Anda di halaman 1dari 9

Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut.
Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material
lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen
terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989). Shriner et al. (1980) menyatakan bahwa
pelarut polar akan melarutkan solute yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solute yang non
polar atau disebut dengan like dissolve like. Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila
senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat
(cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan
dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan
baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat
diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya.

JENIS EKSTRAKSI

i. Ekstraksi Cair-Cair (Lazimnya Disebut Ekstraksi Saja)

Dikenal juga dengan nama ekstraksi pelarut. Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan
dalam skala laboratorium maupun skala industri.

ii. Ekstraksi Padat-Cair (Disebut Leaching)

Proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan suatu senyawa kimia dari matriks padatan
ke dalam cairan. Ekstraksi padat cair (leaching) merupakan salah satu unit operasi pemisahan tertua
yang digunakan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan
cara mengontakkannya dengan pelarut yang sesuai.

Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :

1. Pelarut yang mudah menguap

Ex : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol

2.Titik didih pelarut rendah.

3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.

4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.

5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.


6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.

7. Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soklet merupakan suatu prosedur ekstraksi kontituen
kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan yang telah dikeringkan. Ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan secara berurutan pelarut pelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat.
Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa
senyawa trepenoid dan lipid lipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk
memisahkan senyawa senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara iniseringkali tidak
menghasilkan pemisahan yang sempurna dari senyawa senyawa yang diekstraksi.

Metoda sokletasi ini lebihefisien, karena:

1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali.

2. Waktu yang digunakan lebih efisien.

3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.

4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.

Keunggulan sokletasi :

1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.

2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.

3. Proses sokletasi berlangsung cepat.

4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.

5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang kali.

Kelemahan sokletasi :

1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa
senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.

2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan

pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.

3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap.
Teknik Ekstraksi Senyawa

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut
tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu
sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip
ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa
non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-
heksan), lalu pelarut kepolarannya menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut bersifat
polar (metanol atau etanol) (Harborne, 1987).

Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu
ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,
perkolasi dan ekstraksi sinambung (Harborne, 1987).

Maserasi

Metode ekstraksi umum digunakan dalam mengisolasi senyawa metabolit sekunder adalah maserasi
(penggunaan pelarut organik). Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dalam temperatur ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan karena dengan perendaman sampel tanaman akan mengakibatkan pemecahan dinding
sel dan membran sel akibat perbedaaan tekanan antara di dalam sel dan di luar sel sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ektraksi senyawa akan
sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut dalam proses
maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dalam memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
dalam pelarut tersebut. Secara umum, pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan golongan
metabolit sekunder (Darwis, 2000; Anonim, 1993).

Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kasar yang telah diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator,
dimana seluruh senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang akan digunakan berada dalam
ekstrak kasar tersebut. Selanjutnya ekstrak kasar tersebut akan dapat dipisahkan berdasarkan
komponen-komponen dengan metode fraksinasi partisi dengan menggunakan corong pisah.

Ekstraksi Sinambung
Ekstraksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Pelarut penyair yang ditempatkan di
dalam labu akan menguap ketika dipanaskan, melewati pipa samping alat Soxhlet dan mengalami
pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut akan jatuh pada
bagian dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan menyisiknya hingga mencapai
bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian linarut tersebut akan tertarik dan ditampung pada
labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terus menerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang
dikehendaki (Harborne, 1987).

Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni
sehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat
dibandingkan dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk
senyawa-senyawa termolabil (Harborne, 1987).

Ekstraksi Cair - Cair

Ekstraksi cair-cair diperlukan untuk mengekstraksi senyawa glikosida yang umumnya polar (aglikon
berikatan dengan gula monosakarida dan disakarida). Ekstraksi cair-cair untuk glikosida biasanya
dilakukan terhadap ekstrak etanol atau metanol awal. Ekstrak awal ini dilarutkan dalam air kemudian
diekstraksi dengan etil asetat dan n-butanol. Glikosida terdapat dalam fase etil asetat atau n-butanol
(Harborne, 1987).

Selain itu, ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap reaksi awal untuk menghilangkan lemak dan ekstrak
tersebut jika bagian tumbuhan yang diekstraksi belum dihilangkan lemaknya pada ekstrak awal
(Harborne, 1987).

METODELOGI PENELITIAN

Prosedur Ekstraksi Metabolit Sekunder S. cristaefolium


Alga coklat Sargassum cristaefolium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan Sumenep
Madura, yang telah dikeringkan dengan kadar air sekitar 10-20 %. Sampel dalam bentuk serbuk halus
kering digunakan sebagai sampel untuk diekstraksi.

Ekstraksi senyawa bioaktif dari S. cristaefolium menggunakan metode maserasi bertingkat. Sebanyak
500 gram sampel diekstraksi secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
berbeda. Pelarut polar kloroform sebanyak 1 liter (1000 ml) selama 24 jam pertama kemudian disaring.
Maserasi dengan pelarut kloroform ini sebanyak 3 kali. Setelah itu ampas dikeringkan hingga terbebas
dari pelarut kloroform dan dimaserasi kembali selama 24 jam menggunakan pelarut semi polar aseton
sebanyak 1 liter (1000 ml) kemudian disaring. Maserasi dengan pelarut aseton ini sebanyak 2 kali.
Setelah itu ampas kembali dikeringkan sampai terbebas dari pelarutnya. Selanjutnya dimaserasi kembali
dengan pelarut polar yaitu metanol sebanyak 1 liter (1000 ml) selama 24 jam kemudian disaring.
Maserasi dengan pelarut metanol ini sebanyak 2 kali. Ketiga ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan
rotary vacum evaporator pada suhu 600C sampai diperoleh ekstrak pekat kloroform, aseton, dan
metanol. Asumsi perbandingan pelarut kloroform, aseton, dan metanol dengan sampel secara berturut-
turut sebanyak 6:1, 4:1 dan 4:1. Prosedur kerja ekstraksi maserasi bertingkat S. cristaefolium secara
singkat disajikan dalam Lampiran 1.

Ketiga ekstrak pekat yang diperoleh selanjutnya diuji toksisitasnya dengan mengunakan larva udang A.
salina L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi

Serbuk S. cristefolium sebanyak 500 gram diekstraksi dengan metode ekstraksi bertingkat pada pelarut
dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu kloroform (non polar), aseton (semi polar) dan metanol
(polar). Metode ekstraksi senyawa secara singkat disajikan dalam lampiran 1. Hasil ekstraksi berupa
cairan ekstrak kasar berwarna hitam kehijauan. Setelah dievaporasi (rotary vaccum evaporator) pada
suhu 600C diperoleh ekstrak berupa ekstrak pekat (pasta) masing-masing ekstrak kloroform 53 mg,
ekstrak aseton 34 mg dan ekstrak metanol 14 mg. Hasil ekstraksi S. cristaefolium disajikan dalam Tabel
5.1, sebagai berikut :

Tabel 5.1. Hasil Ekstraksi S. cristaefolium.

No Jumlah Serbuk Pelarut Jumlah Pelarut Lama Maserasi Ekstrak Kasar Ekstrak Pekat
1 500 Kloroform 3000 3 x 24 1838 53

2 500 Aseton 2000 2 x 24 1169 34

3 500 Metanol 2000 2 x 24 1247 14

Kepolaran pelarut merupakan pertimbangan penting dalam ekstraksi senyawa flavonoid. Menurut
Andersen dan Markham (2006), flavonoid yang memiliki kepolaran yang rendah, seperti isoflavon,
flavanon, flavon methyl dan flavonol, dalam ekstraksinya menggunakan pelarut kloroform, diethyl eter,
atau ethyl asetat pada flavonoid glikosida. Sedangkan pada flavonoid yang memiliki tingkat kepolaran
aglikon dapat diekstraksi dengan alkohol atau campuran alkohol-air. Lebih lanjut, untuk bahan serbuk
dari tumbuhan dapat juga diekstraksi dengan heksana untuk memecahkan kandungan lemaknya dan
dengan pelarut ethyl asetat atau etanol untuk kandungan phenolnya. Namun pendekatan ini tidak cocok
dengan senyawa-senyawa yang sensitif terhadap panas.

Penggunaan pelarut kloroform (non polar) pada ekstraksi simplisia awal dengan jumlah yang lebih
banyak dimaksudkan untuk memaksimalkan hidrolisis (pemecahan) dan penarikan senyawa yang
terdapat dalam sampel S. cristaefolium. Pelarut non polar memiliki kemampuan untuk memecah
kandungan lemak (lipida) yang terdapat dalam serbuk yang ekstraksi. Dengan pemecahan lemak
tersebut maka akan memudahkan dalam mengekstraksi senyawa target flavonoid yang memiliki sifat
polar. Senyawa polar biasanya akan lebih baik diekstraksi dengan pelarut golongan polar seperti etanol
atau metanol. (Harbone, 1984). Hal ini sejalan dengan Markham (1988), untuk membebaskan senyawa
yang kepolarannya rendah seperti lemak, terpena, klorofil, xantofil dan lainnya dengan ekstraksi
memnggunakan heksana atau kloroform.

Absorbsi flavonoid yang sangat rendah disebabkan oleh karena dua faktor utama, yaitu 1). Flavonoid
merupakan molekul dengan rantai yang beragam sehingga tidak cukup kecil untuk dilarutkan dengan
difusi langsung. 2). Flavonoid merupakan tipe molekul yang memiliki kelarutan yang rendah dalam
minyak dan lipid lainnya. Hal ini sangat membatasi kemampuan flavonoid untuk melewati kandungan
lemak dari luar membran sel. Keberadaan lipid diluar membran sel tersebut harus dihidrolisis terlebih
dahulu dengan pelarut non polar untuk menghilangkan lipid pada membran luar sel. Hal ini
memudahkan pelarut polar dengan polaritas yang seimbang dengan flavonoid seperti metanol untuk
melarutkan senyawa flavonoid yang terkandung dalam S. cristaefolium tersebut. Prashant, et. al., (2009)
lebih jauh menjelaskan bahwa material awal dari kandungan flavonoid tidak dapat larut dengan pelarut
seperti kloroform, diethyl eter atau benzene. Dengan demikian, ekstrak yang akan dilanjutkan dalam
pemisahan dan identifikasi senyawa flavonoid adalah ekstrak dari pelarut polar yaitu ekstrak metanol.
Ekstrak pekat yang diperoleh digunakan dalam uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) menggunakan larva A. salina umur 48-72 jam untuk mengetahui kemampuan aktifitas senyawa
dalam ekstrak. Dari uji toksisitas dapat diketahui ekstrak yang aktif untuk dilanjutkan ke tahap isolasi
dan identifikasi senyawa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kepolaran pelarut merupakan pertimbangan penting dalam ekstraksi senyawa flavonoid.

2. Pelarut metanol memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melarutkan senyawa flavonoid yang
terdapat dalam S. cristaefolium.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pelarut yang lebih beragam untuk
mengekstraksi senyawa dari S. cristaefolium untuk mengetahui kemampuan pelarut dalam
mengekstraksi senyawa dari bahan alam.
EKSTRAKSI SOXHLET

Abstrak

Ekstraksi Soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam suatu

pelarut dan pengotor-prngotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang

dipisahkan dengan metode ini berbentuk padatan. Dalam percobaan ini kami menggunakan sampel

kemiri. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi padat-cair.

adatan yang diekstrak ditumbuk terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan kertas saring dan

dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, sedangkan pelarut organic dimasukkan kepadal labu alas bulat

kemudian seperangkat ekstraktor soxhlet dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan dengan

memanaskan pelarut sampai semua analit terekstrak (kira-kira 6 x siklus). Hasil ekstraksi dipindahkan ke

rotary evaporator vacuum untuk diekstrak kembali berdasarkan titik didihnya .

Dasar Teori

Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunkan

pelarut organic. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau

juga diiris-iris. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang

terbungkkus kertas saring dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organic dimasukkan

kedalam labu alas bulat. Kemudian alat ektraksi soxhlet dirangkai dengan kondensor . Ekstraksi

dilakukan dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak (Khamnidal.2009).

Massa jenis (densitas) hasil ekstraksi dihitung dengan mennggunakan persamaan:

D = M/V

Ket: D = densitas (gr/lt)

M = Massa cairan (gr)

V = Volume cairan (lt)

Kemiri (ateuris moluena) adalah tumbuhan yang memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai penyubur

rambut. Untuk memperoleh ekstrak kemiri maka harus diekstraksi terlebih dahuliu. Biji kemiri di
masukkan dalam esktraktor soxhlet dan diekstraksi selama waktu tertentu. Dalam ekstrkasi dapat

digunakan berbagai macam pelarut, misalnya n-heksan dengan volume tertentu. Pada hasil ekstraksi

akan dihasilkan berupa minyak kemiri yang relative murni (Alfin.2008).

Komposisi kimia dalam biji dan minyak kemiri setiap 100 gram daging biji kemiri mengandung

(Ketaren.1986):

1. 636 kalori

2. 19 gram protei

Anda mungkin juga menyukai