Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM


ENDOKRIN : HIPOGLIKEMIA

A. Definisi
Hipoglikemia  merupakan  suatu kegagalan  dalam  mencapai  batas
normal  kadar  glukosa  darah  (Kedia, 2016).
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi
karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan
obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala
klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi
kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang
sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2016).
B. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-
rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada
alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat

1
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-
masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
a. Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glikagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity “.
b. Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin.
c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin.
Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan
sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal
dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga
dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk
insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak
sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan
(perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4-7
dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan
dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan
sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada
pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah,
sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam
lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat
berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan

2
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel-sel
otot, fibroblas dan sel lemak.
C. Epidemiologi
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan angka
kejadian 10-30% psien per tahun dengan angka kematian 3-4% (Goldman and
Shcafer, 2012). Sedangkan DM tipe 2 angka kejadiannya 1,2% pasien per
tahun (Berber et al 2013).
Rata-rata kejadian hipoglikemia meningkat dari 3,2 per 100 orang
pertahun menjadi 7,7 per 100 orang pertahun pada penggunaan insulin (Cutll
et al 2001). Sebagai penyakit akut pada DM tipe 2, Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan insulin Dan sulfonilurea (PERKENI 2011).
Menurut survey yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan
ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina,
dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6 % dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada
tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan
menurut Menkes, secara global WHO memperkirakan penyakit tidak menular
(PTM) telah menyebabkan sekitar 60 % kematian dan 43 % kesakitan
diseluruh dunia (Supari, 2015).
Di Indonesia masih belum ada data, secara umum insidens
hipoglikemia. Dalam sebuah penelitian, 80% pasien dengan hipoglikemia
nokturnal tidak memiliki gejala. Insiden hipoglikemia pada bayi baru lahir
ialah mencapai 1,3-3,0 / 1000 kelahiran hidup. Hipoglikemia juga bisa terjadi
sampai 14% bayi-baru-lahir yang sehat dan dilahirkan dengan masa kehamilan
normal. Dan 16% pada bayi baru lahir BMK (besar untuk masa kehamilan)
yang dilahirkan dari ibu yang menderita diabetes.

D. Klasifikasi
Menurut Setyohadi (2018) dan Thompson (2016), hipoglikemia
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan (glukosa darah 50-60 mg/Terjadi jika kadar glukosa darah
menurun dan sistem saraf simpatik akan terangsang, pelimpahan

3
adrenalin ke darah menyebabkan gejala : tumor, kegelisahan, rasa
lapar, dll.
2. Sedang (glukosa darah <50 mg/dL
Penurunan kadar glukosa dapat menyebakan sel2 otak tidak
memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan
berkonsentrasi, penurunan daya ingat, penglihatan ganda, peasaan
ingin pingsan.
3. Berat (glukosa darah < 35 mg/dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia.
Gejalanya : serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan
kesadaran.
Hipoglikemia spontan pada orang dewasa dibedakan atas dua
tipe, yaitu :
1. Hipoglikemia puasa
Hipoglikemia puasa biasanya timbul menyertai penyakit endokrin
tertentu, seperti  hipopituitarisme, penyakit Addison, atau
mixedema; terkait dengan malfungsi hepar, seperti alkoholisme
akut dan gagal hati; pada orang dengan penyakit ginjal, terutama
pada pasien yang memerlukan dialisis. Pada keadaan ini
hipoglikemia nyata tampilan sekunder. Jika hipoglikemia puasa ini
merupakan manifestasi primer, maka penyebabnya mungkin a)
hiperinsulinemia akibat tumor sel b pankreas atau karena
pemberian insulin atau pobat sulfonilurea dosis berlebihan; b)
akibat sekresi insulin tumor ekstra-pankreatik.
2. Hipoglikemia pasca-sarapan (postprandial)Hipoglikemia reaktif dapat
dibagi menjadi awal (2-3 jam sesudah makan) dan lambat (35 jam
pasca-sarapan). Hipoglikemia awal (alimentary) timbul jika ada
pengeluaran KH yang cepat dari lambung kedalam usus halus, diikuti
dengan peninggian absorpsi glukosa dan hiperinsulinemia. Hal ini
terlihat pada pasien pasca-gastrektomi (sindroma dumping). Ada pula

4
yang bersifat fungsional sebagai tanda adanya overaktivitas saraf
parasimpatik yang dimediasi saraf vagus. Pada beberapa keadaan yang
jarang dijumpai adanya defek pada hormon kontra-regulasi, seperti
pada defisiensi growth hormone, glukagon, kortisol, atau respon
autonomic.
Definisi hipogikemia pada anak.belum bisa ditetapkan dengan
pasti, namun berdasarkan . pendapat dari beberapa sarjana dapat
dikemukakan angka-angka seperti terlihat pada table. Nilai kadar
glukose darah/ plasma atau serum untuk diagnosis Hipoglikemia pada
berbagai kelompok umur anak :
KELOMPOK GLOKUSE DARAH
UMUR <mg/dl PLASMA/SERUM
Bayi/anak <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml
Neonatus
* BBLR/KMK <20 mg/100 ml <25 mg/100 ml
* BCB
0 - 3 hr <30 mg/100 ml <35 mg/100 ml
3 hr <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml

E. Etiologi/Penyebab
Dosis  pemberian  insulin  yang kurang  tepat,  kurangnya 
asupan karbohidrat  karena  menunda  atau melewatkan  makan, 
konsumsi  alkohol, peningkatan  pemanfaatan  karbohidrat karena 
latihan  atau  penurunan  berat badan (Kedia, 2016).
Menurut Sabatine (2016), hipoglikemia dapat terjadi pada
penderita Diabetes dan Non Diabetes dengan etiologi sebagai berikut :
1. Pada Diabetes
a. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang
diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar
gula darahnya (Overdose insulin).

5
b. Asupan makan yang lebih dari kurang (tertunda atau lupa,
terlalu sedikit, output yang berlebihan seperti adanya gejala
muntah dan diare, serta diet yang berlebih).
c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal (Ex.
Hipotiroid)
d. Aktivitas berlebih
e. Gagal ginjal
2. Pada Non Diabetes
a. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan
glukosa di hati
b. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
c. Paska aktivitas
d. Konsumsi makanan yang sedikit kalori
e. Konsumsi alkohol
f. Paska melahirkan
g. Post gastrectomy
h. Penggunaan obat dalam jumlah yang berlebih (Ex. Salisilat,
sulfonamide)
F. Faktor Resiko Hipoglikemia
Menurut Kedia (2016), terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko hipoglikemia pada penderita diabetes yaitu :
1. Gangguan kesadaran hipoglikemi, merupakan faktor resiko utama,
ketidaksadaran tersebut berarti ada ketidakmampuan untuk
mendeteksi terjadinya hipoglikemia dan akibatnya, indivdu
cenderung kurang untuk memulai tindakan korektif cepat dan lebih
cenderung menderita episode parah.
2. Usia muda, karena kesadaran tentang tanda-tanda dan gejala yang
lebih rendah

6
G. Patofisiologi
Dalam  diabetes,  hipoglikemia terjadi  akibat  kelebihan  insulin  relatif ataupun 
absolute  dan  juga  gangguan pertahanan  fisiologis  yaitu  penurunan plasma 
glukosa.  Mekanisme pertahanan  fisiologis  dapat  menjaga keseimbangan  kadar 
glukosa  darah, baik  pada  penderita  diabetes  tipe  I ataupun pada penderita
diabetes tipe II. Glukosa  sendiri  merupakan  bahan bakar  metabolisme  yang 
harus  ada untuk otak.  Efek hipoglikemia terutama berkaitan  dengan  sistem 
saraf  pusat, sistem  pencernaan  dan  sistem peredaran darah (Kedia, 2016).
Glukosa  merupakan  bahan bakar  metabolisme  yang  utama  untuk
otak.  Selain  itu  otak  tidak  dapat mensintesis  glukosa  dan  hanya menyimpan 
cadangan  glukosa  (dalam bentuk  glikogen)  dalam  jumlah  yang sangat 
sedikit.  Oleh  karena  itu,  fungsi otak  yang  normal  sangat  tergantung pada 
konsentrasi  asupan  glukosa  dan sirkulasi.  Gangguan glukosa dapat 
menimbulkan  disfungsi  sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai 
glukosa  ke  otak.  Karena  terjadi penurunan  suplai  glukosa  ke  otak dapat 
menyebabkan  terjadinya penurunan  suplai  oksigen  ke  otak sehingga  akan 
menyebabkan  pusing, bingung, lemah (Kedia, 2016).
Konsentrasi  glukosa  darah normal,  sekitar  70-110  mg/dL.
Penurunan  konsentrasi  glukosa  darah akan  memicu  respon  tubuh,  yaitu
penurunan  kosentrasi  insulin  secara fisiologis  seiring  dengan  turunnya
konsentrasi  glukosa  darah,  peningkatan konsentrasi  glucagon  dan  epineprin
sebagai  respon  neuroendokrin  pada kosentrasi  glukosa  darah  di  bawah batas 
normal,  dan  timbulnya  gejala- gejala  neurologic  (autonom)  dan penurunan 
kesadaran  pada  kosentrasi glukosa  darah  di  bawah  batas  normal (Setyohadi, 
2018).  Penurunan kesadaran  akan  mengakibatkan depresan  pusat  pernapasan 
sehingga akan  mengakibatkan  pola  nafas  tidak efektif (Carpenito, 2017).
Batas  kosentrasi  glukosa  darah berkaitan  erat  dengan  system
hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi  glukosa  endogen  serta
penggunaan glukosa oleh organ perifer.Insulin  memegang  peranan  utama
dalam  pengaturan  kosentrasi  glukosa darah.  Apabila  konsentrasi  glukosa
darah  menurun  melewati  batas  bawah konsentrasi  normal,  hormon-hormon
konstraregulasi  akan  melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh 

7
sel  α  pankreas  berperan  penting sebagai  pertahanan  utama  terhadap
hipoglikemia.  Selanjutnya  epinefrin, kortisol  dan  hormon  pertumbuhan  juga
berperan  meningkatkan  produksi  dan mengurangi  penggunaan  glukosa.
Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon  yang  disekresi  pada  kejadian
hipoglikemia  akut.  Glukagon  hanya bekerja  dalam  hati.  Glukagon  mulamula 
meningkatkan  glikogenolisis  dan kemudian  glukoneogenesis,  sehingga terjadi 
penurunan  energi  akan menyebabkan  ketidakstabilan  kadar glukosa  darah 
(Herdman,  2017).
Penurunan  kadar  glukosa  darah  juga menyebabkan terjadi
penurunan perfusi jaringan  perifer,  sehingga  epineprin juga  merangsang 
lipolisis  di  jaringan lemak  serta  proteolisis  di  otot  yang biasanya  ditandai 
dengan  berkeringat, gemetaran,  akral  dingin,  klien  pingsan dan lemah
(Setyohadi, 2018).
Pelepasan  epinefrin,  yang cenderung  menyebabkan  rasa  lapar
karena rendahnya kadar glukosa darah akan  menyebabkan  suplai  glukosa  ke
jaringan  menurun  sehingga  masalah keperawatan  nutrisi  kurang  dari
kebutuhan  tubuh  dapat  muncul (Carpenito, 2016).

H. Manifestasi Klinis
Menurut Setyohadi (2018), manifestasi klinis hipoglikemia antara lain:
1. Adrenergik  seperti:  pucat,  keringat dingin,  takikardi,  gemetar, lapar,
cemas,  gelisah,  sakit  kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia  seperti  bingung, bicara  tidak  jelas,  perubahan  sikap
perilaku,  lemah,  disorientasi, penurunan  kesadaran,  kejang, penurunan 
terhadap  stimulus bahaya.
Menurut Suyono (2016), manifestasi klinis hipoglikemia antara lain:
1. Hipoglikemia ringan : ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf
simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah
menyebabkan gejala seperti : perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi dan
rasa lapar.
2. Hipoglikemia sedang : penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-
sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik.

8
Tanda- tanda gangguan fisik pada system saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, pati rasa di derah bibir serta lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
3. Hipoglikemia berat : fungsi system saraf pusat mengalami gangguan
yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain
untuk mengatasi hipoglikemi yang di deritanya. Gejala dapat mencakup
perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kajang, sulit
dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi
glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140
mg/dl/2 jam
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh
kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat
mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan
kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut
menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
J. Penatalaksanaan
Pedoman tatalaksana Hipoglikemia menurut PERKENI (2006)
pedoman sebagai berikut :
1. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

9
2. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV)  → satu flakon (25
cc) Dex 40% (10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang
lebih 25-30 mg/dl.
Manajemen Hipoglikemi menurut Soemadji (2016); Rush &
Louise (2018) ; Smeltzer & Bare (2018) sebagai berikut:
Tergantung derajat hipoglikemi:
1. Hipoglikemi ringan:
a. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6 -10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
b. Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menitulangi
pemberiannya
c. Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori
coklat, kue, donat, ice cream, cake
2. Hipoglikemi berat:
a. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
b. Bila klien dalam keadaan tidak sadar, Jangan memberikan
makanan atau minuman
Pada hipoglikemia berat, membutuhkan bantuan eksternal (obat) :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosaoral
karena pingsan, kejang, atau perubahan status mental. Pada
keadaan darurat dapat pemberian dekstorsa dalam air pada
konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang
dewasa, sedangkan konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada
anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin,
glukagon adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk
hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara IV
dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional, glukagon dapat
diberikan oleh subcutan atau intramuskular.

10
K. Komplikasi
Komplikasi  dari  hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang
berubah  selalu  dapat  menyebabkan gangguan  pernafasan,  selain  itu
hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut.  Hipoglikemia
berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan  gangguan neuropsikologis
sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek 
hipoglikemia  berkaitan  dengan sistem  saraf  pusat  yang  biasanya ditandai 
oleh  perilaku  dan  pola  bicara yang  abnormal  (Jevon,  2017). Menurut 
Kedia  (2016),  hipoglikemia yang  berlangsung  lama  bisa menyebabkan 
kerusakan  otak  yang permanen, hipoglikemia  juga  dapat menyebabkan
koma sampai kematian.      
L. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji
respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan
yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah
kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga juga orang terdekat atau
masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat
dalam mengurangi/mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
M. Pengkajian

11
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data
secara sistematis, memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan
mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2006).
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis dan no. RM, sedangkan identitas
penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh pusing, lemah dan penurunan
konsentrasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya hipoglikemia, apa yang dirasakan
klien dan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus,
hepatitis, sirosis hepatis, gagal ginjal dan penyakit lainnya yang
berhubungan dengan hipoglikemia. Kaji riwayat penggunaan obat,
konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang dilakukan dan asupan makanan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keluarga yang bisa menimbulkan hipoglikemia
seperti diabetes mellitus, hepatitis
Pola pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson :
a. Pola oksigenasi
Sebelum sakit : klien bernafas secara normal, tidak menderita
penyakit pernafasan.
Saat dikaji : klien sesak nafas, RR 22x/ menit
b. Pola nutrisi

12
Sebelum sakit : klien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan lauk)pasien
suka makan yang mengandung kolesterol tinggi, minum 6-8 gelas/hari
Saat dikaji : klien makan sesuai diit yang telah diberikan,
minum 4-5 gelas/hari.
c. Pola eliminasi        
Sebelum sakit : klien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari
Saat dikaji : klien BAK 3-5x/hari dan BAB 1x/hari
d. Pola aktivitas/ bekerja       
Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas secara mandiri, bekerja
sebagai wiraswasta
Saat dikaji : aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan tidak
dapat bekerja.
e. Pola istirahat          
Sebelum sakit : klien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari
Saat dikaji : klien istirahat/ tidur 7-9 jam/hari
f. Pola suhu   
Sebelum sakit : klien tidak pernah demam (suhu normal)
Saat dikaji : suhu klien normal 360C
g. Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : klien dapat melakukan gerak bebas sesuai
keinginannya
Saat dikaji : klien hanya melakukan gerak-gerak
terbatas karena sesak dan nyeri dada kiri.
h. Pola berpakaian
Sebelum sakit : klien dapat mengenakan pakaiannya secara
mandiri dan memakai pakaian kesayangannya
Saat dikaji : klien menggunakan pakaian seadaanya dan
dibantu keluarga saat mengganti pakaiannya
i. Pola personal hygine
Sebelum sakit : klien biasa mandi 2xsehari dengan air
bersih dan sabun mandi tanpa bantuan keluarganya

13
Saat dikaji : klien mandi dengan cara diseka dan
dibantu keluarganya
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit : klien berkomunikasi dengan lancar,
memakai bahasa daerah
Saat dikaji : klien berkomunikasi dengan lancar,
memakai bahasa daerah
k. Pola spiritual   
Sebelum sakit : klien beribadah sesuai agamanya
Saat dikaji : klien terganggu dalam melakukan ibadah
(sholat)
l. Pola aman & nyaman
Sebelum sakit : klien merasa aman dan nyaman hidup
bersama keluarga
Saat dikaji       : klien merasa gelisah dirawat di rumah sakit
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit : klien kadang-kadang berekreasi ke tempat-
tempat wisata
Saat dikaji : klien tidak dapat berekreasi, hanya tiduran
di tempat tidur dan cenderung diam         
n. Pola belajar
Sebelum sakit : klien tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya
Saat dikaji : klien tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik Review of System (ROS)
1) Pernafasan (B1)
pernafasan cepat dan dalam, frekuensi meningkat, nafas
berbau aseton.
2) Kardiovaskuler (B2)

14
Palpitasi, Akral dingin dan pucat, berkeringat meski suhu
normal, perubahan TD postural, hipotensi, nadi menurun,
ulkus pada kaki dan penyembuhan luka yang lama.
3) Persyarafan (B3)
Agresif, emosi labil, pusing, penglihatan kabur/ganda,
parestesia bibir dan jari, kejang, penurunan kesadaran-
koma, letargi, gangguan memori, reflek tendon menurun,
penurunan sensasi.
4) Perkemihan (B4)
Poliuria pada kasus hipoglikemi akibat diabetes mellitus,
nocturia, ISK, urine encer, dapat menjadi oliguria/anuria
bila terjadi hipovolemia berat, glukosuria.
5) Pencernaan (B5)
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, diare,
bising usus meningkat, polifagi dan polidipsi, Rasa lapar
timbul akibat efek pelepasan epinefrin (adrenalin).
6) Muskuloskeletal dan integument (B6)
Kelemahan dan mudah capek saat melakukan aktivitas,
sulit bergerak, kulit/membrane mukosa kering.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa postpradial
oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5
jam.
b. Glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin dua kali negatif
terhadap glukosa.
c. EKG: Takikardia
5. Pengelompokkan Data (Data Fokus)
a. Data Subyektif :
1) Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
2) Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
3) Rasa lapar (bayi sering nangis)
4) Nyeri kepala

15
5) Sering menguap
6) Irritabel
b. Data obyektif :
1) Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor,
kejang, kaku.
2) Hight-pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea,
nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar,
menolak makan dan koma.
3) Plasma glukosa < 50 gr
N. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, peningkatan secret.
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan disfungsi sistem
saraf pusat akibat hipoglikemia.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh
darah.

16
2.2.1 Rencana Keperawatan
Diagnosa
N
Keperawata SDKI SLKI Rasional
o
n
1. Ketidakefekti Setelah Airway
fan bersihan dilakukan Management
jalan nafas tindakan 1. Auskultas 1. Adanya bunyi ronchi
berhubungan keperawatan i bunyi menandakan terdapat
dengan selama 3x24 nafas penumpukan sekret
obstruksi jam tambahan atau sekret berlebih di
jalan nafas, diharapkan ; ronchi, jalan nafas.
peningkatan jalan napas wheezing. 2. Posisi
secret normal 2. Berikan memaksimalkan
dengan posisi ekspansi paru dan
kriteria: yang menurunkan upaya
Respiratory nyaman pernapasan. Ventilasi
status: untuk maksimal membuka
airway menguran area atelektasis dan
patency gi meningkatkan gerakan
1. Frekuensi dispnea. sekret ke jalan nafas
pernapasa besar untuk
n dalam dikeluarkan.
batas 3. Mencegah obstruksi
normal 3. Bersihkan atau aspirasi.
(16- sekret Penghisapan dapat
20x/mnt) dari mulut diperlukan bila klien
2. Irama dan tidak mampu
pernapasn trakea; mengeluarkan sekret
normal lakukan sendiri.
3. Kedalama penghisap
n an sesuai
pernapasa keperluan 4. Mengoptimalkan
n normal . keseimbangan cairan
4. Klien 4. Anjurkan dan membantu
mampu asupan mengencerkan sekret
mengelua cairan sehingga mudah
rkan adekuat. dikeluarkan.
sputum 5. Fisioterapi dada/ back
secara 5. Ajarkan massage dapat
efektif batuk membantu
5. Tidak ada efektif. menjatuhkan secret
akumulas yang ada dijalan
i sputum 6. Kolaboras nafas.
i 6. Meringankan kerja
pemberia paru untuk memenuhi
n oksigen. kebutuhan oksigen
serta memenuhi
kebutuhan oksigen

17
7. Kolaboras dalam tubuh.
i 7. Bronkodilator
pemberia meningkatkan ukuran
n lumen percabangan
broncodil trakeobronkial
ator sehingga menurunkan
sesuai tahanan terhadap
indikasi. aliran udara.

2. Gangguan Setelah Intracranial


perfusi dilakukan Pressure
jaringan tindakan (ICP)
cerebral keperawatan Monitoring
berhubungan selama 3x24 ( Monitor
dengan jam tekanan 1. Agar pasien lebih
disfungsi diharapkan intrakranial ) kooperatif.
system saraf gangguan 1. Jelaskan
pusat akibat perfusi kepada
hipoglikemia jaringan pasien
cerebral tentang
normal tindakan
dengan yang akan
kriteria: dilakukan 2. Perubahan tekanan
Tissue . CSS merupakan
Prefusion : 2. Pertahank potensi resiko
cerebral an posisi herniasi batang otak.
1. Tingkat tirah
kesadaran baring
komposm dengan
entis posisi 3. Aktivitas seperti ini
2. Disorient kepala akan meningkatkan
asi head up. intra thorak dan
tempat, 3. Bantu abdomen yang dapat
waktu, pasien meningkatkan TIK.
orang untuk
secara berkemih,
tepat membatas
3. TTV i batuk,
dalam muntah,
batas mengejan,
normal anjurkan
(suhu pasien
35,5ºC – napas 4. Pengkajian
37,5ºC, dalam kecenderungan
nadi 60- selama adanya perubahan
100 pergeraka tingkat kesadaran
x/menit, n. dan potensial
tekanan 4. Pantau peningkatan TIK

18
darah status sangat berguna
120/80 neurologi dalam menentukan
mmHg) s dengan lokalisasi.
teratur. 5. Perubahan pada
frekuensi jantung
mencerminkan
trauma/tekanan
5. Pantau batang otak.
TTV
3. Defisit Setelah Fluid
volume dilakukan Management
cairan tindakan 1. Batasi 1. Menghindari
berhubungan keperawatan intake kelebihan ambang
dengan selama 3x24 cairan ginjal dan
diuresis jam yang menurunkan tekanan
osmotik diharapkan mengand osmosis.
defisit volume ung gula
cairan teratasi dan lemak
dengan misalnya
kriteria: cairan
Fluid dari buah
Balance yang 2. Mempertahankan
1. TTV stabil manis. komposisi cairan
(N:60-100 2. Kolaboras tubuh, volume
x/menit, i dalam sirkulasi dan
TD: 100- pemberia menghindari overload 
140/80-90 n terapi jantung.
mmHg, S: cairan
36,5-370C, 1500-
RR: 12-20 2500 ml
x/menit), dalam
2. Nadi batas
perifer yang 3. Dehidrasi yang
teraba dapat disertai demam akan
kuat ditolerans teraba panas,
3. turgor i jantung. kemerahan dan kering
kulit baik 3. Observasi di kulit sebagai
4. CRT < 2 suhu, indikasi penurunan
detik warna, volume pada sel.
5. Haluaran turgor
urine kulit dan
>1500- kelembab
1700 an, 4. Memberikan
cc/hari pengisian perkiraan kebutuhan
6. Kadar kapiler cairan tubuh (60-70%
elektrolit dan BB adalah air).
urin dalam membran
batas mukosa.

19
normal. 4. Pantau 5. Penurunan volume
masukan cairan darah akibat
dan diuresis osmotik
pengeluar dapat
an, catat dimanifestasikan oleh
balance hipotensi, takikardi,
cairan nadi teraba lemah,
5. Observasi CRT yang lambat,
TTV, turgor kulit yang
catat tidak elastis.
adanya
perubaha
n TD,
Turgor
kulit,
CRT.
4. Penurunan Setelah Vital Sign
curah jantung dilakukan Monitor
berhubungan tindakan 1. Observasi 1. Tachycardia
dengan keperawatan : Nadi merupakan tanda
vasokonstriks selama 1x24 ( irama, kompensasi jantung
i pembuluh jam frekuensi terhadap penurunan
darah diharapkan ), kontraktilitas jantung.
penurunan Tekanan Mengetahui fungsi
curah jantung Darah. pompa jantung yang
normal sangat dipengaruhi
dengan oleh CO dan
kriteria: 2. Jelaskan pengisisan jantung.
    Circulation kepada 2. Agar pasien lebih
Status pasien kooperatif.
         Vital Sign tentang
Status tindakan
1. TTV ( TD yang akan
120/80 dilakukan
mmHg, .
Nadi 60- 3. Berikan 3. Menurunkan stress
100 waktu dan ketegangan yang
x/menit ) istirahat mempengaruhi
dalam yang tekanan darah dan
batas cukup/ade perjalanan penyakit
normal. kuat. hipertensi.
2. Kesadaran 4. Berikan
Composme pembatas 4. Pembatasan ini dapat
ntis an cairan menangani retensi
3. CRT < 2 dan diit cairan dengan respon
detik. natrium hypertensive, dengan
4. Sp O2 95- sesuai demikian menurunkan
100 % indikasi. beban kerja jantung.

20
5. Kolaboras 5. Diuretik
i dengan meningkatkan aliran
dokter urine dan menghalangi
dalam reabsorsi dari
pemberia sodium/klorida
n terapi didalam tubulus ginjal.
diuretik.

O. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal
yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon pasien.
P. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.  (2017).  Buku  Saku  Diagnosa Keperawatan  Edisi  6.  Jakarta  : EGC
Herdman,  Heather.  (2016).  Nanda International  Diagnosis Keperawatan 
Definisi  dan Klasifikasi  2009- 2011.  Jakarta: EGC
Jevon,  Philip.  (2017).  Basic  Guide  To Medical  Emergencies  In  The Dental 
Practice.  Inggris:  Wiley Blackwell
Kedia, Nitil. (2016). Treatment of Severe Diabetic  Hypoglycemia  With
Glucagon:  an  Underutilized Therapeutic  Approach.  Dove Press Journal
McNaughton,  Candace  D.  (2016). Diabetes  in  the  Emergency Department: 
Acute  Care  of Diabetes  Patients.  Clinical Diabetes
RA, Nabyl. (2016). Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Aulia Publishing
Setyohadi,  Bambang.  (2018). Kegawatdaruratan  Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

22

Anda mungkin juga menyukai