Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TUGAS PROMOSI KESEHATAN TENTANG GERAKAN MASYARAKAT CERDAS


MENGGUNAKAN OBAT

DISUSUN OLEH : VANNY CLAUDIA PUTRI


NIM : 2210131321
DOSEN PENGAMPU : Dr.Nurdin,SKM,MPH

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKKITTINGGI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Gerakan Masyarakat Cerdas

Menggunakan Obat sebagaimana dibuat sebagai tugas Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

Di dalam penulisan ini, Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan

pada tulisan ini namun, penulis berharap tulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi

semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, atas segala

amal kebaikan dan bantuannya.

Penulis

Vanny Claudia Putri


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Tujuan.................................................................................................................
BAB II...........................................................................................................................6
ISI DAN PEMBAHASAN............................................................................................D6

2.1 Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat........................................

2.2 Informasi Umum Cara Penggunaan Obat.......................................................

2.3 Edukasi Obat Pada Masyarakat.......................................................................

2.4 Penggunaan Obat Rasional...............................................................................

BAB III...........................................................................................................................16
PENUTUP......................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
3.2 Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kompleksitas penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan, di lain pihak

terjadi peningkatan kasus penyakit-penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif. Seiring

dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung kurang

memperhatikan kesehatan, maka berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan

lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan

yang efektif secara terapi dan juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut,

swamedikasi menjadi alternative yang diambil oleh masyarakat (Departemen Kesehatan RI,

2007).

Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh

seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan

Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993. Swamedikasi biasanya digunakan untuk

mengatasi keluhan-keluhan penyakit ringan yang banyak dialami masayarakat, seperti demam,

nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Swamedikasi

dilakukan masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Apabila dalam

penggunaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan kerugian seperti kesalahan

pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri, penggunaan obat yang terkadang tidak

sesuai karena informasi bias dari iklan obat di media, pemborosan waktu dan biaya apabila

timbul reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi

(Holt et al., 1986).


Pemahaman masyarakat yang kurang tentang penggunaan obat secara rasional berupa
penggunaan berlebihan, penggunaan yang kurang dari seharusnya, kesalahan dalam penggunaan
resep atau tanpa resep, polifarmasi dan swamedikasi yang tidak tepat. Rencana pemerintah untuk
mengurangi dampak penggunaan obat secara berlebihan dengan di canangkannya program Gema
Cermat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat) yaitu penyebaran
edukasi/pengetahuan informasi tentang penggunaan obat secara benar dan rasional dengan lima
indikator utama. Cara memilih obat, cara mendapatkan obat, cara menggunakan obat, cara
menyimpan obat dan cara membuang obat (Purwanto,2023).

1.2 Tujuan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/427/2015. Tujuan


Program Gema Cermat adalah :

1.2.1 Untuk adanya peningkatan pemahaman dan kesadaran pelajar tentang pentingnya
menggunakan obat dengan benar.

1.2.2 Meningkatkan kemandirian dan perubahan prilaku masyarakat dalam mendapatkan,


menggunakan, menyimpan, dan membuang obat secara benar dan tepat.

1.2.3 Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.


BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat

2.1.1 Definisi

Gerakan ini merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui

rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan kepedulian, kesadaran, pemahaman dan

keterampilan masyarakat dalam menggunakan obat secara tepat dan benar (Menkes RI, 2017).

2.1.1 Obat Rasional

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/427/2015.

Dalam buku panduan Gema Cermat kegiatan Gema Cermat yaitu penyebaran informasi tentang

Penggunaan Obat secara Benar dan Rasional dalam Memilih Obat meliputi :

A. Cara Memilih Obat

Obat merupakan produk yang diperlukan untuk pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan,

namun jika penggunaannya salah, tidak tepat, tidak sesuai dengan takaran dan indikasinya akan

membahayakan. Hal yang harus diingat dalam pemilihan obat:

1) Alergi atau reaksi yang tidak diinginkan yang pernah dialami terhadap obat tertentu.

2) Wanita dalam kondisi hamil atau merencanakan untuk hamil, karena beberapa obat dapat

mempengaruhi janin sehingga dapat menyebabkan cacat pada bayi.

3) Wanita yang sedang menyusui, sebab beberapa obat dapat masuk ke dalam airsusu ibu dan

menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada bayi.


4) Diet yang sedang dilakukan misalnya minum obat diet, atau diet rendah garam, atau diet

rendah gula, mengingat selain mengandung bahan berkhasiat obat juga mengandung bahan

tambahan lain seperti pemanis.

5) Sedang minum obat lain. (Depkes RI, 2008)

B. Cara Mendapatkan Obat

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, masyarakat dapat


mendapatkan obat di fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu:

1) Apotek

Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

Apoteker.

2) Instalasi Rumah Sakit

Unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian di Rumah Sakit.

3) Klinik

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang

menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialitik, diselenggarakan oleh lebih dari satu

jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

4) Toko Obat

Sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk

di jual secara eceran Pada waktu menerima obat dari petugas kesehatan di Rumah Sakit,
Puskesmas, Apotek atau Toko Obat, diwajibkan melakukan pemeriksaan fisik obat dan mutu

obat yang meliputi (Depkes RI, 2008) :

1. Jenis Obat

a) Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang di jual bebas di pasaran dan dapat di beli tanpa resep dokter.

b) Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi

masih bisa di jual atau di beli bebas tanpa resep dokter, namun penggunaannya

harus memperhatikan informasi yang menyertai obat dalam kemasan.

c) Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat di beli di apotek dengan resep dokter

d) Obat Narkotik

Obat yang berasal dari turunan tanaman atau bahan kimia yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

e) Psikotropik

Obat bukan golongan narkotik yang berkhasiat mempengaruhi susunan syaraf pusat. Obat

ini menyebabkan perubahan khas. Obat golongan ini hanya di jual dengan rese dokter.
2) Kemasan Obat

Pada Umumnya informasi obat yang di cantumkan adalah

a) Nama Obat

Contoh : Nama Dagang : Panadol.

Nama Zat : Parasetamol/Acetaminophen

b) Komposisi Obat

Informasi tentang zat aktif yang terkandung di dalam suatu obat dapat merupakan

zat tunggal atau kombinasi dari berbagai macam zat aktif dan bahan tambahan

lain.

c) Indikasi

Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit

d) Aturan Pakai

Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu dan berapa kali obat
tersebut di gunakan.

e) Peringatan dan Perhatian

Tanda peringatan yang harus di perhatikan pada setiap kemasan obat bebas

terbatas.

f) Tanggal daluarsa

Tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat

g) Nama Produsen

Nama industri Farmasi yang memproduksi obat


h) Nomor Batch/lot

Nomor penandaan distribusi yang di keluarkan oleh Industri Farmasi

i) Harga Eceran Tertinggi

Harga jual obat tertinggi yang di perbolehkan pemerintah

j) Nomor Registrasi

Merupakan tanda ijin edar sah yang di berikan oleh pemerintah

3) Kadaluarsa Obat

Waktu kadaluarsa obat merupakan batas waktu ketika produk farmasi tidak lagi dalam

kondisi yang dapat di terima efektivitasnya. Umur simpan obat di tentukan oleh waktu

pemecahan zat aktif atau resiko kontaminasi. Tidak semua obat rusak pada tingkat yang sama

(NHS, 2013).

C. Cara Menggunakan Obat

Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan dosis tertentu, dan dengan

penggunaan yang tepat, dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,

menyembuhkan atau memelihara kesehatan (Depkes RI, 2008). Informasi penggunaan obat bagi

pasien dapat di kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

2.2 Informasi umum cara penggunaan obat

a) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau brosur

b) Waktu minum obat, sesuai dengan waktu yang di anjurkan:

c) Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus di patuhi

d) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya antibiotika.
e) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak di maksudkan untuk penggunaan secara
terus-menerus.

f) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau menimbulkan

hal-hal yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

g) Sebaiknya tidak mencampur bebagai jenis obat dalam satu wadah.

h) Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut

tercantum cara penggunaan obat dan informasi lain yang penting.

i) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah

tanggal kadaluarsa.

j) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

k) Tanyakan pada apoteker di Apotek atau petugas kesehatan di poskesdes untuk

mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap.

D. Cara Menyimpan Obat

1. Cara Menyimpan Obat secara umum(Depkes, 2008):

a) Jauhkan dari jangkauan anak-anak

b) Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat

c) Simpan obat di tempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan
yang tertera pada kemasan

d) Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu

yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat dan jangan simpan

obat yang telah kadaluarsa

2. Cara menyimpan obat berdasarkan bentuk sediaan :


a) Tablet dan Kapsul

Tablet dan kapsul disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk,

terlindung dari cahaya. Jangan menyimpan tablet atau kapsul di tempat panas dan

atau lembab (Depkes RI, 1979)

b) Sediaan obat cair

Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalan lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali

disebutkan pada etiket atau kemasan obat (Depkes RI, 2008).

c) Sediaan obat krim

Disimpan dalam wadah tertutup baik atau tube, di tempat sejuk (Depkes RI, 1979)

d) Sediaan obat vagina dan ovula

Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena dalam

suhu kamar akan mencair (Depkes RI, 2008)

e) Sediaan aerosol/spray

Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempuntai suhu tinggi karena dapat menyebabkan

ledakan (Depkes RI, 2008).

Klasifikasi suhu penyimpanan obat berdasarkan ruangan penyimpanan obat (FI,1995):

a) Dingin

Suhu dingin adalah suhu ≤ 8⁰C. Disimpan didalam lemari pendingin.

b) Sejuk

Suhu sejuk adalah 8⁰C-15⁰C di dalam lemari pendingin.

c) Suhu kamar
Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu

yang di atur 15⁰C-30⁰C.

d) Hangat

Disimpan pada suhu 30⁰C-40⁰C

e) Panas

Disimpan pada suhu > 40⁰C

Menurut Depkes RI (2008), cara membuang obat sebagai berikut:

1. Hancurkan obat dan timbun di dalam tanah untuk obat-obat padat (tablet, kapsul dan
suppositoria).

2. Untuk sediaan cair (sirup, suspensi dan emulsi), encerkan sediaan dan campur dengan bahan
yang tidak akan dimakan seperti tanah atau pasir. Buang bersama dengan sampah lain.

3. Terlebih dahulu lepaskan etiket obat dan tutup botol kemudian di buang ditempat, hal ini
untuk menghindari penyalahgunaan bekas wadah obat.

4. Untuk kemasan box, dus dan tube terlebih dahulu digunting baru di buang

2.3 Edukasi Obat Pada Masyarakat

Edukasi atau disebut juga dengan pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmojo, 2003). Edukasi

merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu (Suliha, 2002).

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sudah

semestinya usaha dalam menumbuh kembangkan pendidikan secara sistematis dan berkualitas

perlu terus di upayakan, sehingga tujuan dari proses pendidikan dapat dicapai secara optimal.

Pendidikan memiliki arti penting bagi individu, pendidikan lebih jauh memberikan pengaruh
yang besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Dalam konteks relasi sosial, khususnya dalam relasi

antara masyarakat yang membutuhkan pendidikan pada tingkat dan jenjang tertentu melalui

pendidikan formal dan pemerintah sebagai penyedia kebutuhan itu terdapat semacam muatan

yang menjadi pengikat dalam relasi itu. Hubungan antara masyarakat dan pemerintah dengan

salah satu muatannya adalah kebutuhan atas pendidikan dipahami dalam konteks organisasi,

keberadaannya dapat dilihat dari sudut pandang muatan dalam jaringan sosial dalam suatu

organisasi sosial (Agusyanto, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan terkait pentingnya edukasi atau

pendidikan itu sendiri dalam penelitian ini dalam merencanakan, memantau, mengaplikasikan

metode, mendeskripdsikan, dan mengevaluasi hasil terhadap pengetahuan akan teknik dan

metode apa saja yang diketahui oleh para responden penelitian yakni khususnya para pengunjung

lembaga penyedia layanan kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai pemberian

informasi, instruksi, atau peningkatan pemahaman terkait kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat

meliputi jenis pendidikan terkait potensial kesehatan dan bagaimana potensial kesehatan dapat

tercapai atau terkait bagaimana menghindari masalah penyakit tertentu (Carr et al, 2014).

Tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun

1992 maupun WHO yakni: “meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara

ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan baik

pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat pelayanan kesehatan

maupun program kesehatan lainnya. Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh untuk

meningkatkan derajat kesehatan seseorang dengan cara meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk melakukan upaya kesehatan itu sendiri.


Mubarak et al tahun 2009 mengemukakan bahwa sasaran pendidikan kesehatan dibagi

dalam tiga kelompok sasaran yaitu:

1) Sasaran primer (Primary Target), sasaran langsung pada masyarakat segala

upaya pendidikan atau promosi kesehatan.

2) Sasaran sekunder (Secondary Target), sasaran para tokoh masyarakat adat,

diharapkan kelompok ini pada umumnya akan memberikan pendidikan

kesehatan pada masyarakat disekitarnya.

3) Sasaran Tersier (Tersiery Target), sasaran pada pembuat keputusan atau

penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, diharapkan

dengan keputusan dari kelompok ini akan berdampak kepada perilaku

kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada kelompok primer.

2.4 Penggunaan Obat Rasional

Pengobatan sendiri sering dilakukan oleh masyarakat. Dalam pengobatan sendiri

sebaiknya mengikuti persyaratan penggunaan obat rasional. Materi ini akan membahas

pengertian dan batasan pengobatan rasional. Penggunaan obat dikatakan rasional bila (WHO

1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang

adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.

WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan,
diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat
secara tidak tepat.

Untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya,


untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau.
Dampak Ketidakrasionalan Penggunaan Obat :

a) Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan

Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional adalah peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas penyakit. Sebagai contoh, penderita diare akut non spesifik umumnya

mendapatkan antibiotika dan injeksi, sementara pemberian oralit (yang lebih dianjurkan)

umumnya kurang banyak dilakukan. Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada

anak yang diare dapat membahayakan keselamatan jiwa anak yang bersangkutan. Hal yang sama

juga terjadi pada penderita ISPA non pneumonia pada anak yang umumnya mendapatkan

antibiotika yang usia lanjut. Pada kelompok umur ini kejadian efek samping dialami oleh 1 di

antara 6 penderita usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.Terjadinya resistensi kuman terhadap

antibiotika merupakan salah satu akibat dari pemakaian antibiotika yang berlebih

(overprescribing), kurang (underprescribing), maupun pemberian pada kondisi yang bukan

merupakan indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus).

b) Dampak Terhadap Mutu Kesediaan Obat

Sebagian besar dokter masih cenderung meresepkan antibiotika untuk keluhan batuk dan

pilek. Akibatnya kebutuhan antibiotika menjadi sangat tinggi, padahal diketahui bahwa sebagian

besar batuk pilek disebabkan oleh virus dan antibiotika tidak diperlukan. Dari praktek

pengobatan tersebut tidaklah mengherankan apabila yang umumnya dikeluhkan oleh Puskesmas

adalah tidak cukupnya ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat ditemukan pasien yang

benar-benar menderita infeksi bakteri, antibiotik yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang

terjadi selanjutnya adalah pasien terpaksa diberikan antibiotik lain yang bukan pilihan utama

obat pilihan (drug of choice) dari infeksi tersebut. Di sini terdapat 2 masalah utama:
1) seolah-olah mutu ketersediaan obat sangat jauh dari memadai. Padahal yang terjadi

adalah antibiotik telah dibagi rata ke semua pasien yang sebenarnya tidak memerlukan.

2) dengan mengganti jenis antibiotik akan berdampak pada tidak sembuhnya pasien

(karena antibiotik yang diberikan mungkin tidak memiliki spektrum antibakteri untuk

penyakit tersebut, misalnya pneumonia diberi metronidazol). Atau penyakit menjadi lebih

parah dan pasien kemudianmeninggal.Ketidakrasionalan pemberian obat oleh dokter juga

sering memberi pengaruh buruk bagi pasien maupun masyarakat. Pengaruh buruk ini

dapat berupa ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru

terhadap pengobatan. Beberapa contoh berikut mungkin banyak dijumpai dalam praktek

sehari-hari: Kebiasaan dokter atau petugas kesehatan untuk memberikan injeksi kepada

pasien. Jika tujuannya adalah untuk memuaskan pasien, maka hal ini harus dikaji ulang

secara mendalam karena pemberian obat per injeksi selalu memberikan resiko yang lebih

besar dibandingkan per oral. Resiko ini semakin besar apabila cara pemberian obat per

injeksi tidak lege artis (misalnya menggunakan satu jarum untuk beberapa/banyak

pasien). Dampak berikutnya adalah tertanamnya keyakinan pada masyarakat bahwa

injeksi adalah bentuk pengobatan yang paling baik, karena selalu dianjurkan atau

ditawarkan oleh dokter atau petugas.

c) Dampak Injeksi

Pemberian substitusi terapi pada diare. Dengan memasyarakatnya penanganan diare di

rumah tangga, petugas kesehatan seolah dihinggapi keengganan (keraguan) untuk tetap

memberikan Oralit tanpa disertai obat lain pada pasien dengan diare akut non spesifik. Oleh

sebab itu tidak mengherankan apabila sebagian besar penderita diare akut non spesifi k masih
saja mendapat injeksi maupun antibiotik, yang sebenarnya tidak diperlukan. Sementara Oralit

yang menjadi terapi utama justru sering tidak diberikan. Memberikan roboransia pada anak

dengan dalih untuk merangsang nafsu makan sangatlah keliru apabila tidak disertai upaya untuk

memotivasi orang tua agar memberikan makanan yang bergizi, apalagi pada saat anak sakit.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Masalah penggunaan obat yang rasional di masyarakat terutama pada kalangan pelajar

masih belum banyak yang mengetahui atau masih minim pengetahuan. Oleh karena itu,

pemerintah melalui program gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat yang bekerjasama

dengan masyarakat mengharapkan adanya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan

keterampilan dalam penggunaan obat yang baik dan bijak sehingga melahirkan kepedulian dan

kesadaran dalam penggunaan obat yang beredar di masyarakat.

Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat ini menambah pengetahuan peserta

tentang penggunaan obat yang rasional dan pengobatan sendiri atau swamedikasi melalui

bagaimana mengelola obat dengan baik, menggunakan dan memilih obat dengan benar, dan atau

cara melihat khasiat dan efek sampingnya.

3.2 Saran

Penggunaan obat yang rasional dan pengobatan sendiri atau swamedikasi,sudah seharus

nya menjadi program yang tidak hanya dilakukan pada kalangan masyarakat saja tetapi juga

dilakukan di kalangan pelajar. sehingga diharapkan dengan adanya Gerakan masyarakat cerdas
menggunakan obat ini dapat meyalurkan dan melakukan semua sesuai informasi yang telah

diperoleh agar tidak terjadi penyalahgunaan obat di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

FIP. (1999). Joint Statement By The International Pharmaceutical Federation and TheWorld
Self-Medication Industry: Responsible Self-Medication. FIP & WSMI, 1-2.

Adhitya purwanto, “hubungan edukasi gema cermat terhadap pengetahuan masyarakat tentang
penggunaan obat-obat di wilayah kerja puskesmas ariodillah.”Repository Poltekkes
Kemenkes Palembang”, accessed February 1, 2023,
https://repository.poltekkespalembang.ac.id/items/show/1022.
Agusyanto. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ardiyani, 2016. Tantangan dalam Pelayanan Kefarmasian. Buletin Infarkes (Informasi


Kefarmasian dan Alat Kesehatan). Edisi IV.

Aurelia, 2013. Harapan dan Kepercayaan Konsumen Apotek Terhadap Peran Apoteker Yang
Berada di Wilayah Surabaya Barat, Jurnal Caliptra,Vol.2. No.1.

Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Budiarti, I. 2016. Perbandingan Efektivitas Metode Edukasi Dalam Upaya Meningkatkan


Pengetahuan Ibu Tentang Dagusibu. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Jawa Tengah.

Budiman dan Agus, R. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes, 2008. Modul 1 Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih
Obat bagi Tenaga Kesehata. Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. Jakarta.

Dinkes, 2017. Strategi Pelaksanaan Gema Cermat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Jawa
Barat.

Hening, P., Nur, A.C. dan Warsinah, 2017. Pengaruh Edukasi Apoteker Terhadap Pengetahuan
dan Sikap Masyarakat Terkait Teknik Penggunaan Obat. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Ihsan, Sunandar, dkk. 2016. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari Indikator
Peresepan Menurut World Health Organization (WHO) diSeluruh Puskesmas Kota
Kendari. Fakultas Farmasi. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Kemenkes RI, 2011. Buku Panduan Promosi Kesehatan di Puskesmas, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI, 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional, Bina Pelayanan Kefarmasian. Jakarta.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Kemenkes RI, 2017. Buku Panduan Agent Of Change (AoC) GeMa CerMat. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Pelaksaan Promosi Kesehatan di Puskesmas. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 427 Tahun 2015 Tentang
Gema Cermat. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Mubarak, W. I., & Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.

Notoadmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Prihartanta, Widayat. 2015. Teori-Teori Motivasi. Universitas Islam Negeri Ar- Raniry.
Banda Aceh.

Suliha, Uha. 2002. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Tjay, H. T. dan
Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, 125-141, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992. Tentang Kesehatan, Penerbit Ariloka, Surabaya : 2000

Anda mungkin juga menyukai