Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu kesehatan dan ilmu kimia yang mempelajari tentang
obat-obatan, efektivitas dan keamanan pengguna obat serta penyediaan dan cara
pendistribusian obat. Farmasi juga menyaring dan menyerap pengetahuan yang
selain itu farmasi juga mempelajari tentang farmakologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan
seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologis,
reasorbsi, dan nasibnya dalam organisme obat. Obat didefinisikan sebagai
senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit
atau gangguan, atau menimbulkan kondisi tertentu. Misalnya, membuat seseorang
infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan.
Dalam tubuh manusia terdapat pengaturan tersendiri yang dapat digunakan
untuk mencegah terbentuknya suatu penyakit. Dan hormon-hormon yang
dihasilkan oleh tubuh yang memiliki kerja seperti yang disebutkan sebelumnya.
Salah satu hormon yang memilki fungsi dalam pengaturan metabolisme dan
peredaran glukosa dalam tubuh adalah hormon insulin.
Hormon ini terbentuk pada kelenjar pankreas oleh sel-sel β yang
mensekresikan insulin tersebut. Hormon insulin digunakan untuk mengikat
glukosa dalam darah sehingga tidak terjadi penumpukkan glukosa dalam darah
dan menyebabkan glukosa tersebut diekskresikan lewat urin tanpa digunakan. Hal
ini dapat menyebabkan tubuh menjadi letih, cepat haus, lapar dan sering
berkemih. Ini merupakan gejala penyakit diabetes melitus.
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang
disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ
mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop.
Obat hipoglikemik oral merupakan obat yang sering digunakan untuk
mengatasi diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut organisasi
kesehatan dunia (WHO), terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di dunia,
yang jumlah penderita diabetes memiliki peluang untuk meningkat dua kali lipat
dalam beberapa tahun terakhir. Karena prevlensi yang tinggi dan potensi efek
merusak pada fisik pasien dan keadaan psikologis, diabetes adalah masalah medis
utama yang perlu diperhatikan. Keberadaan penelitian yang melibatkan hewan
coba untuk pengobatan penyakit sangat membantu tidak hanya untuk memahami
tentang patofisiologi penyakit tersebut, tetapi juga pengembangan obat untuk
pengobatannya.
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan praktikum ini dilakukan untuk
menganalisis efek obat hipoglikemik oral dengan melihat dan mengamati serta
menentukan jumlah penurunan kadar glukosa pada hewan uji mencit (Mus
musculus) setelah pemberian antihiperglikemik oral. Efek obat hipoglikemik oral
dapat diamati dengan membandingkan kadar glukosa darah mencit sebelum
pemberian dan setelah pemberian obat hipoglikemik oral.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipoglikemik?
2. Apa saja golongan obat yang termasuk dalam Hipoglikemik?
3. Bagaimana mengetahui efek yang ditimbulkan oleh obat Hipoglikemik?
4. Bagaimana mekanisme kerja dari obat Hipoglikemik?
5. Bagaimana prosedur kerja dan hasil yang didapat?
1.3 Tujuan
Menganalisa efek obat Hipoglikemik oral dengan melihat dan mengamati
serta menentukan jumlah penurunan kadar glukosa pada hewan uji mencit (Mus
musculus) setelah pemberian obat hipoglikemik oral. Mahasiswa dapat
mengetahui prosedur kerja dan hasil dari obat Hipoglikemik.
1.4 Prinsip
Efek obat Hipoglikemik oral dapat diamati dengan membandingkan kadar
glukosa darah mencit sebelum pemberian dan setelah pemberian obat
hipoglikemik oral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1 Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap,
berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang
kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009; Ekawaty, 2016).
Hipoglikemia merupakan penyakit yang disebabakan oleh kadar gula
darah (glukosa) yang rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan
kadar gula darah antara 70-11- mg/dl (Perkeni, 2015 ; Aina Abata, 2014).
2.1.2 Kadar Normal Glukosa dalam darah
Kadar gula darah adalah terjadinya suatu peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan di waktu pagi hari bangun tidur. Bila seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila keadaan kadar gula dalam darah jauh diatas
nilai normal, sedangkan hypoglycemia suatu keadaan kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal. Kadar gula darah
merupakan peningkatan glukosa dalam darah. Konsentrasi terhadap gula darah
atau peningkatan glukosa serum diatur secara ketat di dalam tubuh. Glukosa
dialirkan melalui darah merupakan sumber utama energi untuk sel – sel tubuh.
Nilai untuk kadar gula darah dalam darah bisa dihitung dengan beberapa
cara dan kriteria yang berbeda. Berikut ini tabel untuk penggolongan kadar
glukosa dalam darah sebagai patokan penyaring (lihat tabel 2.1).
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosa DM (mg/dL)

Bukan Belum
DM
DM pasti DM
Kadar Glukosa Plasma Vena <100 100-199 ≥200
darah sewaktu Plasma Kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dL)
Kadar Glukosa Plasma Vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Plasma Kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dL
Sumber : (Kesehatan, 2014)
Sedangkan menurut Rudi (2013), hasil pemeriksaan kadar gula darah
dikatakan normal bila :
a. Gula darah sewaktu : < 110 mg/dL
b. Gula darah puasa : 70 – 110 mg/dL
c. Waktu tidur : 110 – 150 mg/dL
d. 1 jam setelah makan : < 160 mg/dL
e. 2 jam setelah makan : < 140 mg/dL
f. Pada wanita hamil : < 140 mg/dL
2.1.3 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan
sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas
sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas
maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kemenkes, 2017).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin
yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut
maupun relatif (American Diabetes Association, 2019). 
Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme
karbohidrat. Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar
glukosa dalam plasma darah (Sepo dkk, 2017).
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari
rendahnya sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes
mellitus bukan merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan
atau gangguan metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia,
poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan
kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan
sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia
kronik  menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
metabolisme sel, jaringan dan organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah
macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan
diabetes jantung (Ramadan, dkk 2015).
2.1.4 Patofisiologi
Seperti suara mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi
supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari
bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan
makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan
tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak) (Word Healt
Organitation, 2018).
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi
bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino
dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus
kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat
berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel
supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini
disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin meme peran yang
sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Waspadji, dkk, 2002; WHO,
2016 ).
2.1.5 Gejala Diabetes Melitus
Gejala  penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya
tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang
umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala
lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai pada saat tertentu (Putri dkk, 2016 ; Tjoktoprawiro, 1998).
1. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi “tiga P” yaitu:
a) Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan).
b) Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum).
c) Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing).
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang
terus meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan.
Pada keadaan ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa
dalam darah (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998;Self WH, 2016 ).
2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa
darah melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak
sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik,  gejala
dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama
penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).
Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal
dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2002).
Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti
yang disebut dibawah ini (Tjokroprawiro, 1998) :
a. Kesemutan.
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal pada kulit
telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur.
c. Kram.
d. Capai, pegal-pegal.
e. Mudah mengantuk.
f. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
g. Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita.
h. Gigi mudah goyah dan mudah lepas.
i. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
j. Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5 kg.  
2.1.6 Penggolongan Diabetes Melitus
1. Diabetes Mellitus Tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus).
Penyebab utama Diabetes Mellitus Tipe I adalah terjadinya kekurangan
hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Fungsi utama hormon insulin
dalam menurunkan kadar glukosa secara alami dengan cara (Soegondo, 2004) :
a. Meningkatkan jumlah gula yang disipan didalam hati.
b. Merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula.
c. Mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula.
Jika insulin berkurang, kadar gula didalam darah akan meningkat. Gula
dalam darah berasal dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati.
Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah
fungsi hormone insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam
darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormone insulin ataupun terjadi
gangguan pada proses penyerapan hormone insulin pada sel-sel darah maka
potensi terjadinya Diabetes Mellitus sangat besar sekali (Soegondo, 2004).
2. Diabetes Mellitus Tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Jika pada Diabetes Mellitus Tipe I penyebab utamanya adalah dari
malfungsi kelenjar pankreas, maka pada Diabetes Mellitus Tipe II, gangguan
utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-
sel darah. Dalam kondisi ini produktivitas hormone insulin bekerja dengan baik,
namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah,
keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Dibawah ini terdapat beberapa
fakor-faktor yang memiliki peranan penting terjadinya hal tersebut (Soegondo,
2004) :
a. Obesitas.
b. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat.
c. Kurang gerak badan (olahraga).
d. Faktor keturunan.
Diabetes Mellitus tidak menakutkan bila diketahui lebih awal. Gejala-
gejala yang timbul sangat tidak bijaksana untuk dibiarkan, karena justru akan
menjerumuskan kedalam komplikasi yang lebih fatal. Jika berlangsung menahun
kondisi penderita Diabetes Mellitus berpel uang besar menjadi ke toasidosis
ataupun hipoglikemia (Soegondo, 2004).
2.1.7 Faktor-faktor yang memicu terjadinya Diabetes Melitus
Menurut (Waspadji 2002; Hemmingsen B ,2016), faktor-faktor yang
memicu terjadinya Diabetes Melitus antara lain :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal
ini diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin
menjadi berkurang dan sensitifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak
menerima insulin.
2. Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga
dapat memicu munculnya Diabetes Mellitus.
3. Pola makan
Pola yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian
masyarakat perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tubuh dapat menjadi penyebab Diabetes Mellitus, misalnya makanan
gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
4. Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga
Sekitar 15-20 % penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes
Mellitus) mempunyai riwayat keluarga Diabetes Mellitus, sedangkan
IDDM (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) sebanyak 57% berasal dari
keluarga Diabetes Mellitus.
5. Kurangnya berolahraga atau beraktivitas
Olahraga dapat dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat
menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin dapat menurun sehingga dapat
mengakibatkan penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan
Diabetes Mellitus
2.1.8 Golongan Obat Hipoglikemia
a) Sulfoniurea
OHO golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan untuk penderita
diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah
mengalami ketoasidosis sebelumnya. Sulfonilurea bekerja dengan cara
menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Contoh obat sulfonilurea generasi pertama adalah asetoheksamida, klorpropamida,
tolazamida, dan tolbutamida, sedangkan generasi kedua antara lain gliburida
(glibenklamida), glipizida, glikasida, glimepirida, dan glikuidon. Obat golongan
ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal masa kerja,
degradasi, dan aktivitas metabolitnya. Pada pemakaian sulfonilurea, umumnya
selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemia. Untuk menghindari resiko hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang. Efek samping sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah,
antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan saraf. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua karena risiko
hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenkamid. Untuk orang tua
dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek. Glikuidon juga diberikan pada
pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan (Waspadji, 2004).
b) Short-acting insulin secretagogues
Short-Acting Insulin Secretagogues terdiri dari nateglinide dan repaglinide
bekerja seperti sulfonilurea dengan menstimulasi sekresi insulin dari sel β-
pankreas. Efek samping akibat penggunaan short-acting insulin secretagogues
adalah efek hipoglikemi dan peningkatan berat badan. Namun resiko hipoglikemia
yang muncul lebih rendah daripada akibat penggunaan sulfonilurea (gliburid dan
glipizid) (Bilous R, dkk, 20015).
Penggunaan nateglinid dikontraindikasikan bagi pasien DM tipe 1, pasien
yang mengalami ketoasidosis dan hipersensitif terhadap obat ini Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati (Evoy, 2002).
c) Golongan biguanid
Biguanid meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorbsi
glukosa di jaringan perifer meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam
hati dan meningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer (Tjay dan Rahardja,
2007). Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Metformin tidak
meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya
pada pasien dengan obesitas (Schteingart, 2005).
Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida hingga 16%, LDL
kolesterol hingga 8% dan total kolesterol hingga 5%, dan juga dapat
meningkatkan HDL kolesterol hingga 2% .Pada pemakaian tunggal, metformin
dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% (Waspadji, 2004;Fitria,
2017).
Pada pasien dengan berat lebih, dapat dikombinasi dengan obat golongan
sulfonylurea. Kombinasi sulfonilurea dan metformin merupakan kombinasi yang
rasional karena cara kerja berbeda yang saling aditif. Efek samping yang sering
terjadi adalah nausea, muntah, kadang-kadang diare dan dapat menyebabkan
asidosis laktat. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia, misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok,
gagal jantung (Waspadji, 2004 ; Jerums G, dkk.2015).
d) Thiazolidindione
Thiazolidindione bekerja dengan mengikat pada peroxisome proliferator
activator receptor-γ (PPAR-γ), yang terutama ada pada sel lemak dan sel vaskular.
Thiazolidindione secara tidak langsung meningkatkan sensitivitas insulin pada
otot, liver, dan jaringan lemak (Triplitt dkk, 2005 ; Kartika dkk,2017).
Thiazolidindione adalah obat golongan baru yang mempunyai efek
meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi
insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemi. Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan kadar glukosa
dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan
lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan
otot meningkat. Kegiatan farmakologi lainnya antara lain dapat menurunkan kadar
trigliserida atau asam lemak bebas dan mengurangi glukoneogenesis dalam hati.
Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti
sulfonilurea (Tjay dan Raharja, 2007; Kekenus,G. C,2016).
Dua anggota dari golongan tersebut tersedia secara komersial adalah
rosiglitazon dan pioglitazon. Efek samping yang utama dari thiazolidindione
adalah udem, terutama pada pasien hipertensi dan congestive cardiac failure.
Thiazolidindione dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas IIV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pasien yang menggunakan obat ini perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala. Thiazolidindione tidak digunakan sebagai obat tunggal (Katzung,
2017 ;Walker dan Edward, 2003).
e) Golongan α-glukosidase-inhibitors
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α-glukosidase
di dalam saluran cerna. Sehingga reaksi penguraian di-/polisakarida menjadi
monosakarida dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan
absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga
memuncaknya kadar glukosa darah dihindarkan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat ini bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal
50 mg dan dinaikan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari. Efek sampingnya
adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare
(Waspadji, 2004 ; Parkeni ).
2.2. Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol

Rumus Molekul : C2H5OH

Berat Molekul : 46.07 gr/mol

Rumus struktur :

CH3 OH

Pemerian :Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, bau


khas
Kelarutan : Hampir larut dalam larutan
Khasiat : Desinfektan (Membunuh Mikroorganisme)
Kegunaan : Mensterilkan alat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)


Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau; tidak


mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan.
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Na-CMC (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009) 
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa
Rumus molekul : C8H16NaO8
Berat molekul : 644,65 g/mol

Rumus Struktur :

Pemerian  : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading dan


tidak berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan  :Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam
eter P,dalam pelarut organik lain.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Glibenklamid (Soegono, 2004)
Nama Resmi : GLIBENCLAMIDUM
Nama lain : Glibenklamida
Rumus molekul : C23H 28ClN 3O5S
Berat molekul : 494,004 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk kristalin,putih kekuningan, tidak berbau.


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan diklormetan;
sedikit larut dalam alkohol; sangat mudah lrut
dalam aseton, dan dimetilforamamid, dan dalam
larutan alkali hidroksida, sangat sedikt larut dalam
kloroform.
Indikasi : Diabetes Melitus ( katzung, 2010)
Kontraindikasi : Wanita diabetes yang sedang hamil, penderita
glikosuria renal non-diabetes, hiversensitivitas
(Theodorus, 1996 ; Soewondo, 2013).
Efek samping : Mual, muntah, sakit perut, vertigo, bingung,
ataksia, reaksi alergi. Insidens efek samping
generasi I sekitar 4%. Insidensinya lebih rendah
lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan
sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih
terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan
fungsi hepar atau ginjal, terutama yang
mengunakan sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali
terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologic,
SSP, mata dan sebagainya (Gan gunawan, 2007 ;
Soewondo, 2013).
Dosis Lazim : Pada udema oral 40-8 mg (Tjay, 2004 ; Tarigan,
2015)
Farmakodinamik :Glibenklamid merangsang sekresi insulin dari granu
sel–sel langerhans pancreas. Rangsangannya
melalui interaksinya dengan ATP sensitive K
channel (Jayanthi, 2014 ; (Gan gunawan, 2007).
Farmakokinetik : Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi
hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari
generasi I. meski waktu paruhnya pendek, hanya
sekitar 3 – 5 jam, efek hipoglikemiknya
berlangsung 12 – 24 jam, sering cukup diberikan
1x sehari. Alasan mengapa masa paruh yang
pendek ini, memberikan efek hipoglikemik
panjang, belum diketahui (Gan gunawan, 2007 ;
Jayanti, 2014).
Waktu Paruh :Pada keadaan normal skitar 2 jam, meskipun
berkepanjangna pada neonatus
Eliminase : Selama 2 jam, namun pada penderita populasi
khusus seperti pada gangguan hati ginjal maka
eliminasi obat dapat di perpanjang
Durasi : Timbul biasanya 6-8 jam saat pemberiaan secara
oral
Onset : 30-60 menit
2.3.2 Metformin HCl (Evoy, 2002)
Nama Resmi : METFORMINI HYDROCHLORIDA
Nama Lain : Metformin hidroklorida
Rumus molekul : C4H11N5.HCl
Berat molekul : 165,6 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak


berbau, higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam
eter dan dalam kloroform, sukar larut dalam etanol
Kontraindikasi : Kadar insulin, glukosa dan asam lemak bebas
menurun. (Harvey, 2013)
Efek samping : Penggunaan jangka panjang dapat mempengaruhi
absorbsi vitamin B12, insufisiensi ginjal dan hati.
(Harvey, 2013)
Farmakodinamik :Metformin bekerja terutama dengan jalan
mengurangi pengeluaran glukosa hati, sebagian
besar dengan menghambat glukoneogenesis
(Harvey, 2013)
Farmakokinetik  : Mudah diabsorbsi per – oral, tidak terikat dengan
protein serum dan tidak dimetabolisme. Eksresi
melalui urin ( Katzung, 200)
Waktu paruh : Lebih kurang1, 4 jam ( Maron, 2010)
Dosis : Antara 1,3 mg/hari untuk gagal jantung koroner
serta 50 dan100mg /hari untuk hipertensi ( Maron,
2010)
Durasi : 7-14 hari
Onset : 1-3 jam

2.4 Uraian Hewan


Mencit (Mus musculus) (Akbar Budhi, 2010 ; Ridwan Endi 2015)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Mencit (Mus musculus)
Spesies : Mus musculus

Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah


mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalamkingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaanmengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, dengan nama genus
Menurut Priyambodo (2003 ; Garattini, 2017), Mus serta memilki nama
spesies Mus musculus L. Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa
rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.
Mencit merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada
malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ;faktor
eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya Mencit
memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4
gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-407 gram untuk mencit
jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa.Sebagai hewan pengerat
mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998 ; Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2015).
Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan
molar 3/3 Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai
umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.Satu
induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,1988;
Setijono, 1985 ; Ridwan Endi, 2015).
Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan
dilaboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi
Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang tinggi, tetapi mencit juga
dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988; Yuwono, 2002 ; Garattini, 2017).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum mengenai hipoglikemik dilaksanakan di Laboratorium
Farmakologi, Fakultas Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
pada hari senin, tanggal 29 Maret 2021 pukul 08.00-11.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang akan digunakan yaitu Batang pengaduk, Gelas Beaker,
Gelas ukur, Gunting, Dispo 1 ml, sonde oral , Timbangan berat badan
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang akan digunakan yaitu Alkohol 70%, Aquades, glukosa
5%, Kapas, Na. CMC, Tablet glibenklamid, tablet metformin.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Na CMC 1%
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang Na CMC sebanyak 1 gr
4. Dipanaskan air sebanyak 100 ml hingga mendidih
5. Dimasukkan Na CMC ke dalam gelas kimia
6. Ditambahkan 100 ml air panas
7. Diaduk hingga homogen
3.3.2 Pembuatan Glukosa 5%
1. Ditimbang Glukosa sebanyak sebanyak 5 g
2. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan 50 ml air suling
3. Diaduk campuran hingga larut
4. Dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling
3.3.3 Perlakuan terhadap mencit
1. Dipuasakan mencit selama 8 jam
2. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
3. Ditimbang berat badan mencit, dan dicatat
4. Ditimbang bahan-bahan obat yang akan digunakan
5. Dibagi 3 kelompok mencit, kelompok 1 sebagai kontrol diberikan larutan
na cmc, kelompok 2 diberi suspensi glibenklamid dan kelompok 3 diberi
suspensi metformin HCl
6. Dilakukan pengambilan darah dengan cara dipotong ekor mencit tersebut
±0,5 cm dari ujung ekor menggunakan gunting yang sebelumnya telah
diusap dengan alkohol 70%
7. Dilakukan pengecekan kadar glukosa darah dengan cara sampel darah
dimasukkan ke dalam autocheck
8. Dicatat hasil kadar glukosa darah sebagai kadar glukosa puasa
9. Diberikan penginduksi diabetes yaitu glukosa 5% pada semua kelompok
mencit secara oral
10. Ditunggu 10-15 menit untuk mengecek kembali kadar glukosa darah,
dicatat sebagai hasil glukosa setelah pembebanan
11. Diberikan obat pada masing-masing kelompok (Kelompok 1 sebagai
kontrol diberikan larutan na cmc, kelompok 2 diberi suspensi
glibenklamid dan kelompok 3 diberi suspensi metformin HCl), secara oral
dengan volume 1 ml
12. Ditunggu sampai pada menit ke 20 dan 40 setelah pemberian obat
13. Dilakukan pengecekan kadar gula darah di ekor mencit pada masing-
masing kelompok yang telah digunting bagian ekornya.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan

Kelom Kadar gula (mg/dL) Waktu (menit)


N
pok Gambar
o Puasa Diabetes 20 40
Mencit
1 Kontro
l
125 163 168 188
2. Gliben
klamid

152 188 79 92
3. Metfor
min
HCl

168 146 110 92

Perhitungan konversi dosis :


1. Konversi dosis tablet glibenklamid
Dosis lazim glibenklamid untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk BB 20 gr = Dosis lazim x Faktor konversi
= 5 mg x 0,0026
= 0,013 mg

Untuk mencit dengan berat 25 gr = x 0,013 mg

= 0,01625 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 ml
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 20 ml

Jumlah glibenklamid yang ditimbang = x 0,01625 mg

= 0,325 mg
= 0,000325 gr

% kadar glibenklamid = x 100%

= 0,001625%
Berat 1 tablet = 20 mg

Berat serbuk yang ditimbang = x 20 mg

= 1,3 mg = 0,0013gr
2. Konversi dosis tablet metformin HCl
Dosis lazim paracetamol untuk manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk BB 20 gr = Dosis lazim x Faktor konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg

Untuk mencit dengan berat 30 gr = x 1,3 mg

= 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 ml
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 20 ml

Jumlah metformin HCl yang ditimbang = x 1,95 mg

= 39 mg
= 0,039 gr
% kadar metformin HCl = x 100%

= 0,195 %
Berat 1 tablet = 750 mg

Berat serbuk yang ditimbang = x 750 mg

= 58,5 mg = 0,0585gr
4.2 Pembahasan
Menurut Rusdi (2020), hipoglikemia adalah keadaan dimana ketidak
normalan konsentrasi glukosa dalam plasma darah yang menunjukkan nilai
kurang dari 3,9 mmol/ l (70 mg/dl) dan merupakan komplikasi akut DM yang
seringkali terjadi secara berulang. Menurut Tjahdi dkk (2015) Diabetes Melitus
adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang
progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.
Sebelum melakukan praktikum disediakan terlebih dahulu alat dan bahan
yang akan digunakan. Alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan alkohol 70% yang bertujuan untuk membersihkan alat dari mikroba
dan partikel yang dapat mengganggu pada praktikum, sedangkan menurut Pratiwi
(2008), Alkohol berfungsi sebagai disinfektan dengan cara melarutkan lipid pada
membran sel mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein yang dimiliki oleh
mikroorganisme tersebut sehingga alat dental yang diolesi alkohol akan berkurang
angka hitung kumannya.
Ditimbang bahan yang akan digunakan yaitu glukosa 5%, glibenklamik
dan metformin sesuai perhitungan dosis. Setelah bahan ditimbang kemudian
ditimbang berat badan mencit yang akan digunakan dan dibagi dalam 3 kelompok,
yaitu kelompok 1 sebagai kontrol, kelompok 2 glibenklamik dan kelompok 3
metformin.
Obat dilarutkan kedalam Na-CMC masing masing obat sebanyak 5 ml.
Penggunaan Na-CMC sebagai pelarut dikarenakan Na-CMC dapat terdispersi
kedalam air sehingga membentuk larutan koloidal, Sedangkan menurut Lachman
et al (1994), Na-CMC mudah terdispersi kedalam air sehingga membentuk larutan
koloidal tetapi tidak larut dalam berbagai jenis pelarut organik dan dapat
meningkatkan visikositas. Na-CMC digunakan karena tingkat viskositas yang
dimilikinya. Glibenklamid dibuat dalam bentuk sediaan suspensi yaitu dengan Na-
CMC karena sifatnya yang praktis tidak larut dalam air. Sedangkan metformin
hidroklorida mempunyai kelarutan tinggi dan permeabilitas yang rendah sehingga
termasuk pada kelas III dan dilarutkan ke dalam suspensi.
Sebelum dilakukan perlakuan pada hewan coba mencit dipuasakan agar
dapat dibandingkan kadar glukosa pada saat pemberian obat, semua hewan coba
mencit di induksi dengan glukosa 5%. Alasan penggunaan glukosa sebagai
penginduksi yaitu untuk meningkatakan kadar glukosa darah mencit, menurut
Katzung (2017), glukosa 5% bertujuan untuk mencegah fase hipoglikemia yang
akan menyebabkan kejang dan berakibat fatal terjadi 4-8 jam. Kemudian diukur
kadar gulah darah pada mencit dengan cara pengambilan darahnya yaitu ekor
mencit diusap dengan kapas yang terlebih dahulu diberi alkohol 70% hal ini
bertujuan untuk vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah pada ekor mencit,
lalu ekor mencit dipotong dengan menggunakan gunting yang telah dibersihkan
dengan alkohol 70%. Setelah itu ekor dipegang kuat-kuat sampai keluar darah di
ujung vena lateralis. Darah yang keluar kemudian diteteskan ke strip glukometer.
Pada kelompok kontrol yang diberikan Na-CMC sebanyak 1 ml pada
menit ke 20 kadar glukosa darah mencit yaitu 163 mg/dl sedangkan kadar glukosa
mencit setelah dipuasakan 8 jam adalah 125 mg/dl dan kadar glukosa mencit
setelah diinduksi yaitu 120 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan
pemberian Na-CMC tidak memberikan efek pada perlakuan mencit. Menurut
Rowe (2009), Natrium karboksi metilselulosa adalah garam natrium dari
polikarboksilmetil eter selulosa. Merupakan serbuk atau granul, putih sampai
krem, higroskopik. Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, dan
dapat sebagai pelarut.
Pada kelompok selanjutnya diberi obat glibenklamik sebanyak 5 mg yang
telah dilarutkan kedalam Na-CMC sebanyak 10 ml dan diambil sebanyak 1 ml.
Kadar glukosa darah mencit yang telah dipuasakan yaitu 152 mg/dl setelah
diinduksi dengan glukosa 5% kadar glukosa darah meningkat yaitu 188 mg/ dl.
Pada menit ke 20 setelah pemberian obat glibenklamik kadar gula darah mencit
menurun yaitu 110 mg/dl dan pada menit ke 40 setelah pemberian obat
glibenklamik kadar gula darah mencit menurun yaitu 92 mg/dl. Menurut Richer
(2016), mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan merangsang sekresi
hormon insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas.
Pada kelompok ketiga diberikan obat metformin HCl sebanyak 500 mg
yang telah dilarutkan kedalam Na-CMC sebanyak 5 ml dan diambil sebanyak 1
ml. Kadar glukosa darah mencit yang telah dipuasakan yaitu 228 mg/dl setelah
diberi penginduksi glukosa 5% kadar gula darah mencit menurun yaitu 198 mg/dl
dan pada menit ke 20 setelah diberikan obat metformin kadar gula darah pada
mencit menurun yaitu 138 mg/dl, dan pada menit ke 40 kadar gula darah pada
mencit meningkat yaitu 159 mg/dl. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Karena
adanya kemungkinan kesalahan pada saat praktikum. Menurut Irawati (2016),
metformin bekerja terutama dengan jalan mengurangi pengeluaran glukosa hati,
sebagian besar dengan menghambat glukoneogenesis.
Dari hasil pengamatan yang didapatkan, dapat dilihat bahwa penurunan
kadar glukosa darah mencit terjadi pada mencit pemberian obat glibenklamik
Menurut British (2015) ,menyatakan bahwa Glibenklamid merupakan obat
pertama dari antidiabetika oral generasi kedua dengan khasiat hipoglikemisnya
yang kira-kira 100 kali lebih kuat dari pada tolbutamit, dimana mekanisme kerja
dari glibenklamid adalah dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul
sel-sel β langerhans pankreas. Sedangkan metorfim Kerjanya untuk menurunkan
glukosa darah tidak tergantung pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B. Glukosa
tidak menurun pada subjek normal setelah puasa satu malam,tetapi kadar glukosa
darah pasca prandial mereka menurun selama pemberian biguanid. Mekanisme
kerja yang diusulkan adalah stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan
dengan peningkatan eliminasi glukosa dari darah, penurunan glukoneogenesis
hati, melambatkan absorbsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan
perubahan glukosa menjadi laktat oleh enterosit dan penurunan kadar glukagon
plasma (Katzung, 2015).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Efek hipoglikemik suatu obat yang di berikan pada mencit dengan berat 25
g diberikan Na-CMC sebagai kontrol, untuk penginduksi yaitu menggunakan
larutan glukosa 1 ml, ditunggu 5-10 menit setelah pemberian penginduksi
glukosa. Untuk obat menggunakan glibeklamid dengan volume pemberian
masing-masing 1 ml, dan metformin dengan volume pemberian masing-masing 1
ml. Diberikan secara intra muskular atau diotot, karena insulin larut lemak.
Ditunggu 30 menit. Dilihat dari data yang didapat setelah pemberian 30 menit
kadar gula darah pada setiap mencit itu menurun, artinya obat yang diberikan
berefek sesuai yang diindikasikan
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Jurusan
Untuk kelancaraan praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas dan penuntun
praktikan yang digunakan dalam praktek lebih dilengkapi agar hasil yang
diperoleh dalam pengambilan data lebih maksimal dan kesalahan dalam
pengambilan data berkurang.
5.2.2 Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat yang ada dilboratorium lebih diperhatikan dan dirawat
lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan baik maksimal tanpa ada
kekurangan.
5.2.3 Untuk Asisten
Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih
ditingkatkan dan asisten juga harus banyak memberi wawasan praktikan. Dan
hubungan antara asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja sama yang baik.

Anda mungkin juga menyukai