telah di-dispensing instalasi farmasi ke penderita
dengan keamanan dan ketepatan obat, Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor
stock), Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi, Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan
satu kali dosis/pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. (2019). Mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Deepublish. Jakarta


Ayudhia, R., Soebijono, T., Oktaviani, & Dina. (2017). Rancang Bangun Sistem
Informasi Penjualan Obat Pada Apotek Ita Farma. Jsika, 6(1), 1–8.
Depkes RI. (2009). Kesehatan. Jakarta.
Kemenkes RI No.3 (2015) Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan Dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor Farmasi. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Kementerian
Kesehatan RI.
Permenkes. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
PIONAS. (2022). Pusat Informasi Obat Nasional. Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
The, F., Posangi, J., & Fatimawali. (2016). Analisis manajemen penyimpanan dan
pendistribusian obat di Instalasi Farmasi Chasan Boesoirie Ternate. Paradigma
Sehat, 5(5), 32–51.
Undang-Undang No. 5 (1997) Tentang Psikotropika. Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai